cover
Contact Name
Rahmatul Akbar
Contact Email
rahmatulakbar41090@gmail.com
Phone
+6285358268840
Journal Mail Official
-
Editorial Address
A Building, the Family Law Study Program, Shariah and Law Faculty, Ar-raniry State Islamic University Banda Aceh 23111
Location
Kota banda aceh,
Aceh
INDONESIA
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
ISSN : 26208075     EISSN : 26208083     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal El-Usrah merupakan jurnal ilmiah berbasis Open Journal System (OJS) yang dibina oleh Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syari`ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh. Jurnal El-Usrah ini adalah sarana bagi peneliti dan akademisi yang bergelut di bidang hukum keluarga Islam untuk dapat mengembangkan keilmuan dalam rangka mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Jurnal El-Usrah diterbitkan dua kali periode dalam setahun, yaitu periode Januari-Juni dan periode Juli-Desember.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga" : 16 Documents clear
Maslahah dalam Putusan Hakim Mahkamah Syar`iyah di Aceh tentang Perkara Harta Bersama Zaiyad Zubaidi
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.10080

Abstract

Harta bersama merupakan harta yang diperoleh suami isteri selama dalam ikatan perkawinan. Keberadaannya dalam institusi keluarga merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berumah tangga. Dalam rumah tangga yang harmonis, tidak ada persoalan berkaitan dengan harta bersama, namun ketika terjadinya keretakan rumah tangga, barulah muncul persoalan berkaitan dengan harta bersama. Dalam hal terjadinya persoalan, maka perkaranya dapat diselesaikan melalui proses ligitasi pada Mahkamah Syar`iyah. Persoalannya, dari 412 putusan hakim Mahkamah Syar`iyah di Aceh tentang harta bersama, semua putusannya didominasi dasar pertimbangan hakim pada ketentuan perundang-undangan tertulis yaitu Pasal 97 KHI, hampir tidak ditemukan putusan yang contra legem, padahal dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengamanahkan bahwa hakim wajib menggali dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Atas dasar itulah, artikel ini mengupas bagaimana pemenuhan aspek maslahah dalam putusan hakim tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif dan pertimbangan maslahah. Hasil penelitian bahwa untuk memenuhi aspek maslahah dalam putusan hakim Mahkamah Syar`iyah di Aceh, langkah yang dapat dilakukan oleh hakim adalah mempertimbangkan kembali adat masyarakat dalam pembagian harta bersama. Mengidentifikasi kandungan aspek maslahah secara sungguh-sungguh dalam setiap putusan. Menerapkan aspek maslahah secara konsisten dalam setiap pengambilan keputusan hukum dalam menyelesaikan perkara harta bersama, serta perlu keberanian hakim berijtihad dalam menyelesaikan perkara harta bersama.
Penggunaan Manusia Sebagai Relawan dalam Ujicoba Obat Baru: Kajian Alquran, Hadis dan Kaedah Fiqih Mutiara Fahmi
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.9004

Abstract

Selama masa pandemi, penemuan vaksin dan obat menjadi sesuatu yang sangat dinantikan semua pihak. Selain persoalan kehalalan materi obat, pengujian obat menggunakan manusia sebagai media uji juga sering menjadi tanda tanya bagi sebagian orang khususnya umat Islam. Mengingat untuk memperoleh obat yang efektif dan aman, harus dilakukan melalui serangkaian ujicoba praklinik dan klinik yang memerlukan waktu yang panjang serta melibatkan sumber daya manusia yang handal dan manusia sebagai objek ujicoba. Oleh karena semua perbuatan seorang mukallaf terkait dengan hukum taklifi, maka perlu dikaji lebih lanjut: Bagaimana pandangan Islam mengenai penggunaan manusia sebagai relawan dalam pengujian obat baru? Kajian ini mencoba menjawab secara singkat pertanyaan tersebut dari perspekstif pemahaman alquran, hadis dan kaedah fiqhiyah
Perlindungan Dan Kemanfaatan Hukum Terhadap Putusan Itsbat Nikah Di Mahkamah Syar’iyyah Bireun (Analisis Putusan Perkara No. 82/Pdt.P/2019/Ms-Br) Nadhilah Filzah
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.9368

Abstract

Pencatatan nikah bersifat mutlak dimiliki oleh pasangan dan menjadi syarat administratif. Pemerintah memberikan alternatif untuk perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA yaitu melakukan istbat nikah. Menggunakan pendekatan yuridis normatif, menyimpulkan masih ada masyarakat yang menikah dan tidak dicatatkan dengan berbagai alasan. Penulis membahas mengenai dua permasalahan. Pertama,  terkait perlindungan hukum serta kemanfaatan hukum yang didapatkan dengan melakukan istbat nikah, Kedua, menganalisis Terhadap Putusan Itsbat Nikah di Mahkamah Syar’iyyah Bireun dengan Putusan Perkara No. 82/Pdt.P/2019/MS-BR. Hasil kajian ditemukan bahwa hal yang cacat dimata hukum, maka adanya istbat perlindungan hukum  dan kemanfaatan segala hak masyarakat sebagai bagian dari warga negara wajib untuk dilindungi dalam segala permasalahan keperdataan. Dari analisis yang diuraikan, maka, ada beberapa faktor yang menyebabkan perkawinan tidak dicatatkan salah satunya adalah kurangnya pengetahuan sebagian golongan masyarakat, membayar biaya nikah atau akses tempat yang tidak dapat dijangkau dan faktor lain  tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Islam dan  positif. 
‘Iddah Wanita Hamil Karena Zina Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Rizqa Febry Ayu
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.10097

Abstract

'Iddah is a common problem, but when faced with special conditions such as women who commit adultery, it becomes a complicated problem and differences of opinion arise among scholars. The scholars differ in their opinion in determining whether or not there is an 'iddah for pregnant women due to adultery. The author discusses three problems. First, how are the provisions of Islamic law to determine the 'iddah for adulterers, Second, how according to the provisions of positive law to determine the 'iddah for adulterers, Third, the arguments and methods used in fiqh to determine the 'iddah for adulterers. This research was conducted with a qualitative approach, with the type of literature research (library research). The results of the study found that the provisions of Islamic law on 'iddah for pregnant women due to adultery are that there are two opinions according to the scholars that the Shafi'i and Hanafi schools do not require 'iddah, and are allowed to marry the woman, because interfering in the form of adultery does not cause nasab relations. then it is not forbidden to marry this woman. The Maliki and Hanbali schools oblige the woman to perform her iddah, if she is pregnant then her iddah is until she gives birth, and if there is no visible pregnancy, her iddah is three times holy. Second, the positive legal provisions on 'iddah for pregnant women because of adultery also do not explain specifically about 'iddah for pregnant women due to adultery. Both in Law Number 1 of 1974 and in Government Regulation Number 9 of 1975. Third, the arguments and methods used in fiqh to determine the 'iddah for pregnant women due to adultery are according to the Shafi'i school using the provisions of QS.An -Nisa verse 24 and the hadith of the Prophet from Aisha, ra. According to the Hanafi school, it is based on the hadith of the Prophet. According to the Maliki school of thought, it comes from the words of Ibn Mas'ud, and according to the Hanbali school it comes from the QS. An-Nur verse 3.
Keamanan Individu (Personal Security) dan Qanun Hukum Keluarga: Tinjauan Konsep Keamanan Manusia (Human Security) Mumtazinur Mumtazinur; Yenny Sri Wahyuni
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.8504

Abstract

Wacana qanun hukum keluarga di Aceh yang muncul pada pertengahan tahun 2019 sedikit banyak wacana formalisasi qanun ini menyita perhatian masyarakat baik lokal maupun nasional. Kehadiran qanun hukum keluarga ini juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat dengan argumentasi masing-masing. Tulisan ini mencoba menelaah perihal formalisasi qanun hukum keluarga dari perspektif keamanan manusia (human security) yang berfokus pada keamanan individu (Personal Security). Latar belakang  yang melandasi pembentukan qanun hukum keluarga ini adalah dalam rangka upaya untuk membentuk Qanun Aceh tentang Hukum Keluarga (Ahwal  Al-Syakhshiyah) yang mampu mengatur, membina, menjamin hak-hak dan menyelesaikan berbagai persoalan keluarga secara komprehensif di tengah-tengah masyarakat Aceh. Perspektif keamanan manusia (human security) melihat regulasi ini sebagai bagian dari upaya mewujudkan keamanan personal (personal security) ditingkat lokal yang sejalan dengan agenda utama keamanan manusia. Lebih lanjut sinergitas ini sesuai dengan kerangka kerja HS yaitu adanya tindakan terintegrasi di antara jaringan pemangku kepentingan (From coordination to integration, Mensinergikan berbagai aktor penting seperti pemerintah, masyarakat sipil, komunitas lokal, dan lain sebagainya (Promoting multi-stakeholder partnerships), Menemukan akar penyebab (Localisation and „leaving no one behind‟), dan tindakan pencegahan serta memperkuat ketahanan (Prevention and resilience).
Persepsi Masyarakat Kecamatan Terangun Kab. Gayo Lues Terhadap Tanggung Jawab Nafkah Bagi Pasangan Pisah Rumah Ali Abubakar; Rispalman Rispalman; Nurbaiti Baiti
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.8565

Abstract

Nafkah merupakan salah satu bagian pondasi tegaknya hubungan rumah tangga yang baik. Kewajiban nafkah ini dibebankan kepada suami terhadap isteri. Suami dalam keadaan bagaimanapun wajib memenuhi hak nafkah isterinya. Kewajiban nafkah tersebut akan putus ketika hubungan keduanya benar-benar putus. Dalam beberapa kasus, ditemukan suami yang tidak menunaikan kewajibannya terhadap isteri karena pisah rumah, hal ini seperti terjadi di Kecamatan Terangun Kab Gayo Lues. Untuk itu, yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap tanggung jawab nafkah pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues, dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tanggung jawab nafkah pasangan pisah rumah pada masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, adapun jenis penelitian ini adalah analisis-deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap tanggung jawab nafkah bagi pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun ialah suami masih tetap bertanggung jawab atas nafkah isteri. Sejauh pernikahan mereka belum putus, sejauh itu pula suami wajib di dalam memenuhi nafkah isteri. Kasus pasangan pisah rumah di Kecamatan terangun Kabupaten Gayo Lues dipengaruhi oleh faktor suami berpoligami, tidak mendapatkan restu dari istri, suami melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keuangan atau faktor ekonomi keluarga, nikah muda, atau selingkuh, pertengkaran dan suami kasar, poligami, dan juga pasangan muda. Kasus-kasus pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues menunjukkan bukan karena kesalahan isteri, namun kesalahan suami. Kondisi tersebut tidak merubah kedudukan suami sebagai pihak yang masih bertanggung jawab penuh terhadap nafkah isterinya. Oleh sebab itu, suami yang tidak menunaikan tanggung jawab nafkah sebagaimana terjadi di dalam masyarakat Kecamatan Terangun cenderung tidak sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hukum Islam.
Hukum Talak dalam Kondisi Mabuk Perspektif Ibn Rusyd Mursyid Djawas Djawas; Azka Amalia Jihad; Kemala Dewi
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.8567

Abstract

Para ulama masih berbeda pendapat terkait talak orang yang sedang mabuk. Ada ulama yang menyatakan talak orang yang sedang mabuk tidak jatuh. Namunn ada juga ulama yang berpandangan talak orang mabuk dibolehkan. Salah satu tokoh ulama yang pendapat dibolehkan yaitu Ibn Rusyd yang berpandangan bahwa talak orang mabuk dibolehkan, talaknya dipandang jatuh. Perbedaan pandangan tersebut yang kemudian menarik untuk dikaji perspektif Ibn Rusyd tentang hukum talak kondisi mabuk, dalil dan metode istinbāṭ hukum Ibn Rusyd dalam menetapkan hukum talak saat kondisi mabuk, serta relevansi pendapat Ibn Rusyd terkait hukum talak dalam keadaan mabuk dalam konteks kekinian. Pendekatan kualitatif digunakan dalam kajian untuk mendapatkan pandangan Ibn Rusyd terkait hal tersebut. Menurut Ibn Rusyd, talak dalam kondisi mabuk dibagi ke dalam dua kriteria. Pertama, talak dalam kondisi mabuk yang mabuknya tidak disengaja, maka talaknya tidak sah dan tidak jatuh. Kedua, talak dalam kondisi mabuk yang mabuknya disengaja, maka talak suami jatuh. Orang mabuk berbeda dengan orang gila. Orang mabuk merusak akal sehatnya dengan keinginannya sendiri, sedangkan orang gila tidaklah seperti itu, hal itulah yang menyebakan talak orang mabuk tetap jatuh, hal itu merupakan bentuk pemberatan baginya. Dalil yang digunakan Ibn Rusyd mengacu pada surat al-Baqarah ayat 229, riwayat Malik dari Sa’id bin Musayyab dan Sulaiman bin Yasar, serta atsar sahabat, yaitu Umar Bin Khatthab. Adapun metode istinbath hukum yang digunakan Ibn Rusyd ialah metode bayani dan ta’lili. Dalam konteks kekinian, talak kondisi mabuk mungkin sekali ada dan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, talak suami dalam kondisi mabuk dan dilakukan di luar peradilan secara hukum tidak memiliki kekuatan hukum, kecuali suami mengajukan permohonan talak ke Mahkamah Syar’iyah atau Pengadilan Agama di tempat domisilinya. Untuk itu, pandangan Ibn Rusyd tentang jatuhnya talak dalam kondisi mabuk yang disengaja tidak relevan dengan konteks saat ini, sebab talak hanya diakui di depan pengadilan.
Kedudukan Ahli Waris Sebagai Penerima Hibah Berdasarkan Putusan Mahkamah Syar’iyah Tapaktuan Nomor 18/Pdt.G/2018/MS.Ttn Mohd Kalam; Gamal Akhyar; Annisa Purnama Edward
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.8554

Abstract

Artikel ini dilatarbelakangi oleh adanya keberadaan ahli waris yang menerima hibah dari bibi semasa hidupnya, sehingga pada saat pembagian warisan ahli waris lainnya mengganggap penerima hibah tidak berhak mendapatkan warisan lagi. Aturan perundang-undangan Pasal 211 KHI yang menyatakan hibah dari orangtua kepada anak dapat diperhitungkan sebagai warisan. Namun dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Tapaktuan Nomor 18/Pdt.G/2018/MS.Ttn, majelis hakim telah memutus perkara bahwa ahli waris penerima hibah berhak mendapatkan warisan lagi. Subtansi kajian ini tentang kedudukan penerima hibah sebagai ahli waris dalam mendapatkan harta warisan ditinjau dari perspektif hukum Islam serta pertimbangan hukum hakim pada putusan Nomor 18/Pdt.G/2018/MS.Ttn. Metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif digunakan dalam kajian ini serta mengumpulkan data melalui penelitian field research (penelitin lapangan) dan library research (penelitian kepustakan). Dari hasil kajian bahwa si penerima hibah pada putusan Nomor 18/Pdt.G/2018/MS.Ttn tidak terhalang untuk mendapatkan warisan. Ddalam pembagian warisan, perlu diperhatikan apakah ahli waris penerima hibah berhak mendapat warisan lagi atau tidak perlu mendapatkan warisan lagi karena hibah nya sudah cukup sebagai harta peninggalan. Ahli waris yang menerima hibah pada putusan Nomor 18/Pdt.G/2018/MS.Ttn berhak untuk memperoleh warisan, hal tersebut dikarenakan hibah yang sudah didapatkannya tidak sesuai dan masih kurang dari bagian warisan yang seharusnya dia terima sebagai ahli waris, sehingga setelah menerima hibah dia juga berhak untuk menerima warisan.
Perkembangan Hukum Islam Di Indonesia: Konsep Fiqih Sosial dan Implementasinya dalam Hukum Keluarga Andi Darna
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.8780

Abstract

Artikel ini mengkaji tentang perkembangan hukum Islam di Indonesia yang difokuskan pada gagasan fiqih sosial yang teraplikasi dalam hukum keluarga. Fiqih sosial adalah hasil dari upaya menggali kembali hukum Islam melalui pengkajian pada sumber-sumbernya untuk diaplikasikan dalam realitas sosial. Kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan hukum Islam, sedangkan datanya diperoleh dari literatur yang dianalisis secara deskrpsiptif analitis. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa fiqih sosial erat kaitannya dengan kemaslahatan manusia dalam bingkai maqashih al-syar’iyah. Fiqih sosial dapat dilihat aplikasinya dalam hukum keluarga misalnya; masalah kependudukan dan Keluarga Berencana yang memiliki hubungan dengan konsep pernikahan, batasan usia penikahan yang perlu pertimbangan kesiapan fisik, psikologis di samping aturan hukum Islam dan aturan perundang-udangan; dan hadhanah anak atau pengasuhan serta pemeliharaan anak menjadi aspek penting dalam ajaran Islam. Terkait dengan peluang untuk menerapkan fiqih sosial cukup terbuka lebar sebagai upaya menjawab problematika hukum Islam di Indonesia mencerminkan respon realitas sosial yang dapat dilihat dari fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga atau organisasi keagamaan. Sedangkan tantangannya adalah dari sebagaian ulama tradisional yang masih melihat fiqih sebagai dogma serta kendala konfigurasi politik hukum.
Peran Pranata Keuangan dalam Eksekusi Nafkah Anak Perceraian Pegawai Negeri Sipil Faisal Fauzan Mustafa
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.9959

Abstract

Abstrak Bagian Hubungan Masyarakat Badan Kepegawaian Negara menjelaskan melalui media bahwa pembagian gaji pegawai negeri sipil kepada anak dan istri pasca perceraian biasanya hanya terjadi saat awal perceraian saja tapi setelahnya ada yang tidak berlanjut. Seperti kasus yang terjadi pada Pengadilan Agama Kuta Cane Aceh Tenggara dengan putusan Nomor 0034/Pdt.G/2014/MS.KC telah memutus perkara nafkah anak yang hasil putusan tersebut tidak dijalankan sepenuhnya oleh pihak laki-laki (bekas suami yang PNS). Sebagaimana diketahui juga bahwa pembayaran gaji pegawai negeri sipil dilakukan dengan cara langsung ke rekening pegawai negeri oleh bendahara. Tujuan dari penelitian ilmiah ini adalah untuk mengetahui peran dan tugas pegawai pranata keuangan dalam menghadapi putusan pengadilan agama khususnya perintah eksekusi nafkah anak pegawai Negeri Sipil yang telah bercerai. Penelitian ini berbasiskan pada library research dengan teknik menggali sumber-sumber referensi yang menjelaskan konsep, aturan atau dasar hukum tugas bendahara dan jabatan pranata keuangan. Kesimpulan penelitian ini, dengan mempertimbangkan mekanisme pembayaran gaji pegawai negeri sipil, bahwa peran pranata keuangan dilakukan dengan landasan Permenpan Nomor 54 Tahun 2018 menyebutkan bahwa tugas dan wewenang lainnya dari pranata keuangan adalah memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada Negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada Negara. Pada pasal yang sama, bendahara pengeluaran juga mempunyai tugas dan wewenang untuk melaksanakan pemotongan/pemungutan dari pembayaran yang dilakukannya atas kewajiban kepada Negara.  

Page 1 of 2 | Total Record : 16