Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : SELODANG MAYANG

URGENSI SANKSI PIDANA BAGI MUZAKKI YANG INGKAR MEMBAYAR ZAKAT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN UNDANG-UNDANG ZAKAT DI INDONESIA wahyuni, Fitri; Junaidi, Junaidi; Wandi, Wandi
Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Vol. 9 No. 3 (2023): JURNAL SELODANG MAYANG
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47521/selodangmayang.v9i3.350

Abstract

Zakat is one of the pillars of Islam and is one of the main elements for the upholding of Islamic law, whose obligations for Muslims have been stipulated in the Al-Qur'an, the Sunnah of the Prophet, and the consensus of the ulama. However, in reality, there are still many Muslims who are reluctant or refuse to pay zakat. This certainly requires efforts by imposing criminal sanctions so that the Muslim community becomes more aware of paying zakat. This research is normative legal research whose data is sourced from secondary data by collecting primary, secondary, and tertiary legal materials. Meanwhile, the analysis in this research uses qualitative analysis. Conclusions are drawn deductively. The urgency of criminal sanctions for muzakki who refuse to pay zakat in the framework of developing zakat law in Indonesia can be carried out in the following ways: 1. Internally within the Islamic community: First, building religious awareness that zakat is an instrument for alleviating poverty; Second, Unifying the opinion that based on sociological, philosophical, juridical, theological-normative, historical considerations or reasons, and the purpose of punishment, the application of criminal sanctions for muzakki is absolutely necessary; Third, fighting politically because political channels are one of the entry points for the application of Islamic law. 2. Government: First, build awareness that Indonesia's zakat potential is very large, while awareness of zakat is still small. So, the government should be proactive with the pick-up system by changing the zakat system from voluntary to mandatory (compulsory system); Second, the issue of zakat is an issue that applies specifically to the Muslim community. Thus, it would be better for the government to listen more to the aspirations of Muslims. Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam yang kewajibannya bagi umat Islam telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan ijma’ para ulama. Namun pada kenyataannya masih banyak umat Islam yang enggan atau ingkar dalam membayar zakat. Hal ini tentu perlu upaya dengan memberlakukan sanksi pidana agar ummat islam lebih sadar lagi dalam membayar zakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif yang data-datanya bersumber data sekunder dengan mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sedangkan analisa dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara deduktif. Urgensi sanksi pidana bagi muzakki yang ingkar membayar zakat dalam rangka pengembangan undang-undang zakat di indonesia dapat dilakukan dengan cara 1. Internal Umat Islam: Pertama, Membangun kesadaran beragama bahwa zakat adalah salah satu instrument untuk mengentaskan kemiskinan; Kedua, Menyatukan pendapat bahwa berdasarkan pertimbangan atau alasan sosiologis, filosofis, yuridis, teologis-normatif, historis, dan tujuan pemidanaan penerapan sanksi pidana bagi muzakki mutlak dilakukan; Ketiga, Berjuang secara politik dikarenaka jalur politik merupakan salah satu pintu masuknya penerapan hukum Islam. 2.Pemerintah: Pertama, Membangun kesadaran bahwa potensi zakat Indonesia sangatlah besar, sedangkan kesadaran berzakat masih kecil. Sehingga, pemerintah seharusnya proaktif dengan sistem jemput bola dengan mengganti sistem zakat dari sukarela (voluntary system) menjadi wajib (compulsory system); Kedua, Persoalan zakat adalah persoalan yang berlaku khusus bagi ummat Islam. Dengan demikian, ada baiknya pemerintah lebih mendengarkan aspirasi umat Islam.
KAJIAN AKADEMIK DARI SUDUT LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN INVESTASI DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR wahyuni, Fitri; Wandi, Wandi; Muhsin, Muhsin; Syarifuddin, Syarifuddin
Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Vol. 10 No. 1 (2024): JURNAL SELODANG MAYANG
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47521/selodangmayang.v10i1.362

Abstract

One of the Government Affairs which falls under the authority of the Regional Government is to carry out Mandatory Government Affairs which are not related to Basic Services, namely Investment as regulated in Article 12 paragraph (2) point I of Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government. To encourage community and private sector participation, Regional Government administrators can provide incentives and/or facilities to the community and/or investors as regulated in Regional Regulations (PERDA). Drafting regional regulations must begin with conducting academic studies from philosophical, sociological, and juridical aspects. This research is normative legal research by collecting secondary data which is analyzed using the concept of deductive logic. Academic studies from the philosophical basis of the formation of this Regional Regulation are in order to create a prosperous society as the state's goal in the Preamble to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia through investment instruments. From a sociological point of view, the formation of this Draft Regional Regulation means that there is a lot of regional potential that can be offered to investors or the public if they want to invest their capital or carry out business activities. However, attracting the interest of investors or the public requires extra efforts, such as through providing incentives or providing various business conveniences. From a juridical point of view, the formation of this Draft Regional Regulation is to carry out the mandate as well as freedom from higher regulations such as Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government and its amendments, and Government Regulation Number 24 of 2019 concerning Providing Incentives and Facilitation of Investment in the Regions. which gives authority to regions to be creative and provide solutions in attracting investment to their regions to support development and improve community welfare. Salah satu Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah adalah menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, yakni Penanaman Modal sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (2) butir I UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk mendorong peran sertamasyarakat dan sektor swasta tersebut penyelenggara Pemerintahan Daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA). Dalam penyusunan rancangan peraturan daerah haruslah dimulai dengan melakukan kajian akademik dari aspek Filosifis, sosiologis dan yuridis. Penelitian ini merupkan penelitian hukum normatif dengan mengumpulkan data-data secara sekunder yang dianlisis dengan konsep logika deduktif. Kajian akademik dari sudut landasan Filosofis pembentukan Peraturan Daerah ini adalah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera sebagaimana tujuan negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui instrumen investasi. Dari sudut sosiologis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah ini adalah bahwa banyak potensi daerah yang dapat ditawarkan kepada Investor atau Masyarakat apabila ingin menanamkan modalnya atau melakukan kegiatan usaha. Namun untuk menggiring minat Investor atau Masyarakat memerlukan upaya ekstra seperti melalui pemberian Insentif atau memberikan berbagai kemudahan berusaha. Dari sudut yuridis dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah ini adalah menjalankan amanat sekaligus keleluasaan dari peraturan-peraturan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berikut perubahannya, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi Di Daerah yang memberikan kewenangan bagi daerah untuk berkreasi dan solutif dalam menarik investasi ke daerahnya guna mendukung pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
ANALISIS PERAN DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM DALAM PENYELESAIAN DUGAAN PELANGGARAN ADMINISTRATIF: Jurnal hukum Tata Negara Syarifudin, Syarifudin; Wandi, Wandi; Jamri, Jamri
Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Vol. 10 No. 2 (2024): JURNAL SELODANG MAYANG
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47521/selodangmayang.v10i2.409

Abstract

The core meaning of general elections (elections) in the context of democratic political life is as an institution for changing power which is carried out with standards, regulations, and ethics. In terms of the process, it cannot be separated from the history of the election itself, which began in 1971 as the second election in the history of elections in Indonesia. At that time, there was a crisis of confidence in election organizers due to allegations of widespread manipulation. Since then, the background to the formation of election monitoring institutions has become increasingly clear. The crisis continued in the 1977 election, where more massive fraud and violations occurred. However, it was only in 1982 that an election supervisory institution was formed with the name of the General Election Oversight Committee (Panwaslak Pemilu) as a refinement of the General Election Institution. The role and authority of Bawaslu in handling election administration violations start from the findings of City Panwaslu members, the formation of an examination panel led by the Chair of Bawaslu, an examination hearing, and finally the holding of a final hearing. decision. There are three obstacles at this stage, namely the difficulty of presenting witnesses at the trial, limited authority to execute decisions, and a lack of institutional members to carry out their duties during the trial. Inti makna dari pemilihan umum (pemilu) dalam konteks kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai sebuah lembaga untuk pergantian kekuasaan yang dijalankan dengan standar, peraturan, dan etika. Dalam hal proses, tidak dapat dipisahkan dari sejarah pelaksanaan pemilu itu sendiri, yang dimulai pada tahun 1971 sebagai kali kedua dalam sejarah pemilu di Indonesia. Pada waktu itu, muncul krisis kepercayaan terhadap petugas pemilu akibat dugaan manipulasi yang marak dilakukan. Sejak saat itu, latar belakang terbentuknya lembaga pengawas pemilu menjadi semakin jelas. Krisis terus berlanjut pada pemilu 1977, di mana terjadi kecurangan dan pelanggaran yang lebih masif. Namun, baru pada tahun 1982, lembaga pengawas pemilu dibentuk dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu) sebagai penyempurnaan dari Lembaga Pemilihan Umum. Peran dan kewenangan Bawaslu dalam menangani pelanggaran administratif pemilu dimulai dengan temuan dari anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan Kota, pembentukan majelis pemeriksa yang dipimpin oleh Ketua Bawaslu, persidangan untuk pemeriksaan, dan akhirnya pembuatan putusan akhir, terdapat tiga hambatan pada tahap ini, kesulitan dalam mendatangkan saksi dalam persidangan, keterbatasan kewenangan dalam eksekusi putusan, dan kekurangan anggota lembaga untuk menjalankan tugas saat persidangan berlangsung.