Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA PADA SISWA KELAS III SDN 011 SEBULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA: KAJIAN PSIKOLINGUISTIK Sofyan Hadi; Syamsul Rijal; Irma Surayya Hanum
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 3, No 3 (2019): Juli 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.762 KB) | DOI: 10.30872/jbssb.v3i3.2014

Abstract

The development of a person’s second language is strongly influenced by the way in which the stages of his acquisition, through formal or informal activities. Based on this, problems are formulated to determine lexicon acquisition, phonology, and factors that influence second language acquisition. This research was included in the field research using a qualitative approach which was described descriptively. The data source in this research is Yudika Adya Tama, Wahyu Almira Dika, Ludfia, Anjani, Moh. Farid, and Ikrima Faiz Hafidz. The data source is based third-grade elementary school students 011 Sebulu as Kutai Kartanegara district which only had two languages. The results of the research indicate that data sources have been able to mention several second language lexicons. However, in terms of the acquisition of phonology, several lexicons (Indonesian language or English language) were found whose pronunciation still received transfers from the first language. As for the factors that influence the second language acquisition of third-grade elementary school students 011 Sebulu are (a) motivational factors, (b) age factors, (c) formal presentation factors, (d) first language factors, and (e) environmental factors. Perkembangan bahasa kedua (B2) seseorang sangat dipengaruhi oleh cara pada tahapan pemerolehannya, baik melalui kegiatan formal maupun informal. Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan masalah untuk mengetahui pemerolehan leksikon, fonologi, dan faktor-faktor yang memengaruhi pemerolehan bahasa kedua (B2). Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang dipaparkan secara deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah Yudika Adya Tama, Wahyu Almira Dika, Ludfia, Anjani, Moh. Farid, dan Ikrima Faiz Hafidz. Sumber data berdasarkan siswa kelas III SDN 011 Sebulu Kabupaten Kutai Kartanegara yang hanya memperoleh dua bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber data telah dapat menyebutkan beberapa leksikon bahasa kedua (B2). Namun, dari segi pemerolehan fonologi ditemukan beberapa leksikon (bahasa Indonesia atau pun bahasa Inggris) yang pengucapannya masih mendapatkan transfer dari bahasa pertama (B1). Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pemerolehan bahasa kedua pada siswa kelas III SDN 011 Sebulu adalah (a) faktor motivasi, (b) faktor usia, (c) faktor penyajian formal, (d) faktor bahasa pertama, dan (e) faktor lingkungan.
GAYA BAHASA JUAL BELI PEDAGANG DI PULAU BUNYU KALIMANTAN UTARA Jurianto Jurianto; Mursalim Mursalim; Syamsul Rijal
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 4, No 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.346 KB) | DOI: 10.30872/jbssb.v4i1.2614

Abstract

This research aims to determine which language styles are used in buying and selling merchants in Bunyu Island. North Kalimantan and to know what language style function is contained in greeting buying and selling merchants in Bunyu Island, Kalimantan North. This research uses qualitative descriptive methods that describe the use of language styles in buying and selling in Bunyu Island market, North Kalimantan. The object of this research is traders and buyers who are doing buy and sell transactions. Data on the use of the language styles of merchants and buyers is obtained through observation. The techniques used in this research are the recording techniques, the reading techniques and the data analysis techniques. The results of this study are (1) the style of the language used in sale and purchase transactions in Bunyu Island, North Kalimantan, the comparative language style, the style of language opposition, the style of association language, and the repetition language style, (2) The function of language style that Contained in the greeting of buying and selling merchants in Bunyu Island, North Kalimantan, namely the function explaining, function strengthening, function animate the Dead object, the function of stimulating the association, the function raises laughter, and functions to garnish.
PEMALI DALAM BUDAYA MASYARAKAT ETNIK SUNDA DI KOTA SAMARINDA: TINJAUAN SEMIOTIKA Tri Ulandari; M. Bahri Arifin; Syamsul Rijal
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 6, No 1 (2022): Januari 2022
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/jbssb.v6i1.5270

Abstract

ABSTRAKPemali merupakan sebuah budaya atau tradisi yang berbentuk lisan dan bagian adat istiadat yang selalu berada dalam ingatan masyarakat. Secara umum, pemali menggunakan untaian kata indah dan nilai tinggi. Salah satu etnik di Indonesia yang masih menerapkan pemali meski telah melakukan migrasi, yaitu etnik Sunda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemali-pemali yang masih dilaksanakan dan diwariskan secara turun temurun. Kepercayaan terhadap pemali di Indonesia terbilang cukup tinggi karena merupakan sesuatu yang dianggap suci atau sakral. Pemali menjelaskan makna tanda dalam masyarakat etnik Sunda. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif yang dipaparkan secara deskriptif. Data penelitian ini, yaitu pemali yang disampaikan dan diterapkan oleh masyarakat etnik Sunda. Adapun sumber data adalah masyarakat etnik Sunda yang telah menjadi penduduk di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu teknik wawancara. Adapun teknik analisis data yang digunakan, yaitu teknik analisis semiotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemali-pemali yang hanya diketahui dan pemali yang diketahui serta dilaksanakan berhubungan dengan mata pencaharian. Sedangkan pemali yang masih diterapkan, berlaku bagi anak gadis, anak kecil  wanita hamil dan semua kalangan. Pemali tersebut berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, rezeki, dan jodoh yaitu pemali yang mengatur kegiatan sehari-hari. Sedangkan pemali yang masih dilaksanakan oleh masyarakat etnik Sunda di Kota Samarinda sangat erat kaitannya dengan etos yang dimiliki oleh etnik Sunda, yaitu cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), wanter (berani), dan pinter (cerdas). Maka makna yang terkandung dalam pemali juga mengatur hidup agar terbentuk karakter sesuai dengan falsafah hidup etnik Sunda. Adapun nilai yang terkandung dalam pemali yang dilaksanakan, yaitu: (a) nilai sosial, yaitu nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Sang Pencipta, (b) nilai moral, dan (c) nilai etika sebagai tuntunan dalam bertingkah laku.Kata Kunci: semiotika, pemali, masyarakat etnik Sunda ABSTRACTPemali is a culture or tradition that is oral and passed down from generation to generation. The belief in pemali in Indonesia is quite high because it is something that is considered sacred. Pemali becomes part of the customs that are always in the memory of the community. In general, pemali uses strings of beautiful words and high scores.  One of the ethnic groups in Indonesia that still applies pemali even though they have migrated is the Sundanese ethnic group. This study aims to determine the pemali that is still being implemented and to explain the meaning of the sign in the Sundanese ethnic community. This research includes field research with a qualitative approach that is described descriptively. The data of this research, namely pemali submitted and applied by the Sundanese ethnic community. The data source is the Sundanese ethnic community who have inhabited and become residents of Samarinda City, East Kalimantan Province.  The data collection technique used is the interview technique. The data analysis Technique used is the semiotic analysis technique. The results showed that the only known and implemented pemali are related to livelihoods. Meanwhile, pemali, which is still being applied, applies to girls, small children, pregnant women and all groups. Pemali is related to health, safety, sustenance, and a match, namely pemali who regulates daily activities. Meanwhile, pemali which is still carried out by Sundanese ethnic communities in Samarinda City is closely related to the ethos possessed by Sundanese ethnicities, namely cageur (healthy), bageur (good), bener (correct), singer (introspective), wanter (brave),  and smart (smart). So the meaning contained in pemali also regulates life in order to form a character in accordance with the philosophy of life of the Sundanese ethnic group. The values contained in pemali are implemented, namely: (a) social values, namely the values that govern the relationship between humans and humans, humans and nature, and humans and the Creator, (b) moral values, and (c) ethical values as guidance in behavior.Keywords: Semiotics, denotation, connotation, myth, and pemali
CAMPUR KODE DALAM ACARA KENDURI DI KELURAHAN RAWA MAKMUR KECAMATAN PALARAN KOTA SAMARINDA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Hendra Purwanda; Syamsul Rijal; Purwanti Purwanti
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 2, No 4 (2018): Oktober 2018
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.183 KB) | DOI: 10.30872/jbssb.v2i4.1550

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) bentuk campur kode dalam acara kenduri di Kelurahan Rawa Makmur, Kecamatan Palaran dan (2) faktor penyebab campur kode dalam acara kenduri di Kelurahan Rawa Makmur, Kecamatan Palaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dipaparkan secara deskriptif. Data penelitian berupa tuturan lisan masyarakat, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat yang hadir dalam acara kenduri. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dengan teknik lanjutan berupa simak bebas libat cakap, simak libat cakap, rekam, dan catat. Metode dan teknik analisis data menggunakan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung untuk mendeskripsikan bentuk campur kode. Kemudian, metode padan dengan teknik pilah unsur penentu digunakan untuk mendeskripsikan faktor penyebab campur kode dalam acara kenduri di Kelurahan Rawa Makmur, Kecamatan Palaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat bentuk campur kode berupa penyisipan kata, perulangan kata, penyisipan frasa, dan penyisipan klausa. Kemudian faktor penyebab terjadinya peristiwa campur kode dilihat dari faktor ekstralinguistik, yaitu status sosial, sikap penutur, keinginan untuk menjelaskan, dan menyatakan prestise. Faktor intralinguistik, yaitu tidak adanya padanan kata dan kesesuaian maksud. Kata kunci: campur kode, acara kenduri  ABSTRACT The purpose of this research was to describe (1) describe the code-mixing form of kenduri event in Rawa Makmur Village, Palaran Subdistrict and (2) the factor of code-mixing in kenduri event in Rawa Makmur Village, Palaran Subdistrict. The research uses a qualitative approach that is described by descriptively. Research data in the form of oral speech, while the data sources in this study are the people who attended the kenduri event. Methods and techniques of data collection used is a method referred to advanced techniques in the form of free libat ably, the form libat ably, record, and noted. Methods and techniques of data analysis using a distributional method with a technique for direct elements to describe the form of code-mixing. Then, identity method matches the technique of selected the determinant element used to describe the factors caused the code-mixing in kenduri event in Rawa Makmur Village, Palaran Subdistrict. The results showed that there were mixed forms of code in the form of word insertion, word looping, phrase insertion, and clause insertion. Then the factors caused the occurrence of code-mixing events are seen from extralinguistic factors, that is social status, the attitude of the speaker, desire to explain, and express prestige. Intralinguistic factors, namely the absence of the equivalent of words and conformity intent. Keywords: code mixing, Kenduri’s event
MAKNA KONSEPTUAL DAN MAKNA ASOSIATIF NARASI IKLAN ROKOK DI TELEVISI Huzaefah Arsyad; Syamsul Rijal; Alfian Rokhmansyah
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 4, No 2 (2020): April 2020
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.584 KB) | DOI: 10.30872/jbssb.v4i2.2705

Abstract

The purpose of this study is to describe the conceptual and associative meanings of cigarette advertising narratives on television. Research conducted in this research is descriptive qualitative research and includes library research. The data collection technique used is the listening technique which discusses the skill of engaging in engaging, recording techniques, and note taking techniques. The data analysis technique used is the basic PUP technique used to understand associative and conceptual meanings in each clause in the narrative of cigarette advertisements on television. From the results of the study found seven advertisements. From the seven narratives, it has been divided into several parts to form clauses, phrases and sentences so that 35 data are obtained which are then described based on conceptual and associative meanings. The embodiment of conceptual meaning in cigarette advertisement narratives on television consists of seven narratives that contain conceptual meanings, namely (1) A Mild Version of the Cigarette Ad Function takes 14 words; (2) Define Your Style (Make Possible) Version of the advertisement of the Dunhil Cigarette is 22 words; (3) Surya Pro Mild (We are Stonger) cigarette ad captures 10 words; (4) Sampoerna U Bold Filter (five-rain rain) ad protector; (5) Lightweight Cigarette Ads (Pure Taste) arrested 12 words; (6) White & Black version of the Malboro Mild Black Cigarette Ad in 15 words; and (7) the successful version of Wismilak Diplomat Cigarette Ad won 22 words. The embodiment of associative meaning in cigarette advertisement narratives on television consists of seven narratives that contain associative meanings, namely (1) A Mild Version of Advertisements A Function of Cigarettes takes 12 words; (2) Dunhil Cigarette Advertisement Version Define Your Style (Make Possible) A combination of 8 words; (3) Surya Pro Mild (Kami Stonger) Cigarette Ad catches three words; (4) Sampoerna U Bold Filter (Rain Water Only) Cigarette Advertising; (5) Lightweight Cigarette Ads (Pure Taste) like five words; (6) White & Black version of the Malboro Black and Black Cigarette Advertisement four-word donation; and (7) the successful version of the Wismilak Diplomat Cigarette Ad seizes freedom of words.
ANALISIS NOVEL PASIR PUN ENGGAN BERBISIK KARYA TAUFIQURRAHMAN AL-AZIZY DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI Fitriansyah Fitriansyah; Syaiful Arifin; Syamsul Rijal
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 3, No 2 (2019): April 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.569 KB) | DOI: 10.30872/jbssb.v3i2.1698

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan aspek karya sastra dalam novel Pasir Pun Enggan Berbisik  karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Pasir Pun Enggan Berbisik karya Taufiqurrahman Al-Azizy.Data penelitian ini berupa kutipan-kutipan novel Pasir Pun Enggan Berbisik karya Taufiqurrahman Al-Azizy. Metode yang digunakan sebagai teknik pengumpulan data ini adalah membaca, mencatat dan teknik pustaka.  Kemudian analisis data, peneliti menggunakan pengudaran teks. Hasil penelitian menunjukkan tujuan dan amanat pengarang melalui fakta cerita meliputi (1) tema yaitu hubungan orang tua dan anak (2) tokoh utama yaitu Agus (3) alur yang digunakan merupakan alur maju (5) sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga (6) amanat pengarang yaitu seorang anak harus menghormati orang tua, perlunya perhatian orang tua terhadap anak, perlunya pengetahuan agama terhadap setiap manusia, menjaga pergaulan, serta perlunya melihat lebih dalam calon pasangan hidup. This research aims to describe the literature work aspect in Novel of Pasir Pun Enggan Berbisik by Taufiqurrahman Al-Azizy. This type of research is library research with a qualitative approach. The data source of this research is the Novel of Pasir Pun Enggan Berbisik by Taufiqurrahman Al-Azizy. The data of the research are quotations from Novel of Pasir Pun Enggan Berbisik by Taufiqurrahman Al-Azizy. The methods that used to collect data in this research are reading, writing, and library technic. For the data analysis, the researcher uses text scientific. The result of the research shows the aims and messages from the writer through the fact of the novel, include (1) the theme is about the relations of parents and children (2) Agus as the main character (3) the plot that used is chronological plot (4) the point of view that used is third-person point of view (5) the messages from the writer are children have to respect their parents, the necessary of parental attention to their children, the necessary of religion education for every human, to maintain society, and the necessary of paying more attention to life partner candidate.
TANDA DALAM PEMALI YANG DILAKSANAKAN MASYARAKAT ETNIK MANDAR DI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR: TINJAUAN SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE Amiruddin Amiruddin; M. Bahri Arifin; Syamsul Rijal
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 3, No 4 (2019): Oktober 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.003 KB) | DOI: 10.30872/jbssb.v3i4.2127

Abstract

Pemali ialah hal-hal yang dilarang atau sesuatu yang tidak boleh dilakukan, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Setiap etnik di Indonesia memiliki pemali yang diterapkan di setiap kegiatan sebagai wujud kearifan dalam memaknai dan menyikapi kehidupan. Ikatan aturan tersebut lama-kelamaan melekat dalam diri setiap masyarakat sehingga meski tidak berada di daerah asal, aturan tersebut tetap diterapkan. Salah satu etnik di Indonesia yang masih menerapkan pemali meski telah melakukan migrasi, yaitu etnik Mandar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemali-pemali yang masih dilaksanakan dan menjelaskan makna tanda dalam pemali masyarakat etnik Mandar. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif yang dipaparkan secara deskriptif. Data penelitian ini, yaitu pemali yang disampaikan dan diterapkan oleh masyarakat etnik Mandar. Adapun sumber data adalah masyarakat etnik Mandar yang telah mendiami dan menjadi penduduk di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu teknik wawancara yang dikombinasikan dengan teknik rekam dan catat. Teknik analisis data yang digunakan, yaitu teknik analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap pemali terdapat tanda-tanda yang memiliki makna berbeda-beda sesuai dengan keyakinan, tradisi, dan lingkungan masyarakat etnik Mandar. Makna tanda-tanda tersebut memiliki fungsi untuk memberikan pelajaran tentang kesehatan, sopan santun, kebersihan, keselamatan, keagamaan, keberkahan hidup, rasa syukur, hidup sosial, dan kesejahteraan keluarga. Pemali are things that are prohibited or something that should not be done, both in the form of speech and deeds. Every ethnic group in Indonesia has a leader who is applied in every activity as a form of wisdom in interpreting and responding to life. These rules are gradually embedded in every society so that even though they are not in their home areas, the rules are still applied. One of the ethnic groups in Indonesia who still applies pemali despite migrating, namely ethnic Mandar. This study aims to find out the diggers who are still being carried out and explain the meaning of the signs in the Mandali ethnic community pemali. This study included field research with a qualitative approach that was described descriptively. The data of this study, namely the pemali delivered and applied by the ethnic Mandar community. The data sources are ethnic Mandar people who have inhabited and become residents in Samarinda City, East Kalimantan Province. Data collection techniques used, namely interview techniques combined with recording and recording techniques. The data analysis technique used is interactive analysis techniques. The results of the study show that each pemali there are signs that have different meanings according to the beliefs, traditions and environment of the Mandar ethnic community. The meaning of these signs has a function to provide lessons on health, courtesy, cleanliness, safety, religion, life blessings, gratitude, social life, and family welfare.
PEMALI DALAM BUDAYA ETNIK MANGGARAI NUSA TENGGARA TIMUR DI SAMARINDA: SUATU TINJAUN SEMIOTIKA Narsela Adung; M. Bahri Arifin; Syamsul Rijal
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 4, No 2 (2020): April 2020
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.247 KB) | DOI: 10.30872/jbssb.v4i2.2706

Abstract

Penelitian ini membahas tentang makna tanda pemali dalam masyarakat etnik Manggarai Nusa Tenggara Timur yang berdomisili di Kota Samarinda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemali apa yang diketahui dan dilaksanakan oleh masyarakat etnik Manggarai serta makna tanda yang terkandung dalam setiap pemali yang dilaksanakan oleh masyarakat etnik Manggarai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dan termasuk dalam penelitian lapangan. Data dalam penelitian ini berupa pemali yang diperoleh dari observasi dengan informan yang mengetahui tentang budaya pemali serta melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari di Kota Samarinda. Data dikumpulkan melalui metode wawancara, merekam, dan mencatat. Data dianalisis dengan teknik reduksi data, transkip data, dan penyajian data. Dari hasil penelitian ini ditemukan makna tanda dalam setiap pemali dengan menggunakan teori semiotika yang dilihat dari makna denotatif atau pemaknaan tingkat satu, yaitu makna yang sebenarnya sesuai dengan kamus, dan makna konotatif atau pemaknaan tingkat dua, yaitu berupa bentuk akibat yang akan menjadi tanda, serta menjadi mitos dalam budaya etnik Manggarai. Dalam penelitian ini dapat dikumpulkan 48 pemali yang terbagi menjadi dua bagian yaitu, yang diketahui dan dilaksanakan.
ASAL-USUL NAMA PULAU DERAWAN, MARATUA, KAKABAN, DAN SANGALAKI DI KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR Afrianto Afrianto; Mursalim Mursalim; Syamsul Rijal
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 2, No 2 (2018): Edisi April 2018
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.73 KB) | DOI: 10.30872/jbssb.v2i2.977

Abstract

ABSTRAKAsal-usul Nama Pulau Derawan, Maratua, Kakaban, dan Sangalaki di Kabupaten Berau Kalimantan Timur,  adalah salah satu Sastra daerah yang semakin lama semakin jarang dijumpai dan mulai banyak ditinggalkan, maka seharusnya sastra daerah tetap dilestarikan agar generasi penerus masih mengenal sastra daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang mendeskripsikan terjadinya legenda asal-usul nama pulau Derawan Maratua, Kakaban, dan Sangalaki. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik observasi, teknik wawancara, teknik  dokumentasi dan penyajian data tersebut menggunakan teknik catat untuk mengklarifikasi data. Penelitian asal-usul nama pulau Derawan, Maratua, Kakaban, dan Sangalaki dapat dianalisis secara morfologi dan semantik sehingga ditemukan bentuk kata dan makna nama pulau Derawan, Maratua, Kakaban, dan Sangalaki di Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Nama pulau Derawan, Maratua, Kakaban, dan Sangalaki yang terdiri atas satu kata dibahas menurut proses pembentukan kata, makna nama pulau, dan latar belakang pembentukan nama pulau. Kata Derawan, Maratua, Kakaban, dan Sangalaki merupakan kata yang berasal dari bahasa Bajau, yang memiliki kemiripan dari segi makna dalam bahasa Indonesia dengan proses morfologis. Derawan perubahan terjadi pada fonem pe menjadi de, sehingga Derawan (Bajau) menjadi perawan (Indonesia), Maratua perubahan terjadi pada fonem mara menjadi mer, sehingga Maratua (Bajau) menjadi Mertua (Indonesia), Kakaban kemiripan terjadi dari segi bunyi, kata kaka (dalam bahasa Indonesia) mendapat akhiran ban menjadi Kakaban (dalam bahasa Bajau), Sangalaki kemiripan terdapat dari segi bunyi dengan proses pembubuhan, fonem sanga pada laki menjadi Sangalaki (dalam bahasa Bajau), mendapat proses reduplikasi menjadi laki-laki (dalam bahasa Indonesia).Kata Kunci: Asal-Usul, Derawan, Maratua, Kakaban, SangalakiABSTRACTThe origin of the names Derawan Island, Maratua Island, Kakaban Island and Sangalaki Island in Berau East Borneo, are one of the regional literature thats getting rarely encountered and began to abandoned, so as the regional literature need to be preserved so as the next generations still know the regional literature. The used of methods in this research is descriptive methods which describe the origins legend of the name Derawan Island, Maratua, Kakaban and Sangalaki. The technique of data collection is observation technique, interview technique, documentation technique, and presentation of the data using the note technique to clarified the data. Research of origin names Derawan Island, Maratua, Kakaban and Sangalaki can be analyzed by using Morphology and Semantic until founded the words formation and the meaning of the origins names of Derawan Island, Maratua, Kakaban, and Sangalaki in Berau of East Borneo. Names of Derawan Island, Maratua, Kakaban, and Sangalaki that consist of one word explained based on formation words process, the meaning of Island, and background formation of island. The words of Derawan, Maratua, Kakaban, and Sangalaki are one of the words that came from Bajau language, it has similarity from meaning in Indonesia by using Morphology process. Derawan change to the phoneme pe into de, so Derawan (Bajau) became perawan (Indonesia), Maratua change to the phoneme “Mara” into “Mer”, so Maratua (Bajau) became Mertua (Indonesia). Kakaban’s similarity happen from the sound “Kaka” words (in Indonesia) got the suffix “ban” became “Kakaban” (in Bajau), Sangalaki’s similarity can  be found from the sound by affixing process, the “sanga’s” phoneme in laki became Sangalaki (in Bajau), having the reduplication process to be laki-laki (in Indonesia). Keywords: Origins, Derawan, Maratua, Kakaban, Sangalaki.
PENAMAAN PADA NAMA UNIK MAKANAN DI KOTA SAMARINDA: KAJIAN SEMANTIK Indah Setiowati; Syamsul Rijal; Purwanti Purwanti
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/jbssb.v6i3.5788

Abstract

Penelitian ini membahas nama unik makanan di Kota Samarinda menggunakan kajian semantik. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana dasar penamaan pada nama unik makanan di Kota Samarinda, dan (2) bagaimana jenis makna pada nama unik makanan di Kota Samarinda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dasar penamaan dan jenis makna yang terkandung pada nama unik makanan di Kota Samarinda. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan dan termasuk pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara, teknik catat, dokumentasi. Teori yang digunakan dalam analisis data adalah teori dasar penamaan oleh Chaer (2013) dan teori jenis makna menurut Pateda (2010), untuk mengetahui dasar penamaan dan jenis makna pada nama unik makanan di Kota Samarinda. Dari proses pengumpulan data, nama unik makanan di Kota Samarinda ditemukan 6 data nama unik. Dari jumlah data tersebut didapatkan satu data yang berupa kata dan lima data berupa frasa yang kemudian dideskripsikan berdasarkan dasar penamaan dan jenis makna yang terkandung di dalamnya. Hasil penetian ditemukan berupa dasar penamaan nama unik makanan di Kota Samarinda yang diberikan nama berdasarkan ciri khas makanan, keserupaan, dan pemendekan. Jenis makna pada nama unik makanan di Kota Samarinda  ditemukan data mengandung makna denotatif, makna konotatif, makna gramatikal, dan makna asosiatif. Dari analisis yang telah dilakukan, bahwa pemberian nama makanan di Kota Samarinda banyak memberikan nama makanan di luar dari nama asli makanan itu sendiri dan membuat nama makanan tersebut menjadi unik dan   lebih menarik.