cover
Contact Name
Vida P.R. Kusmartono
Contact Email
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Editorial Address
Jalan Gotong Royong II, RT 03 RW 06, Banjarbaru 70714, Kalimantan Selatan
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Naditira Widya
ISSN : 14100932     EISSN : 25484125     DOI : https://doi.org/10.55981/nw
Naditira Widya aims to be a peer-reviewed platform and a reliable source of information. Scientific papers published consist of research, reviews, studies, and conceptual or theoretical thinking with regard to Indonesian and/or world archaeology and culture. All papers are double-blind reviewed by at least two peer reviewers. Naditira Widya is issued biannually and publishes articles on archaeology and cultural studies, including using anthropological, ethnographic, historical, language, geological, geographical, biological and other relevant approaches.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Arkeologi
Articles 153 Documents
PERMAKAMAN BELANDA PENELEH SURABAYA: ARTI KHUSUS DAN POTENSINYA SEBAGAI PUSAT PEMBELAJARAN DAN REKREASI Lengkong Sanggar Ginaris; Widya Nayati
Naditira Widya Vol. 15 No. 2 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 2 Oktober Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini membahas arti khusus yang terdapat pada permakaman Belanda Peneleh di Kota Surabaya. Permakaman Belanda Peneleh dipilih sebagai objek penelitian karena permakaman tersebut memiliki makam dan prasasti lama dengan berbagai bentuk dan usia yang relatif utuh. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui arti khusus yang terdapat pada permakaman Belanda Peneleh. Berdasarkan arti khusus yang terdapat pada makam Belanda Peneleh dapat dipahami cara kita menjaga, melindungi dan mengembangkannya. Data tentang nilai penting diperoleh dari hasil pengamatan lapangan dan studi pustaka, baik tentang kompleks makam maupun yang berkaitan dengan kota Surabaya kuno serta tentang perkembangan agama di Surabaya. Data dianalisis lalu diintepretasi untuk mengetahui arti khusus dari permakaman Belanda Peneleh. Data nisan yang bisa dibaca dianalisis tentang bahannya, kondisi kerusakan, isi inskripsi yang ada, serta hiasan yang digunakan. Data tersebut dikorelasikan dengan data sejarah yang diperoleh dari kajian pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa permakaman Belanda Peneleh memiliki arti khusus sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk masyarakat. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan bahwa permakaman Belanda Peneleh dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan yang dapat diakses semua kalangan dan memberi pemahaman mengenai sejarah, masyarakat, dan budaya orang-orang Belanda di Indonesia, serta relevansinya pada masa sekarang.This study discusses the significance of the Peneleh Dutch Cemetery in Surabaya. The Peneleh Dutch Cemetery was chosen as the object of research due to the feature of old tombs and inscriptions, in various shapes and ages, that are relatively complete. The purpose of this study was to determine the special meaning of the Peneleh Dutch Cemetery. The significance of the Peneleh Dutch Cemetery may enlighten on the means to protect and develop it. Data on the importance of value were obtained from field observations and literature studies, both about the tomb complex and those related to the ancient city of Surabaya as well as about the development of religion in Surabaya. The data were analyzed and then interpreted to find out the special meaning of the Peneleh Dutch Cemetery. The legible data of the headstones were analyzed with regard to the material, the condition of damage, the content of the inscriptions, and the decorations. The data were compared to historical data extracted from literature reviews. Analysis results suggest the Peneleh Dutch Cemetery has special historical, scientific, religious, and cultural meanings that can be used as learning materials for the community. It is hoped that the Dutch Cemetery can be used for educational purposes that can be accessed by all groups and provide an understanding of the history, society and culture of the Dutch people in Indonesia and their relevance today.
POS INTAI BELANDA BUKIT VAN DERING SERUKAM SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA SEJARAH DI BUMI SEBALO Sabinus Beni; Blasius Manggu; Yosua Damas Sadewo; Tomas Aquino
Naditira Widya Vol. 15 No. 2 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 2 Oktober Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian dilakukan di Dusun Serukam, Desa Pasti Jaya, Kecamatan Samalantan, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, yaitu di lokasi Pos Intai Belanda Bukit Van Dering. Keberadaan pos intai tersebut masih belum diketahui secara luas oleh masyarakat baik yang berada di sekitar Kabupaten Bengkayang maupun di luar daerah Kabupaten Bengkayang. Saat ini, kondisi bangunan pos intai cukup memprihatinkan dan terkesan dilupakan keberadaannya baik oleh masyarakat mapun pemerintah setempat. Tujuan penelitian untuk memahami rencana pemugaran kawasan Pos Intai Belanda Bukit Van Dering di Serukam sebagai kawasan pariwisata peninggalan sejarah kolonial Belanda di Bumi Sebalo Bengkayang. Metode penelitian bersifat kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terkait Pos Intai Belanda terhadap narasumber yang dapat dipercaya serta ditunjang dengan data dari dinas terkait. Hasil penelitian menunjukkan belum adanya perhatian pemerintah dalam menginventarisasi dan merevitalisasi peninggalan sejarah Pos Intai Belanda di Bukit Van Dering Serukam serta belum ada upaya untuk memperkenalkan kawasan pariwisata sejarah Pos Intai Bukit Van Dering. Lokasi Pos Intai tersebut berada pada kawasan Bukit Van Dering dengan keindahan alam sangat alami dan lestari yang cukup potensial untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan pariwisata khas Kabupaten Bengkayang tetapi belum tersentuh oleh pembangunan pariwisata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa harus ada kerjasama dengan pelibatan setiap unsur pemangku kepentingan dalam upaya merevitalisasi situs Pos Intai Van Dering, serta dapat memanfaatkannya sebagai sumberdaya pariwisata dan materi pembelajaran muatan lokal di Kabupaten Bengkayang. The research was conducted in Dusun Serukam, Desa Pasti Jaya, Kecamatan Samalantan, Kabupaten Bengkayang in the Province of West Kalimantan, which was at the location of the Dutch Lookout Post of Bukit Van Dering. Not many people, either in or outside Bengkayang, know about the existence of this lookout post. Presently, the condition of the construction of the lookout post is devastating and seems to have been forgotten by the community and the local government. The objective of this study was to determine the plan to restore the area of the Dutch Lookout Post of Bukit Van Dering in Serukam as a tourism area of the Dutch colonial history and heritage of Bumi Sebalo in Bengkayang. This research used a qualitative method and carried out by in-depth interviews related to the Dutch Lookout Post and supported by data obtained from relevant agencies. The results suggest that the government has not conducted inventory and revitalization of the Dutch Lookout Post of Bukit Van Dering in Serukam. There has not been attempt also to introduce this historical tourism area. The lookout post was built on Bukit Van Dering surrounded by natural beauty and potential for the development of a tourism area.
KERAMIK SITUS KUTAI LAMA: TINJAUAN BENTUK DAN KRONOLOGI Eka Asih Putrina Taim
Naditira Widya Vol. 15 No. 2 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 2 Oktober Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kutai Lama merupakan salah satu kota lama yang terdapat di daerah aliran Sungai Mahakam. Salah satu bukti hubungan antara Kutai Lama dengan dunia luar adalah banyaknya sebaran pecahan keramik asing, terutama dari Cina, yang padat di sepanjang tepian sungai. Tujuan penelitian ini adalah memahami keberadaan keramik kuno di daerah aliran Sungai Mahakam. Adapun sasaran penelitian ini adalah bentuk dan variasi keramik, sehingga diketahuifungsi serta peranan keramik Cina pada masa itu. Penelitian ini dilakukan karena belum ada penelitian terdahulu yang mengulas tentang besarnya pengaruh eksistensi keramik Cina dalam perkembangan kebudayaan di kawasan Kutai Lama. Situs Kutai Lama merupakan kawasan penting bagi rekonstruksi sejarah awal perkembangan Islam di Kutai Kartanegara. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif, dan perbandingan-perbandingan berdasarkan literatur keramik Cina. Hasil analisis morfologi dan kronologi menunjukkan bahwa keramik Dinasti Song-Yuan mendominasi populasi temuan keramik di Kutai Lama. Hal ini menjadi indikasi komoditi dagang tersebut dihargai sebagai suatu hadiah, sehingga menjadi barang berharga yang dimiliki oleh kalangan tertentu atau tokoh masyarakat. Kutai Lama is one of the old towns located in the Mahakam River catchment. One of the items of evidence of the relationship between Kutai Lama and the outside world is a large number of fragments of foreign ceramic, especially from China, which was densely found along the banks of the river. The objective of this study was to understand the existence of old ceramics in the Mahakam River catchment. The target of this research was the form and variation of ceramics, thus providing information on the purpose and role of Chinese ceramics then. This research was conducted because there were no previous studies that reviewed the magnitude of the influence of the existence of Chinese ceramics in the cultural development in the Kutai Lama region. The Kutai Lama site is an important area for the reconstruction of the early history of Islamic development in Kutai Kartanegara. The research method used was qualitative-descriptive, and comparative based on Chinese ceramics literature. The results of the morphological and chronological analyses showed that the Song-Yuan Dynasty ceramics dominate the population of ceramic findings in Kutai Lama. This is an indication that such trade commodity was also valued as gifts, therefore, it became valuable items owned by certain groups or community leaders.
ORANG KHMER DI JAWA PADA MASA HINDU-BUDDHA (ABAD KE-9--15 MASEHI): EKSISTENSINYA DIPANDANG DARI TEORI DIASPORA Muhamad Alnoza
Naditira Widya Vol. 15 No. 1 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 1 April Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Orang asing di Jawa telah diketahui keberadaannya melalui penyebutan wargga kilalan di prasasti. Prasasti pada masa Airlangga hingga Majapahit dengan gamblang menyebutkan keberadaan orang-orang asing yang dalam hal ini pada konteks penarikan pajak terhadap orang-orang asing tersebut. Salah satu bangsa asing yang mendiami Jawa pada masa Jawa Kuno adalah orang Khmer. Keunikan kasus bermukimnya orang Khmer di Jawa disebutkan pula dalam sumber epigrafi Khmer. Dalam prasasti-prasasti Khmer disebutkan fenomena pemukiman orang Khmer di Jawa, dan diberitakan pula bahwa salah satu raja Khmer pernah menetap di Jawa selama beberapa tahun. Kajian ini berusaha untuk menjawab permasalahan dinamika pendudukan orang Khmer di Jawa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan kasus menetapnya orang Khmer di Jawa sebagai suatu fenomena diaspora atau bukan. Tahapan penelitian dilakukan dengan pengumpulan data, analisis, dan interpretasi, dengan data utama berupa prasasti. Kajian ini menghasilkan pemahaman mengenai dinamika motivasi perpindahan tempat bermukim orang Khmer ke Jawa, letak daerah bermukim orang Khmer di Jawa, dan bentuk interaksi orang Khmer dengan orang Jawa. Meskipun demikian, belum ada bukti-bukti yang menguatkan fenomena tersebut sebagai suatu diaspora.The presence of foreigners in Java is known from references to ‘wargga kilalan’ in inscriptions. Inscriptions issued from the Airlangga to Majapahit period clearly mentioned the existence of foreigners, particularly regarding the tax collection of foreigners. One of the foreign communities that resided in Java during the ancient Javanese period was the Khmer people. Such phenomenon is recorded also in inscriptions found in Cambodia, including a Khmer king who spent several years in Java. This study seeks to clarify the dynamics of the relationship of the Khmer residents with the Javanese population and to determine whether this can be considered as an example of a diasporic phenomenon. The steps of the research included data collection, analysis, and interpretation, with inscriptions as the main data. This study yielded an understanding of the motivation for the Khmer migration to Java, the location of the Khmer settlements in Java, and the nature of the interaction between the Khmer and the Javanese. However, there has been no evidence that supported such a phenomenon as a diaspora.
SUMPING PENANDA KESENIAN ARCA PADA MASA KADIRI – SINGHASARI Muhamad Satok Yusuf
Naditira Widya Vol. 15 No. 1 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 1 April Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peradaban masa Hindu-Buddha, berdasarkan tinggalan arkeologinya, merupakan puncak kebudayaan Indonesia. Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Singhasari menempati satu ruang kesejajaran sebagai masa-masa puncak kesenian di Jawa Timur, yang ditandai oleh tinggalan arkeologi berupa arca yang dipahatkan secara halus, indah, dan detail. Penggarapan arca mengikuti pakem ikonografi, khususnya pada laksana dan wahana. Walaupun begitu, kebebasan berekspresi si artis dalam penggarapan arca dapat dilihat pada penggambaran perhiasannya, salah satunya adalah sumping. Oleh karena itu, melalui sumping dapat dirunut identitas kesenian pada masa Kadiri-Singhasari, khususnya tipo-morfologi, fungsi, dan makna sumping. Penelitian tentang sumping pada masa Hindu-Buddha sangat jarang dikemukakan secara mendalam. Penelitian ini bersifat kualitatif, tetapi menggunakan analisis kuantitatif dalam bentuk tabulasi dan klasifikasi khusus berdasarkan data yang telah dikumpulkan melalui observasi dan kajian pustaka. Teori mimesis dan kreativitas digunakan untuk mengkaji perkembangan tipo-morfologi sumping pada masa Kadiri-Singhasari. Penggunaan karya sastra sezaman merupakan hal yang penting sebagai pembanding untuk memahami pemaknaan sumping, baik secara profan maupun sakral. Hasil penelitian menunjukkan sumping pada masa Kadiri-Singhasari dibagi menjadi empat tipe, yaitu A, B1, B2, dan C. Tipe B2 dan tipe C merupakan pengembangan yang terjadi pada masa Singhasari. Sumping pada arca menunjukkan fungsinya sebagai hiasan telinga dan media peribadatan. Penggunaan sumping merupakan simbol religio-magis dari pengultusan bunga dalam agama Hindu dan Buddha. The Hindu-Buddhist civilization, based on its archaeological remains, is the pinnacle of Indonesian culture. The kingdoms of Kadiri and the Singhasari had simultaneously hit their artistic peak in East Java, which was marked by finely beautiful, sculpted, and detailed statues. Sculpting a statue during the classical period in Indonesia followed Hindu-Buddhist iconography standards, especially regarding ‘laksana’ (attributes) and ‘wahana’ (rides). Even so, the artist’s freedom of expression in sculpting a statue was depicted by the adornments of the statue, one of which is the sumping. Therefore, through sumping, the identity of the arts with regard to typo-morphology, function, and meaning of sumping, during the Kadiri-Singhasari period can be traced. In-depth research on sumping from the Hindu-Buddhist period has rarely been done. This is qualitative research but uses quantitative analysis in the form of tabulations and special classifications, based on data collected through observation and literature review. The theories of mimesis and creativity were used to study the development of the typo-morphology of sumping during the Kadiri-Singhasari period. The use of contemporary literary works was important as a comparison to understand the significance of sumping, whether profane or sacred. The results showed that during the Kadiri-Singhasari period sumping was divided into four types, i.e. A, B1, B2, and C. Types B2 and C were developments that occurred during the Singhasari period. Sumping showed its function both as ear adornment and a means of worship. The use of sumping is a religious-magical symbol of glorifying flowers in Hinduism and Buddhism
JEJAK BAHASA PROTO-AUSTRONESIA PADA PRASASTI GUNUNG TUA (LOKANĀTHA) Churmatin Nasoichah; Dwi Widayati; Mulyadi
Naditira Widya Vol. 15 No. 1 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 1 April Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada prasasti Gunung Tua (Lokanātha) ditemukan sejumlah kata yang mengindikasikan bahasa Proto-Austronesia. Jejak bahasa Proto-Austronesia tersebut berupa kata turunan dan/atau kalimat-kalimat, yang dapat dianalisis pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Permasalahan penelitian ini adalah mengetahui tataran fonologi dan morfologi bahasa Proto-Austronesia pada prasasti Gunung Tua (Lokanātha), dan tataran sintaksis dari struktur kalimat bahasa Melayu kuno pada prasasti tersebut. Tujuan penelitian ini untuk memahami signifikasi bahasa Proto-Austronesia pada Prasasti Gunung Tua (Lokanātha). Metode penelitian ini bersifat kualitatif yang dijabarkan secara deskriptif, serta analisis data yang dilakukan dengan metode padan dan agih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tataran fonologi, terdapat dua kata, yaitu juru atau ‘orang pandai’, dan pāṇḍai atau ‘pandai (terampil)’. Pada tataran morfologi, ditemukan dua kata, yaitu tatkala atau ‘ketika’, dan barbwat atau ‘membuat’. Ternyata, kata juru dan tatkala merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, sedangkan kata pāṇḍai dan barbwat merupakan kata turunan dari bahasa Proto-Austronesia. Berdasarkan tataran sintaksis, dapat disimpulkan bahwa struktur kalimat pada prasasti Gunung Tua (Lokanātha) berbentuk kalimat aktif transitif atau kalimat yang memerlukan objek. The Gunung Tua (Lokanātha) inscription contained words indicating the Proto-Austronesian language. Traces of the Proto-Austronesian language were evident from derivative words and/or sentences written in the inscription, and these could be analyzed at levels of phonology, morphology, or syntax. This research was carried out to recognize the phonological and morphological level of the Proto-Austronesian language on the Gunung Tua (Lokanātha) inscription, and the syntactic level of sentence structure of the ancient Malay language. The purpose of this study was to understand the significance of the Proto-Austronesian language in the Gunung Tua (Lokanātha) inscription. This research method is qualitative, and data were portrayed descriptively. Data analysis was carried out using methods of identity and distributional. Research results showed that at the phonological level, two words were recognized, which were ‘juru’ or smart person, and ‘pāṇḍai’ or smart (skilled). At the morphological level, two words were identified, which were ‘tatkala’ or when, and ‘barbwat’ or make. Apparently, the words ‘juru’ and ‘tatkala’ were loanwords from Sanskrit, while the words ‘pāṇḍai’ and ‘barbwat’ were derivative words of the Proto-Austronesian language. At a syntactic level, it could be concluded that the sentence structure of the Gunung Tua (Lokanātha) inscription was transitive active.
PENGGUNAAN BAHAN PEREKAT EPOXY RESIN DAN CYANOACRYLATE PADA KONSERVASI KOLEKSI FOSIL DI MUSEUM MANUSIA PURBA SANGIRAN, JAWA TENGAH Pratamanita Widi Rahayu; Andi Putranto
Naditira Widya Vol. 15 No. 1 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 1 April Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini merupakan kajian museologi dengan pokok bahasan konservasi koleksi museum, terutama penggunaan bahan perekat terhadap koleksi museum. Permasalahan yang dibahas adalah dampak penggunaan bahan perekat terhadap koleksi fosil di Museum Manusia Purba Sangiran. Tujuan penelitian adalah untuk memahami metode konservasi fosil serta mengetahui jenis bahan perekat yang paling baik untuk digunakan dalam kegiatan konservasi fosil. Penelitian ini bersifat deskriptif-eksploratif dan menggunakan metode penalaran induktif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi pustaka. Analisis data dilakukan dengan mengamati sampel yang diperoleh dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fosil yang direkatkan dengan epoksi resin mengalami perubahan warna menjadi gelap kehitaman dan terdapat endapan residu resin pada permukaan fosil. Sementara itu, terdapat residu transparan mengilap di permukaan fosil yang direkatkan dengan lem cyanoacrylate. This research is a study of museology with the subject of conservation of museum collections, especially the use of adhesive materials for museum collections. The problem discussed is the impact of the use of adhesive materials on the fossil collections at the Sangiran Museum of Early Man. The objective of this research is to comprehend the method of fossil conservation and to recognise the best type of adhesives to be used for fossil conservation. This research is descriptive-explorative and used the inductive reasoning method, and data were acquired by means of observation, interviews, and literature study. Data analysis was carried out by observing the samples obtained by the purposive sampling method. The results showed that the fossils glued with epoxy resin changed colour to dark black and there were resin residue deposits on the fossil surface. Meanwhile, there is a transparent residue showing a glossy appearance on the surface of the fossil which is glued together with cyanoacrylate adhesive.
IDENTIFIKASI POTENSI TINGGALAN ARKEOLOGI KLASIK DI KECAMATAN SAROLANGUN, JAMBI: PENDEKATAN PREDICTIVE MODELLING Nainunis Aulia Izza; Ari Mukti Wardoyo Adi; Nugrahadi Mahanani
Naditira Widya Vol. 15 No. 1 (2021): Naditira Widya Volume 15 Nomor 1 April Tahun 2021
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan atas dasar hipotesis tentang keberadaan tinggalan-tinggalan masa klasik yang berada di Daerah Aliran Sungai Batanghari. Kecamatan Sarolangun dipilih karena hingga kini belum pernah diteliti potensinya tentang tinggalan pemukiman arkeologi klasik. Tinggalan arkeologi klasik yang pernah dilaporkan hanyalah arca Ganesha yang saat ini disimpan di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan metode predictive modelling dengan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografis untuk dapat membantu memperkirakan titik-titik yang mengandung potensi tinggalan arkeologi. Variabel prediksi yang digunakan adalah laporan temuan, model lokasi situs, informasi masyarakat, serta potensi temuan permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa lokasi di Kecamatan Sarolangun yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap tinggalan arkeologi klasik. Sensitivitas tinggalan arkeologi ini kemudian diturunkan dalam bentuk peta potensi. Tujuan utama dari pembuatan peta tersebut adalah agar dapat menentukan strategi riset lanjutan.This research was conducted on the basis of a hypothesis about the existence of the remains of the classical period in the Batanghari River Basin. Sarolangun District was chosen because until today there has not been any investigation on classical archaeological settlements. The only classical archeological remains that have been reported are the Ganesha statue which is currently stored in the Sultan Mahmud Badaruddin II Museum, in Palembang. This research was conducted using a predictive modelling method by employing a Geographic Information System to be able to help estimate points containing potential archaeological remains. Predictive variables used are report findings, site location models, community information, and potential surface findings. The results showed that there are several locations in Sarolangun District that have high sensitivity to classical archeological remains. The sensitivity of the archaeological remains is then derived in the form of a potential map. The main purpose of making the map is to be able to determine further research strategies.
KERANGKA MANUSIA DARI SITUS GUA JAUHARLIN 1, KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN Delta Bayu Murti; Nia Marniati Etie Fajari; Ulce Oktrivia; Eko Herwanto; Gregorius Dwi Kuswanta; Muhammad Wishnu Wibisono; Toetik Koesbardiati
Naditira Widya Vol. 14 No. 2 (2020): Naditira Widya Volume 14 Nomor 2 Oktober Tahun 2022
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian di situs Gua Jauharlin 1 telah dilakukan selama dua tahun, pada 2018 dan 2019. Pada tahun kedua diperoleh temuan kerangka manusia. Kondisinya hampir lengkap, tanpa bagian kaki, dan diberi kode GJL 1.1. Akan tetapi, di dekat cranium GJL 1.1, ditemukan sepasang tulang kaki manusia yang diduga milik individu GJL 1.1. Tujuan penelitian ini adalah menentukan identitas rangka GJL 1.1 berkaitan dengan data individu dan analisis konteks kuburnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis makroskopis untuk data individu GJL 1.1, serta pendekatan arkeotanatologi untuk analisis konteks kuburnya. Analisis makroskopis menghasilkan informasi profil biologis GJL 1.11, yang mengindikasikan individu berjenis kelamin laki-laki, umur 26,9-42,5 tahun, tinggi badan 155,1–165 cm, dan memiliki afiliasi dengan populasi Asia. Aktivitas mengunyah sirih pinang terindikasi berdasarkan fitur warna kuning kecokelatan pada permukaan labial dan buccal gigi individu GJL 1.1. Hasil analisis arkeotanatologi menunjukkan arsitektur kubur peletakan-penimbunan mayat GJL 1.1, serta tipe kubur yang bersifat primer. Hasil uji short tandem repeat combined deoxyribonucleic acid index system (STR CODIS) dengan menggunakan sampel dari sepasang tulang kaki dan rangka GJL 1.1, menunjukkan bahwa keduanya adalah individu yang berbeda.The two-season researches in Gua Jauharlin 1 site were carried out in 2018 and 2019. A human skeleton, sans its lower limbs, was discovered during the second season of excavation and coded GJL 1.1. However, a pair of human leg bones were found close to the cranium of GJL 1.1, which was suggested to belong to the individual of GJL 1.1. The research objective was to determine the identity of the GJL 1.1 in association with its individual attribute and the analysis of its burial context. This study uses a macroscopic analysis method to obtain individual data of GJL 1.1, as well as an archeothanatology approach to analyse the burial context. The macroscopic analysis yielded information on the biological profile of GJL 1.11 suggesting the individual is male, aged 26.9-42.5 years, height 155.1-165 cm, and has an affiliation with the Asian population. The brownish-yellow stain on the labial and buccal surface of human teeth of GJL 1.1 indicate betel nut chewing. The result of archeothanatological analysis suggests the architecture of the burial of GJL 1.1 with regard to laying-covering corpses and a primary burial. The results of the short tandem repeat combined deoxyribonucleic acid index system (STR CODIS) test, using samples from a pair of leg bones and the GJL 1.1 skeleton, indicate that the two came from different individuals.
PULAU ABIDON: POTENSI ARKEOLOGI DI KAWASAN PULAU TERLUAR RAJA AMPAT Sri Chiirullia Sukandar
Naditira Widya Vol. 14 No. 2 (2020): Naditira Widya Volume 14 Nomor 2 Oktober Tahun 2022
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pulau Abidon merupakan suatu pulau karang berbukit-bukit yang berada di kawasan pulau-pulau terluar Raja Ampat di Papua Barat bagian utara. Tulisan ini membahas mengenai potensi arkeologi yang terdapat di situs gua-gua di Pulau Abidon. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami potensi arkeologi yang terdapat di Pulau Abidon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksploratif. Berdasarkan data dan hasil analisis diindikasikan adanya persentuhan budaya asing yang masuk ke kawasan Papua. Potensi arkeologis tersebut dibuktikan dengan tinggalan fragmen gerabah dan lukisan dinding gua. Gambar arang di Gua Abidon 3 menggambarkan kontak budaya dengan penutur bahasa Austronesia. Lebih lanjut, hunian gua dibuktikan dengan temuan berupa alat-alat dari batu, tulang, dan kerang, fragmen gerabah, dan perhiasan kerang. Tinggalan budaya di gua-gua pulau Abidon diduga merupakan alat-alat penunjang kehidupan para penghuninya. Pulau Abidon is a hilly coral island located in the outer islands of Raja Ampat in the northern region of Papua Barat. This research discusses the potency of archaeology in cave sites on Pulau Abidon. This research was aimed to comprehend the archaeology of Pulau Abidon. The method used in this research is exploratory. Based on the data and analysis results, it is indicated that there was a cultural contact with a foreign culture that entered the Papua region. This potency of archaeology was evident by potsherds and rock arts. The charcoal drawings in Gua Abidon 3 illustrate a cultural contact with the Austronesian-language speakers. Furthermore, the cave habitation was evident also by the discovery of tools of stone, bones and shells, and shell ornaments. The cultural heritage in the caves on Pulau Abidon is suggested to be a means of supporting the life of the inhabitants.

Page 4 of 16 | Total Record : 153