cover
Contact Name
muhammad roni
Contact Email
muhammad_roni@iainlangsa.ac.id
Phone
+6281287773708
Journal Mail Official
jurnal.politica@iainlangsa.ac.id
Editorial Address
Jalan Meurandeh, Meurandeh, Langsa Lama, Kota Langsa, Aceh 24354
Location
Kota langsa,
Aceh
INDONESIA
POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
ISSN : 24772844     EISSN : 26155745     DOI : https://doi.org/10.32505/politica.
Islamic Legal, Constitution in Islam, Comparative Constitution, Islamic Political Thoughts, Fiqh Siyasah.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 57 Documents
PERSPEKTIF FETHULLAH GÜLEN TENTANG DIALOG DAN TOLERANSI SEBAGAI RESOLUSI KONFLIK Ozi Setiadi
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 4 No II (2017): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v4iII.362

Abstract

Konflik menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari bila tidak ada kesepahaman dan saling pengertian terhadap sebuah permasalahan. Ini kemudian memunculkan berbagai teori yang dicetuskn oleh para cendekiawan berkaitan dengan upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat guna menyelesaikan konflik tersebut. Tulisan ini menjelaskan tentang bagaimana perspektif Fethullah Gulen sebagai sosok yang cinta damai dalam mengembangkan dialog dan toleransi sebagai resolusi konflik. Gulen berpendapat bahwa dialog dan toleransi bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Dialog menjadi media yang menjembatani kerjasama peradaban, persaudaraan dan saling kesepahaman antara satu dengan lainnya, serta menghargai atas nilai-nilai yang diyakini bersama. Dialog menjadi sebuah bentuk yang menunjukkan kemoderatan yang tidak eksklusif dan terbuka terhadap pendapat berbagai kalangan. Sedangkan toleransi menjadi media yang sangat penting, bila sebuah dialog tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepahaman, maka toleransi adalah jalan yang terbaik. Ini disebabkan toleransi menjadi sebuah cara untuk menahan diri dari terjadinya sebuah konflik. Dialog dan toleransi, meski kehadirannya sangat penting guna menciptakan perdamaian, namun hal ini juga memiliki hambatan khususnya bagi umat Muslim. Hambatan tersebut menurut Gṻlen diantaranya adalah ketidakpahaman umat Muslim itu sendiri dengan Islam saat ini, selain ingatan kolektif historis umat non Muslim, Kristen, tentang tragedi berdarah yang menimpa mereka atas perlakuan umat Muslim.
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM (Studi Analisis Pemikiran Ibnu Taimiyah Mengenai Hakikat Negara) Muhammad Bin Abubakar dkk
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 4 No II (2017): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v4iII.363

Abstract

Pemikiran politik islam merupakan hasil ijtihad dari para ulama untuk mengatur dan mengelola hukum dalam pemerintahan di masanya. Sama seperti dalam penelitian ini penulis meneliti bagai mana Ibnu Taimiyah sebagai salah satu tokoh islam yang memperbaharui pola pikir islam terdahulu dalam melihat tata kelola Negara dan pemerintahan. Peneliti ingin melihat bagaimana hakikat negara yang ideal menurut beliau dengan membandingkan beberapa sumber baik itu dari dunia islam dan dunia barat. Hakikat negara menurut Ibnu Taimiyah merupakan suatu organisasi, yang kerja sama masyarakat untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Negara Islam terdapat dua macam kekuasaan yaitu: kekuasaan para Ulama yang disebut dengan syaikkul Ad-Diin, dan kekuasaan para Raja atau kepada Negara. Dan hakikatnya kepala negara yang menjalankan syariat islam yang kaffah itulah negara yang ideal sesungguhnya dalam pemikiran Ibnu Taimiyah.
KONSEP ASHABIYYAH IBNU KHALDUN (Analisis Politik Islam) Anwar Anwar
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 4 No II (2017): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v4iII.364

Abstract

Penelitian ini berjudul “Konsep Ashabiyyah Ibnu Khaldun analisis perspektif politik Islam”. Dalam tesis ini bisa memberikan penjelasan tentang pemikiran Ibnu Khaldun terhadap pembaca, sebab salah satu teorinya tetap digunakan sampai sekarang. Untuk memperoleh jawaban tersebut penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, menggunakan teknik penelitian kepustakaan (Library Research). Seluruh sumber data diperoleh dari literatur yang tersedia di perpustakaan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah deskriptif analisis dan metode interpretasi. Metode deskriptif analisis merupakan suatu metode yang digunakan dalam suatu penulisan dengan cara memaparkan data yang diperoleh dan masalah-masalah yang timbul untuk dianalisa sesuai dengan pembahasan. Sedangkan, metode interpretasi adalah mengambil kesimpulan dari pemahaman penulis sendiri terhadap pendapat yang dikutip dari suatu rujukan. Dalam Mukaddimah Ibnu Khaldun disebutkan bahwa untuk menegakkan dinasti, kerajaan, khilafah, pangkat pemerintahan dibutuhkan solidaritas yang kuat dan solidaritas yang kuat berasal dari agama bukan kepentingan posisi jabatan dan gerakan agama tanpa solidaritas sosial tidak akan pernah berhasil. Besarnya suatu negara, luas daerahnya dan panjang usianya tergantung kepada kekuatan pendukungnya yang memiliki kesamaan dan ambisi posisi jabatan dengan adanya tujuan agama yang sama yakni menyiarkan kebenaran dan mencapai kemaslahatan umat. Selain itu, ia juga berperan dalam konteks negara Islam, kaum Quraisy merupakan kelompok yang paling mampu mempertahankan solidaritas umat Islam, sehingga layak dipilih menjadi pemimpin (khalifah). Pendapat tersebut didukung oleh fakta sejarah yang menunjukkan keunggulan kaum Quraisy dibanding kaum lainnya. Kaum Quraisy mempunyai karisma dan kemampuan untuk menjadi pemimpin. Oleh sebab itu, keunggulan tersebut merupakan bekal untuk menjaga keutuhan dan kebersamaan umat Islam untuk hidup bernegara. Konsep Ashabiyyah Ibnu Khaldun.
KONSEPSI POLITIK MENURUT AL-GHAZALI Mursyidin Ar-Rahmany
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 4 No II (2017): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v4iII.365

Abstract

Imam Al-Ghazali adalah salah satu tokoh atau ulama sentral yang terkenal dengan pada abad klasik. Beliau menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan dalam perkembangan Islam, baik ilmu aqidah/tauhid, Fiqh, Ushulfiqh, Tafsir/ilmu tafsir, hadis/lmu hadis serta akhlak dan tasawuf. Imam Al-Ghazali terkenal sebagai bapak pembangun ilmu-imu tasawuf sebagai spesialisasi ilmu pengetahuan. Dikenal juga sebagai teolog dan sufi. Ilmu-ilmu yang ditekuni Imam Al-Ghazali termasuk konsep politik yang berkembangan dalam ilmu kepemerintahan dalam Islam. Menurut Al-Ghazali, manusia ini tidak bisa hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Politik dibentuk dalam pola ketatanegaraan, sehingga kehidupan bernegara merupakan suatu keharusan bagi manusia dalam rangka mewujudkan keteraturan dan terealisasikan kepentingan bersama dalam masyarakat dengan berbagai teorinya dengan melakukan berbagai upaya dalam memperbaiki kehidupan ke jalan yang benar sesuai dengan teori politik para Nabi yang meliputi aspek lahir batin. Maka, untuk mengurus kepentingan manusia, harus memilki sebuah sistem kepemerintahan sebagaimana ditawarkan Al-Ghazali. Oleh karena seorang kepala negara tidak boleh dilengserkan dari singgasananya, sehingga terciptanya dengan “Negara Moral”,
QAIDAH PERCERAIAN DENGAN SAKSI Kafrawi Kafrawi
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 4 No II (2017): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v4iII.366

Abstract

Perceraian sering terjadi dalam kehidupan masyarakat yang sudah memiliki ikatan perkawinan sah dengan segala macam permasalahan dan sebabnya. Kalimat cerai sama dengan pisah adalah merupakan putusnya hubungan suami dan isteri. Ucapan talak yang disampaikan secara langsung adalah yang diucapkan oleh suami sendiri. Sedangkan tidak langsung yaitu yang diucapkan melalui perantara. Dalam pembahasan kita disini adalah pada proses perceraian yang terjadi baik langsung maupun tidak langsung. Dalam proses perceraian terdapat perbedaan pendapat antara yang mewajibkankan adanya saksi dengan yang tidak mewajibkan saksi. Jumhur ulama baik dari kalangan salaf maupun khalaf berpendapat bahwa talak dapat jatuh tanpa adanya saksi.
STUDI GERAKAN IDEOLOGI PARTAI POLITIK PADA PEMILU 2019 Iswandi Iswadi
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 7 No 1 (2020): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v7i1.1459

Abstract

The ideology contestation is basically a classic polemic, where after independence the ideology of Islam was confronted with nationalism and took root until now (reform). However, the momentum of the 2019 election political contestation was again marked by the struggle of ideology namely ideology of Islamism and nationalism. The polemic began with the emergence of religious issues that were raised on the surface of political actors as a hegemony in taking the sympathy of voters. The existence of religion as a central issue began in 2016-2017 related to the prosecution of Ahok who insulted religious values ​​(Islam), and among the political parties involved in the demonstrations namely PPP, PKS, PBB, and PKB. In that momentum the beginning of the revival of Islamic ideology as the power in defending Islamic sovereignty. Judging from the ideology of political parties in Indonesia in the 2019 election political contestation, the ideology of political parties based on the statutes and bylaws (AD / ART) that the ideology applied can be classified into three parts namely ideology Nationalism, Islamism, and Nationalist-Religious, and the three ideologies. This can be proven based on the results of a survey from Australia 2017-2018 based on the voters. However, political parties based on multiple ideologies, PAN, PKB and Democrats, each have priority orientation. PAN and PKB tend to polarize the values ​​of Islamism (religious), while Democrats are more dominated by nationalist issues. The concept of Islamic political ideology, in the context of political contestation in political party elections, is basically a necessity to implement the values ​​of ri'ayah, taqwin, irshad and ta'dib through political education, or campaign in elections to achieve mutual benefit, both parties whose ideology Islamism, nationalism and nationalist-religious, so as to build the moralistic side of society, and intelligence in responding to the issues that exist in the election apart from that, political parties in confronting political contestation the emphasis of the movement must reflect the value of poverty, the three ideologies have been packaged in the values ​​of Pancasila in the third principles of Indonesian unity. Asbtak Kontestasi ideology pada dasarnya polemik klasik, dimana pasca kemerdekaan ideologi islam dihadapkan dengan nasionalisme dan mengakar sampai sampai saat ini (reformasi). Akan tetapi momentum pemilu 2019 kontestasi politik kembali diwarnai pergulatan ideology yakni ideology islamisme dan nasionalisme. Polemik tersebut berawal dengan mencuatnya isu keagamaan yang dimunculkan dipermukaan pelaku politik sebagai hegemoni dalam mengambil simpati pemilih. Eksistensi agama sebagai sentral isu berawal tahun 2016-2017 terkait penuntutan terhadap ahok yang melecehkan nilai-nilai agama (islam), dan diantara partai politik yang terlibat dalam demonstrasi yakni PPP, PKS, PBB, dan PKB. Dalam momentum tersebut awal mencuatnya kembali ideologi islam sebagai of the power dalam mempertahan kedaulatan Islam. Menilik ideologis partai politik di Indonesia pada konstestasi politik pemilu 2019, ideology partai politik berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) bahwa ideologi yang diterapkan dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni ideology Nasionalisme, Islamisme, dan Nasionalis-Religius, dan ketiga ideology tersebut dapat dibuktikan dengan berdasarkan hasil survey dari asutralia 2017-2018 berdasarkan pemilih. Namun demikian partai poltik yang berasaskan ideologi ganda, PAN, PKB dan Demokrat, masing-masing memiliki kiblat prioritas. PAN dan PKB condong polarisasi nilai-nilai islamisme (religious), sedangkan Demokrat lebih didominasi oleh isu-isu nasionalis. Konsep ideology politik islam, dalam konsteks kontestasi politik dalam pemilu partai politik pada dasarnya sebuah keharusan mengimplementasikan nilai-nilai ri’ayah, taqwin, irsyad dan ta’dib melalui pendidikan politik, ataupun kampanye dalam pemilu guna mencapai kemaslahatan bersama, baik partai yang berideologi islamisme, nasionalisme dan nasionalis-religius, sehingga terbangun sisi moralistik masyarakat, dan kecerdasan dalam menanggapi isu-isu yang ada dalam pemilu. selain dari itu partai politik dalam menghadapi konstestasi politik penekanan gerakannya harus mencermikan nilai kemaslahan, ketiga ideology tersebut telah kemas dalam nilai-nilai pancasila pada sila ketiga persatuan Indonesia.
BAIAT DALAM KONTEKS KEPEMIMPINAN DI INDONESIA Ozi Setiadi
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 7 No 1 (2020): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v7i1.1493

Abstract

Baiat dalam Konteks Kepemimpinan di Indonesia. Baiat adalah sebuah media pemersatu dukungan, baik dalam hal politik maupun lainnya. Ia mengalami perubahan dalam praktik sejarah Islam hingga kini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa baiat dalam konteks Indonesia dengan melihat akar historis praktik baiat pada awal sejarah kepemimpinan Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada masa nabi Muhammad Saw. dan al khulafa ar rasyidun baiat diberikan dari rakyat pada pemimpinnya. Sebaliknya, pada konteks Indonesia baiat diberikan dari pemimpin pada rakyatnya. Baiat menjadi relevan dengan kondisi politik Islam Indonesia. Konsep baiat berbentuk sumpah/janji setia berbeda antara masa Rasul Saw. dan sahabat.
POLITIK SEKSUAL TERHADAP ORGANISASI PEREMPUAN PASCA KEMERDEKAAN DI INDONESIA Muslim Pohan
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 7 No 1 (2020): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v7i1.1554

Abstract

Research on Gerwani is documented in a book entitled "The Destruction of the Women's Movement in Indonesia, Sexual Politics in Indonesia Post-Conflict PKI" by Saskia Wieringa. The factor of the massacre and the appearance of Suharto on the stage of power was not only the result of the emergence of sexual metaphors but also the economic turmoil that created a sense of uncertainty in both the army and the communists (the fifth army-the possibility of 21 million peasants and armed laborers escaping AD control). Suharto rose to power by masterminding an unequaled campaign of violence. Not only violence (1965-1966) but also spread slander in the form of allegations of engineering about the occurrence of sexual festivities conducted by members of Gerwani. Keywords: Politics, Sexual: Women's Organization, Post-Independence. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa organisasi perempuan pada zaman orde baru bukanlah organisasi yang negatif terhadap masyarakat. Stigma masyarakat terhadap Gerwani pada orde baru dibohongi didokumentasikan dalam buku yang berjudul “Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, Politik Seksual Di Indonesia Pascakejatuhan PKI” karya Saskia Wieringa. Faktor terjadinya pembantaian massal dan tampilnya Suharto di panggung kekuasaan tidak hanya akibat pemunculan metafor seksual tapi juga kekacauan ekonomi yang menciptakan rasa tidak menentu di kalangan AD maupun kaum Komunis (angkatan kelima-kemungkinan adanya 21 juta petani dan buruh bersenjata yang terlepas dari kontrol AD). Suharto naik ke tampuk kekuasaan dengan mendalangi kampanye kekerasan yang tidak ada bandingnya. Tidak hanya kekerasan (1965-1966) tapi juga menyebarkan fitnah berupa tuduhan rekayasa tentang terjadinya pesta seksual yang dilakukan oleh para anggota Gerwani. Kata kunci: Politik, Seksual: Organisasi Perempuan, Pasca Kemerdekaan.
Pengaturan Memperoleh Kembali Status Warga Negara Indonesia Bagi ISIS Eks WNI Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 dan Konsep Maslahah Mursalah Saiful Bari
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 7 No 1 (2020): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v7i1.1561

Abstract

This research is motivated by the loss of Indonesian citizenship status experienced by Indonesian citizens who are members of ISIS combatants. This is in line with of Article 23 letter e in Law No. 12 of 2006. The purpose of this study is to analyze the arrangements to regain the status of Indonesian citizens. This type of research is normative law. This study uses a law approach and the concept of the problem maslahah. The main material data of this study are from perimer legal material and secondary legal material. The results of this study conclude that first, in the perspective of the Citizenship Law and its implementing regulations, ex-ISIS former citizens are not eligible to regain Indonesian citizenship status as regulated by Article 9 of Law No. 12 of 2006 and Article 2 to Article 12 of PP No. 2 of 2007. Second, in the perspective of the problem maslahah, the Citizenship Act and its implementing regulations do not conflict with the sources and the propositions of Islamic law. Therefore, maintaining the sovereignty of the Unitary State of the Republic of Indonesia and the interests of the people by not giving them RI citizenship status is a beneficial act.
Turkish State Family Law: History Reform, Legislation, and Legal Materials Doli Witro; Ali Hamzah; Ike Yulisa; Mhd Rasidin; Syamsarina Syamsarina; Hainadri Hainadri
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 7 No 1 (2020): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v7i1.1621

Abstract

Historically, efforts to reform Family Law in parts of the Islamic world began to be realized in the late 19th century AD. The reality of Islamic legal reforms carried out in Islamic countries in North Africa, the Middle East, Central Asia, and Southeast Asia gave rise to unprecedented changes in the last century. These changes occur both in the justice system and in the system applied. Changes to family law were first carried out by Turkey, then followed by Lebanon in 1919, Jordan in 1951, and Syria in 1953. Muslim countries in the world, in their context with the renewal of family law, are divided into three categories. First, an Islamic state that does not carry out any renewal and still enforces family law as stipulated in the books of fiqh. Secondly, an Islamic state that has completely abandoned Islamic family law and adopted European civil law. Third, countries that are trying to enforce Islamic family law but after making reforms here and there. This paper tries to discuss one of the reforms carried out by one Muslim country, namely Turkey, which is related to the reformation (reform) of family law that starts from the history of reform, legislation, renewal, and legal material. The author chose Turkey because it is the first Muslim country to make changes to family law.