Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search
Journal : Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia

IDENTIFIKASI DAN HITUNG JUMLAH BAKTERI KONTAMINAN PADA LALAT Masca domestica BERDASARKAN LOKASI PENANGKAPAN DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG Sri Darmawati; Sayono -; Misno Sudarmadi
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 2. No. 2. Tahun 2005
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8753.423 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.2.2.2005.%p

Abstract

Latar belakang: Lalat, khususnya lalat rumah (Musca domestica) merupakan salah satu vektor mekanis beberapa jenis penyakit. Aktivitas berkembang biak pada sampah dan mencari makan pada makanan manusia berpotensi menimbulkan kontaminasi bakteri pada makanan dan minuman. Di lingkungan rumah sakit, hal ini sangatpenting untuk diperhatikan. Tujuan: mengidentifikasi bakteri dan menghitung jumlah bakteri kontaminan yang terdapat pada tubuh lalat.Musca domesetica. Metode: Jenis penelitian ekplanatori, dengan rancangan cross sectional dan pendekatan observasional. Populasi penelitian adalah lalat Musca domestica yang berada di lingkungan rumah sakit Bhayangkara Semarang. Sampel diambil secara accidental (kebetulan). Lalat ditangkap dengan jaring penangkap lalat. Variabel bebas, yaitu tempat (terdiri dari 3 lokasi), dan variabel terikat adalahjumlah bakteri kontaminan pada tubuh. Jumlah bakteri dihitung dengan metod Standart Plate Count (SPC). Data diolah dengan program komputer dan dianalisis secara diskriptif dan analitik. Analisis analitik menggunakan uji Analisa Varians Satu Jalan (One Way Anova). Hasil; Hasil identifikasi ditemukan, lima jenis bakteri kontaminan adalah Providencia rettgeri, Providencia stuartii, Enterobacter aerogenes, Citrobacter freundii, dan Bacillus sp., rerata jumlah bakteri pada lalat yang ditangkap di dapur adalah 1,85 x 104 sel batkteri/ekor, di TPS 7,4 x  103sel bakteri/ekor dan di bangzaal perqwatan 1,93 x 103 sel bakteri/ekor, hasil uji Anova menunjukkun nilai F = 1,142 dan p : 0,336. Simpulan: Ada lima jenis bakteri kontaminan yang ditemukan pada tubuh lalat di lingkungan rumah sakit Bhayangkara Semarang, tidak ditemukan bakteri Salmonella sp, dan tidak ada perbedaan jumlah bakteri secara signifikan menurut tempat penangkapan lalat.Kata kunci: Musca domestica, bakteri kontaminan, rumah sakit
PERBEDAAN INTENSITAS PEMAKAIAN INSEKTISIDA RUMAH TANGGA DENGAN RESISTENSI NYAMUK Aedes aegypti TERHADAP GOLONGAN PIRETROID DI KOTA SEMARANG Dwi Irmayani; Sayono S; Syaifuddin Ali Anwar
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 8. No. 2. Tahun 2013
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.739 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.8.2.2013.30-34

Abstract

Latar Belakang : Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama Demam Berdarah dengue (DBD) yang menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Obat dan vaksin belum ada yang direkomendasikan sehingga masyarakat lebih memilih penggunaan insektisida termasuk insektisida rumah tangga dalam pemberantasan Aedes aegypti. Dampak penggunaan insektisida rumah tangga dengan resistensi belum diketahui. Tujuan : Mengetahui perbedaan intensitas pemakaian insektisida rumah tanggadengan resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap golongan piretroid di kota Semarang. Metode : Lokasi penelitian di Sendangmulyo, Petompon, Wonosari, Kalipancur, Candisari, dan Kedungmundu. Survei larva dilakukan dirumah penderita DBD dan rumah sekitar penderita dengan radius 100 m. Larva yang terkumpul dipelihara sampai menjadi nyamuk. Nyamuk yang berumur 3-5 hari dijadikan sampel untuk uji susceptibility dengan impragnated paper. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji oneway Anova . Hasil : rata-rata jumlah nyamuk mati setelah holding 24 jam dengan insektisida deltametrin dan lamdasihalotrin pada kelurahan Sendangmulyo 10,7% dan 6,7%, Petompon 37,3% dan 32%, Wonosari 21,3% dan 36%, Kalipancur 12% dan 45,3%, Candisari 29,3% dan 37,3%, Kedungmundu 9,3% dan 1,3%. Simpulan : Kematian nyamuk dengan insektisida deltametrin berkisar antara 9,3-27,3% (resisten), sedangkan dengan insektisida lamdasihalotrin berkisar antara 1,3-45,3% (resisten)Kata kunci : pemakaian insektisida rumah tangga, resistensi, Aedes aegypti, golongan piretroid
TEKNIK SELOTIF-ENTELLAN DAPAT MENGAWETKAN TELUR Enterobius vermicularis (E. vermicularis) DALAM PREPARAT PERMANEN SELAMA 8 TAHUN Didik Sumanto; Sayono Sayono; Puji Lestari Mudawamah
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 14. No. 1. Tahun 2019
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.619 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.v14i1.4788

Abstract

Latar belakang: Pengolahan parasit menjadi awetan permanen merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan morfologi parasit agar memudahkan pembelajaran identifikasi parasit. Enterobiasis sudah menjadi penyakit yang diabaikan, namun kasusnya masih sering ditemukan. Stadium telur menjadi penting dalam penegakan diagnosis enterobiasis. E. vermicularis memiliki telur berdinding dua lapis dari bahan protein yang mudah rusak. Pengolahan spesimen telur cacing yang kurang tepat menyebabkan kerusakan morfologinya dan awetan tidak akan bertahan lama. Tujuan: mengetahui daya tahan telur E. vermicularis dalam awetan permanen selotif-entellan. Metode: Spesimen telur cacing diambil dari daerah perianal penderita menggunakan periplaswab dengan metode Graham scotch tape. Selotif berisi telur cacing dipotong dan ditempelkan pada kaca obyek. Proses mounting dilakukan dengan entellan di atas selotif dengan kaca penutup. Pengamatan dilakukan setiap tahun selama 8 tahun dengan melihat morfologi dan jumlah telur yang masih utuh dalam awetan. Hasil: morfologi telur E. vermicularis masih utuh dan bertahan selama 8 tahun dalam awetan selotif entellan. Dari tahun ke tahun tidak ada satupun telur yang mengalami kerusakan ataupun pecah. Jumlah telur sejak tahun pertama pengamatan hingga tahun ke 8 masih tetap sama. Perubahan warna terjadi pada bagian dalam telur. Saat awal pengambilan spesimen apus perianal, bagian dalam telur berwarna agak kehijauan. Paparan entellan dalam awetan mengubah warna sel telur yang semula kehijauan menjadi pucat transparan sejak tahun pertama pada bulan kedua pengamatan.
INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN I Sayono . .
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 1. No. 1. Tahun 2003
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (776.389 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.1.1.2003.%p

Abstract

ABSTRAKSI Background: Soil Transmitted Helminthes (STH) consist of Ascaris lumbtricoides, Trichuris trichiura, Necalor americanus, Ancylostoma duodenale, and Strogiloides stercoralis. These species grow well in Indonesia because have suitable climate. The characteristics of these helminthes are the adult worm is constant in digestion canal and the eggs with be infective when live in the ground, except Strogtloides stercoralis species. The life cycle of these species will be can if communities applied the healthy behavior, especially using foot barrier, permanent water closed, washing hand before eating, cutting and cleaning nail. Objective: to analyze differences about prevalence of soil transmitted helminthes infection based on daily behavior of elementary students. Method: This explanatory study used the us sectional design. The population study is the third class of elementary school students of Ungaran l, III, and VII (in urban) and Kawengen I and II Madrasah lbtidaiyah I and II (in rural), work area of Puskesmas Ungaran l. The number of samples is 162 students, choose randomly. The observed variables are soil transmitted helminthes infection, using permanent water closed, washing hand before eating, and nail cleaning. Data be analyzed by Chi Square test at the significant level 5%. Results: prevalence of STH infection in urban l4,8 % and in rural 65,43%, and also found 8 cases of cacing tambang. These are different Significantly base on using of permanent water closed and washing hand before eating habit (p<0, 05), and not significantly base on using foot barrier and nail cleaning habit (p>0,05). Conclusion: STH infection in rural higher than in urban, using permanent water closed and washing hands before eating will decrease prevalence of infection. Keyword: soil transmitted helminthes, foot barrier, washing hands, water closed
PERTUMBUHAN LARVA Aedes aegypti PADA AIR TERCEMAR - Sayono; S Qoniatun; - Mifbakhuddin
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 7. No. 1. Tahun 2011
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.773 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.7.1.2011.%p

Abstract

ABSTRACT Background: Ae. aegypti is the primary vector of dengue viruses. This species proved to lay their eggs in the polluted breeding water. Ae. Aegypti’s eggs also can hatch in the sewage water, but their survival and growth to be pupae and imago is still unknown. Objective : to understand of Ae.aegypti larvae survivality and growth in various of breeding water such as well water, sewage water, waste-soap water, and chlorinated-water. Method : four kinds of breeding water were taken from setlement and used directly. The eggs of laboratory strain of Ae. Aegypti were hatched in clean water medium. Larvae reared until of three-days old. As many as 25 healthy larvae were sampled to the four types of water brood. The number of survival larvae, pupae, and imago were observed and calculated everyday for a month. Data was analyzed descriptively and analytically. Results: Ae. aegypti can survive in the sewage, well, and chlorinated water, respectively. Larval mortality in well and chlorinated water were more than 97%. The normally larval growth was occured in the sewage water brood only, but not in the well and chlorinated water. Larvae can not survive in the waste-soap water. Conclusion: the clean sewage water can be a good breeding places for Ae. aegypti, so that, its presence should be considered in the vector control program. Keywords : Ae. aegypti larvae, pupae, imago, polluted water ABSTRAK Latar Belakang: Nyamuk Ae. aegypti adalah vektor primer virus Dengue, terbukti mau bertelur pada air perindukan yang tidak bersih. Telur Ae. aegypti dapat menetas pada air comberan, meskipun belum diketahui ketahanan hidup dan pertumbuhan larva menjadi pupa dan nyamuk dewasa. Tujuan : Mengetahui ketahanan hidup dan pertumbuhan  larva Ae.aegypti pada berbagai jenis air perindukan yaitu air sumur gali, air comberan, air limbah sabun mandi dan air bersih. Metode : Empat jenis air perindukan diambil secara langsung dari pemukiman penduduk dan langsung digunakan.. Telur Ae. aegypti strain laboratorium ditetaskan pada media air bersih. Larva dipelihara hingga berumur 3 hari. Sampel sebanyak 25 ekor larva sehat dimasukkan ke enam jenis air perindukan. Jumlah larva yang bertahan hidup, menjadi pupa dan nyamuk dewasa diamati dan dihitung setiap hari selama 1 bulan. Data ketahanan dan pertumbuhan larva dianalisis secara diskriptif dan komparatif. Hasil : Larva Ae. aegypti dapat bertahan hidup pada air got, SGL, dan PAM, dengan rerata yang berbeda nyata. Kematian larva pada air SGL dan PAM sangat tinggi (> 97%). Pertumbuhan larva secara  normal hanya terjadi pada media perindukan air got. Larva Ae. aegypti tidak dapat tumbuh menjadi pupa pada air SGL dan PAM, bahkan tidak bertahan hidup pada air limbah sabun mandi. Kesimpulan : Air got yang didiamkan dan jernih menjadi tempat perindukan yang baik bagi Ae. aegypti, sehingga keberadaannya perlu diperhatikan dalam pembersihan sarang nyamuk. Kata kunci : Larva Ae. aegypti, pupa, nyamuk dewasa, air perindukan tercemar
HUBUNGAN LAMA KERJA, BAGIAN KERJA DAN PEMAKAIAN MASKER DENGAN SUSPEK DAN INFEKSI MYCOBACTERILM TUBERCULOSA (Studi di Balai Peneegahan dan Pengobatan Penyakit Paru Semarang Tahun 2003) Didik . Suwarsono; Nurhayati . .; Sayono . .
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 1. No. 1. Tahun 2003
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.356 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.1.1.2003.%p

Abstract

ABSTRACT Background: Pulmonary Tuberculosis is still a public health problem, New cases is occurred 583.000 per year, and 140.000 of them died. Up to 2000, there were 69.771 suspects, 3.524 new cases. Of BTA (+), 124 reoccurrences and 1.806 BTA roentgen (+) in Central Java. This disease is caused by Mycobacterium tuberculosis that transmitted though the respiratory tract by droplet nuclei and dust. Health workers in BP4 is one of high risk group of this disease because face and service many patients everyday. This research is designed to analyze the correlation among job tenure and job division, and masker usage with suspect and infection of mycobacterium tuberculosis. Method: this explanatory research is used cross sectional design and survey approach. Population of study are all of the BP4 health workers. The independents variables are job tenure, job division, and masker usage, and the dependents are suspects and infection occurrence.  Data analyzed statistically by Chi Square test at 5%o significant level. Results: there is not infected Berson in health workers of BP4 Semarang, and only 8,7% of the them are suspects. There is not correlation among job tenure,job, television, and masker usage with suspects. Conclusion: the suspect’s occurrence did not base ort job tenure, job division, and masker usage. Keyword: job tenure, job division, masker usage, pulmonary tuberculosis
ANALISIS SPASIAL FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN JEPARA Winarsih W; Ratih Sari Wardani; Sayono S
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 8. No. 1. Tahun 2013
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1330.968 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.8.1.2013.63-77

Abstract

Latar Belakang: Permasalahan dalam pemberantasan penyakit kusta di Kabupaten Jepara adalah rendahnya cakupan penemuan (case finding) penderita kusta. disebabkan karena : 1) keterbatasan sumber daya manusia. 2) Sebagian besar (85%) penderita kusta adalah masyarakat miskin. 3) Bertambahnya jumlah penduduk. 4) Stigma terhadap kusta yang berlebihan. Tujuan : untuk mengetahui faktor risiko kepadatan penduduk, kemiskinan dan keberadaan sarana pelayanan kesehatan dengan kejadian kusta dan distribusi kusta secara spasial menggunakan sistem informasi geografik di kabupaten Jepara. Metode : jenis penelitian adalah survai dengan metode Case control melalui observasi dan pengambilan data koordinat lokasi penderita menggunakan Global Positioning System. Populasi adalah seluruh penderita kusta sejumlah 90 kasus di Kabupaten Jepara kemudian diambil 42 kasus dan 42 kontrol dengan tehnik pemilihan sampel menggunakan simple random sampling atau acak. Variabel bebas personal hygiene, kemiskinan,kepadatan hunian, jarak tempat tinggal dengan Puskesmas sedangkan variabel terikat kejadian kusta. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan 0,05 dan menghitung nilai odds ratio ( OR ) serta analisis spacial menggunakan sofware sistem informasi geografik untuk membuat peta tematik penyebaran kusta. Hasil : faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta yaitu umur 22,6%, jenis kelamin 59,5%, pendidikan 88,1%, Personal hygiene 59,5% ( nilai p 0,001), (OR) = 5,392), Kemiskinan 23,8%, (nilai p 0,034), (OR) = 3,188 ), Kepadatan hunian 69% (nilai p 0,034), (OR) = 3,188). Kesimpulan: Ada hubungan personal hygiene,kemiskinan,kepadatan hunian dengan kejadian kusta dan memperoleh peta tematik kejadian kusta yang di overlay dengan kemiskinan, kepadatan penduduk,dan jarak tempat tinggal dengan Puskesmas.Kata kunci : spasial, faktor risiko, kusta
FAKTOR RISIKO KEJADIAN ABORTUS (STUDI DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG) Maghni Amalia; sayono s
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 10. No. 1. Tahun 2015
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.824 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.v10i1.2374

Abstract

Background: Abortus is one of the pregnancy can cause of maternal mortality, and hemorrhageresulting from infection. Risk factors abortion this is some kinds of age mother is pregnant at the time mother, disease abnormality genetalia mother physical activity trauma and chromosomal translocation. Objective: To determine the risk factors of abortion in Islamic Hospital Sultan Agung Semarang. Methods : Case-control study was conducted in 126 pregnant mothers in islam hospital sultan agungsemarang, which is 63 pregnant mother had abortus inkompletus and abortus kompletus (case) and 63 pregnant mother had threatened abortion (control). The dependent variable is the incident abortus inkompletus and abortus kompletus and the independent variable are the age of the mother during pregnancy, maternal parity, maternal employment, hypertension, and levels of hemoglobin. Results : Mostly (56.3 %) pregnant women aged in a category a high risk (less 20 years or more 35 years), 76,2 % have high risk of parity, 56,3 % of worked, 58,7 % do not have hypertension, and 58,7 % do not have anemia. The results of the analytical analysis showed no significant relationship between age of the mother during pregnancy, maternal parity, maternal employment, hypertension, and hemoglobin concentration on the incidence of abortus inkompletus and abortus kompletus (respectively p 0,031; 0,021; 0,004; 0,007; 0,019). Conclusion: The age of the mother during pregnancy, maternal parity, maternal employment, hypertension, and hemoglobin levels are risk factors of abortus inkompletus and abortus kompletus.
UJI EFIKASI INSEKTISIDA HERBAL GRANULA EKSTRAK UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennts) TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes aegypti Agustina Ziyadatus; Sayono S; Mifbakhuddin M
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 8. No. 2. Tahun 2013
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.321 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.8.2.2013.1-11

Abstract

Latar belakang: Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, tercatat 5.559 kasus DBD yang tercatat selama tahun 2010 dan 46 kasus yang meninggal dunia, padahal sepanjang 2009 hanya 3.883 kasus dan pasien yang meninggal dunia 43 orang. Usaha untuk mengendalikan nyamuk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kimia dan pengelolaan lingkungan. Salah satunya dengan penggunaan granula dari bahan alami yaitu dari bahan ekstrak umbi gadung Dioscorea hispida Dennts. Tujuan: Menentukan daya bunuh ekstrak umbi gadung Dioscorea hispida Dennst dalam formulasi granula sebagai larvasida Aedes aegypti. Metode: Jenis penelitian ini adalah quasy-eksperiment dengan desain after only control groupdesign. Hasil: Kematian larva Aedes aegypti terjadi pada seluruh konsentrasi paparan, pada kontrol tidak terjadi kematian larva Aedes aegypti. Konsentrasi yang efektif adalah konsentrasi 0,07%-0,09% karena dapat membunuh > 90% larva Aedes aegypti selama 24 jam waktu perlakuan. Umur residu granula ekstrak umbi gadung hanya efektif sampai hari ke-2 hal ini menunjukkan bahwa zat yang terkandung dalam granula ekstrak umbi gadung mudah terurai secara alami oleh alam. Simpulan: Ada pengaruh yang bermakna berbagai konsentrasi granula ekstrak umbi gadung terhadap kematian larva Aedes aegypti p value =0,001 (<0,05).Kata kunci: Larva Aedes aegypti, granula ekstrak umbi gadung, daya bunuh
EFEKTIFITAS KOTAK PERANGKAP NYAMUK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedesaegypti Aienieng Nurahayati; Sayono S
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 10. No. 2. Tahun 2015
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.788 KB) | DOI: 10.26714/jkmi.v10i2.2379

Abstract

Background: Kalongan Village, Semarang regency, Hamlet Fur RT 04 and 05 RW 06 is endemic Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) from data obtained from the Department of Health Unggaran East. Efforts to prevent this disease rely on vector control using insecticide-treated mosquito trap box malathion.Objective: Determinethe effectiveness of mosquito trap box in the residential neighborhood.Method: This explanatory research using quasi-experimental design, the post-test only design. The study population was 32 houses in the hamlet Fur RT 04 and 05 RW 06, sample research homes around the latest dengue patients in May 2014 in the Village Kalongan within a radius of 100 meters. Independent variables include the dose of insecticide and the dependent variable is the number of mosquito landed and died. Data were analyzed using the Mann Whitney test.Results:The number of mosquito landed ranged from 0 s / d 5, with a mean of 0.52 and standard deviation 0.836. The number of mosquito landed on the box containing malathion 0.50 g/m2 range 65 tail, with a mean of 0.58 and standard deviation of 0.965, while the box containing malathion 0.75 g/m2 range from 51 tail with a mean of 0.46 and standard deviation 0.683 ; did not differ significantly (p = 0.822). The number of dead mosquitoes ranged from 0 s / d 3, with a mean of 0.05 and standard deviation 0.272. The number of dead mosquitoes on the box containing malathion 0.50 g/m2 range from 1 tail with a mean of 0.01 and a standard deviation of 0.094, while the malathion dose of 0.75 g/m2 range from 10 cows with mean 0.09 and standard deviation 0.369, different significantly (p = 0.017).Conclusion: There is no difference in the number of mosquitoes that land on both doses of malathion. There is a difference in the number of dead mosquitoes at both doses of malathion.