Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : Refleksi: Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam

Mannheim Membaca Tafsir Quraish Shihab dan Bahtiar Nasir Tentang Auliya’ Surah Al-Maidah Ayat 51 Ramli Ramli
Refleksi: Jurnal Filsafat dan Pemikiran Keislaman Vol 18, No 1 (2018)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.255 KB) | DOI: 10.14421/ref.2018.%x

Abstract

The author will examine al-Maidah verse 51 according to Quraish Shihab and Bachtiar Nasir, on the one hand, which as the holy book of Muslims with social phenomena arising from events in the Thousand Islands, on the other. It will be analyzed using the sociology of Mannheim’s knowledge. Quraish Shihab interprets auliya ‘not just one meaning: leader, because basically the word comes from a close meaning. So he, in al-Maidah verse 51, then raises the meaning of supporters, defenders, patrons, lovers and more important: all of which refer and have affiliation of the meaning of closeness. So it can be concluded in this conclusion that Quraihs Shihab is extrinsically disagreeing with the leader as the only meaning in the verse. In contrast to Quraish Shihab, Bachtiar Nasir actually interpreted auliya ‘as a leader. This meaning is based on the asbab al- nuzul which he describes in Tadabbur al-Qur’an, that the historicity in this verse has a leadership precedent.[Penulis akan menelaah Al-Maidah ayat 51 menurut Quraish Shihab dan Bachtiar Nasir, di satu sisi, yang sebagai kitab suci umat Islam dengan fenomena sosial yang muncul akibat dari peristiwa di Kepulaun Seribu, di sisi yang lain. Ini akan dianalisis menggunakan sosiologi pengetahuan Mannheim. Quraish Shihab menafsirkan auliya’tidak hanya satu makn: pemimpin, karena pada dasarnya kata tersebut berasal dari makna dekat. Sehingga ia, dalam Al-Maidah ayat 51 ini, kemudian memunculkan makna pendukung, pembela, pelindung, yang mencintai dan lebih utama: yang kesemuanya merujuk dan memiliki afiliasi makna kedekatan. Sehingga bisa disimpulkan dalam penutup ini bila Quraihs Shihab secara ekstrinsik tidak menyetujui pemimpin sebagai satu-satunya arti dalam ayat yang bersangkutan. Berbeda dengan Quraish Shihab, Bachtiar Nasir justru memaknai auliya’ sebagai pemimpin. Pemaknaan ini dilandasi oleh asbab al-nuzul yang ia jelaskan dalam Tadabbur al-Qur’an, bahwa kesejarahan dalam ayat ini memiliki preseden kepemimpinan.]