cover
Contact Name
Teguh Pribadi
Contact Email
teguh@malahayati.ac.id
Phone
+6282282204653
Journal Mail Official
holistik@malahayati.ac.id
Editorial Address
Universitas Malahayati Bandar Lampung, Indonesia Jl Pramuka No. 27 Kemiling Bandar Lampung, Indonesia
Location
Kota bandar lampung,
Lampung
INDONESIA
Holistik Jurnal Kesehatan
Published by Universitas Malahayati
ISSN : 19783337     EISSN : 26207478     DOI : 10.33024/hjk
Core Subject : Health,
Berisi kumpulan karya ilmiah dari peneliti diberbagai perguruan tinggi di Indonesia, di bidang ilmu kesehatan khususnya bidang ilmu keperawatan yang berdasarkan kepada kebutuhan pasien secara total meliputi: kebutuhan fisik, emosi, sosial, ekonomi dan spiritual. Adapun penelitiannya mencakup 4 aspek pokok, yakni: promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Articles 624 Documents
Kecemasan pada warga binaan pemasyarakatan menjelang bebas: Literatur review Neli Hartini; Nur Oktavia Hidayati; Iceu Amira
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 3 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i3.9401

Abstract

Background: Anxiety is a feeling where a person feels uncomfortable and afraid of a situation in the future. Anxiety can also be felt by inmates of the penitentiary before being released due to the bad stigma from society so they are afraid to return to society.Purpose: To find out the anxiety of prisoners in prison (WBP) before being released.Method: The research method uses literature studies, article searches through PubMed and Google Scholar, with the keywords anxiety, prison inmates and before being released. The inclusion criteria were articles published between 2010-2022.Results: Found seven articles that match the inclusion criteria. The anxiety felt by prisoners before being released is caused by their status as former prisoners, so that individuals feel ashamed and worried. Inmates will lose their role in the family as well as in the social environment so that inmates think it will be difficult to return to their role and to get a job after they are released from their sentence.Conclusion: Most of the articles stated that the anxiety of prisoners still greatly affects the live of prisoners in facing their freedom, so that guidance and nursing interventions are needed to reduce the anxiety of prisoners before being released as well as guidance and motivation to prepare themselves back to society.Keywords: Anxiety; Discharge; Prisoners.Pendahuluan: Kecemasan adalah suatu perasaan dimana seseorang merasa tidak nyaman dan ketakutan pada suatu keadaan di masa mendatang. Kecemasan bisa dirasakan juga oleh para warga binaan pemasyarakatan menjelang bebas dikarenakan oleh stigma yang buruk dari masyarakat sehingga mereka takut untuk kembali ke lingkungan masyarakat.Tujuan: Untuk mengetahui kecemasan pada warga binaan pemasyarakatan (WBP) menjelang bebas.Metode: Menggunakan studi literatur, pencarian artikel melalui PubMed dan Google Scholar, dengan kata kunci kecemasan, warga binaan pemasyarakatan dan menjelang bebas. Kriteria inklusi adalah artikel yang dipublikasikan antara tahun 2010-2022.Hasil: Ditemukan tujuh artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi. Kecemasan yang dirasakan warga binaan pemasyarakatan menjelang bebas diakibatkan oleh status sebagai mantan warga binaan pemasyarakatan, sehingga individu merasa malu dan khawatir. Warga binaan akan kehilangan perannya di dalam keluarga juga di lingkungan sosial sehingga warga binaan beranggapan akan sulit untuk mengembalikan perannya dan untuk mendapatkan pekerjaan setelah mereka terbebas dari masa hukumannya.Simpulan: Sebagian besar artikel menyatakan kecemasan pada warga binaan pemasyarakatan masih sangat mempengaruhi kehidupan warga binaan pemasyarakatan dalam menghadapi kebebasannya, sehingga sangat diperlukan bimbingan dan intervensi keperawatan untuk menurunkan kecemasan warga binaan pemasyarakatan menjelang bebas serta bimbingan dan motivasi untuk mempersiapkan diri kembali ke masyarakat.
Pengaruh merokok dengan kejadian hipertensi pada usia produktif Riski Dwi Prameswari; Herlina Lidiyawati; Haidir Syafrullah; Matheus Aba; Dzul Akmal
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 5 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i5.12003

Abstract

Background: The prevalence of hypertension in West Java ranks second nationally, while Bandung City with a prevalence of 36.79%.Purpose: To determine the relationship between smoking behaviour and the incidence of hypertension in productive age.Method: The research design used was cross sectional. The population in this study was all patients recorded in the report register at the Garuda Health Center. The sample in this study was 86 respondents. Samples are taken using a simple random technique. The instruments used are questionnaires and observation sheets. The statistical test used is chi square.Results: A relationship between smoking behaviour and the incidence of hypertension (p= 0.014, = 3.445 (1.370-8.662)).Conclusion: The chances of someone who smokes to develop hypertension are 3 times greater.Suggestion: It is recommended to health workers to educate the public to pay attention to lifestyle, the main thing is to reduce smoking for smokers and efforts to prevent smoking in adolescents.Keywords: Behavior; Hypertension; Smoking Pendahuluan: Prevalensi kejadian hipertensi di Jawa Barat menempati posisi kedua secara nasional, sedangkan Kota Bandung dengan prevalensi sebesar 36,79%.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dengan kejadian hipertensi pada usia produktif.Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang tercatat dalam register laporan di Puskesmas Garuda. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 86 responden. Sampel diambil menggunakan teknik acak sederhana. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi. Uji statistik yang digunakan adalah chi square.Hasil: Didapatkan adanya hubungan perilaku merokok dengan kejadian hipertensi (p=0,014, POR=3,445 (1,370-8,662)).Simpulan: Peluang seseorang yang merokok untuk mengalami hipertensi sebesar 3 kali lebih besar.Saran: Disarankan kepada tenaga kesehatan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat untuk memperhatikan gaya hidup utamanya adalah mengurangi merokok bagi para perokok dan upaya pencegahan merokok pada remaja.  
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan orang tua dalam membawa penderita talasemia untuk menjalani transfusi darah selama pandemi covid Antika Palupi; Djunizar Djamaludin; Linawati Novikasari; Setiawati setiawati
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 4 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i4.10830

Abstract

Background: Blood transfusion in the mainstay of management for someone with thalassemia major and intermedia. One of the hospitals that provide excellent service facilities in the thalassemia section of children in the province of Lampung is Regional Public Hospital Dr H Abdul Moeloek in the Alamanda room. In 2020 it decreased to 110 patients/month. And in 2021 there are 104 patients every month who are registered for blood transfusions.Purpose: To determine the factors related to parental compliance in bringing thalassemia patients to undergo blood transfusions during the Covid pandemic in the alamanda room of Regional Public Hospital Dr H Abdul Moeloek Lampung Province in 2022.Method: Quantitative with a cross sectional design. The study population was thalassemia pediatric patients who received blood transfusion therapy who were being treated in the Alamanda room of Regional Public Hospital Dr H Abdul Moeloek Lampung Province. In December the number of patients treated was 83 patients. The sample is 52 respondents. The statistical test used the chi square test.Results: Frequency distribution of respondents aged <45 years (59,6 percent), female (63,5 percent), low education (59,6 percent), not working (57,7 percent), living outside Bandar Lampung (59,6 percent), had poor knowledge about thalassemia (75 percent), did not comply with bringing thalassemia sufferers to undergo blood transfusions during the Covid pandemic (59,6 percent).Conclusion: There is a relationship between parental age, gender parental education, occupation, place of residence and parental knowledge relationship with parental compliance in bringing thallasemia sufferers to undergo blood transfusions during the Covid pandemic. Keywords: Compliance; Transfusion; Thalassemia; Pandemic.Pendahuluan: Transfusi darah merupakan penatalaksanaan andalan bagi seseorang dengan talasemia mayor dan intermedia. Salah satu Rumah Sakit yang menyediakan fasilitas unggulan layanan dibagian talasemia anak di Provinsi Lampung yaitu RSUD Dr. H. Abdul Moeloek di ruang alamanda. Di tahun 2020 menurun menjadi 110 pasien/bulan. Dan di tahun 2021 terdapat 104 pasien setiap bulannya yang teregistrasi untuk melakukan tranfusi darah.Tujuan: Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan orang tua dalam membawa penderita talasemia untuk menjalani tranfusi darah selama pandemi covid diruang alamanda RSUD Dr H Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2022.Metode: Kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian adalah pasien anak thalassemia yang mendapatkan terapi transfusi darah yang sedang dirawat di ruang alamanda RSUD Dr H Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Pada bulan Desember jumlah pasien yang dirawat 83 pasien. Sampel 52 responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square.Hasil: Distribusi frekuensi responden berusia < 45 tahun (59,6 persen), berjenis kelamin perempuan (63,5 persen), berpendidikan rendah (59,6 persen), tidak bekerja (57,7 persen), bertempat tinggal di luar Bandar Lampung (59,6 persen), memiliki pengetahuan bueruk tentang talasemia (75 persen), tidak patuh membawa penderita talasemia untuk menjalani tranfusi darah selama pandemi Covid (59,6 persen).Simpulan: Ada hubungan usia orang tua, jenis kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan, tempat tinggal dan pengetahuan orang tua dengan kepatuhan orang tua dalam membawa penderita talasemia untuk menjalani tranfusi darah selama pandemi Covid.
Hubungan literasi kesehatan mental dengan trend self-diagnosis pada remaja akhir Cinta Komala; Akhmad Faozi; Delli Yuliana Rahmat; Popi Sopiah
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 3 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i3.10125

Abstract

Background: Mental health is mentally and psychologically healthy without any disturbances, knowledge about mental health must be increased to minimize the occurrence of mental health disorders, especially among adolescents who are in the transitional phase towards adulthood, one way to increase knowledge is by carrying out health literacy mental health so that they can add insight and be able to manage mental health properly so as to avoid the tendency to self-diagnose.Purpose: To determine the relationship between mental health literacy and self-diagnose in late adolescents.Method: The research design used is quantitative with a correlation approach. Respondents in this study were 117 people. Data collection used a mental health literacy questionnaire with a validity and reliability test value of Cronbach's Alpha α = 0.764 and a self-diagnosis questionnaire with a validity and reliability test value of Cronbach's Alpha α = 0.852. Then a correlation analysis was performed using the Chi-Square test.Results: Most of the 74.4 percent of mental health literacy was in the good category, and in carrying out self-diagnose, most of the 58.1 percent were in the strong category. The results of the Chi-Square test on mental health literacy and self-diagnose are <0.000, which means there is a significant relationship.Conclusion: There is a relationship between mental health literacy and self-diagnose, meaning that good mental health literacy does not guarantee that adolescents do not carry out self-diagnosis.Keywords: Mental Health; Mental Health Literacy; Self-Diagnose; Late AdolescentsPendahuluan: Kesehatan mental merupakan sehat secara jiwa dan psikis tanpa adanya gangguan, pengetahuan mengenai kesehatan mental harus ditingkatkan untuk meminimalisir terjadinya gangguan kesehatan mental, terlebih pada kalangan remaja yang merupakan fase peralihan menuju dewasa, salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan yaitu dengan melakukan literasi kesehatan mental sehingga dapat menambah wawasan dan mampu mengelola kesehatan mental dengan baik agar menghindari kecenderungan mendiagnosa diri sendiri.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan literasi kesehatan mental dengan self-diagnosis pada remaja akhir.Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Responden dalam penelitian ini sebanyak 117 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner literasi kesehatan mental dengan nilai uji validitas dan reliabilitas Alpha Cronbach’s α =0,764 dan kuesioner self-diagnosis dengan nilai uji validitas dan reliabilitas Alpha Cronbach’s α = 0,852. Kemudian dilakukan analisis korelasi menggunakan uji Chi-Square.Hasil: Sebagian besar 74,4 persen literasi kesehatan mental dalam kategori baik, dan dalam melakukan self-diagnosis sebagian besar 58,1 persen berkategori kuat. Hasil uji Chi-Square literasi kesehatan mental dan self-diagnosis yaitu < 0,000 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan.Simpulan: Terdapat hubungan literasi kesehatan mental dengan self-diagnosis, artinya  literasi kesehatan mental yang baik tidak menjamin remaja untuk tidak melakukan self-diagnosis.
Efektivitas terapi perilaku kognitif untuk terapi depresi pada mahasiswa keperawatan Galih Jatnika; Asep Badrujamaludin; Ismafiaty Ismafiaty
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 5 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i5.12059

Abstract

Background: Depression includes disturbances in thought processes and content characterized by feelings of sadness, loss of hope and loss of interest in almost all activities. Depression is the most frequent cause of mental health disorders and the highest cause of disability in the population in Indonesia for the last 3 decades. Depression is more common at the age of 15-24 years or in the range of adolescents with an incidence rate of 6.2% and experienced a seven-fold increase during the Covid-19 pandemic situation, that can lead stressful situations for students which can result a depressive disorders. Efforts are needed to reconstruct negative thoughts into positive thoughts through cognitive behavior therapy.Purpose: To identify the effectiveness of cognitive behavior therapy for depression during the Covid-19 pandemic among nursing students.Method: A pre-experimental with one group pre-test and post-test. Respondents in this study were 20 students of the Unjani Fitkes Bachelor of Nursing study program. Respondents were given cognitive behavior therapy interventions in 3 sessions for 3 weeks. To ensure that there was a decrease in depressive symptoms, depression was measured using the Beck Depression index (BDI) before and after the intervention. Furthermore, the research data was analyzed using the dependent t test.Results: The average depression before being given an intervention was 26.25, while the average depression after being given cognitive behavioral therapy was 34.65.Conclusion: Cognitive behavioral therapy is one of the intervention options in reducing depression, although the results in this study were not proven to be effective in reducing depression in nursing students at Fitkes Unjani.Keywords: Cognitive Behavioral Therapy; Depression; Nursing StudentPendahuluan: Depresi termasuk gangguan proses dan isi pikir yang ditandai dengan rasa kesedihan, kehilangan harapan dan kehilangan minat di hampir semua aktivitas. Depresi merupakan penyebab paling sering gangguan kesehatan mental dan penyebab disabilitas tertinggi pada penduduk di Indonesia selama 3 dekade terakhir. Depresi lebih sering terjadi pada usia 15 – 24 tahun atau pada rentang remaja dengan angka kejadian sebesar 6.2 % dan mengalami peningkatan tujuh kali lipat selama pandemi Covid-19 yang bisa berdampak adanya situasi stress full bagi mahasiswa yang memperberat atau menimbulkan gangguan depresi pada mahasiswa keperawatan. Diperlukan upaya untuk merekonstruksi dari pikiran negatif menjadi pikiran positif melalui cognitive behavior therapy.Tujuan: Untuk mengidentifikasi efektivitas cognitive behavior therapy terhadap depresi di dalam kondisi pandemi Covid-19 pada mahasiswa Fitkes Unjani.Metode: Pre eksperimen dengan one group pre-test and post-test. Responden pada penelitian ini merupakan mahasiswa prodi ilmu keperawatan S1 Fitkes Unjani sebanyak 20 responden. Responden diberikan intervensi cognitive behavior therapy sebanyak III sesi selama 3 minggu. Untuk memastikan adanya penurunan gejala depresi dilakukan pengukuran depresi menggunakan Beck Depression index (BDI) pada saat sebelum dan sesudah pemberian intervensi.Selanjutnya data penelitian dilakukan analisis menggunakan uji t dependen.Hasil: Didapatkan rerata depresi sebelum diberikan intervensi sebesar 26.25 sedangkan rerata depresi setelah diberikan pemberian cognitive behavioral therapy sebesar 34.65.Simpulan: Cognitive behavioral therapy menjadi salah satu pilihan intervensi dalam menurunkan depresi walaupun hasil dalam penelitian ini tidak terbukti secara efektif dapat menurunkan depresi pada mahasiswa keperawatan Fitkes Unjani.
Aktivitas fisik dan excessive daytime sleepiness dengan frekuensi makan selama pandemi Covid-19 Anggraeny Monica Putri; Lailatul Muniroh; Maria Alfa Kusuma Dewi
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 5 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i5.10470

Abstract

Background: The Study from Home implementation due to the Covid-19 pandemic has triggered lifestyle changes, especially in physical activities and consumption frequency. The increased use of gadgets triggers changes in sleep quality, resulting in excessive daytime sleepiness. Changes in unhealthy and inadequate food consumption can impact insufficient nutritional needs.Purpose: Knowing the relationship between physical activity and Excessive Daytime Sleepiness (EDS) with consumption frequency in nutrition students of Universitas Airlangga during the Covid-19 pandemic.Method: The research was an analytical observational study with cross-sectional design. The research sample was 145 nutrition students who met the inclusion criteria and were obtained through simple random sampling. Data collection instruments used the International Physical Activity Questionnaire, Epworth Sleepiness Scale, and Food Frequency Questionnaire. Data analysis used the Spearman correlation test.Results: The majority of respondents are 20 years old (46.9%), female (93.1%), light physical activity (57.9%), normal sleepiness level (60.0%), often consume staple-foods (73.8%), side-dishes (83.4%), vegetables (64.1%), and rarely consume fruit (57.9%), energy-dense foods (67.6%). There is no relationship between physical activity (p>0.05) and EDS (p>0.05) with consumption frequency.Conclusion: There is no relationship between physical activity and EDS with consumption frequency in nutrition students during the Covid-19 pandemic.Suggestion: It is necessary to increase physical activity, improve sleep quality, and consumption frequency according to balanced nutrition guidelines during the Covid-19 pandemic.Keywords: College Student; Covid-19 Pandemic; Excessive Daytime Sleepiness; Meal Frequency; Physical ActivityPendahuluan: Penerapan Study from Home akibat pandemi Covid-19 memicu perubahan gaya hidup, terutama aktivitas fisik dan frekuensi konsumsi. Peningkatan penggunaan gadget memicu perubahan kualitas tidur yang mengarahkan pada kantuk berlebihan di siang hari. Perubahan konsumsi makan tidak sehat dan tidak adekuat akan berdampak pada ketidakcukupan kebutuhan gizi. Tujuan: Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan Excessive Daytime Sleepiness (EDS) dengan frekuensi makan mahasiswa gizi Universitas Airlangga selama pandemi Covid-19.Metode: Jenis penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional. Sampel penelitian sebesar 145 mahasiswa yang memenuhi kriteria inklusi dan diperoleh secara simple random sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan International Physical Activity Questionnaire, Epworth Sleepiness Scale, dan Food Frequency Questionnaire. Analisis data menggunakan uji korelasi Spearman.Hasil: Mayoritas responden berusia 20 tahun (46,9%), perempuan (93,1%), aktivitas fisik ringan (57,9%), tingkat kekantukan normal (60,0%), sering mengonsumsi makanan pokok (73,8%), lauk-pauk (83,4%), sayuran (64,1%), serta jarang mengonsumsi buah (57,9%), makanan padat energi (67,6%). Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik (p>0,05) dan EDS (p>0,05) dengan frekuensi konsumsi.Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan EDS dengan frekuensi konsumsi mahasiswa gizi selama pandemi Covid-19.Saran: Diperlukan peningkatan aktivitas fisik, perbaikan kualitas tidur, dan frekuensi konsumsi sesuai pedoman gizi seimbang selama pandemi Covid-19. 
Hubungan tangibles, realibility, responsiveness, assurance, dan empathy terhadap kepuasan pasien kemoterapi di Rumah Sakit X di Kabupaten Semarang Susi Purwitasari; Chriswardani Suryawati; Cahya Tri Purnami
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 4 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i4.10132

Abstract

Background: The hospital is a health service institution that provides comprehensive individual health services that provide inpatient, outpatient, and emergency services. Chemotherapy is a cancer therapy using cytostatic drugs that are inserted into the body through the intravenous or oral route with long maintenance therapy and intensive therapy periods. The quality or quality of health services can be seen from several perspectives, namely the perspective of health service providers, the perspective of funders, the perspective of owners of health service facilities, and the perspective of patients. The tangibles aspect in service is a physical aspect that can support existing services at the Hospital and the empathy aspect of service is an assessment of service quality as seen from the empathy of employees in providing services.Purpose: To determine the relationship between the quality of chemotherapy services and patient satisfaction at Ken Saras Ungaran Hospital.Method: Quantitative with cross sectional approach. The population in this study were chemotherapy inpatients at Ken Saras Ungaran Hospital from February to March 2023 with a total of 135 patients being treated. Sampling with purposive sampling technique.Results: The tangibles variable has a positive relationship with value (r = 0.486, p <0.000). Reliability has a positive relationship with value (r = 0.460, p < 0.000). Responsiveness has a positive relationship (r = 0.492, p <0.000). Assurance has a positive relationship with value (r = 0.626, p < 0.000), and empathy has a positive relationship with value (r = 0.548, p < 0.000).Conclusion: There is a significant relationship between tangibles, reliability, responsiveness, assurance, and empathy in patient satisfaction at Ken Saras Ungaran Hospital.Keywords: Hospital; Service Quality; ChemotherapyPendahuluan: Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Kemoterapi adalah terapi kanker dengan menggunakan obat-obatan sitostatik yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui intra vena atau oral dengan terapi pemeliharaan yang cukup panjang dan periode terapi yang Intensif. Kualitas atau mutu layanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa perspektif yaitu perspektif pemberi layanan kesehatan, perspektif penyandang dana, perspektif pemilik sarana layanan kesehatan dan perspektif pasien. Aspek tangibles dalam pelayanan merupakan aspek fisik yang dapat menunjang dalam pelayanan yang ada di Rumah Sakit dan Aspek empathy dalam pelayanan merupakan penilaian kualitas pelayanan yang dilihat dari empati karyawan dalam memberikan pelayanan.Tujuan: Untuk menganalisis hubungan kualitas pelayanan kemoterapi terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit Ken Saras Ungaran.Metode: Kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap kemoterapi di Rumah Sakit Ken Saras Ungaran pada Februari sampai maret 2023 dengan jumlah pasien yang dirawat tercatat 135 pasien. Pengambilan sampel dengan teknik proposive sampling.Hasil: Variabel tangibles memiliki hubungan positif dengan nilai (r = 0.486, p < 0.000). Realibility memiliki hubungan positif dengan nilai (r = 0.460, p < 0.000). Responsiveness memiliki hubungan positif dengan (r = 0.492, p < 0.000). Assurance memiliki hubungan positif dengan nilai (r = 0.626, p < 0.000). Empathy memiliki hubungan positif dengan nilai (r = 0.548, p < 0.000).Simpulan:  Adanya hubungan yang signifikan antara tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy terhadap kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Ken Saras Ungaran.
Pola asuh orang tua dengan keberhasilan toilet training pada anak usia pra sekolah Putri Maysaroh; Andri Yulianto; Yusnita Yusnita
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 3 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i3.9864

Abstract

Background: Parenting is a rule made by parents and applied to their children to form positive children's character and behavior, one of which is parenting for toilet training programs for children. Toilet training is an effort to make children independent and direct children to defecate and urinate in their proper place, namely the toilet, as well as teach children to be disciplined and responsible for themselves. The success of toilet training cannot be separated from the role of parenting, with proper parenting, children will be faster to be independent and succeed in toilet training.Purpose: To determine the relationship between parenting and improving the efficacy of an established toilet training program for pre-school-age childrenMethod: Quantitative with sectional crass design. The research sample was 43 respondents at Tunas Harapan PAUD. Data analysis used the chi-square test, which is a non-parametric comparative statistical test conducted to test the effect of two variables or measure the strength of the relationship between one variable and another.Results: The p-value = 0.012 <0.05 means that in this study there is a significant relationship between parenting style and improving the efficacy of an established toilet training program for pre-school-age children. Democratic parenting has a greater percentage of success in toilet training in preschool children, namely 77.8 percent. This shows that parenting style has an important role in shaping children's independence in implementing toilet training.Conclusion: There is a relationship between parenting parents and the success of toilet training in preschool-aged children in Early Childhood Education Tunas Harapan, Kedatuan Village, Bekri District, Central Lampung Regency.Keywords: Parenting; Toilet Training; Pre-School Children.Pendahuluan: Pola asuh merupakan peraturan yang dibuat oleh orang tua dan diterapkan kepada anaknya untuk membentuk karakter dan perilaku anak yang positif salah satunya pola asuh untuk program toilet training pada anak. Toilet training upaya dalam memandirikan dan mengarahkan anak untuk buang air besar dan kecil pada tempatnya yaitu toilet serta mengajarkan anak untuk disiplin dan bertanggungjawab atas dirinya. Keberhasilan toilet training tidak terlepas dari peran pola asuh orang tua dengan pola asuh yang tepat, anak akan lebih cepat untuk mandiri dan berhasil dalam toilet training.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan keberhasilan toilet training pada anak usia pra sekolah di Paud Tunas Harapan Desa Kedatuan Kecamatan Bekri Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2022.Metode: Kuantitatif  dengan desain crass sectional. Sampel penelitian sebanyak 43 responden di PAUD Tunas Harapan. Analisis data yang digunakan uji chi square yaitu uji statistik komparatif non parametrik yang dilakukan untuk menguji pengaruh dua variabel atau mengukur kekuatan hubungan antara variabel satu dan dengan yang lain.Hasil: Didapatkan nilai p-value = 0.012 < 0.05 artinya penelitian ini ada hubungan yang signifikan pola asuh dengan keberhasilan toilet training pada anak usia pra sekolah di Paud Tunas Harapan. Pola asuh demokratis mempunyai persentase lebih besar berhasilnya terhadap toilet training pada anak usia pra sekolah yaitu 77.8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh orang tua mempunyai peran penting dalam membentuk kemandirian anak dalam menerapkan toilet training. Simpulan: Adanya hubungan pola asuh orang tua dengan keberhasilan toilet training pada anak usia pra sekolah di Paud Tunas Harapan Desa Kedatuan Kecamatan Bekri Kabupaten Lampung Tengah.
Peristiwa kehidupan, aktivitas fisik, dan fungsi kognitif pada lansia di komunitas Made Dian Shanti Kusuma; Sarah Kartika Wulandari; Anak Agung Ayu Yuliati Darmini
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 5 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i5.11960

Abstract

Background: Aging is a natural process that all individuals will face and it cannot be prevented. Someone who enters old age will face a process of change both physically, mentally, socially and spiritually. Decreased cognitive function can occur in older adults as they get older. However, decreased cognitive function can lead to Dementia problems. Adverse life events also can lead older adults have cognitive problems. Yet, being active physically can prevent older adults suffering problem in cognitive function.Purpose: To examine the relationship between adverse life events, physical activity, and cognitive function in older adults dwelling in community.Method: The research design used descriptive analytic with a cross-sectional approach. The total sample in this study was 93 older adults dwelling in community. This survey used questionnaires to measure adverse live events with Geriatric Adverse Live Events Scale (GALES), physical activity with International Physical Activity Questionnaire–Elderly (IPAQ-E), and cognitive function used Cognitive Impairment Test (6 CIT) questionnaire.Results: The results of the Spearmen's rho correlation test were r = -0.294 for the physical activity variable and r = 0.454 for the life events variable with a significant value of p <0.05. This can be interpreted that there is a significant relationship between adverse life events and physical activity with cognitive function in older adults.Conclusion: An older adult who experiences stress is very at risk of experiencing a decrease in cognitive function and this can lead to the emergence of dementia problems. Then the lower the physical activity carried out by older adults can trigger cognitive function problems.Suggestion: It is hoped that families will routinely facilitate elderly people to carry out activities according to their abilities and conditions. Keywords: Adverse Life Events; Cognitive Function; Older Adults; Physical Activity Pendahuluan: Menua adalah proses alami yang akan dihadapi semua individu dan hal ini tidak dapat dicegah. Seseorang yang memasuki usia lanjut akan menghadapi proses perubahan baik pada fisik, jiwa, sosial dan spiritual. Masalah fungsi kognitif dapat terjadi pada lansia seiring dengan bertambahnya usia. Namun, penurunan fungsi kognitif dapat memicu terjadinya masalah Demensia. Peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan juga dapat berpengaruh terhadap masalah kognitif pada lansia. Namun, aktif secara fisik dapat mencegah lansia memiliki masalah fungsi kognitif.  Tujuan: Mengetahui hubungan peristiwa kehidupan, aktivitas fisik, dan fungsi kognitif pada lansia yang tinggal di komunitas.Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik yang menggunakan pendekatan cross-sectional. Total sampel pada penelitian ini berjumlah 93 orang lansia yang tinggal di komunitas. Penelitian ini menggunakan kuesioner Geriatric Adverse Live Events Scale (GALES) untuk menilai peristiwa kehidupan pada lansia, Physical Activity Questionnaire–Elderly (IPAQ-E) untuk menilai aktivitas fisik, dan Cognitive Impairment Test (6 CIT) untuk menilai fungsi kognitif pada lansia.Hasil: Hasil uji korelasi spearmen’s rho adalah sebesar r = -0,294 untuk variable aktivitas fisik dan r = 0,454 untuk variable peristiwa kehidupan dengan nilai significance p <0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan peristiwa kehidupan dengan fungsi kognitif pada lansia.Simpulan: Seorang lansia yang mengalami stress sangat beresiko mengalami penurunan fungsi kognitif dan hal itu dapat mengarah munculnya masalah dementia. Kemudian semakin rendah aktivitas fisik yang dilakukan oleh lansia dapat memicu munculnya masalah fungsi kognitif.Saran: Diharapkan keluarga dengan rutin memfasilitasi lansia untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan dan kondisinya.
Gender dan resiko kecenderungan body dysmorphic disorder pada remaja akhir Endang Mei Yunalia; Idola Perdana Sulistyoning Suharto; Wahyu Sukma Samudera; Nurul Fatehah
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 4 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i4.11099

Abstract

Background: Adolescence is a period of rapid development in the physical and psychological aspects. Negative judgments from other people on the physical aspect and appearance are one of the things that can cause distress for adolescents. Distress that may occur is that adolescents feel dissatisfied with their physical condition or appearance and compare their physical condition with the physical condition of other people to affect functional ability, which is called body dysmorphic disorder.Purpose: To determine the correlation between gender and the risk of body dysmorphic disorder in late adolescents.Method: This research is a correlational analytic study with a cross sectional approach. Respondents in this study were 191 adolescents who were selected using the cluster sampling technique. Data collection used a body dysmorphic disorder tendency questionnaire with a validity and reliability test value of Cronbach's Alpha α = 0.722. The research data were analyzed using the Chi-Square Test.Results: Most of the respondents were women as many as 134 respondents or 70.2% and as many as 63 respondents or 33.0% had a moderate risk of body dysmorphic disorder, and as many as 62 respondents or 32.5% had a high risk of body dysmorphic disorder. The results of the analysis using the Chi-Square Test obtained a value of 0.000 <0.05 so that it can be concluded that H0 is rejected and H1 is accepted.Conclusion: There is a significant correlation between gender and the risk of developing body dysmorphic disorder in late adolescence.Keywords: Body Dysmorphic Disorder; Gender; Late AdolescentsPendahuluan: Masa remaja merupakan masa dimana perkembangan pada aspek fisik dan psikologis berkembang dengan pesat. Penilaian negatif dari orang lain terhadap aspek fisik dan penampilan merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan distress bagi remaja. Salah satu bentuk distress yang mungkin terjadi yaitu remaja merasa tidak puas dengan kondisi fisik ataupun penampilannya dan membandingkan keadaan fisiknya dengan keadaan fisik orang lain hingga mempengaruhi kemampuan fungsional atau yang disebut dengan body dysmorphic disorder.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan resiko kecenderungan body dysmorphic disorder pada remaja akhir.Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 191 responden yang dipilih menggunakan teknik cluster sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner kecenderungan body dysmorphic disorder yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan nilai Alpha Cronbach’s α = 0.722. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Uji Chi-Square.Hasil: Sebagian besar responden adalah perempuan sebanyak 134 responden atau 70.2% dan sebanyak 63 responden atau 33.0% memiliki resiko kecenderungan body dysmorphic disorder kategori sedang, dan sebanyak 62 responden atau 32.5% memiliki resiko kecenderungan body dysmorphic disorder kategori tinggi. Hasil analisis dengan Uji Chi-Square didapatkan nilai 0,000<0,05 sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima.Simpulan: Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan resiko kecenderungan body dysmorphic disorder pada remaja akhir.