Khairani Khairani
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Perlindungan Hukum Desain Industri Kerajinan Tangan Motif Pintu Aceh Dari Bahan Daur Ulang Nabela Agtarina; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.781 KB)

Abstract

Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri ditentukan bahwa Hak Desain Industri diberikan atas dasar permohonan. Hak ini baru diperoleh apabila suatu desain produk industri telah didaftarkan. Dalam kenyataannya tidak ada satupun dari para pelaku usaha kerajinan tangan motif pinto aceh dari bahan daur ulang khususnya di Kota Banda Aceh yang mendaftarkan hak tersebut untuk memperoleh perlindungan hukum, sehingga terjadinya peniruan terhadap desain kerajinan tangan motif pinto aceh dari bahan daur ulang. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan kriteria produk kerajinan tangan untuk dapat dilindungi Undang-undang Desain Industri, faktor penyebab pelaku usaha kerajinan tangan tidak mendaftarkan produk desain industri, upaya yang dilakukan instansi terkait dalam mensosialisasikan tentang pentingnya pendaftaran produk desain industri. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis ilmiah. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara secara langsung dengan responden dan informan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, kerajinan tangan motif pinto aceh dari bahan daur ulang di Kota Banda Aceh telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 yaitu desain industri yang mendapatkan perlindungan ialah suatu produk yang baru. Pelaku usaha kerajinan tangan motif pinto aceh dari bahan daur ulang di Kota Banda Aceh pada umumnya tidak mendaftarkan produk desain industrinya karena belum memahami cara untuk mendapatkan perlindungan hukum, tidak mengetahui cara mendaftarkan produk industri, biaya yang relatif mahal, dan waktu pengurusan yang lama. Instansi terkait juga telah melakukan upaya sosialisasi, dan penyuluhan terkait pentingnya pendaftaran desain industri agar mendapatkan perlindungan hukum, dan manfaat dari desain industri. Diharapkan agar adanya upaya peningkatan kapasitas dari staf pada instansi pemerintah yang terkait. Disarankan kepada instansi terkait agar dapat menyelenggarakan sosialisasi yang lebih maksimal mengenai Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000.
WANPRESTASI PADA PERJANJIAN JOINT VENTURE PENGADAAN BANGUNAN (Suatu Penelitian di Kota Sabang) Vena Besta Klaudina; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 2: Mei 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian Joint Venture merupakan perjanjian kerjasama sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal 16 huruf b yaitu, “Setiap penanam modal bertanggung jawab menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”, namun dalam pelaksanaannya masih ada pihak penyedia modal yang wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian Joint Venture yang mengakibatkan timbulnya penggunaan hak retensi yang dilakukan pihak penyedia modal yang dirugikan karena wanprestasi. Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan dan menganalisis tanggung jawab hukum pihak penyedia modal yang wanprestasi dan penggunaan hak retensi yang dilakukan pihak penyedia modal yang dirugikan serta akibat hukum yang timbul bagi para pihak pada perjanjian Joint Venture. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris ini menggunakan data primer yang diperoleh dari lapangan dan memadukan bahan-bahan hukum seperti buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel dan jurnal yang merupakan data sekunder. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam pelaksanaan perjanjian Joint Venture pengadaan bangunan di Kota Sabang, ditemukan adanya pihak penyedia modal yang wanprestasi tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan timbulnya kerugian yang diderita oleh pihak penyedia modal yang dirugikan.. Dari adanya wanprestasi yang timbul tersebut, maka pihak penyedia modal yang dirugikan menggunakan beberapa upaya hukum untuk pemenuhan prestasi serta ganti kerugian dari pihak penyedia modal yang wanprestasi. Dalam pelaksanaan memperoleh hak dengan menggunakan upaya hukum pada wanprestasi tersebut menimbulkan adanya akibat hukum bagi para pihak penyedia modal perjanjian Joint Venture pengadaan bangunan tersebut. Disarankan kepada pihak penyedia modal yang dirugikan agar melakukan upaya hukum melalui jalur non litigasi, arbitrase atau penuntutan ke pengadilan, kemudian pihak penyedia modal yang dirugikan juga dapat menuntut pemenuhan prestasi dari pihak penyedia modal yang wanprestasi beserta ganti kerugian berupa biaya, uang dan bunga akibat wanprestasi yang timbul dalam perjanjian Joint Ventrure, dan kepada para pihak disarankan agar dalam membuat isi perjanjian Joint Venture lebih teliti dan mencantumkan penggunaan hak retensi bilamana salah satu pihak melakukan wanprestasi.
PELAKSANAAN PERJANJIAN EKSPOR-IMPOR BIBIT KURMA DENGAN METODE PEMBAYARAN DI MUKA (ADVANCE PAYMENT) Rifka Fitria; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.753 KB)

Abstract

Dalam Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor disebutkan bahwa dalam perjanjian ekspor-impor dimungkinkan untuk menggunakan metode pembayaran non L/C salah satunya berupa pembayaran di muka (advance payment). Akan tetapi, pembayaran seperti ini menimbulkan banyak resiko dan merugikan bagi pihak importir. Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk menjelaskan bentuk pelaksanaan perjanjian ekspor-impor bibit kurma, menjelaskan pelaksanaan pembayaran dengan metode pembayaran di muka, dan menjelaskan resiko serta penyelesaian masalah pada perjanjian ekspor-impor bibit kurma. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian empiris, data diperoleh  melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.  Penelitian ditemukan, bahwa pada perjanjian ekspor-impor bibit kurma dilaksanakan secara tertulis namun tidak khusus menjelaskan secara jelas mengenai pelaksanaan perjanjiannya. Cara pembayaran metode pembayaran di muka dengan media pembayaran SWIFT. Resiko yang dihadapi oleh pihak importir yaitu resiko pada kerugian finasial serta resiko pada dokumen, serta upaya yang dilakukan oleh pihak importir dalam mengatasi permasalahan yaitu pihak importir harus memperbaiki dokumen pengiriman, dan menanggung seluruh kerugian yang dialami.  Disarankan kepada pihak importir, bahwa pelaksanaan perjanjian diatur dengan jelas dan baik dalam sales contract mengenai hak dan kewajiban para pihak.
PELAKSANAAN PERALIHAN NASABAH PENYIMPAN DARI BANK KON-VESIONAL KE BANK SYARIAH (Suatu penelitian di pt. Bank aceh syariah) Dina Rozana; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 4: November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Pasal 18 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 64/POJK.03/2016 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah disebutkan bahwa Bank Konvesional yang telah mendapatkan izin perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah wajib menyelesaikan hak dan kewajiban dari kegiatan secara konvesional paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal izin perubahan kegiatan usaha yang diberikan, namun dalam pelaksanannya pihak bank tidak dapat menyelesaikan hak dan kewajibannya, khususnya untuk melindungi nasabah penyimpan dalam peralihan status nasabah dari Bank Konvensional menjadi Bank Syariah sesuai jangka waktu yang diberikan Otoritas jasa keuangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pengalihan nasabah penyimpan dari Bank Konvensional menjadi Bank Syariah bahwa untuk mengejar target 1 tahun sesuai dengan kebijakan yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah dapat dilakukan dengan cara negative confirmation dimana apabila nasabah dalam jangka waktu yang ditentukan tidak merespon atas pemberitahuan dan penawaran oleh bank, maka bank secara otomatis akan bertindak dalam melakukan perubahan rekening nasabah yang berbasis konvesional menjadi yang berbasis syariah secara sepihak.
PENTINGNYA PENDAFTARAN MEREK UNTUK MEMPEROLEH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK (Suatu Penelitian Pada Pengguna Merek Kopi Cek Mad) Anisia Kamila; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 4: November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar. Faktanya dalam pelaksanaan tidak dapat dilakukan dengan mudah karena tidak semua pemilik merek melakukan pendaftaran merek. Hal ini menyebabkan merek tidak mendapatkan perlindungan hukum, sehingga sangat mudah terjadinya pelanggaran penggunaan merek tanpa hak yang merugikan pemilik merek. Dari hasil penelitian diketahui bahwa merek kopi Cek Mad yang telah digunakan sejak tahun 1980 belum didaftarkan sehingga tidak mendapatkan perlindungan hukum. Faktor pemilik merek tidak mendaftarkan merek yaitu pemilik merek masih rendahnya kesadaran hukum terhadap norma yang berlaku. Upaya untuk melindungi merek kopi Cek Mad yang dilakukan yaitu meminta penghentian pemakaian merek kepada pihak yang melanggar dan upaya yan dilakukan oleh KEMENKUNHAM yaitu melakukan sosialisasi secara langsung dan secara tidak langsung untuk memberikan edukasi kepada pemilik merek. Disarankan kepada pemilik merek dapat menghindari terjadinya peniruan yang merugikan pemilik merek, serta kepada KEMENKUNHAM untuk melaukan kebijakan yang dapat mempermudah pendaftaran merek bagi setiap pemilik merek.
Wanprestasi Dalam Perjanjian Ekspor Impor Kopi Antara Koperasi Pedagang Kopi (KOPEPI) Ketiara dengan Royal Coffee Atika Suri; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.118 KB)

Abstract

Pasal 1513 KUH Perdata disebutkan bahwa kewajiban utama pembeli ialah membayar harga barang, pada waktu dan ditempat yang ditetapkan dalam perjanjian, namun dalam prakteknya perjanjian jual beli kopi antara koperasi pedagang kopi Ketiara dengan Royal Coffee tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Pihak Royal Coffee selaku importer terlambat membayar harga kopi dan Ketiara selaku eksportir terlambat mengirim barang. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan perjanjian jual beli kopi antara koperasi pedagang kopi Ketiara dengan Royal Coffee, bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian jual beli kopi serta penyebabnya dan untuk menjelaskan upaya eksportir dalam penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian jual beli kopi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam pelaksanaan jual beli kopi antara koperasi pedagang kopi Ketiara selaku eksportir kopi dengan Royal Coffee selaku importir kopi di Takengon tidak terlaksana sebagaimana yang diperjanjikan, karena para pihak melakukan wanprestasi. Wanprestasi yang dilakukan importer adalah terlambat dalam membayar harga kopi dan wanprestasi eksportir adalah terlambat mengirim kopi. Para pihak dalam perjanjian menggunakan pembayaran open account, pembayaran harga kopi ini berdasarkan ketetapan harga pasar internasional atau bursa komuniti. Pembayaran ini menimbulkan resiko bagi para pihak diantaranya akibat keterlambatan membayar harga kopi, dan saat pembayran nilai kurs menurun dan merugikan pihak eksportir dan eksportir tidak bias segera membeli kopi dari petani untuk dijual kembali. Resiko yang dihadapi importer yaitu terlambat menyetor barang ke daerah-daerah dinegaranya, karena eksportir terlambat mengirim barang. Upaya yang ditempuh para pihak dalam penyelesaian sengketa yaitu menggunakan alternatif penyelesaian sengketa dalam bentuk negosiasi. Disarankan kepada para pihak. dalam perjanjian diatur dengan lebih konprensif, saling menegosiasikan isi perjanjian sehingga terhindar dari wanprestasi serta melengkapi item-item yang belum lengkap didalam perjanjian untuk memudahkan pelaksanaan. Cara pembayaran yang digunakan lebih baik menggunakan pembayaran yang aman tidak merugikan kedua belah pihak, diantaranya adalah sistem pembayaran Letter Of Credit atau L/C. Dalam perjanjian  sebaiknya diatur juga mengenai penyelesaian sengketa agar mempermudah kedua belahpihak menyelesaikan jika terjadi sengketa. In Article 1513 of the Civil Code of Indonesia stated that the main obligation of the buyer is to pay the purchased price at such time and place as specified in the agreement, but in reality the purchase agreement between the Cooperative Coffee Traders Ketiara and Royal Coffee was not performed as it should be. Royal Coffee as an importer made a delay in  paying the purchased  price of coffee, while Ketiara as an exporter made a delay in sending the coffee purchased. This writing aims to explain the execution of coffee purchased agreement between Ketiara and the Royal Coffee, the forms of breach of contract as well as the causes of them and to explain the efforts taken by the exporter in settling the breach of contract in the coffee purchased agreement. Based on the research, it is found that the coffee buying and selling process between Ketiara and Royal Coffee was not conducted as agreed, because both parties are equally violated the coffee purchased agreement. The importer delayed to pay the purchased coffee, while the exporter delayed to deliver the coffee. It is known that the parties agreed to use an open account for the payment process, based on the international market prices provisions or communities exchange. These kind of payment method poses risks to the parties; due to the long delay of the payment, there might be an adverse exchange rates decline for the exporter and exporter might not be able to purchase the coffee from the farmers to be selled again immediately. While the risks faced by importer is that they might be delaying the distribution of goods to some regionals in the country. Efforts taken by the parties in the dispute settlement is by using alternative dispute resolution in the form of negotiations. It is recommended to the parties that the implementation of the agreement shall be governed fairly and properly, mutually negotiate the substance of agreement in order to avoid the breach of contract by the parties, and to make a complete and thorough agreement. The payment method would be better to use a secure payment for both parties, one of the better option such as Letter Of Credit or L/C. Furthermore, the method of dispute settlement should be regulated in the agreement in order to make it easier for the parties to make a settlement when a problem/dispute arise.
ANALISIS HUKUM TENTANG PENGUBAHAN ARANSEMEN LAGU INDONESIA RAYA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Cici Purwasih; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 1: Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 43 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta tentang pembatasan dalam penyebaran lagu, seperti Lagu Kebangsaan Negara Republik Indonesia dengan syarat tetap bersifat original. Namun, di saat teknologi semakin canggih membuat pelaku ekonomi kreatif bersaing dalam membuat konten, sehingga menjadikan lagu Indonesia Raya yang hakikatnya sebagai lagu kebangsaan untuk mendapatkan keuntungan sepihak dengan mengubah aransemen lagu tersebut dan mengunggah ke media sosial. Diketahui bahwa Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta hanya melindungi hak moral karena lagu tersebut menjadi lagu kebangsaan dan menjadi milik umum, akan tetapi pengaturan seperti ini bisa merugikan negara karena hanya dengan Hak Moral tidak melindungi lagu kebangsaan secara menyeluruh. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan telah melindungi Lagu Indonesia Raya dimana lagu tersebut dilarang untuk diubah aransemennya dan pelanggaran tersebut dapat tergolong dalam perbuatan melawan hukum, karena memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum.
Tinjauan Yuridis Pemberian Garansi Bank Untuk Menjamin Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Rinaldi Rinaldi; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 4: November 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Pasal 67 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dinyatakan bahwa Jaminan harus dapat dicairkan tanpa syarat (unconditional) dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja, setelah surat pernyataan wanprestasi diterima penerbit jaminan. Ketentuan mengenai pencairan Garansi Bank bersifat unconditional ini dapat merugikan pihak pelaksana jasa konstruksi karena jumlah klaim yang diajukan bisa jadi tidak sebesar jumlah kerugian dari wanprestasi yang dilakukan pelaksana jasa konstruksi, sehingga dapat menimbulkan banyak permasalahan dalam pelaksanaannya. Tujuan Penelitian ini untuk menjelaskan kedudukan Garansi Bank dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi, dan menjelaskan tanggung jawab bank penjamin saat pelaksana jasa konstruksi wanprestasi dan pihak pengguna jasa mengajukan klaim. Data dalam penulisan artikel ini diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan. Data sekunder dilakukan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dijelaskan bahwa kedudukan Garansi Bank adalah sebagai jaminan untuk memastikan keterlaksanaan kontrak kerja konstruksi, dan Garansi Bank merupakan perjanjian tambahan yang sangat tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu kontrak kerja konstruksi. Tanggung jawab bank penjamin apabila pengguna jasa mengajukan klaim adalah Jaminan harus dapat dicairkan tanpa syarat dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pernyataan wanprestasi diterima oleh bank penjamin, sehingga tidak sesuai dengan prinsip keadilan karena dapat menimbulkan kerugian kepada pihak pelaksana jasa konstruksi apabila kerugian yang di klaim tidak sesuai dengan kerugian dari wanprestasi yang dilakukan. Disarankan kepada penyedia jasa konstruksi dan pengguna jasa konstruksi serta bank penjamin untuk tidak hanya menjadikan Garansi Bank sebagai syarat dan prosedural saja tetapi juga melaksanakan seluruh prestasi yang diperjanjikan dalam kontrak kerja konstuksi tersebut. Disarankan untuk kontrak kerja konstruksi milik pemerintah sebaiknya memang menggunakan Garansi Bank bersifat unconditional, tetapi harus ada penghitungan bersama terhadap kerugian yang dibayar harus sesuai dengan jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh wanprestasi pihak penyedia jasa.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK KONTEN ULASAN PRODUK MASKER SPIRULINA TIENS DI MEDIA SOSIAL (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh) Cut Novadilla Halid; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 4: November 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) Pasal 1 (6) dijelaskan pelaku pertunjukan adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampilkan/mempertunjukan suatu ciptaan. Selebriti Instagram (selebgram) merupakan salah satu subjek dari pelaku pertunjukan yang mempunyai hak eksklusif atas produk hak terkaitnya, contohnya seperti konten ulasan produk Masker Spirulina Tiens yang diunggah pada akun pribadi Instagramnya dari hasil kerja sama endorsement dengan pebisnis online masker tersebut. Pebisnis online lain yang tidak bekerja sama tidak dapat menggunakan secara bebas konten ulasan tersebut. Kenyataannya, masih ada para pebisnis online yang menggunakan secara bebas konten ulasan endorse tanpa izin selebgram selaku pemiliknya. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan penggunaan konten ulasan dalam menjalankan bisnis online, bentuk perlindungan hukum terhadap pemilik konten yang mengulas produk Masker Spirulina Tiens di media sosial, dan penyelesaian sengketa bagi pebisnis online yang menggunakan konten ulasan endorse tanpa seizin selebgram di media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penggunaan konten ulasan endorse tanpa seizin selebgrammasih banyak dilakukan oleh pebisnis online yang tidak melakukan kerja sama endorsement, perlindungan hukum terhadap pelaku pertunjukan belum diatur secara komprehensif sehingga kurangnya pengawasan pada selebgram oleh DIRJEN HAKI (Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual), dan penyelesaian sengketa dilakukan dengan pemilik konten ulasan menegur pebisnis online melalui direct message Instagram (DM) atau cara lain ditempuh melalui musyawarah antara selebgram dengan si pelanggar.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM PELAKASANAAN EKSPOR IMPOR BARANG DI INDONESIA Maffuadi Maffuadi; Khairani Khairani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 4, No 2: Mei 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui aturan-aturan yang dapat dijadikan pertimbangan dasar hukum dalam menggunakan L/C dan untuk mengetahui resiko yang akan timbul  pada pembayaran dengan menggunakan L/C. Hasil penelitian diketahui bahwa basis peraturan transaksi perdagangan antar negara yang mana digunakannya L/C yakni UCP-DC 600. Di Indonesia UCP-600 belum berlaku secara efektif sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.26/34/ULN belum kompherensif atau secara rinci mengatur tentang L/C sehingga masih banyak menimbulkan resiko-resiko dalam pelaksaksanaan pelunasannya proses ekspor dan maupun impor dengan menggunakan L/C. Resiko-resiko yang dapat terjadi pada saat proses ekspor dan maupun impor dengan menggunakan L/C adalah berupa barang tidak sampai atau spesifikasi barang tidak sesuai dengan kontrak, terjadi perubahan valuta mata uang asing, kegagalan issuing bank atau cedera janji membayar, ketidak mampuan importir untuk membayar karena importir mengalami pailit, resiko hukum, pemalsuan dokumen, penipuan, resiko politik negara, resiko hukumdan peristiwa tak terduga seperti bencana alamdan krisis moneter atau perang dunia.  Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia tidak menerjemahkan UCP dalam kebijakan-kebijakan yang bersifat lokal maupun nasional.