cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Forum Penelitian Agro Ekonomi
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02164361     EISSN : 25802674     DOI : -
Forum penelitian Agro Ekonomi (FAE) adalah media ilmiah komunikasi penelitian yang berisi review, gagasan, dan konsepsi orisinal bidang sosial ekonomi pertanian, mencakup sumber daya, agribisnis, ketahanan pangan, sosiologi, kelembagaan, perdagangan, dan ekonomi makro.
Arjuna Subject : -
Articles 395 Documents
Green Agriculture dan Green Food sebagai Strategi Branding dalam Usaha Pertanian nFN Sumarno
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v28n2.2010.81-90

Abstract

EnglishTechnology application during the Green Revolution had been successfully worked to overcome the national food production deficit.  However, due to the policy to maintain low food prices, the increase of production failed to improve the actual farmer’s income. The strategy to differentiate agricultural products with premium prices is set through a logo or brand seal on the products, means that the products are explicitly embedded with environment friendly images, safe and sustainable.  The suggested logo is “Green Food” indicated that the products come from “green Agriculture”.  The Green Agriculture is a modern agricultural practice using a balanced and controlled agrochemical according to certain protocol to guarantee an environment friendly production process and safety consume of the products.  Green Agriculture and the Green Food easier to apply compared to that of Good Agriculture Practices.  If Indonesia to adopt Green Agriculture and Green Food, a new regulation called “Indonesian Green Agriculture and Green Food Protocol” need to be formulated.  For operational reason, the need to adopt Green Agriculture and Green Food should come from the incumbent and influenced government officials.  Green Agriculture and Green Food is a branding strategy to increase the bargaining position and the competitive level of Indonesian agricultural products at both domestic and international markets.  China has applied Green Agriculture and Green Food since 1990 and in 2008, 6 million of China’s farmers have adopted the practices along with 816 post-harvest processors with annual Green Food total volume amounted to 42 million ton and US$ 2.32 billion of export value.  In Indonesia, Green Food has a high opportunity to get market segment due to the increase awareness on environment quality in addition to higher prices the farmers could enjoy compared to the price of conventional products.  Through Green Agriculture and Green Food, the maintenance of environment quality and safety of food consumption will be a collective responsibility of the farmers, processors, traders, and consumers.  Green Agriculture and Green Food is the “eco-farming with modern techniques and modern management by modern farmers for modern societies and modern world”.IndonesianPenerapan teknologi Green Revolution telah berhasil mengatasi kekurangan produksi pangan nasional, namun karena kebijakan pemerintah untuk menjaga harga pangan murah, maka kenaikan produksi tidak meningkatkan pendapatan petani secara nyata. Strategi diferensiasi produk pertanian untuk memperoleh harga premium adalah dengan memberi logo atau brand pada produk, yang secara eksplisit mencitrakan sebagai produk yang ramah lingkungan, aman konsumsi dan berkelanjutan. Logo yang disarankan adalah Green Food yang produknya berasal dari Green Agriculture. Green Agriculture merupakan praktek pertanian modern dengan penggunaan sarana agrokimia secara terkendali oleh ketentuan protokol, sehingga menjamin proses produksi ramah lingkungan dan produk panennya aman konsumsi. Ketentuan Green Agriculture dan Green Food lebih mudah dioperasionalkan dibandingkan dengan ketentuan Good Agriculture Practices. Apabila Indonesia akan mengadopsi Green Agriculture dan Green Food, perlu disusun ketentuan yang dapat disebut Indonesian Green Agriculture and Green Food Protocol. Keinginan untuk mengadopsi Green Agriculture dan Green Food harus datang dari pejabat berwenang sehingga operasionalisasinya dapat dilaksanakan. Green Agriculture dan Green Food merupakan strategi branding untuk meningkatkan posisi tawar dan daya saing produk pertanian Indonesia di dalam negeri dan di pasar internasional. China telah menerapkan Green Agriculture dan Green Food  sejak tahun 1990 dan pada tahun 2008 diikuti oleh 6 juta petani dan 816 perusahaan pengolah hasil panen, dengan total produk Green Food setahun mencapai 42 juta ton dan nilai ekspor sebesar 2,32 milyar dolar. Di Indonesia, Green Food berpeluang mendapatkan segmen pasar cukup besar oleh meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap mutu lingkungan dan petani memperoleh harga yang lebih baik dibandingkan produk pangan konvensional. Melalui Green Agriculture dan Green Food, maka pemeliharaan mutu lingkungan dan keamanan konsumsi pangan menjadi tanggung jawab bersama, oleh petani, pengolah produk, pedagang dan konsumen. Green Agriculture dan Green Food merupakan “eco-farming with modern techniques and modern management by modern farmers for modern societies and modern world”.
Gejala Kesenjangan antara Ideologi dan Pragmatisme Pembangunan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Tri Pranadji
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v20n2.2002.47-59

Abstract

EnglishFor the last three decades, critics and discourse on concept or ideology regarding rural economic development is extremely weak. The aim of this paper is to give evidences of systematically failure of the said rural economic development. The basis of the failure is the unclear ideology used as the framework of rural economic development. The "Utopia" as an ideological basis to achieve the economic development goal can not be traced in the practical way in the yield. As a consequences, there is difficulties in assessing the said failure, in addition to substantial negative impact of development activities itself. With the monolithic political infrastructure, the nature of centralistic government as well as growth oriented development will deteriorate natural resources, widening income disparity and rural poverty, widespread of urban informal sector, and instability of feature economic development. To force economic globalization, it is necessary to conduct restructurization of rural economic development. Therefore, the formulating of systematical development activities have to consider the expert on economic sociology, people oriented economic, environment and rural economic development. In the future, the humanistic, fairness, and sustainable economic activity and development should be taken into account. Indonesiankoreksi kritis dan terbuka terhadap konsep ideologi dalam pembentukan ekonomi pedesaan masih jarang dikemukakan . Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menunjukan adanya gejala kegagalan pembangunan ekonomi pedesaan yang bersifat sistematik. Kegagalan tadi diawali oleh adanya ketidakjelasan ideologi yang dijadikan kerangka kerja pembangunan ekonomi pedesaan . "Utopia" apa yang dijadikan dasar ideologis untuk mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi tidak terlacak dengan jelas dalam pragmatisme pembangunan ekonomi di pedesaan. penekanan kegiatan pembangunan ekonomi pedesaan dengan pendekatan pragmatisme di lapangan bukan saja menyulitkan diadakannya pelacakkan terhadap kekeliruan pembangunan ekonomi pedesaan yang bersifat sistematik,melainkan juga membawa dampak negatif yang besar terhadap kegiatan pembangunan itu sendiri. Dengan tatanan politik yang monolitik,pemerintahan sentralistik dan menjebakkan diri dalam tatanan ekonomi yang menekankan pertumbuhan berlebihan bukan saja menimbulkan gejala pengurasan dan penghancuran sumberdaya alam ;melainkan  juga memunculkan kesenjangan ekonomi dan pemiskinan yang parah di pedesaan,berkembang pesatnya sektor ekonomi infotmal di perkotaan,serta tingginya kerentaan dan ketidakstabilan perkembangan perekonomian ke depan. Menghadapi tantangan globalisasi ke depan,penataan ulang pembangunan ekonomi pedesaan perlu dilakukan . Oleh sebab itu,perancangan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan sistematik harus melibatkan kalangan ilmuan sosiologi ekonomi,ekonomi kerakyatan ,ekonomi lingkungan dan pembangunan pedesaan. Di masa datang terwujudnya keadilan dalam kegiatan ekonomi yang lebih berkemanusiaan dan berkelanjutan harus mendapat penekanan lebih serius.
Pola pengembangan ternak dan upaya peningkatan pemanfaatan lahan kering di Nusa Tenggara Barat Erizal Jamal; nFN Erwidodo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v9n1.1991.46-55

Abstract

IndonesianPemeliharaan ternak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem usahatani di wilayah NTB. Pemilikan ternak hampir merata di wilayah ini, dan umumnya didominasi oleh ternak-ternak dari golongan ruminansia besar dalam hal ini sapi dan kerbau. Pemilikan sapi dan kerbau rata-rata 3-4 ekor per kepala keluarga, dan ternak-ternak ini banyak yang dilepas dalam pemeliharaannya. Motivasi petani untuk memiliki ternak sapi dan kerbau umumnya didominasi oleh motivasi untuk tujuan tabungan multiguna antara lain, untuk mendapatkan tenaga pengolahan lahan, untuk meningkatkan status sosial, dan yang tak kalah pentingnya untuk memenuhi keinginan naik haji. Pola pemeliharaan ternak yang dilepas tanpa kontrol yang umum diterapkan di sebagian besar wilayah NTB, ternyata tidak compatible dengan upaya peningkatan pemanfaatan lahan kering (pekarangan, tegalan dan ladang). Sampai saat ini, ternak sapi dan kerbau banyak yang merusak tanaman petani di ketiga jenis lahan tersebut. Makalah ini mencoba menyoroti permasalahan ini dan sekaligus mengajukan alternatif pola pemeliharaan ternak yang dapat menunjang peningkatan produktivitas lahan kering di wilayah NTB.
Kinerja dan Prospek Pengembangan Bahan Bakar Nabati di Indonesia Muhamad Maulana; Miftahul Azis
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v30n2.2012.147-158

Abstract

EnglishDevelopment of bio-fuel energy in Indonesia deals with serious challenges. This study aims to analyze performance and development prospects of bio-fuel energy based on production performance, agribusiness, and financial feasibility of industries using coconut palm, jatropha, cassava and sugarcane as raw materials for producing of bio-fuel. It is found that bio-fuel production is influenced by land area size. All crops are feasible to develop, except jatropha than has lower bio-fuel content below the standard. Financial feasibility study shows that biodiesel and bio-ethanol industries reasonable to develop. The policy suggested is land conversion control, expanding planting areas by utilizing marginal land, price incentive and agribusiness improvement, research and development, farmers’ access to capital, farmers’ partnerships with businessmen, restructuring the bio-diesel processing, and standardization. IndonesianPengembangan energi berbahan baku nabati menghadapi tantangan yang sangat berat. Tujuan penelitian adalah menganalisis kinerja dan prospek pengembangan bahan bakar nabati dengan melihat aspek kinerja produksi, usaha tani, kelayakan finansial industri yang berbahan baku tanaman kelapa sawit, jarak pagar, ubikayu dan tebu. Hasil penelitian menunjukan kinerja produksi tanaman penghasil biofuel masih ditentukan oleh kontribusi luas tanam. Analisis usahatani masing-masing komoditi menunjukan layak untuk dikembangkan, kecuali jarak pagar karena ada kendala pada hasil rendeman CJO yang masih dibawah standar. Studi kelayakan finansial menunjukkan bahwa industri biodiesel dan bioetanol layak untuk dikembangkan. Implikasi kebijakan yang disarankan adalah pengendalian konversi lahan, pembukaan lahan baru dengan memanfaatkan lahan kritis, insentif harga dan perbaikan usahatani, penelitian dan pengembangan, pembukaan akses petani pada modal, teknologi dan input produksi, pengembangan kemitraan antara petani dengan pengusaha, rehabilitasi dan restrukturisasi industri pengolahan bahan baku biofuel dan penerapan standar pengolahan yang baik.
Kebijaksanaan dan Perspektif Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam Mendukung Otonomi Daerah Tahlim Sudaryanto; I Wayan Rusastra
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v18n1-2.2000.52-64

Abstract

EnglishThe role of regional government on agricultural development management will be very important by the implementation of UU No.22/1999 and UU No.25/1999. On the spirit of autonomy, the local government is still needed to consider and accommodate some of national agricultural development strategy such as considering agricultural on transforming economic structure, enhancing sustainable food security, agribusiness and agropolytan development adapted for the benefit of regional development as well as the welfare of the local people. In this case, AIAT played an important role through focusing on resource based agricultural development supporting by location specific technology in order to have higher financial and economic efficiency. During the transision period, technical, management, and financial support from central government are necessary, especially for the region having budget constraint and limited capacity of human resource development. For the perspective of autonomy, AIAT or Agency for Regional Research and Development (Balitbangda) have to strenghten participative research planning program and its implementation through empowering interregional research coordination, human resource development, and condusive insentive system. IndonesianImplementasi UU No.22/1999 dan UU No.25/1999 memberikan implikasi strstegis mengenai peran daerah dalam menejemen pembangunan termasuk di dalamnya pembangunan pertanian. Dalam semangat otonomi daerah, pemerintah setempat perlu tetap mengacu dan mengakomondasi beberapa strategi pembangunan pertanian nasional seperti transformasi struktur ekonomi berbasis pertanian, peningkatan ketahanan pangan berkelanjutan, pengembangan agribisnis dan ekonomi kerakyatan, dan pengembangan agropolitan yang diadaptasikan bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat setempat. Balai pengkajian Teknologi pertanian (BPTP) memegang peranan penting melalui pengembangan komoditas unggulan lokal yang didukung teknologi spesifik lokasi dan sesuai dengan potensi sumber daya dan keunggulan komparatif wilayah. Dalam masa transisi ini, dukungan bimbingan teknis, menejemen, dan pendanaan dari pusat masih tetap di perlukan, khususnya bagi daerah yang terbatas kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan keuangannya. Dalam perspektif otonomi daerah, BPTP/Balitbangda perlu memperkuat perencanaan dan pelaksanaan seluruh program penelitian/pengkajian partisipatif, dengan penguatan koordinasi penelitian antar wilayah, pengembangan SDM dan sistem insentif yang handal.
Analisa Kesesuaian Dana Penelitian Perkebunan di Indonesia Delima H.A. Darmawan; I Wayan Rusastra; Sjarifuddin Baharsjah
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v6n1.1988.1-9

Abstract

IndonesianPeranan riset dalam pembangunan pertanian tidak perlu dipersoalkan lagi. Masalahnya adalah bagaimana sumberdaya riset dialokasikan sehingga diperoleh dampak hasil yang maksimum. Kajian ini menggunakan alat analisa rasio kesesuaian dengan data makro Indonesia. Diperoleh hasil bahwa terdapat ketimpangan alokasi dana subsektor dalam sektor pertanian dan subsektor perkebunan bukan menjadi penyebab kejadian tersebut. Ketimpangan tersebut terkait dengan lemahnya perencanaan alokasi dana bantuan luar negeri, program lanjutan pasca riset yang lebih menekankan pada pembangunan subsektor tanaman pangan, dan kurangnya kesesuaian alokasi dana riset antar komoditi sebsektor bersangkutan. Walaupun demikian, tidak ada alasan untukk mengurangi alokasi dana riset secara absolut untuk seluruh subsektor pertanian di Indonesia, karena alokasinya memang masih rendah (0,17 persen - 0,57 persen) dari produk domestik bruto subsektor bersangkutan. Di negara maju proporsinya dapat mencapai 2,2 persen sampai 4,0 persen. Demikian juga dengan aloksai dana riset komoditi perkebunan. Komoditi coklat yang belakangan ini mendapat alokasi dana riset cukup memadai (3,48 persen) perlu tetap dipertahankan sedangkan untuk komoditi lainnya masih perlu ditingkatkan. Alokasi tenaga penelitian sebaiknya juga mempertimbangkan hasil analisa kesesuaian dalam penelitian ini.
Industri dan Perdagangan Gula di Indonesia: Pembelajaran dari Kebijakan Zaman Penjajahan – Sekarang Sri Wahyuni; nFN Supriyati; Julia Forcina sinuraya
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v27n2.2009.133-149

Abstract

EnglishSugarcane industry and trade (SIT) in Indonesia is significantly influenced by the government policies. This paper reviewed SIT policies from colonial period up to now to obtain valuable lessons for future development of SIT.  Lessons learned include: (1) During the colonial era, the peak triumph was achieved through farmers’ sacrifice; (2) High financial support for research institutions to produce super varieties, such as POJ 2838 and 3016 with productivity as high as 18 ton/ha of crystal; (3) In the beginning of independence, Indonesia’s institutions and manpower were not exclusively ready to optimally develop SIT; (4) There were no comprehensive policies and several of the existing one were conflicting. Based on these lessons, a comprehensive policy issued by related institutions are strongly required for future development of SIT.IndonesianIndustri dan Perdagangan Gula Indonesia sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Tulisan ini bertujuan untuk mereview kebijakan IPG sejak zaman penjajahan sampai sekarang, untuk dijadikan pembelajaran dalam pengembangan IPG ke depan. Pembelajaran yang dapat dipetik antara lain: (1) Kejayaan gula pada zaman penjajahan dicapai dengan mengorbankan petani; (2) Dukungan dana yang kuat, sehingga lembaga penelitian mampu menghasilkan varietas ajaib POJ 2838 dan 3016 dengan produktivitas sebesar 18 ton hablur/ha; (3) Pada awal kemerdekaan, kelembagaan dan sumberdaya manusia Indonesia belum siap untuk mengembangkan pergulaan secara optimal; (4) Kebijakan kurang komprehensif dan kadang-kadang saling bertentangan. Berdasarkan pembelajaran ini, untuk pengembangan pergulaan ke depan diperlukan kebijakan yang komprehensif dari semua pihak yang terkait.
Analisis Kelembagaan Perbenihan Ikan dalam Perspektif Agribisnis Ikan Nila Merah: Kasus Jawa Barat dan Jawa Tengah Victor T. Manurung
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v14n2.1996.37-54

Abstract

IndonesianSejak beberapa tahun terakhir ini, ikan nila merah dalam bentuk fillet, termasuk dalam komoditas ekspor Indonesia dan mempunyai prospek untuk dikembangkan. Teknologi perbenihan merupakan salah satu titik lemah dalam pengembangan agribisnis dalam komoditas itu. Hal itu erat kaitannya dengan kelembagaan perbenihan itu. Tulisan ini mempelajari kelembagaan itu dikaitkan dengan upaya pengembangan agribisnis perikanan tersebut. Kelembagaan yang dipelajari meliputi tiga unsur pokok, yakni batas yuridiksi, hak pemilikan dan representasi. Kelembagaan yang ditandai oleh batas yuridiksi yang kurang tajam antar organisasi yang terlibat memungkinkan terjadinya kegiatan yang kurang mendukung, satu dengan yang lain diantara mereka. Komunikasi dan koordinasi antar organisasi yang terlibat dalam sistem pembenihan itu masih kurang. Kurangnya komunikasi dan koordinasi tersebut antara lain disebabkan oleh aturan representasi yang kurang berfungsi seperti yang diharapkan. Selain itu sistem hak pemilikan yang berlaku juga kurang memberikan motivasi bagi produsen teknologi, termasuk produsen benih untuk meningkatkan kinerjanya, terutama untuk menemukan teknologi baru. Kondisi kelembagaan seperti itu menyebabkan invovasi teknologi dan penyampaian kepada petani berjalan dengan lambat. Oleh sebab itu untuk meningkatkan kinerja sistem kelembagaan itu, yang berarti untuk mengembangkan usaha agribisnis perikanan tersebut, akhir-akhir ini pemerintah telah menyempurnakan peraturan dan organisasi terkait. Dilain pihak pembentukan kelompok produsen benih perlu dilakukan untuk meningkatkan posisi tawar-menawar mereka dalam menghadapi pihak lain dan mempermudah transfer teknologi.
Studi Kebijaksanaan Nilai Tukar Komoditi Pertanian Prajogo Utomo Hadi
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v2n1.1983.20-31

Abstract

IndonesianMakin tinggi nilai tukar komoditi pertanian terhadap komoditi non-pertanian, berarti kedudukan sektor pertanian makin kuat dan petani produsen makin beruntung dilihat dari segi harganya. Cukup banyak peubah yang mempengaruhi tingkat harga komoditi dan arah gerakan nilai tukar tersebut seperti: penawaran dan permintaan, sistem tataniaga baik dalam negeri maupun luar negeri serta kebijaksanaan pemerintah. Melalui kebijaksanaan pemerintah, peubah-peubah kunci dapat dipengaruhi dan nilai tukar dapat diarahkan kejurusan yang dikehendaki untuk mencapai tujuan tertentu dalam pembangunan. Disamping peubah ekonomi, peubah non-ekonomipun perlu diperhatikan karena sering ikut menentukan arah gerakan nilai tukar tersebut. Untuk itu maka diperlukan kajian, baik yang bersifat diskriptip maupun analitis untuk bisa membangun suatu model yang relevan. Dalam tulisan ini disajikan analisa diskriptip maupun analitis dan secara jelas ditunjukkan peubah-peubah mana yang bisa dipengaruhi melalui kebijaksanaan pemerintah agar nilai tukar dapat diarahkan kejurusan yang dikehendaki.
Revitalisasi Kelembagaan Kemitraan Usaha dalam Pembangunan Agribisnis Hortikultura di Provinsi Sumatera Utara Valeriana Darwis; Endang Lestari Hastuti; Supena Friyatno
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v24n2.2006.123-134

Abstract

EnglishFor market oriented of agricultural development, agribusiness scheme is the most appropriate option. Partnership pattern in agribusiness scheme is one of the alternatives to achieve successful performance. This article aims to introduce the application of partnership pattern on horticultural crops in North Sumatera Province. The current partnership pattern in horticultural production centers is generally developed locally, applying nucleus-plasma pattern, and pattern introduced by the intervention of the government. The locally established partnership pattern was developed based on the common needs and, therefore, this pattern has been institutionalized due to the increasing trustworthy and honesty among the members.  Meanwhile the nucleus-plasma pattern is carried out and controlled by formal rules and regulations which are agreed and approved by the members.  On the other hand, the partnership pattern introduced by the government is designed to support rural development programs.  However, the pattern faces various constraints in internalizing the concept.  There is an assumption that the government aid and support is treated as grant with no obligation to repay.  In this regard, the role of the government and coordination among the related institutions should be intensified and improved.IndonesianPada usaha pertanian berorientasi pasar, pendekatan yang sesuai adalah agribisnis. Kemitraan di antara pelaku usaha di bidang agribisnis merupakan salah satu cara untuk memperbesar peluang keberhasilan. Tulisan ini menggambarkan kemitraan hortikultura yang ada di Provinsi Sumatera Utara dalam upaya menyempurnakan serta merevitalisasi kemitraan yang pernah dikembangkan. Pola kemitraan yang ada di sentra produksi hortikultura umumnya bersifat lokal, pola inti-plasma, dan bentukan pemerintah. Kemitraan usaha yang bersifat lokal terbentuk karena adanya kebutuhan bersama dari pelaku kemitraaan usaha, sehingga relatif melembaga karena adanya nilai-nilai kepercayaan dan kejujuran. Kemitraan usaha dengan pola inti plasma diatur dan dikontrol oleh aturan-aturan yang bersifat formal, yang telah disetujui dan ditandatangani bersama. Pola kemitraan yang dibentuk oleh pemerintah terutama bertujuan sesuai dengan program pembangunan pedesaan, dan sampai saat ini tampaknya relatif sulit melembaga. Hal ini antara lain disebabkan adanya anggapan bahwa setiap bantuan yang diberikan oleh pemerintah merupakan hibah, sehingga tidak perlu dikembalikan. Oleh karena itu peran pemerintah harus ditingkatkan dan koordinasi antar lembaga terkait lebih diintensifkan.

Page 2 of 40 | Total Record : 395


Filter by Year

1982 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1986): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi More Issue