Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search
Journal : Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan

The Effectiveness of the 'Create' Trigger Model to Improve Open Defecation Free Behavior Kasjono, Heru Subaris; Khambali, Khambali; Krisdiyanta, Krisdiyanta; Rubaya, Agus Kharmayana; Yushananta, Prayudhy
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 7, No 3: September 2022
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (632.933 KB) | DOI: 10.30604/jika.v7i3.961

Abstract

Although strongly associated with child mortality, many households still do not have safe sanitation facilities. Community-Based Total Sanitation (CLTS) promotes the construction of latrines to eradicate open defecation. However, several factors have been reported to hinder the process of effective behavior change and sustainability. This study analyzes the effectiveness of the CREATE model in improving ODF behavior compared to the classical. The trial was conducted in three villages in three districts. Sixty households were involved from each village (N=180), divided into the CREATE group and the classical model as a control. Data were analyzed with a Chi-square test followed by Crude OR. The results showed that most CREATE groups' education was a maximum of elementary school graduates (48.9%) and worked as own-account workers (56.7%). The classical group dominantly graduated from junior high school (52.2%), and 31.1% did not work. Overall (N=180), the application of the CREATE model showed a significant effect on changes in ODF behavior (p-value less than 0.01), with a probability 4.7 (2.5 - 8.9) times greater. Research has proven that the CREATE model can change ODF behavior better than the classical model. Investigation of the psychosocial determinants of CLTS in both models was suggested in a longitudinal design. Abstrak: Meskipun sangat terkait dengan kematian anak, banyak rumah tangga yang masih belum memiliki fasilitas sanitasi yang aman. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (CLTS) mempromosikan pembangunan jamban untuk memberantas buang air besar sembarangan (ODF). Namun, beberapa faktor telah dilaporkan menghambat proses perubahan perilaku yang efektif dan keberlanjutannya. Penelitian ini menganalisa efektivitas model CREATE untuk meningkatkan perilaku ODF dibandingkan dengan model klasik. Uji coba dilakukan di tiga desa dari tiga kecamatan. Enam puluh rumah tangga yang terlibat dari setiap desa (N=180), dibagi menjadi kelompok CREATE dan model klasik sebagai kontrol. Data dianalisis dengan uji Chi-square dilanjutkan dengan Crude OR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan kelompok CREATE maksimal lulusan SD (48,9%) dan bekerja sebagai wiraswasta (56,7%). Kelompok klasik dominan tamat SMP (52,2%), dan 31,1% ditemukan tidak bekerja. Secara keseluruhan (N=180), penerapan model CREATE menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilaku ODF (p-value kurang dari 0,01), dengan probabilitas 4,7 (2,5 - 8,9) kali lebih besar. Penelitian telah membuktikan bahwa model CREATE dapat mengubah perilaku ODF lebih baik daripada model klasik. Investigasi determinan psikososial CLTS pada kedua model disarankan dalam desain longitudinal.
Filtration Method with Three Media Combinations to Improve Rainwater Quality as A Drinking Water Annisa, Qori Nur; Yushananta, Prayudhy; Murwanto, Bambang
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 7, No 3: September 2022
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (943.369 KB) | DOI: 10.30604/jika.v7i3.1235

Abstract

The high rate of population growth and industrialization impact increasing the need for clean water. Meanwhile, the quantity and quality of water are decreasing due to the exploitation of groundwater and industrial and domestic pollution. The utilization of rainwater is an alternative to sustainable water resources, but pollutants greatly influence its quality in the air. This study aims to improve the quality of rainwater as a source of drinking water by using the filtration method. The study used a completely randomized design with two replications. Three media were used (silica, zeolite, and activated carbon), and three thickness levels for each medium. Raw water is rainwater collected from the roofs of people's houses in industrial areas located by the sea, with the characteristics of dense population and heavy traffic. The water quality parameters observed were hardness, nitrite, nitrate, and sulfate. Water quality measurements were carried out before and after the experiment. The research has significantly proven that the combination of three media (silica, zeolite, and activated carbon) can improve the quality of rainwater on the parameters of hardness, nitrite, nitrate, and sulfate. The combination of the three media can reduce the value of hardness (37.9%), nitrite (73.18%), nitrate (61.32%), and sulfate (54.65%). The combination of thickness that is effective in reducing the values of the four parameters is 20 cm (silica), 40 cm (zeolite), and 40 cm (activated carbon). Overall, the parameters are in accordance with regulations. The filtration method with a combination of silica, zeolite, and activated carbon media effectively improve the chemical quality of rainwater so that it is suitable for consumption. However, the disinfection process needs to be carried out to eliminate microorganisms. Further research is needed to determine the saturation level of the filter media. Abstrak: Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan industrialisasi berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan air bersih. Sementara itu, kuantitas dan kualitas air semakin menurun akibat eksploitasi air tanah dan pencemaran industri dan domestik. Pemanfaatan air hujan merupakan salah satu alternatif sumber daya air yang berkelanjutan, namun kualitasnya sangat dipengaruhi polutan di udara. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas air hujan sebagai sumber air minum dengan menggunakan metode filtrasi. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua ulangan. Tiga media yang digunakan (silika, zeolit, dan karbon aktif), dan tiga tingkat ketebalan untuk setiap media. Air baku adalah air hujan yang ditampung dari atap rumah-rumah penduduk di kawasan industri yang terletak di tepi laut, dengan karakteristik padat penduduk dan padat lalu lintas. Parameter kualitas air yang diamati adalah kesadahan, nitrit, nitrat, dan sulfat. Pengukuran kualitas air dilakukan sebelum dan sesudah percobaan. Penelitian telah membuktikan bahwa kombinasi tiga media (silika, zeolit, dan karbon aktif) dapat meningkatkan kualitas air hujan pada parameter kesadahan, nitrit, nitrat, dan sulfat. Kombinasi ketiga media tersebut dapat menurunkan nilai kesadahan (37,9%), nitrit (73,18%), nitrat (61,32%), dan sulfat (54,65%). Kombinasi ketebalan yang efektif menurunkan nilai keempat parameter tersebut adalah 20 cm (silika), 40 cm (zeolit), dan 40 cm (karbon aktif). Secara keseluruhan, nilai parameter sesuai dengan regulasi. Metode filtrasi dengan kombinasi media silika, zeolit, dan karbon aktif efektif meningkatkan kualitas kimiawi air hujan sehingga layak untuk dikonsumsi. Namun, proses desinfeksi perlu dilakukan untuk menghilangkan mikroorganisme. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat kejenuhan media filter.
Coagulation and Filtration Methods on Tofu Wastewater Treatment Murwanto, Bambang; Sutopo, Agus; Yushananta, Prayudhy
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 6, No 2: June 2021
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1475.984 KB) | DOI: 10.30604/jika.v6i2.505

Abstract

The tofu industry is a small industry (home industry) that produces wastewater between 100-200 times the allowable limit and is usually discharged directly into water bodies, thus polluting the environment. This study aims to combine the coagulation method (stage 1) using Polyalumunium Chloride (PAC) with filtration (stage 2) on several variations of materials (quartz, activated carbon, and zeolite). The study was conducted with six replications. The comparison of waste quality (BOD, COD) was observed at each stage of the study. The SAS 9.4 was used for data analysis, including the application of the T-test and ANOVA. The study found that coagulation with PAC 690 mg/L reduced BOD by 51.7% and a dose of 765 mg/L by 61.1%. In the COD parameter, the reductions were 65.84% and 67.55%. In the second stage (filtration), the reduction in BOD was higher in activated carbon (79.33%) compared to zeolite (78.67%) and quartz (75.46%). Activated carbon also had the most COD reduction effect (73.22%). Although the statistical results showed significant differences in all doses and media, the use of 765 mg / L PAC and activated carbon filtration had the most effect on reducing BOD and COD of tofu industrial wastewater. This research can be used as an alternative in the physical processing of tofu industrial wastewater.Abstrak: Industri tahu dan tempe merupakan industri kecil (home industry) yang menghasilkan limbah  antara 100-200 kali batas yang diijinkan dan biasanya langsung dibuang ke badan air, sehingga mencemari lingkungan. Penelitian bertujuan menggunakan metode koagulasi (tahap 1) dengan Polyalumunium Chloride (PAC), dan metode filtrasi (tahap 2) dengan tiga variasi bahan (kuarsa, karbon aktif, dan zeolit). Penelitian dilakukan dengan enam replikasi. Perbandingan kualitas limbah (BOD, COD) diamati pada setiap tahap penelitian. Perangkat SAS 9.4 digunakan untuk analisis data, termasuk penerapan uji T dan ANOVA. Penelitian mendapatkan, bahwa nilai BOD dan COD limbah segar industri tahu sebesar 1.813 mg/L dan 2.570 mg/L. Pada tahap pertama perlakuan (koagulasi dengan PAC 690 mg/L dan 765 mg/L) terjadi penurunan BOD sebesar 51,7%, dan 61,1%. Pada parameter COD, penurunan sebesar 65,84% dan 67,55%. Pada tahap kedua (filtrasi), penurunan BOD lebih tinggi pada carbon aktif (79,33%) dibandingkan dengan zeolit (78,67%) dan kuarsa (75,46%). Penurunan COD terbesar juga pada karbon aktif (73,22%). Walaupun hasil statistik menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua variasi dosis dan media, namun penggunaan PAC dosis 765 mg/L dan filtrasi karbon aktif memberikan efek terbesar terhadap penurunan BOD dan COD limbah cair industri tahu. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengolahan fisika limbah cair industri tahu.
The social capital strengthening and its development alternatives of waste banks in Java Kasjono, Heru Subaris; Suwerda, Bambang; Haryanti, Sri; Ariff, Tengku Mohammad; Yushananta, Prayudhy
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 8, No 2: June 2023
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (840.232 KB) | DOI: 10.30604/jika.v8i2.1984

Abstract

The waste bank (WB) is a government program encouraging community participation in managing waste with social engineering principles. Since its establishment in 2008, only 5% of active customers remain. This study evaluates the management of WB sustainably and the most optimal future alternatives. The research is qualitative and quantitative with a sequential exploratory approach. Data from 35 WB in four provinces (East Java, Central Java, West Java, and DI Yogyakarta) involved 680 respondents. The data was analyzed using the Analytic Network Process (ANP) and Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA) to select the optimal alternative. This study found that the three main problems in WB management are institutional (community proactiveness, training, outreach, and capacity building), waste bank capital (triple helix, youth education, and communication forums), and marketing (old selling products, price fluctuations, and market access). Strengthening social capital-based institutions is the main topic of improvement and sustainability, especially networks and trust. The role of government, NGOs, and the community is needed to encourage the sustainability of the WB. The main strategy for solving the problem is strengthening social capital-based institutions, especially networking and value (trust, convenience, and relationships). Assistance is needed from the government or NGOs in managing WB by prioritizing institutional strengthening based on social capital. In addition, encourage all parties to develop an independent waste bank model with reinforcements, especially in institutions, capital, and marketing. Abstrak: Bank sampah merupakan program pemerintah untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah dengan prinsip rekayasa sosial. Sejak didirikan pada tahun 2008, saat ini hanya tersisa 5% nasabah yang aktif. Studi ini mengevaluasi pengelolaan bank sampah secara berkelanjutan dan alternatif masa depan yang paling optimal. Penelitian  bersifat kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan eksplorasi sequential. Penelitian bersifat kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan eksplorasi sequential. Data diperoleh dari 35 Bank Sampah di empat provinsi (Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta), dan melibatkan 680 responden. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan Analytic Network Process (ANP) dan Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA) untuk memilih alternatif yang optimal. Studi ini menemukan bahwa tiga permasalahan utama pengelolaan bank sampah adalah kelembagaan (proaktif masyarakat, pelatihan, sosialisasi, dan peningkatan kapasitas), modal bank sampah (triple helix, forum komunikasi dan edukasi golongan muda), dan pemasaran (produk laku lama, fluktuasi harga dan akses pasar). Penguatan kelembagaan berbasis modal sosial menjadi topik utama perbaikan dan keberlanjutan, terutama jejaring dan kepercayaan. Peran pemerintah, LSM, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mendorong keberlangsungan Bank Sampah. Strategi utama untuk menyelesaikan masalah adalah penguatan kelembagaan berbasis modal sosial, terutama aspek jaringan (networking) dan nilai (trust, convenience and relationships). Diperlukan pendampingan dari pemerintah atau LSM dalam pengelolaan bank sampah dengan mengutamakan penguatan kelembagaan yang berbasis modal sosial. Serta mendorong semua pihak untuk mengembangkan model bank sampah mandiri dengan penguatan-penguatan, terutama pada kelembagaan, permodalan dan pemasaran.
Anemia and its Associated Factors Among Women of Reproductive Age in Horticulture Area Yushananta, Prayudhy; Anggraini, Yetti; Ahyanti, Mei; Sariyanto, Iwan
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 6, No 2: June 2021
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1402.425 KB) | DOI: 10.30604/jika.v6i2.498

Abstract

Anemia continues to be an important and widespread public health problem, so it must be addressed. About 1.74 (1.72-1.76) billion people worldwide suffer from anemia, especially children under five, women of reproductive age (WRA), and pregnant women. As many as 500 million WRA suffer from anemia; this will impact the loss of productivity due to decreased work capacity, cognitive impairment, susceptibility to infections, and increased risk of complications in pregnancy and childbirth. This study analyzes the risk factors for anemia in women of reproductive age (15-59) who work in horticultural agriculture. The study was conducted with a cross-sectional design involving 160 participants from three main centers of horticultural agriculture in West Lampung Regency. SPSS was used for Chi-square analysis, Odds Ratio, and Logistic Regression (alpha = 0.05). The results showed that the prevalence of anemia in women of reproductive age who worked in horticultural agriculture was 27.5%. The study also identified three risk factors for anemia: poor nutritional status (AOR = 24.53; 95% CI 5.59-107.70), lack of protein intake (AOR = 28.01; 95% CI 6.97- 112.52), and less intake of high iron vegetables (AOR = 6.13; 95% CI 1.79-21.01). Nutritional interventions should emphasize increasing protein, iron, and vitamins through improved diet, fortification efforts, and iron supplementation.Abstrak: Anemia masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting dan meluas, sehingga harus ditangani. Sekitar 1,74 (1,72-1,76) miliar penduduk dunia menderita anemia, terutama anak balita, wanita usia subur (WUS) dan wanita hamil. Sebanyak 500 juta WUS menderita anemia, iniakanberdampak pada hilangnya produktivitas karena penurunan kapasitas kerja, gangguan kognitif, dan kerentanan terhadap infeksi, serta meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan persalinan. Penelitian bertujuan menganalisis faktor risiko anemia pada wanita usia subur (15-59) yang bekerja pada pertanian hortikultura. Penelitian dilakukan dengan rancangan cross sectional, melibatkan 160 orang partisipan dari tiga sentra utama pertanian hortikultura di Kabupaten Lampung Barat. SPSS digunakan untuk analisis Chi-square, Odds Ratio, dan Logistic Regression (alpha=0,05). Hasil penelitian mendapatkan prevalensi anemia pada wanita usia subur yang bekerja pada pertanian hortikultura sebesar 27,5%. Penelitian juga mendapatkan tiga faktor risiko untuk anemia: status gizi yang kurang baik (AOR=24,53; 95%CI 5,59-107,70), kurang asupan protein (AOR=28,01; 95%CI 6,97-112,52), dan kurang asupan sayuran tinggi zat besi (AOR=6,13; 95%CI 1,79-21,01). Intervensi gizi harus menekankan pada peningkatan asupan protein, zat besi dan vitamin, baik melalui perbaikan menu makanan, upaya fortifikasi dan suplementasi tablet Fe.
Utilization of Banana Pith Starch From Agricultural Waste As A Cationic Coagulant Yushananta, Prayudhy; Ahyanti, Mei
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 7, No 1: March, 2022
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (682.169 KB) | DOI: 10.30604/jika.v7i1.856

Abstract

The coagulation method is the most commonly used in water treatment. However, long-term use of chemical coagulants can increase the risk of Alzheimer's disease and neurotoxicity, in addition to harming organisms, lowering the pH of the water, corrosion of pipes, and the use of high doses of chlorine. The study synthesized banana pith starch from agricultural waste as a cationic coagulant for river water treatment. Banana pith starch was modified by grafting cations from GTA (3-Chloro-2-hydroxypropyl trimethyl ammonium chloride) into the backbone structure of starch using microwave radiation. Performance tests were carried out on variations in dose (4), speed (3), and stirring time (3). Parameters tested were turbidity, TDS, and color, with four replications. The study found that the synthetic cationic coagulant could reduce turbidity up to 94.4%, while the color and TDS were 87.46% and 57.33%, respectively. The various treatments seemed to work on all test parameters (p less than 0.05). However, the most effective treatment was at a dose of 300 ppm, a stirring speed of 200 rpm, for 5 minutes. Research has proved that banana pith starch can be modified into an effective cationic coagulant to remove colloid compounds in water.Abstrak: Saat ini metode koagulasi merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pengolahan air. Namun, penggunaan koagulan kimia jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer danneurotoksik, selain juga merugikan organisme, pH air menjadi rendah, korosi pipa, penggunaan clorin dosis tinggi. Penelitian bertujuan memanfaatkan pati empulur pisang dari limbah pertanian, sebagai koagulan kationik untuk pengolahan air sungai. Modifikasi pati empulur pisang dilakukan dengan cara mencangkokkan kation dari GTA (3-Chloro-2-hydroxypropyl trimetil amonium klorida) ke dalam struktur tulang punggung pati, menggunakan radiasi gelombang mikro. Pengujian kinerja dilakukan pada variasi dosis (4), kecepatan (3), dan waktu pengadukan (3). Parameter yang diuji adalah kekeruhan, TDS, dan warna, dengan empat kali ulangan. Penelitian mendapatkan bahwa koagulan kationik hasil sintesis mampu mereduksi kekeruhan hingga 94,4%, sedangkan warna dan TDS sebesar 87,46% dan 57,33%. Ragam perlakuan terlihat bekerja pada semua parameter uji (p kurang dari 0,05). Namun begitu, perlakuan paling efektif pada dosis 300 ppm, kecepatan pengadukan 200 rpm, selama 5 menit. Penelitian telah berhasil membuktikan bahwa pati empulur pisang dapat dimodifikasi menjadi koagulan kationik yang efektif untuk menghilangkan senyawa koloid dalam air.
Very Low-Cost, Internet of Things (IoT) Air Quality Monitoring Platform Yushananta, Prayudhy
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 8, No 2: June 2023
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1282.411 KB) | DOI: 10.30604/jika.v8i2.1919

Abstract

Every year millions of people die prematurely due to air pollution. Many deaths occurred in cities, where fumes from vehicles, factories, and power plants filled the air with noxious particles and gases. The COVID-19 pandemic has also created a new awareness about the importance of monitoring air quality in the atmosphere and indoors. However, the available data are not widely accessible to the general public and are explicitly restricted for organizational use due to high costs. The research aims to develop a low-cost air quality monitoring device with parameters NOx, SOx, CO, O3, PM2.5, temperature, and humidity. The Air Quality Monitoring Prototype (AQMP) prototype was developed using an Internet of Things (IoT) solution based on low-cost sensors with a low-cost, low-energy, open-source Arduino system. Data is recorded every minute and stored in a database for parameters NOx, SOx, CO, O3, PM2.5, temperature, and humidity. Data communication is carried out via the cloud and displayed on smartphones and the web. The stages of work are carried out by designing systems, determining and constructing hardware, installing software, and testing. The test results show that the AQMP can operate and detect all parameters. Comparisons were made with data from the Environment Service of Bandar Lampung City, and the results showed an accuracy rate above 95%. This research has proven that low-cost air quality monitoring device can be developed with IoT. This research simultaneously supports the concept of "Going Green" to maintain a healthy and clean environment for present and future generations. Abstrak: Setiap tahunnya jutaan orang meninggal sebelum waktunya akibat pencemaran udara, terutama ini terjadi di perkotaan. Pandemi COVID-19 juga telah memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya pemantauan kualitas udara di atmosfer maupun dalam ruangan. Namun, data yang tersedia tidak dapat diakses secara luas untuk masyarakat umum dan dibatasi secara khusus untuk penggunaan organisasi karena biaya tinggi. Penelitian bertujuan mengembangkan alat pemantau kualitas udara berbiaya rendah, dengan parameter NOx, SOx, CO, O3, PM2.5, suhu dan kelembaban. Prototipe perangkat pemantau kualitas udara (Air Quality Monitoring Prototype/AQMP) dikembangkan menggunakan Internet of Things (IoT), berdasarkan sensor berbiaya rendah, dengan sistem Arduino yang berbiaya rendah, minim energi, dan bersifat terbuka. Perekaman data dilakukan setiap menit dan tersimpan dalam database untuk semua parameter. Komunikasi data dilakukan melalui cloud, dan ditampilkan pada smartphone maupun web. Tahapan pekerjaan dilakukan dengan perancangan sistem, penentuan dan konstruksi hardware, penanaman software, dan pengujian. Hasil uji coba didapatkan bahwa AQMP dapat beroperasi dan mampu mendeteksi keseluruhan parameter. Perbandingan dilakukan dengan data Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung, hasilnya menunjukkan tingkat akurasi di atas 95%, sehingga layak untuk digunakan. Penelitian ini telah membuktikan bahwa alat pemantau kualitas udara berbiaya rendah dapat dikembangkan dengan IoT, dan memberikan hasil yang akurat. Penelitian ini sekaligus mendukung konsep “Going Green” untuk mempertahankan lingkungan yang sehat dan bersih untuk generasi sekarang dan mendatang.
Dengue Hemorrhagic Fever and Its Correlation with The Weather Factor In Bandar Lampung City: Study From 2009-2018 Yushananta, Prayudhy
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 6, No 1: March 2021
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.27 KB) | DOI: 10.30604/jika.v6i1.452

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the most serious vector-borne disease in Bandar Lampung. Dengue virus and its vector Aedes Aegypti are sensitive to weather changes, especially rainfall, temperature and humidity. This research objective was to determine the correlation between weather factors and dengue cases using the period 2009-2018. Data obtained from reports on the number of monthly cases of the in Health Office of Bandar Lampung City and daily climate reports from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency, which are converted into monthly averages. We found that the highest DHF cases were in January, February and March. Rainfall has a positive correlation with the number of dengue cases in 2011 (p-value = 0.012) and 2015 (p-value = 0.020). Each year, the rainy period precedes the start of the increase in dengue cases. Temperature has a negative correlation in 2014 (p-value = 0.036). Humidity has a positive correlation in 2014 (p-value = 0.024) and 2015 (p-value = 0.018). Rainfall has the greatest influence in relation to DHF cases in Bandar Lampung City (36.9%). These findings provide empirical evidence regarding the correlation between weather factors and DHF transmission and are expected to provide a scientific basis for the prevention and control of DHF. Abstrak: DBD adalah penyakit tular vektor yang paling serius di Kota Bandar Lampung. Virus dengue dan vektornya Aedes aegypti sensitif terhadap perubahan cuaca, khususnya curah hujan, temperatur dan kelembaban. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan faktor cuaca dengan kasus DBD menggunakan periode tahun 2009-2018. Data diperoleh dari laporan jumlah kasus bulanan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, dan iklim harian dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang dikonversi menjadi rata-rata bulanan. Kami menemukan, kasus DBD tertinggi pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Curah hujan berkorelasi positif dengan jumlah kasus DBD pada tahun 2011 (p-value=0,012), dan 2015 (p-value=0,020). Setiap tahunnya, periode hujan mendahului dimulainya waktu peningkatan kasus DBD. Temperatur berkorelasi negatif pada tahun 2014 (p-value=0,036). Kelembaban berkorelasi positif pada tahun 2014 (p-value=0,024), dan 2015 (p-value=0,018). Curah hujan memberikan pengaruh terbesar dalam hubungan dengan kasus DBD di Kota Bandar Lampung (36,9%). Temuan ini memberikan bukti empirik mengenai hubungan faktor cuaca dengan penularan DBD, dan diharapkan dapat memberikan landasan ilmiah untuk pencegahan dan penanggulangan DBD.