cover
Contact Name
Siti Nurul Fatimah
Contact Email
nurul.tarimana@gmail.com
Phone
+6282193269384
Journal Mail Official
alqadau@uin-alauddin.ac.id
Editorial Address
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Hukum Keluarga Islam
Location
Kab. gowa,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam
The subject of Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga covers textual and fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic civil law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 177 Documents
Hukum dan Peradilan dalam Masyarakat Muslim Periode Awal Hadi Daeng Mapuna
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 1 (2015): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v2i1.2636

Abstract

Hukum dan peradilan merupakan dua aspek yang sangat dibutuhkan dalam membina kehidupan bermasyarakat. Hukum sebagai kaidah atau aturan yang harus dipatuhi sedang peradilan adalah sarana penyelesaian sengketa  atau pelanggaran hukum. Dengan demikian keduanya ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Rasulullah saw., sejak awal dibangkit sebagai Rasul, disamping menjalankan misi risalah islamiyah, menanamkan aqidah dan iman, juga menjalankan hukum dan peradilan. Hukum pada masa Islam awal, baik hukum wadh’i maupun hukum samawi bersumber pada Rasulullah saw. Allah swt., tidak memberikan kekuasaan kepada selain Nabi-Nya untuk menetapkan syari’at. Hal ini dapat dimaklumi mengingat posisi Rasulullah sebagai pembawa risalah dan utusan Allah. Bagi masyarakat muslim pada periode ini tampaknya tidak kesulitan dalam mengetahui hukum. Bila mereka menghadapi suatu permasalahan, mereka dapat langsung mengajukannya kepada Rasulullah dan Rasulullah pun memberi jawabannya. Dengan demikian, semua tabir yang dihadapi oleh kaum muslimin dapat terkuak dengan mudah karena pemegang otoritas hukum ada di tengah-tengah mereka
KEDUDUKAN WANITA DALAM HUKUM DI INDONESIA Hartini Hartini
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2014): Al-Qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i2.643

Abstract

Sebagai Negara hukum, Indonesia telah memiliki aturan yang mencakup semua warga Negara termasuk kedudukan wanita dalam hukum. Salah satu aspek penting dalam kaitan kedudukan wanita yang dibahas dalam tulisan ini adalah kedudukan wanita dalam hukum perkawinan, kewarisan, dan hukum pidana. Kedudukan wanita dan pria dalam perkawinan adalah seimbang. Wanita sebagai mitra sejajar keluarga untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis, bahagia lahir dan batin. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Adapun posisi wanita dalam hokum kewarisan semakin marak diperbincangkan. Indonesia yang jauh berbeda dengan kondisi negeri arab pada saat diturungkan al-Qur’an, melahirkan penafsiran konstruktif. Yaitu selama semua pihak merasakan keadilan dalam pembagian warisan, maka pembagian dapat berubah 1:1 atau lainnya. Namun, dalam hukum pidana wanita sering menjadi korban yang belum terlindungi secara maksimal.
PENYERANGAN PENGIKUT AHMADIYAH DALAM PERSPEKTIF HAM Halim Talli
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.632

Abstract

Menurut Ahmadiyah, tidak boleh membeda-bedakan antara nabi yang satu dengan yang lainnya, sebagaimana yang diajarkan oleh al-Qur'an dan yang dipesankan Nabi Muhammad saw. untuk mengikuti al-Mahdi yang dijanjikan. Demikian pula pemahamannya mengenai wahyu,  menurut Ahmadiyah, wahyu Tuhan tidak terputus sesudah Rasulullah Muhammad saw. wafat. Wahyu yang terhenti hanyalah wahyu tasyri’ atau wahyu syari’at, bukan wahyu mutlak. Wahyu mutlak ini tidak dikhususkan untuk para nabi saja, akan tetapi diberikan juga kepada selain mereka. Paham dan keyakinan kaum Ahmadiyah tersebut sangat berbeda dengan apa yang diyakini oleh umat Islam pada umumnya. Ajaran Ahmadiyah tersebut menyalahi dalil-dalil kuat dan jelas yang menyatakan tidak adanya lagi nabi yang diutus Allah SWT. sesudah Nabi Muhammad saw. Perbuatan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap Jemaah Ahmadiyah, berupa  pengusiran, pengrusakan  atribut dan gapura dan penganiayaan melalui lemparan batu dan kayu, telah mengancam keselamatan harta dan jiwa Jemaah Ahmadiyah yang mengakibatkan hilangnya perasaan aman dan bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangan-undang yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas suci, amar makruf nahi munkar, ulama memberikan peringatan khusus kepada yang menunaikannya agar lebih berhati-hati dan menurut cara yang dicontohkan Rasululah. Menunaikan tugas ini tidak boleh tergesa-gesa, apalagi serampangan, sebab dikhawatirkan akan menimbulkan mudarat yang lebih besar. Menjalankan amar makruf dan nahi munkar hendaknya memperhatikan strategi yang tepat dan melalui cara-cara yang telah di tetapkan
Aurat dan Busana Muthmainnah Baso
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 2 (2015): Al-Qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v2i2.2641

Abstract

Syariat Islam mewajibkan kaum muslimin memakai busana yang menutup aurat dan sopan, baik laki-laki maupun perempuan. Jumhur Ulama berpendapat bahwa hukum menutup aurat adalah wajib.  Namun mereka berebda tentang batasan aurat. Salah seorang ulama menyimpulkan ulama sepakat bahwa kemaluan dan dubur adalah aurat, sedang pusar laki-laki bukan aurat. Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lututnya sedangkan aurat perempuan dalam shalat adalah selain wajah dan kedua telapak tangannya
Perkawinan Di Bawah Umur (Dini) Muhammad Saleh Ridwan
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 1 (2015): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v2i1.2632

Abstract

Pernikahan di bawah umur atau istilah kontemporernya disebut dengan pernikahan dini adalah pernikahan yang terjadi dalam kaitannya dengan waktu, yakni sangat di awal waktu tertentu. Waktu tertentu dalam hal ini bisa ditinjau dari hukum Islam ataupun dari hukum Nasional yang berlaku. Hukum Islam dalam batasan waktu memberikan syarat baligh dan mampu, tanpa memberi batasan umur yang jelas. Sedangkan menurut hukum KUHP Indonesia, batas usia dibawah umur/belum dewasa adalah belum mencapai usia 21 tahun atau belum pernah kawin, begitu juga dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang juga batasan umur tertentu. hal ini berlaku baik untuk laki-laki maupun perempuan. Dikatakan anak di bawah umur, berarti usia belum mencapai batas yang disyaratkan, tergantung tinjauan sudut pandang yang digunakan
TEORI DAN APLIKASI MAQASHID AL-SYARI’AH Intan Cahyani
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2014): Al-Qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i2.637

Abstract

Maqashid al-syari’ah dicetuskan pertama kali oleh al-Syatibi (w. 709 H), yang ditulis dalam sebuah kitab berjudul al-Muwafaqat. Sejak kitab itu terbit maqashid al-syari’ah menjadi sebuah konsep baku dalam Ilmu Ushul Fikih yang berorientasi kepada tujuan hukum. Dalam teori maqashid dapatlah dikatakan bahwa untuk tingkatkan daruriyyat, maka dalam ushul fikih ia dikategorikan azimat. Pada tingkat hajiyyat, maka dikategorikan rukhshah. Sedangkan pada tingkatan tahsiniyyat, maka ia berupa pelengkap yang bias jadi ada unsure adat kebiasaan masyarakat setempat (‘urf). Adapun tingkat aplikasi maqashid al-syari’ah dalam sebuah ketetapan hokum itu tetap didasarkan pada tingkat prioritas yang dianggap baku. Kecuali jika hal tersebut berbenturan pada tingkat daruriyyat, antara memelihara agama pada tingkat pertama dengan memelihara jiwa pada tingkat kedua, maka bentuk penyelesaiannya bias dengan mengutamakan keselamatan jiwa.
MENIMBUN BARANG (IHTIKAR) PERSPEKTIF HADIS andi intan cahyani
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 1 (2014): al-qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i1.628

Abstract

Penelitian hadis tentang ihtikar  dan terkhusus lagi pada hadis yang berkaitan dengan keharaman ihtikar yang menjadi obyek penelitian dalam makalah ini adalah berkualitas Hadis shahih, baik dilihat dari sanad maupun kualitas matannya. Oleh karena itu, hadis tersebut dapat dijadikan landasan hukum dalam penetapan hukum Islam. Hadis menyatakan larangan melakukan perbuatan ihtikar dengan ungkapan “la yahtakiru illa khathi’un”, mengenai hadis tersebut jumhur Ulama sepakat mengenai keharaman ihtikar . Namun demikian,  mereka berbeda pendapat  mengenai cara yang digunakan  dalam menetapkan keharaman ihtikar.  Oleh karena tindakan ihtikar dapat menimbulkan instabilitas dalam masyarakat, maka pelaku ihtikar sangat tepat bila diberi sanksi pidana yang berat dan sesuai dengan perbuatannya.
Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Kota Makassar Ashar Sinilele
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 4 No 1 (2017)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v4i1.4972

Abstract

Tanah merupakan tempat berpijak, bercocok tanam, perumahan, irigasi, sekolah, jalan umum, perkantoran dan tempat tumpuan bagi manusia. Diera sekarang, keterbatasan lahan tanah akibat pembangunan semakin pesat. Banyaknya bangunan yang dibangun di atas tanah konflik sehingga dibutuhkan suatu peraturan yang mendasar terhadap pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang akan melindungi dan memberikan kepastian hukum bagi setiap individu dan badan untuk dapat memiliki dan menguasai sebidang tanah. Pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Kota Makassar pada dasarnya dilakukan oleh pemerintah atas pemerintah daerah melalui panitia pengadaan tanah yang bertugas untuk menginvestigasi atas tanah bangunan serta tanah dan benda-benda lain serta pemberian ganti kerugian kepada pemegang hak atas tanah dilakukan secara musyawarah.
Hukum dan Islam Sengketa Ekonomi Syar'ah (Telaah UU No. 3/2006 dan UU No. 50/2009) Abdiwijaya Abdiwijaya
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 2 (2015): Al-Qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v2i2.2637

Abstract

Sengketa ekonomi syariah lahir karena tidak adanya peraturan  yang jelas mengaturnya. Atau dengan kata lain adanya ambiguitas hukum. Dalam prakteknya, sengeketa ekonomi syariah, apakah diselesaikan di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama. Dengan lahirnya UU No. 3/2006 dan UU No.50/2009 telah memberikan wewenang kepada Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa  ekonomi Syariah
DINAMIKA KEWARISAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM ISLAM Muhammad Hutape
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2014): Al-Qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v1i2.644

Abstract

Islam mengatur segala aspek kehidupan dan tahapan manusia, termasuk setelah kematiannya. Sekalipun manusia telah wafat, namun pembicaraannya, terutama mengenai harta peninggalannya diatur pula dalam Islam. Itulah yang dibahas dalam ilmu mawaris. Ilmu waris merupakan ilmu yang sarat nilai dan mulia. Ia adalah mahkota dan “puncak“nya bila dilihat dari perhitungannya yang terperinci, keadilan dalam distribusi, maupun ketelitian dalam pengbagiannya. Namun demikian, dalam pergumulan pemikiran, para ahli melahirkan interpretasi terhadapnya. Seperti konsep reaktualisasi kewarisan Islam oleh Munawir Syadzali, hukum bilateral oleh Hazairin, dan lain-lain. Interpretasi yang membawa hukum Islam sesuai dengan perkembangan masyarakat dan zaman.

Page 4 of 18 | Total Record : 177