Tita Puspita Ningrum, Tita Puspita
Universitas Adhirajasa Reswara Sanjaya

Published : 19 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SENJARAWI BANDUNG Pramana, Kadek Devi; Okatiranti, Okatiranti; Ningrum, Tita Puspita
KEPERAWATAN Vol 4, No 2 (2016): JURNAL KEPERAWATAN
Publisher : LPPM BSI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1009.61 KB)

Abstract

ABSTRAKSebanyak 26,5% usia 18 tahun keatas menderita hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit yang sering dialami oleh usia lanjut. Salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi adalah kecemasan. Kecemasan disebabkan karena berbagai keadaan seperti khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai dengan berbagai keluhan fisik dan gangguan kesehatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat kecemasan dengan kejadian hipertensi pada usia lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha Senjarawi Bandung. Jenis penelitian ini adalah studi korelasi dengan desain penelitian cross sectional.  Sampel dalam penelitian ini adalah semua usia lanjut yang memenuhi kriteria inklusi yang berjumlah 40 usia lanjut. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik non probability sampling dengan pendekatan puposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Skala HARS dan pengukuran TD dilakukan menggunakan sphygmomanometer air raksa secara manual. Analisa data dengan persentase dan rumus chi square. Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar responden (62.5%) mengalami tingkat kecemasan sedang, sebagian kecil responden (27.5%) mengalami tingkat kecemasan berat, dan sebagian kecil responden lainnya (10%) mengalami tingkat kecemasan ringan. Sementara itu, Sebagian besar responden (87.5%) mengalami hipertensi sedang, sebagian kecil responden (7.5%) mengalami hipertensi berat, sebagian kecil responden lainnya (5%) mengalami hipertensi ringan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa asymsig < 0,05. Nilai C = 0,63 termasuk ke dalam interval (0,51 < C < 0,75), maka korelasi antara tingkat kecemasan dengan hipertensi termasuk kategori derajat asosiasi kuat. Peneliti menyarankan agar perawat dapat melakukan upaya promotif dan preventif untuk mengurangi angka kejadian hipertensi pada usia lanjut melalui pendidikan kesehatan tentang mekanisme koping untuk mengurangi kecemasan pada usia lanjut.Kata Kunci: Hipertensi, Kecemasan, Usia Lanjut ABSTRACTA total of 26.5% population aged 18 years old and over suffer from hypertension. Hypertension is a disease that is often experienced by the elderly. One of  risk factor for hypertension is anxiety. Anxiety in the elderly due to various circumstances such as worry, fidgety, fear and restless, that accompanied by a variety of physical complaints and disorders. The purpose of this study was to identify the correlation between anxiety with hypertension in the elderly in Social Institution of Tresna Werdha Senjarawi Bandung. This research is a correlation study with cross sectional design. There is 40 elderly who meet the inclusion criteria and became sample in this study. Data is collected using HARS scale and blood pressure measurements performed using manual mercury sphygmomanometer. Analysis of the data used univariate or percentage and chi square formula. The results showed most of respondents (62.5%) experienced moderate levels of anxiety, a small portion of respondents (27.5%) experienced severe anxiety level, and a few other respondents (10%) experienced mild anxiety level. Meanwhile, the majority of respondents (87.5%) had moderate hypertension, a small portion of respondents  had severe hypertension(7.5%) and  had mild hypertension (5%). Statistical analysis showed that asymsig <0.05. Value C = 0,63 belong to the interval (0.51 <C <0.75), the correlation between the level of anxiety and hypertension included in strong association degress categories. Researchers suggested that nurses can perform promotive and preventive efforts to reduce the incidence of hypertension in the elderly through health education about koping  mechanisms to reduce anxiety in the elderly.Keywords: anxiety, hypertension, elderly.
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia (Studi Kasus: di Kelurahan Sukamiskin Kota Bandung) Ningrum, Tita Puspita; Okatiranti, Okatiranti; Kencana Wati, Desak Ketut
KEPERAWATAN Vol 5, No 2 (2017): JURNAL KEPERAWATAN
Publisher : LPPM BSI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (265.911 KB)

Abstract

ABSTRAKPeningkatan harapan hidup lanjut usia mempunyai dampak yang berpengaruh terhadap kualitas kesehatan lansia. Keluarga merupakan support sistem bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Dukungan keluarga merupakan salah satu hal terpenting dalam meningkatkan kualitas hidup lansia. Dukungan keluarga yang baik akan meningkatkan kualitas hidup lansia sehingga lansia dapat menikmati hidup di masa tuanya. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia di Kelurahan Sukamiskin Wilayah Kerja Puskesmas Arcamanik Kota Bandung. Desain penelitian menggunakan studi korelasi dengan rancangan cross sectional. Responden sebanyak 160 orang diambil dengan teknik stratified random sampling. Pengumpulan data  menggunakan kuesioner dukungan keluarga dan kualitas hidup WHOQOL BREF. Analisis univariat menggunakan rumus persentase, sedangkan untuk melihat hubungan variabel dependen dan independen menggunakan  uji korelasi rank spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh lansia yaitu 106 orang (100%) memiliki tingkat dukungan keluarga yang cukup, dan hampir seluruh lansia yaitu 105 orang (99%) memiliki kualitas hidup yang cukup. Hasil uji statistic rank spearman menunjukkan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia dengan nilai signifikansi 0,048< 0,05. Nilai koefisiensi sebesar 0,193 yang menunjukkan keeratan hubungan yang rendah. Kata Kunci: Dukungan Keluarga, Kualitas Hidup, Lansia. ABSTRACTThis research aims at recognizing the correlation between family support and the quality of elderly life in Sukamiskin Village coverage area of Public Health Center of Arcamanik, Bandung. The research design implemented in this research was cross sectional. The population was all elderlies living in Sukamiskin Village coverage area of Public Health Center of Arcamanik, Bandung in 2016 of 1,058 people. The data was gathered by using questionnaire of family support and questionnaire of quality of life. The respondents of 106 people were selected through stratified random sampling technique. The data were analyzed by using spearman rank correlation test. The research results shows that all respondents of 106 people (100%) considered to have sufficient family support, and pertaining quality of life, 105 respondents (99%) considered to have sufficient quality of life. The result of spearman rank shows that there is correlation between family support and the quality of elderly life in Sukamiskin Village coverage area of Public Health Center of Arcamanik with significant value 0.048 < 0.05. The coefficient value is 0.193 showing a low level of correlation. It suggested that the Public Health Center and Community become more aware about the elderly existence and health to provide a support for a better quality of elderly life. Keywords: Elderly, Family Support,  Quality of Life
GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN WOUND DEHISCENCE MENURUT VARIABEL ROTTERDAM DI RSUD KOTA BANDUNG Ningrum, Tita Puspita; Isabela, Chandra
KEPERAWATAN Vol 4, No 2 (2016): JURNAL KEPERAWATAN
Publisher : LPPM BSI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (592.512 KB)

Abstract

ABSTRAKWound dehiscence merupakan komplikasi pasca bedah abdomen yang serius dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi yaitu 3-35%. Insiden wound dehiscence di dunia sekitar 0,4 - 3,5 % setelah pembedahan mayor abdomen dan dihubungkan dengan kematian sekitar 10 - 45%. Wound dehiscence merupakan komplikasi yang disebabkan oleh berbagai faktor. Rotterdam score dapat digunakan untuk menilai abdominal wound dehiscence karena memiliki nilai sfesifitas dan sensitifitas yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan karakteristik pasien wound dehiscence menurut variabel Rotterdam  di ruang perawatan bedah RSUD Kota Bandung. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan retrospektif. Data dikumpulkan dari rekam medis pasien dengan abdominal wound dehiscence periode januari 2014 sampai Desember 2014. Perhitungan data menggunakan rumus persentase. Pada hasil penelitian didapatkan 36 kasus abdominal wound dehiscence, 21 berjenis kelamin laki-laki (58%) dan 15 perempuan (42%). Berdasarkan kategori umur, yang terbanyak mengalami abdominal wound dehiscence adalah kelompok usia 50 – 69 tahun yaitu 17 pasien (47%), 24 Pasien (67 %) kasus emergensi. Berdasarkan penyakit penyerta, 6 pasien (17%) mengalami penyakit paru kronis, 2 pasien (6%) jaundice, 27 pasien (75%) anemia, dan 12 pasien (33%) dengan batuk pasca operasi. Berdasarkan tipe operasi didapatkan 3 pasien (8%) dengan pasca operasi gaster, 9 pasien (25%) pasca operasi usus halus, 18 pasien (50%) pasca operasi usus besar, serta 29 pasien (81%) mengalami infeksi luka operasi. Berdasarkan hasil penelitian, penderita dengan abdominal wound dehiscence terbanyak berasal dari kelompok umur 50 – 69 tahun, dengan penyakit penyerta terbanyak adalah anemia dan tipe operasi pasca operasi usus besarKata Kunci: Wound dehiscence, variabel Rotterdam.  ABSTRACTWound dehiscence is one of the most serious postoperative complications with high mortality and morbidity, 3 – 35%. The incidence wound dehiscence in the world is reported as 0,4% - 3,5% after major abdominal surgery, and 10% - 45% is associated with death. Wound dehiscence is complicated cases related to many factors, and Rotterdam risk score was used to rate abdominal wound dehiscence because its had a high specificity and sensitivity values. This research was conducted to describe patient characteristics with abdominal wound dehiscence using Rotterdam variable risk score at RSUD Kota Bandung. The methods was used a descriptive quantitative. A retrospective analysis was performed using the medical records of patient with abdominal wound dehiscence between January 2014 and December 2014 and had involved 36 cases. Data was analyzed by percentage. The result show that 36 patients developed wound dehiscence, 58% of them were male. From age category, the most incidence in 50 – 69 years old group (47%). The datas found 24 patients (67%) was emergency surgery, 6 patients (17%) with chronic obstructive pulmonary diseases, 2 patient (6%)  jaundice, 27 patients (75%) anemia, 12 patients (33%) had cough. Based on Type of surgery, 3 patients (8%) had gaster and duodenum surgery, 9 patients (25%) had small bowel wurgery, 18 (50%) patients had large bowel surgery and 29 patients (81%) had wound infection.  conclusion,the  most patient abdominal wound dehiscence were in 50 – 69 years old group, with anemia, emergency surgery, and post large bowel surgery.Keywords: wound dehiscence, variables of the Rotterdam score
Gambaran Tingkat Kecemasan Tentang Kematian Pada Lansia Di BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung Ningrum, Tita Puspita; Okatiranti, Okatiranti; Nurhayati, Shanti
Jurnal Keperawatan BSI Vol 6, No 2 (2018): JURNAL KEPERAWATAN
Publisher : LPPM Universitas BSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.245 KB) | DOI: 10.31311/jk.v6i2.4361

Abstract

ABSTRAKKecemasan kematian lansia merupakan suatu kondisi emosional yang dirasakan ketika suatu hal yang tidak menyenangkan dialami oleh seseorang manakala memikirkan kematian. Seseorang yang mengalami kecemasan terhadap kematian memiliki kekhawatiran, kesusahan, ketidaknyamanan, ketegangan, kegelisahan dan mereka disibukkan dengan memikirkan proses sekarat, kemusnahan, kejadian apa yang terjadi setelah kematian. Jika perasaan cemas tersebut terus-menerus dialami lansia maka kondisi itu dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan lansia baik fisik maupun mental, bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik sehingga akan mengganggu kegiatan sehari-hari. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi Bagaimanakah Gambaran Tingkat Kecemasan Tentang Kematian Pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay Kabupaten Bandung. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang berusia lebih dari 60 tahun dengan jumlah 150 orang. Pengambilan sampel  menggunakan teknik Purposive sampling dengan kriteria inklusi eklusi, sehingga diperoleh 79 orang. Data diambil dengan menggunakan intrumen Death axiety Scale (DAS) kemudian dianalisa menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari setengah responden yaitu sebanyak 41(51.9%) mengalami kecemasan kematian yang tinggi dan hampir setengah dari responden sebanyak 38(48.1%) mengalami kecemasan kematian yang rendah. Penting bagi  perawat sebagai konselor dalam mengatasi kecemasan akan kematian lansia dengan memberikan dukungan untuk membantu meningkatkan mekanisme koping lansia menjadi lebih adaptif.Kata kunci: Kecemasan kematian, Lansia ABSTRACTThe death anxiety in elderly is an emotional state that is felt when something unpleasant by someone when thinking of death, a person who experiences anxiety over death has feelings, distress, discomfort, feeling, anxiety and they are preoccupied with the process of dying, annihilation, what happened after death If the feelings of death anxiety are constantly alert the elderly, then the condition could have adverse effects on the health of the elderly both physically and mentally, and even can bargain physical diseases that will interfere with daily activities in the elderly. The purpose of the study was to prevention how does Anxiety Level Matter of Death in Elderly in BPSTW Ciparay Bandung. This research used descriptive quantitative research. The population in this study is elderly people aged over 60 years with the number of 150 people. A total of 79 respondents was taken using purposive sampling with inclusion and exclusion criteria. In addition, all data were analyzed using distribution frequency. Results showed more than half of respondents, 41 (51.9%) experienced high death anxiety. It could be caused by inadecuate coping mechanism in elderly. It is important for nurses as a counselor to prevent of death anxiety and provide support for helping an elderly to increase coping mechanism became more adaptif.Keywords: Death Anxiety, Elderly
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Wound Dehiscence pada Pasien Post Laparatomi Tita Puspita Ningrum; Henny Suzana Mediani; Chandra Isabella H.P
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 5 No. 2 (2017): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1320.7 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v5i2.455

Abstract

Wound dehiscence sering terjadi setelah pembedahan mayor abdomen menimbulkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Wound dehiscence dapat menimbulkan stress, eviserasi, reoperasi, gangguan citra tubuh, meningkatnya lama rawat dan biaya rawat, menurunkan kualitas hidup pasien serta kematian sehingga perlu menangani faktor yang mempengaruhi kejadian wound dehiscence. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian wound dehiscence pada pasien dewasa post laparatomi di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Metode penelitian menggunakan analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan berjumlah 40 orang yang diambil dengan menggunakan consecutive sampling. Pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan kejadian wound dehiscence terjadi ketika perawatan di rumah (35%). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara infeksi luka (p=0,0001), operasi emergensi (p = 0,020), hipoalbumin (p=0,037), anemia (p = 0,028), status nutrisi (0,010), dan adanya penyakit penyerta (p = 0,008) dengan kejadian wound dehiscence, serta tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor usia (p = 0,581) dan jenis kelamin (p= 0,604) dengan kejadian wound dehiscence. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi potensial faktor risiko wound dehiscence pada pasien yang dilakukan operasi laparatomi dan segera melakukan intervensi yang diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi wound dehiscence, diantaranya dengan melakukan discharge planning terkait perawatan luka dan pentingnya asupan protein yang adekuat supaya bisa dikenali ditahab mana terjadinya wound dehiscence.Kata kunci: Pasien, post laparatomi, wound dehiscence. Factors correlating of Wound Dehiscence in Patients after Laparatomi at Dr Hasan Sadikin General Hospital BandungAbsractWound dehiscence is often occurred after major abdominal surgery which impacts on morbidity and mortality rates and significantly contributes to prolonged hospital stays, implicit and explicit costs, associate with psychosocial stressor on patients, evisceration re-surgical operation, and may affect to quality of life patients. It is therefore necessary to identify factors affecting wound dehiscence. The aims of the study was to analyze factors correlating of post-operative wound dehiscence in adult patients at Dr Hasan Sadikin general hospital. Correlational analytic with cross sectional approach was used in this study. 40 patients were selected to be participated in this study by using consecutive sampling. Observations, interviews and study documents were conducted in data collection process. Univariate and Bivariate analysis with Chi Square were performed to analyze the data. Results of the study identified than wound dehiscence were occurred during patients at home (35%). Result of analysis bivariate showed that there was a significance correlation between wound infection (p=0, 0001), surgical emergency (p = 0,020), hypo albumin (p=0,037), anemia (p = 0,028), nutrition status (0,010), and other illness (p = 0,008) with wound dehiscence. Whereas, there was no correlation significantly between age factor (p = 0,581) and gender (p= 0,604) with wound dehiscence. It is important for nurses to identify potential risk factors of wound dehiscence in patients after post-operative laparotomy and prevent complication of wound dehiscence by doing discharge planning especially in term of wound care and the need of taking protein consumption adequately to avoid wound dehiscence.Key words: Adult patients, post-laparatomi, wound dehiscence.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA REMAJA DI BANDUNG Maidartati Maidartati; Tita Puspita Ningrum; Priska Fauzia
Jurnal Keperawatan Galuh Vol 3, No 1 (2021): Januari
Publisher : Universitas Galuh Ciamis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/jkg.v3i1.4654

Abstract

Gastritis adalah peradangan yang mengenai mukosa lambung, dan mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung di dalam saluran pencernaan. Keluhan yang dirasakan itu nyeri, dampaknya membuat lambung mengalami kerusakan jika sering kosong karena lambung meremas hingga dinding lambung luka. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yg berhubungan dengan kejadian gastritis pada remaja di Bandung. Jenis metode penelitian ini menggunakan korelasi, pendekatan cross-sectional, populasi penelitian semua siswa/i di Bandung . Sampel penelitian ini adalah siswa/i SMK Bandung dengan jumlah 150 responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accidental sampling. Analisa data menggunakan univariat prosentase dan analisa bivariat menggunakan uji Spearman-Rank. Hasil penelitian didapatkan kejadian gastritis  sebagian besar atau sebanyak 59 responden (59%) mengalami gastritis. Hasil statistik pada usia dengan kejadian gastritis diperoleh nilai p-value 0.002 dengan nilai ɑ<0.05. tidak terdapat hubungan antara faktor jenis kelamin dengan kejadian gastritis. terdapat hubungan antara faktor pola makan dengan kejadian gastritis. tidak terdapat hubungan antara faktor konsumsi alkohol dengan kejadian gastritis. terdapat hubungan antara faktor konsumsi kopi dengan kejadian gastritis. terdapat hubungan antara faktor merokok dengan kejadian gastritis. terdapat hubungan antara faktor kecemasan dengan kejadian gastritis. Saran untuk remaja dan masyarakat agar melakukan pencegahan kejadian gastritis dengan membuka wawasan seluas-luasnya, dan sebagai bahan pertimbangan agar mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis pada remaja, dan terhindar dari gastritis yang tidak baik untuk kesehatan.Gastritis is inflammation that affects the gastric mucosa, and results in swelling of the gastric mucosa in the digestive tract. The complaint that is felt is pain, the impact of which causes damage to the stomach if it is often empty because the stomach squeezes until the stomach wall is abrasions. The aim of this research was to see the factors related to the incidence of gastritis in adolescents in Bandung. This type of research method using computers, cross-sectional approach, the study population of all students in Bandung, which is 100 students. The sample of this study were students of SMK PELITA 2 Bandung with a total of 150 respondents. Sampling using Accidental sampling technique. Data analysis using percentage univariate and bivariate analysis using Spearman-Rank test. The results showed that the incidence of gastritis was mostly or 59 respondents (59%) experienced gastritis. Statistical results on age with the incidence of gastritis obtained p value 0.002 with a value of ɑ <0.05. there is no relationship between sex factors and the incidence of gastritis. there is a relationship between dietary factors and the incidence of gastritis. there is no relationship between alcohol consumption and the incidence of gastritis. There is a relationship between coffee consumption and the incidence of gastritis. there is a relationship between smoking and the incidence of gastritis. there is a relationship between the incidence of the incidence of gastritis. Advice for adolescents and the public to prevent the incidence of gastritis by opening the broadest insight possible, and for consideration in order to see the factors associated with the incidence of gastritis in adolescents, and avoid gastritis that is not good for health.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Manajemen Diri Pasien DM Tipe 2 Tita Puspita Ningrum; Hudzaifah Al fatih; Hildegardis Orlin Siliapantur
Jurnal Keperawatan BSI Vol 7 No 2 (2019): Jurnal Keperawatan BSI
Publisher : LPPM Universitas BSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.716 KB)

Abstract

ABSTRAK Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya. Kejadian komplikasi akibat DM adalah 57,9% atau dari 5 orang yang menderita DM terdapat 3 orang yang mengalami komplikasi. Untuk mencegah terjadinya komplikasi tersebut perlu dilaksanakan management diri DM dengan baik dimana baik tidaknya pelaksanaan managemen diri pasien DM dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi manajemen diri pasien DM tipe 2 di UPT Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Desain penelitian adalah cross sectional. Jumlah sampel 76 responden dengan teknik accidental sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan DSMQ untuk menilai . Analisa data univariat menggunakan distribusi frekuensi dan bivariat menggunakan Spearman rank. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor usia (p= 0,088), jenis kelamin (p-value 0,092), dan tingkat pendidikan dengan manajemen diri DM (0,157). Terdapat hubungan yang signifikan antara lama menderita DM dengan manajemen diri DM (p-value 0,000), terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan manajemen diri DM (p-value 0,000) r-079 dan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan manajemen diri DM (p-value 0,000) r-0,67. Pentingnya pengetahuan dan dukungan keluarga dapat meningkatkan manajemen diri pasien DM sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Kata kunci : Diabetes Melitus, faktor-faktor, manajemen diri. ABSTRACT Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases characterized by hyperglycemia that occurs due to abnormalities in insulin secretion, insulin performance, or both. The incidence of complications due to DM is 57.9% or 5 people who suffer from DM there are 3 people who experience complications. To prevent these complications, it is necessary to carry out DM Self Management properly. This study aims to identify the factors that influence the Self-Management of patients with type 2 diabetes at the UPT Puskesmas Pasirkaliki, Bandung. The study design was cross sectional, a sample of 76 respondents with accidental sampling technique. The results of this study indicate that there is no significant relationship between age and DM self-management (p-value 0.088), there is no significant relationship between gender and self-management of DM (p-value 0.092), there is no significant relationship between education and management level DM self (0.157), there is a significant relationship between the length of suffering from DM with DM self-management (p-value 0,000), there is a significant relationship between knowledge and self-management DM (p-value 0,000) r-079 and there is a significant relationship between family support with DM self-management (p-value 0,000) r-0,67. The importance of family knowledge and support can improve the self-management of DM patients so that they get optimal results. Keywords: Diabetes Mellitus, factors, self-management.
Tingkat Kepuasan Ibu Balita Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Posyandu Wilayah Kota Bandung Al Fatih Hudzaifah; Tita Puspita Ningrum; Lalas Lestari
Jurnal Keperawatan BSI Vol 8 No 1 (2020): Jurnal Keperawatan BSI
Publisher : LPPM Universitas BSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (790.776 KB)

Abstract

Posyandu (Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu) dibentuk oleh masyarakat sebagai inisiatif pelayanan kesehatan untuk mendukung kesehatan ibu dan anak. Terdapat penurunan kinerja posyandu yang mempengaruhi tingkat kepuasan ibu-ibu balita pengguna posyandu. Kurangnya kepuasan pelayanan di posyandu disebabkan keterampilan kader yang masih rendah. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran tingkat kepuasan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan di posyandu wilayah kerja Puskesmas Babakan Sari di Kota Bandung. Metode penelitian kuantitatif dan desain penelitian deskriptif. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik Probability Sampling dengan pendekatan Simple Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu balita yang berjumlah 60 ibu balita. Pengumpulan data menggunakan kuesioner kepuasan ibu pengguna posyandu. Data yang didapat dideskripsikan dalam bentuk frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar 60.0% responden masuk kedalam kategori sangat memuaskan, 16.7% responden menyatakan memuaskan dan 23.3% menyatakan tidak memuaskan. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dimensi tingkat kepuasan ibu balita pengguna posyandu menurut rata-rata tertinggi pada dimensi responsiveness (96.7%), sedangkan terendah adalah assurance 71.7%, sarannya untuk meningkatkan kepuasan agar supaya meningkatkan fasilitas yang lebih layak lagi dan lebih meningkatkan lagi pelayanannya dalam menghadapi keluhan ibu balita dengan cepat, upaya peningkatan kemampuan kerja dan respon semangat kerja kepada petugas kesehatan dan kader perlu mendapat perhatian dengan melakukan pelatihan dalam pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan ibu balita.
Hubungan Stigma Hiv Dengan Kualitas Hidup Penderita Hiv/Aids Al Fatih Hudzaifah; Tita Puspita Ningrum
Jurnal Keperawatan BSI Vol 9 No 1 (2021): Jurnal Keperawatan BSI
Publisher : LPPM Universitas BSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.706 KB)

Abstract

ABSTRAK Stigma pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) erat kaitannya dengan perilaku moral yang identik dengan perbuatan tercela seperti penyimpangan seksual dan peyalahgunaan narkotika. Hal tersebut menyebabkan depresi dan kecemasan, perasaan kurang bernilai, menolak menjalankan terapi antiretroviral yang berefek pada menurunnya kualitas hidup penderita HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi hubungan stigma HIV dengan kualitas hidup pada penderita HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di LSM Female PLUS Bandung. Sebanyak 50 ODHA berpartisipasi pada penelitian dengan menggunakan teknik quota sampling. Data yang diperoleh menggunakan kuesioner Berger HIV Stigma Scale untuk skala stigma dan WHOQOL-HIV Bref untuk kualitas hidup. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji statistik Fisher Exact test. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar yaitu (66%) ODHA memiliki stigma sedang dan kualitas hidup cukup sebesar (74%) dan terdapat hubungan yang signifikan antara stigma HIV dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS (p=0,000). Untuk mengurangi dampak negatif stigma terhadap penurunan kualitas hidup penderita HIV/AIDS maka perlu dilakukan penyuluhan tentang penyakit HIV/AIDS pada masyarakat maupun ODHA. Kata Kunci : HIV/AIDS, Kualitas Hidup, Orang Dengan HIV/AIDS, Stigma ABSTRACT The stigma of People Living With HIV/AIDS (PLWHA) is closely related to moral behavior that is synonymous with disgraceful acts such as sexual deviations and narcotics abuse. This causes depression and anxiety, a feeling of lack of worth, refusing to take antiretroviral therapy that has an effect on the quality of life of people living with HIV/AIDS. This study aims to analyze the relationship between HIV stigma and quality of life in people living with HIV/AIDS. A correlational research method with a cross sectional approach used in this study. This research was conducted at Female PLUS NGO Bandung. A total of 50 PLWHA participated in the study taken by quota sampling technique. Data obtained using the Stigma Scale HIV Berger questionnaire for the stigma scale and WHOQOL-HIV Bref for quality of life. The collected data were analyzed using the Fisher Exact test. The result showed that most of PLWHA (66%) had moderate stigma and the quality of life was quite high (74%) and there was a significant relationship between HIV stigma and quality of life of PLWHA (p = 0.000). To reduce the negative impact of stigma towards the quality of life of PLWHA, it is necessary to provide information about HIV / AIDS to the community and PLWHA. Keywords: HIV/AIDS, People Living With HIV/AIDS, Quality of Life, Stigma
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PERAWATAN KAKI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II Tita Puspita Ningrum; Hudzaifah Al Fatih; Nindi Tri Yuliyanti
Jurnal Keperawatan BSI Vol 9 No 2 (2021): Jurnal Keperawatan BSI
Publisher : LPPM Universitas BSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.16 KB)

Abstract

Diabetes melitus tipe II disebabkan karena adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi. Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi diabetes melitus yang dapat menyebabkan amputasi kaki pada klien. Pengetahuan perawatan kaki yang baik dapat meningkatkan perilaku perawatan kaki dan mencegah terjadinya komplikasi kaki diabetes secara dini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku perawatan kaki pada pasien diabetes melitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Babakan Sari. Desain penelitian adalah dekriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode accidental sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Diabetic Foot Knowledge Scale (DFKS) dan kuesioner Nottingham Assesment of Fungtional Footcare (NAFF). Selanjutnya data dianalisis menggunakan rank spearman. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 23% responden berpengetahuan kurang memiliki perilaku yang kurang, 68% responden dengan pengetahuan sedang memiliki perilaku yang baik, dan 5% responden dengan pengetahuan baik memiliki perilaku yang baik. Hasil Uji rank spearman didapatkan nilai p value = 0,000 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku perawatan kaki. Nilai korelasi rank spearman sebesar 0,792 menunjukan kekuatan korelasi kuat, menandakan bahwa semakin baik pengetahuan responden akan diikuti perilaku yang baik. Hasil penelitian memperlihatkan masih terdapat respoden dengan pengetahuan yang kurang memiliki perilaku perawatan kaki yang kurang juga sehingga penting bagi perawat komunitas untuk semakin meningkatkan upaya preventif dan promosi kesehatan melalui pendidikan kesehatan dengan menggunakan berbagai media.