Articles
126 Documents
TEORI SYIRKAH DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA BAGI ISTRI YANG BERKARIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM SERTA PRAKTEKNYA DI PENGADILAN AGAMA
Mamat Ruhimat
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 11, No 1 (2017): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (839.666 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v11i1.4853
AbstrakHukum Islam tidak mengenal aturan percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan. Aturan percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan muncul dalam hukum Positif di Indonesia melalui Pasal 35, 36 dan 37 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Adapun Kepemilikan bersama dalam hukum Islam diatur dalam Hukum Syirkah. Pembagian harta bersama dalam perkawinan memunculkan persoalan perihal jumlah prosentase pembagian dari harta bersama. Hal ini dapat dilihat dari putusan Mahkamah Agung tentang pembagian harta bersama terhadap suami yang tidak memberi nafkah terhadap anak dan istri berdasarkan putusan Nomor 266K/AG/2010. Berdasarkan putusan tersebut, penggugat (istri) berhak mendapat tiga perempat dan tergugat (suami) berhak memiliki seperempat bagian dari harta bersama. Harta bersama dalam hukum Islam merujuk pada teori syirkah dengan tujuan memelihara kemaslahatan dan dalam hukum positif merujuk kepada KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal Pasal 35-37 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 85-97.Kata Kunci: Syirkah, Harta Bersama, Pengadilan Agama
PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN PASCA KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN
Muhamad Kholid
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 10, No 1 (2016): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (296.938 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v10i1.5148
AbstrakOtoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan termasuk memfasilitasi mediasi pada lembaga keuangan perbankan dan non perbankan. Sebelumnya BI merupakan lembaga yang menjadi fasilitator untuk penyelesaian sengketa-sengketa perbankan yang tidak selesai pada tahapan Unit Pengaduan Internal Bank sebagaimana diamanatkan PBI Nomor: 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan PBI Nomor: 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan tetapi semenjak lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang isinya memberikan kewenangan untuk menjadi regulator dan supervisor pada lembaga keuangan perbankan dan non perbankan di Indonesia agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Tulisan ini akan memberikan deskripsi tentang penyelesaian sengketa perbankan melalui Otoritas Jasa Keuangan pasca keluarnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.
PERDAMAIAN DALAM MENYELESAIKAN KEWARISAN
Siah Khosyi’ah
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 10, No 1 (2016): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (362.561 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v10i1.5143
AbstrakHukum kewarisan Islam telah banyak ditinggalkan oleh masyarakat Islam Indonesia baik langsung atau tidak langsung. Fenomena tersebut menggambarkan bahwa sudah terjadi pembiasan terhadap rasa keadilan dalam menyelesaikan waris sesuai dengan hukum kewarisan Islam. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an mengenai ayat-ayat kewarisan memerlukan pemahaman secara jelas sesuai dengan kondisi dan rasa keadilan dengan tetap memperhatikan tujuan disyari'atkannya hukum Islam. Perdamaian dalam pembagian waris merupakan solusi terhadap persoalan yang dinilai dekat dengan rasa keadilan, sebab nilai-nilai yang terdapat dalam perdamaian mengandung unsur kerelaan antar pihak-pihak dalam keluarga untuk menyelesaikan warisan disebabkan sesuai dengan kondisi riil ketika melakukan proses pembagian warisan.
PELAKSANAAN KEKEBALAN DIPLOMATIK DALAM KONVENSI WINA 1961 PERSPEKTIF SIYASAH DAULIYAH
A. Ratna Wulan
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 11, No 2 (2017): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (995.732 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v11i2.4859
AbstrakTulisan ini menjelaskan pelaksanaan kekebalan diplomatik dalam Konvensi Wina 1961 dan perspektif siyasah dauliyah terhadap pelaksanaan kekebalan tersebut. Lahirnya Konvensi Wina 1961 berawal dari duta Rusia yang ditangkap dengan tuduhan penipuan di negara Inggris. Hal ini menyebabkan pertikaian di antara dua negara tersebut. Inggris kemudian mengajukan RUU bahwa diplomat dibebaskan dari yurisdiksi perdata dan pidana. Dokumen tersebut menjadi dasar kekebalan dan keistimewaan diplomatik masa kini. Seorang diplomat yang akan melaksanakan tugas harus mendapat jaminan keamanan dan persetujuan dari negara penerima, ia akan mendapatkan sebuah paspor hitam dan menikmati kemudahan perlakuan dan kekebalan di negara penerima yang diatur dalam Konvensi Wina 1961. Dalam siyasah dauliyah seorang diplomat yang diutus ke wilayah Islam berhak mendapat status aman yakni dilindungi harta dan darahnya berdasarkan perjanjian keamanan (akad aman) oleh penguasa Islam selama ia bertugas.
STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH DI PROVINSI JAWA BARAT
Misno Misno
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 10, No 2 (2016): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (671.664 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v10i2.5154
AbstrakWisata Syariah adalah istilah yang digunakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia untuk program wisata yang berbasis pada nilai-nilai Syariah Islam. Jawa Barat sebagai salah satu destinasi wisata syariah yang memiliki potensi objek wisata yang bisa dikembangkan sesuai nilai-nilai syariah Islam, yaitu Kampung Dukuh dan Kampung Naga. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi potensi wisata syariah di Kampung Dukuh dan Kampung Naga, menganalisis lingkungan internal dan eksternal dan menentukan strategi pengembangan kedua kampung adat sebagai daya tarik wisata syariah. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode observasi partisipatif, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan kekuatan wisata syariah di Kampung Dukuh dan Kampung Naga meliputi nilai dan ritual keagamaan masyarakat, objek wisata ziarah, arsitektur unik, keindahan alam pegunungan, akses jalan bagus (Kampung Naga). Sedangkan kelemahan Kampung Dukuh dan Kampung Naga meliputi kurang ketersediaan transportasi (Kampung Dukuh), kurangnya sarana pariwisata, kurang tersedianya lahan parkir (Kampung Dukuh), minimnya fasilitas toilet, belum maksimalnya promosi, belum tersedianya Tourist Information Center (Kampung Dukuh). Berdasarkan analisis kekuatan dan kelemahan dirumuskan empat strategi pengembangan yang bisa diterapkan, yaitu strategi pengembangan produk, strategi pengembangan promosi, strategi pariwisata berkelanjutan dan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) berbasis nilai-nilai Syariat Islam.
WASIAT WAJIBAH UNTUK ANAK ANGKAT DALAM KHI DAN FIKIH
Misno Misno
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 11, No 1 (2017): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1056.357 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v11i1.4854
AbstrakIslam sebagai aturan hidup yang paripurna memiliki seperangkat aturan yang komprehensif mencakup berbagai sendi kehidupan manusia. Salah satu aturan dalam Islam adalah mengenai pengambilan seorang anak sebagai anak angkat. Islam mengatur bagaimana hubungan antara anak angkat dan orang tua angkatnya. Anak angkat tidak boleh dinasabkan kepada orang tua angkatnya dan di antara mereka tidak saling mewarisi. Permasalahan akan muncul ketika seorang mengambil seorang anak sebagai anak angkat, namun tiba-tiba orang tua tersebut meninggal dunia. Sementara anak angkatnya masih kecil dan belum mampu untuk mencari nafkah sendiri. Apakah anak tersebut tetap tidak bisa mendapatkan bagian harta warisan orang tua angkatnya? Bagaimana persepsi Imam Madzhab mengenai hal ini?Kesimpulan dalam penelitian adalah bahwa Imam Madzhab membahas mengenai wasiat dalam makna umum, mereka belum membahas secara spesifik mengenai Wasiat wajibah. Namun statement mereka mengenai wasiat dapat menjadi dasar hukum bagi kebolehan Wasiat wajibah bagi anak angkat. Alasannya adalah adanya kemashalahatan bagi anak angkat karena tidak ada yang menanggung beban hidupnya. Jika dia tidak bisa mendapatkan bagian dari harta yang ditinggalkan orang tua angkatnya, tentu akan memunculkan kemudharatan baginya.Kata Kunci: Wasiat Wajibah, KHI, Anak Angkat
INVESTASI BAGI HASIL DALAM EKONOMI MIKRO ISLAM
Jahidin, Jahidin
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 10, No 1 (2016): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (492.317 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v10i1.5149
AbstrakKeadilan dan kemaslahatan merupakan dasar dan tujuan dalam sistem ekonomi Islam. Sehingga ekonomi Islam mengajarkan, bahwa dalam menjalin kerja sama dalam kegiatan perekonomian tidak terjadi suatu kesenjangan, seperti halnya tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Oleh karena itu, berkenaan dengan kerja sama dalam kegiatan perekonomian, sistem ekonomi Islam tidak seperti sistem ekonomi konvensional. Hal ini terlihat pada salah satu bentuk kerjasama pemberian modal usaha, di mana sistem ekonomi konvensional menggunakan sistem bunga untuk mendapatkan keuntungan dalam kerja sama tersebut, berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang menggunakan sistem bagi hasil untuk mendapatkan keuntungan, sehingga keuntungan yang didapat merupakan keuntungan bersama dan dibagi sesuai denga kesepakatan bersama. Adapun model atau macam-macam investsi bagi hasil dalam ekonomi mikro Islam sangat banyak. Namun secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syari'ah dapat dilakukan dalam empat akad utama yakni al-musyârakah, al-mudlârabah, al-muzâra‘ah, dan al-musâqah. Sungguhpun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyârakah dan al-mudlârabah.
METODE ISTINBATH HUKUM IBNU KATSÎR DALAM KITAB TAFSÎR AL-QUR’ÂN AL-AZHÎM
Bisri, Hasan
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 11, No 1 (2017): ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15575/adliya.v11i1.4849
AbstrakIbnu Katsîr di kalangan para pengkaji tafsir dan ilmu-ilmu al-Quran bukan tokoh yang asing, karena kitab tafsirnya yang bercorak bi al-ma’tsûr dipergunakan sebagai salah satu kitab induk dalam studi al-Quran dan menjadi referensi utama dalam penafsiran hukum al-Quran. Karena itulah, tafsir Ibnu Katsîr yang muncul pada abad ke tujuh hijriyah dan bermazhab Syâfi‘î sudah bergitu akrab di dunia pesantren di Indonesia, dan dijadikan rujukan penting dalam pembahasan masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan (masâ’il al-diniyyah wa al-ijtimâ’iyyah). Kendatipun demikian, Tafsir Ibnu Katsîr tersebut dalam kupasan hukum-hukumnya, tidak selamanya selaras dengan mazhab Syâfi‘î, tergantung argumentasi yang dibangunnya, sehingga terkadang selaras dengan pemikiran Imam al-Syâfi‘î, atau sebaliknya. Metode istinbath hukum yang digunakan oleh Ibnu Katsîr lebih banyak menggunakan tarjîh sehingga terkesan moderat dan tidak ta’asub mazhab. Kata Kunci: Tafsîr bi al-ma’tsûr, Istinbâth al-Ahkâm, Tarjîh
PENERAPAN DAN PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DALAM TATA HUKUM TURKI
Jaenudin Jaenudin
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 10, No 1 (2016): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (320.188 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v10i1.5144
AbstrakTurki adalah sebuah negara modern yang bertransformasi Daulah Utsmaniyah. Sebagai sebuah negara modern, Turki dalam penerapan hukum tidak bisa lepas dari sistem Islam, akan tetapi juga telah banyak berubah sejak mulai diterapkannya sistem sekular. Sistem sekular diterapkan di Turki seiring dengan dihapuskannya sistem khilafah tahun 1924. Sejak itu Turki berubah menjadi negara modern dengan tampilan sekular. Akan tetapi hukum Islam di Turki tidak dapat dilepaskan seiring dengan perjalanan panjang Daulah Utsamniyah yang di antaranya adalah lahirnya majalah ahkam adliyah sebagai salah satu produk hukum Turki Utsmani.
PEMBERIAN HADIAH VOUCHER PADA PROGRAM TABUNGAN MUDHARABAH DI BANK OCBC NISP SYARIAH CIBEUNYING
Halimah Tusadiah
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 11, No 2 (2017): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (681.93 KB)
|
DOI: 10.15575/adliya.v11i2.4861
AbstrakBank OCBC NISP Syariah dalam rangka merayakan hari ulang tahun (HUT) Ke-7, membuka program tabungan mudharabah IB WOW. Bank memberikan hadiah kepada nasabah yang menabung Rp. 1.000.000,- berhadiah Rp. 2.000.000,-. Bank menawarkan tabungan berhadiah voucher belanja elektronik senilai Rp. 2.000.000,- setelah menyetor dana tabungan senilai Rp. 1.000.000,-. Nilai benefit lebih besar dua kali lipat dari jumlah dana yang disimpan. Pemberian hadiah voucher yang dilakukan Bank OCBC NISP syariah ini masih menyisakan masalah. Pemberian hadiah voucher ini apakah termasuk ke dalam kategori hadiah? karena hadiah biasanya berupa barang atau benda yang berwujud dan dapat diserahterimakan, akan tetapi hadiah ini berupa voucher. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti akan menganalisis kesesuaian pemberian hadiah voucher yang dilakukan oleh Bank OCBC NISP syariah dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 100/DSN-MUI/XII/2015 tentang pedoman transaksi voucher multi manfaat syariah. Di dalam faktwa tersebut dijelaskan, bahwa voucher multi manfaat syariah merupakan voucher komersial yang ditawarkan kepada konsumen memberikan manfaat berupa diskon atas produk halal untuk kebutuhan sehari-hari, di mana diskon ini adalah pengurangan harga jual suatu produk atas kerjasama penerbit voucher dengan pihak lain. Ketentuan hukumnya pun tidak mengharamkan, melainkan membolehkan pemberian hadiah voucher dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang ada pada fatwa tersebut.