Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

SURVEI DAERAH FOKUS KEONG HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS DI KAWASAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU SULAWESI TENGAH Junus Widjaja; Anis Nurwidayati; Samarang Pakawangi; Malonda Maksud; Ade Kurniawan; Leonardo Taruklobo; Meiske Koraag; Muchlis Syahnuddin
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 46 No 4 (2018)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.971 KB) | DOI: 10.22435/bpk.v46i4.451

Abstract

Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di tiga lokasi yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah. Hasil survei fokus keong ada fokus keong yang berada di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sehingga banyak masyarakat menduga bahwa penyebaran fokus keong O.hupensis lindoensis juga terdapat di TNLL. Tujuan untuk memetakan daerah fokus keong perantara schistosomiasis di kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Lokasi penelitian di 12 Desa yang masuk kawasan TNLL di Dataran Tinggi Napu, Dataran Tinggi Bada Kab. Poso dan Dataran Tinggi Lindu Kab. Sigi. Melakukan survei fokus /habitat dan survei keong. Pada kedua kegiatan ini dilakukan penentuan koordinat geografis/UTM dengan menggunakan GPS.Hasil survei menunjukan bahwa ditemukan 14 daerah fokus keong O.hupensis lindoensis yang tersebar di tiga desa yaitu Desa Sedoa, Desa Dodolo Kec.Lore Utara Kab. Poso dan Desa Anca Kec. Lindu Kab. Sigi
Rencana Aksi Lintas Sektor dan Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Fokus Keong Perantara Schistosomiasis di Dataran Tinggi Napu Kabupaten Poso Sulawesi Tengah Junus Widjaja; Hayani Anastasia
Jurnal Vektor Penyakit Vol 13 No 2 (2019): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (824.886 KB) | DOI: 10.22435/vektorp.v13i2.1274

Abstract

Abstract Schistosomiasis in Indonesia is endemic only in Napu and Bada highlands in Poso District and Lindu highlands in Sigi District, Central Sulawesi. Schistosomiasis control program has been done since 1982; however, it is not successful yet. The objective of this study was to re-identify the active focus area of O.h. lindoensis and the schistosomiasis control program by multi-sector and community. This study mapped the foci area and designed an action plan for schistosomiasis control by multi-sector in provincial level, Poso District, and Sigi District. The sectors involved are Agency for Regional Development, Regional Institute of Research and Development, Health Services, Agriculture Office, Plantation, and Animal Health Office, Maritime and Fisheries Office, Public Works Office, and Village Empowerment Office. The foci area of O.h. lindoensis were distributed in 16 villages in Napu, with a total of 242 foci area. The schistosomiasis control program by multi-sectors was making water catchment, making new paddy field, irrigation, molluscicide, cleaning foci area, draining, re-use of abandoned paddy field and plantation. There is a need for a regulation about budgeting and environmental management in sub-district and village level to support community participation in cleaning foci area, mass drug treatment, and stool survey. Abstrak Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Sejak tahun 1982 telah dilakukan upaya pemberantasan tetapi sampai saat ini belum berhasil. Tujuan penulisan adalah mengidentifikasi kembali fokus keong perantara schistosomiasis yang masih aktif dan menyusun rencana aksi lintas sektor serta peran serta masyarakat dalam penanganan fokus keong. Kegiatan meliputi pemetaan kembali dan melakukan pertemuan menyusun rencana aksi pengendalian schistosomiasis dengan lintas sektor terkait di tingkat Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Poso dan Kab. Sigi. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terlibat antara lain Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda), Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD). Fokus keong Oncomelania hupensis lindoensis tersebar pada 16 desa di Dataran Tinggi Napu. Jumlah fokus keong O. hupensis lindoensis 242 fokus. Rencana aksi lintas sektor dengan pembuatan bak penangkap air, pencetakan sawah, pembuatan saluran air permanen dan penyemprotan moluskisida sedangkan peran serta masyarakat berupa pembersihan, pengeringan, pengaktifan sawah dan kebun. Perlu ada regulasi pembiayaan untuk pengembangan manajeman lingkungan dan regulasi di tingkat kecamatan atau desa untuk peningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pembersihan fokus keong, pengobatan massal dan survei tinja.
Distribusi Vektor Filariasis Paska Transmission Assesment Survey Pertama (TAS-1) di Kabupaten Donggala Made Agus Nurjana; junus widjaja; yuyun srikandi; Risti Risti
Jurnal Vektor Penyakit Vol 15 No 2 (2021): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v15i2.5302

Abstract

ABSTRACT First Transmission Assessment Survey (TAS-1) has been carried out successfully in Donggala District. The success was supported by epidemiological aspects, including data on the presence of vectors and the environment that is potential as a breeding places for mosquitoes. In order for Donggala District to achieve filariasis elimination formally, it is important to determine the existence of vectors and itspotential environment so as to continuously control them instead of other epidemiological interventions. A cross-sectional study was conducted to determine the presence of post-TAS-1 vector in Donggala District Activities include mosquito surveys and environmental surveys in two selected locations, namely Kelurahan Kabonga Kecil, Kecamatan Banawa and Sabang Village, Kecamatan Dampelas Donggala District. The results showed that 2,978 mosquitoes were caught from the genera Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles, Armigeres, Uranotaenia, Coquilettidia and Aedomvia, the results of PCR examination showed mosquitoes were negative Brugia malayi. The mosquitoes” habitats were tree holes, ponds, rice fields, used goods, post -mining excavations, rivers, waterways, puddles, swamps, ponds, dug holes, springs, boats, water reservoirs, used tires, wells, coconut shells, and used cans. Monitoring and evaluation of program implementation by the local government, including routine vectors and environmental monitoring, must be continued as to maintain the elimination status of filariasis in Donggala District. ABSTRAK Transmission Assessment Survey pertama (TAS-1) telah dilakukan di Kabupaten Donggala dan dinyatakan lulus. Keberhasilan didukung oleh aspek epidemiologi di antaranya adalah data keberadaan vektor dan lingkungan yang potensial sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Agar Kabupaten Donggala mencapai eliminasi filariasis maka keberadaan vektor dan lingkungan yang potensial dapat dikendalian disamping intervensi terhadap aspek epidemiologi lainnya. Studi potong-lintang dilakukan untuk mengetahui keberadaan vektor paska TAS-1 di Kabupaten Donggala. Kegiatan meliputi survei nyamuk dan survei lingkungan di dua lokasi terpilih yaitu Kelurahan kabonga Kecil, Kec. Banawa dan Desa Sabang, Kec. Dampelas Kabupaten Donggala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyamuk tertangkap sebanyak 2.978 ekor dari genus Mansonia, Culex, Aedes, Anopheles, Armigeres, Uranotaenia, Coquilettidia dan Aedomvia, hasil pemeriksaan PCR menunjukkan nyamuk negatif Brugia malayi. Lingkungan habitat nyamuk yaitu: lubang pohon, kolam, sawah, barang bekas, bekas galian tambang, sungai, saluran air, genangan air, rawa, tambak, lubang galian, mata air, perahu, penampungan air, ban bekas, sumur, batok kelapa, dan kaleng bekas. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program oleh pemerintah daerah termasuk pemantauan vektor dan lingkungan secara rutin harus terus digalakkan agar status eliminasi filariasis di Kabupaten Donggala dapat dipertahankan.
Penyusunan dan Penerapan Peraturan Desa tentang Pengendalian Schistosomiasis di Daerah Endemis Junus Widjaja; Ahmad Erlan; Intan Tolistiawaty; Yuyun Srikandi; Hasrida Mustafa
Jurnal Vektor Penyakit Vol 15 No 2 (2021): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v15i2.5492

Abstract

ABSTRACT In Indonesia, schistosomiasis is caused by the blood worm Schistosoma japonicum, resulting harmful impact on the economy and public health. Can lead to including stunting (stunting) and reduced learning ability, especially in of children. Schistosomiasis elimination strategies include cross-sectoral involvement and community participation. Implementation of the Bada Model is community empowerment in an effort to control schistosomiasis. Implementation of the Schistosomiasis Village Regulation is an important part. Methods were activities of drafting, submitting the drafts to the secretariat of the Poso Regional Government, socializing village regulations and ratifying village regulations and evaluating the implementation of village regulations. There was a decrease in the prevalence of schistosomiasis in humans, increased fecal collection coverage, and a decline in the number of snail foci. The application of village regulations apparently strengthens the control of schistosomiasis in endemic areas. ABSTRAK Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh cacing darah Schistosoma japonicum, Dampak buruk pada ekonomi dan kesehatan masyarakat. stunting dan berkurangnya kemampuan belajar pada anak-anak. Strategi eliminasi schistosomiasis antara lain keterlibatan lintas sektor dan peran serta masyarakat, Implementasi Model Bada merupakan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengendalian schistosomiasis, Pelaksanaan Peraturan Desa Schistosomiasis merupakan salah bagian yang penting. Metode melalui pembuatan draf, pengajuan draf ke sekretariat Pemda Poso, sosialisasi perdes, pengesahan perdes dan evaluasi penerapan perdes. Adanya penurunan prevalensi schistosomiasis pada manusia, peningkatan cakupan pengumpulan tinja dan berkurangnya jumlah fokus keong. Penerapan Perdes menguatkan pengendalian schistosomiasis di daerah endemis.
Infeksi Telur Cacing Pada Sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) di Kab. Sigi Propinsi Sulawesi Tengah Intan Tolistiawaty; Junus Widjaja
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2021: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.568 KB)

Abstract

Penyakit pada ternak akibat cacing parasit sering ditemui pada ternak sapi di Rumah Potong Hewan. Infeksi cacing parasit dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia juga merugikan peternak karena menghambat pertumbuhan ternak sehingga daging dan karkas yang dihasilkan kualitasnya menjadi jelek. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan intensitas telur cacing parasit pada hewan potong di Rumah Pemontongan Hewan (RPH) Biromaru Kab.Sigi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional study yang dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Dilakukan pengambilan sampel feses dari hewan yang siap dipotong untuk dikonsumsi sebanyak 97 ekor sapi dan pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Parasitologi Balai Litbangkes Donggala. Dari hasil pemeriksaan sampel feses ditemukan adanya 62 ekor sapi terinfeksi kecacingan dengan jenis infeksi telur parasit tunggal (69,3 %) dan campuran (30,7 %). Dan telur cacing yang ditemukan dalam feses sapi sebanyak 4 jenis yakni Fasciola sp (14,5 %), Paramphistomum sp (50%), Trichuris sp (3,2%), dan Oesophagustomum sp (1,6 %). Dengan ditemukannya infeksi telur cacing pada sapi yang akan dipotong,maka perlu ditingkatkan pengawasan Kesehatan sebelum hewan disembelih sehingga daging atau karkas yang dihasilkan aman dan layak dikonsumsi.
Survei Keong Air Tawar dalam Rangka Identifikasi Potensi Keong Perantara Schistosomiasis di Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan Anis Nurwidayati; Junus Widjaja; Malonda Maksud; N Nelfita; Muchlis Syahnuddin
Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) 2018: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.411 KB)

Abstract

Schistosomiasis merupakan penyakit parasit paling mematikan kedua setelah malaria. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda Schistosoma japonicum. Cacing ini membutuhkan keong perantara untuk melangsungkan siklus hidupnya, yaitu Oncomelania hupensis lindoensis. Wilayah endemis schistosomiasis selama ini dikeahui hanya ditemukan di wilayah Sulawesi Tengah, akan tetapi perlu dilakukan survei keong perantara schistosomiasis di daerah lain yang berbatasan langsung dengan daerah endemis schistosomiasis. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan survei keong air tawar dalam rangka identifikasi keong perantara schistosomiasis di wilayah Kecamatan Rampi Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Survei keong dilakukan pada Bulan November 2017. Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil survei keong air tawar yang dilakukan di wilayah yang berbatasan dengan daerah endemis schistosomiasis. Hasil survei ditemukan empat jenis keong, yaitu Sulawesidrobia bonnei, Sulawesidrobia sp., Melanoides sp., dan Helicorbis sp. berdasarkan hasil survei dpaat disimpulkan bahwa tidak ditemukan keong perantara schistosomiasis, O.hupensis lindoensis di wilayah Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan.
Prevalensi Serkaria Schistosoma japonicum pada Keong Oncomelania hupensis lindoensis, Kepadatan Keong, dan Daerah Fokus, di Daerah Endemis, Indonesia Hayani Anastasia; Junus Widjaja; Samarang Samarang; Yuyun Srikandi; Risti Risti; Ade Kurniawan
Jurnal Vektor Penyakit Vol 16 No 1 (2022): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v16i1.6015

Abstract

ABSTRACT Schistosomiasis in Indonesia is caused by the trematode worm S. japonicum, with the snail Oncomelania hupensis lindoensis as the intermediate host. To eliminate schistosomiasis by 2020, cross-sectoral schistosomiasis control is carried out, including implementing environmental management based on the results of mapping the focus areas. This study aimed to determine whether there was a decrease in foci and infection rates in snails with comprehensive cross-sectoral schistosomiasis control activities in the pilot village. This study used a cross-sectional design conducted in six schistosomiasis endemic areas. The results showed that snail density, infection rate, and the number of focus areas decreased after the inter-sectoral intervention. The prevalence of schistosomiasis in snails varied; in some focus areas, the prevalence of schistosomiasis in snails decreased after the intervention, but in some focus areas, the prevalence of snails did not decrease. ABSTRAK Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda jenis S. japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Eliminasi schistosomiasis pada tahun 2020 pengendalian schistosomiasis dilakukan oleh lintas sektor termasuk didalamnya pelaksanaan manajemen lingkungan yang dilakukan berdasarkan hasil pemetaan daerah fokus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada penurunan jumlah fokus dan infection rate pada keong dengan adanya kegiatan pengendalian schistosomiasis secara komprehensif oleh lintas sektor di desa percontohan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang dilakukan di enam daerah endemis schistosomiasis. Hasil menunjukkan kepadatan keong, infection rate, dan jumlah daerah fokus menurun setelah dilakukan intervensi oleh lintas sektor. Prevalensi schistosomiasis pada keong bervariasi, sebagian daerah fokus prevalensi schistosomiasis pada keong berkurang setelah dilakukan intervensi, namun pada beberapa daerah fokus prevalensi pada keong tidak mengalami penurunan.
Fasciolosis dan Cryptosporidiosis pada Ternak Sapi di Desa Maranatha, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah Samarang Samarang; Junus Widjaja; Primasari Primasari; Muchlis Syahnuddin
Jurnal Vektor Penyakit Vol 16 No 2 (2022): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v16i2.6195

Abstract

ABSTRACT Fasciolosis and Cryptosporidiosis are zoonotic parasitic diseases. Fasciolosis in Indonesia is caused by the trematode worm Fasciola gigantica species and generally attacks ruminants, while cryptosporidiosis is caused by the protozoan species Cryptosporidium parvum as a source of diarrheal disease infection. The purpose of the study was to identify fasciolosis and cryptosporidiosis infections in cattle in Maranatha Village, Sigi District, Central Sulawesi which was carried out for four months. The research design was cross-sectional with the determination of the sample using a purposive sampling method. The research sample was feces from cattle aged 6 months–2 years. The collected samples were prepared using the formalin ether sedimentation method. The results of 62 stool samples identified fasciolosis and cryptosporidiosis infections in cattle in Maranatha village, namely 38.7% and 14.52%, respectively. Conclusions: More than one-third of the cows examined were infected with fasciolosis and about a quarter of the cows examined were infected with C. parvum. Suggestions should be regular supervision or monitoring of the provision of deworming drugs to livestock, as well as counseling supervision and provision of clean water sources for the local community. ABSTRAK Fasciolosis dan cryptosporidiosis merupakan penyakit parasiter bersifat zoonosis. Fasciolosis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda spesies Fasciola gigantica dan umumnya menyerang ternak ruminansia, sedangkan cryptosporidiosis disebabkan oleh protozoa spesies Criptosporodium parvumsebagai sumber infeksi penyakit diare. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi infeksi fasciolosis dan cryptosporidiosis pada sapi di Desa Maranatha, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah yang dilaksanakan selama empat bulan. Disain penelitian adalah cross sectional dengan penentuan sampel menggunakan metode purposive sampling. Sampel penelitian adalah tinja dari ternak sapi yang berumur 6 bulan–2 tahun. Sampel yang terkumpul dipreparasi menggunakan metode sedimentasi formalin eter. Hasil dari 62 sampel tinja teridentifikasi infeksi fasciolosis dan cryptosporidiosis pada sapi di Desa Maranatha yaitu sebesar 38,7% dan 14,52%. Kesimpulan lebih dari sepertiga jumlah sapi yang diperiksa terinfeksi fasciolosis dan sekitar seperempat dari sapi yang diperiksa ternfeksi C. parvum. Saran sebaiknya ada pengawasan atau pemantauan secara berkala pada pemberian obat cacing pada ternak, serta penyuluhan, pengawasan dan pengadaan sumber air bersih untuk masyarakat setempat.