Ruswana Anwar
Departement Of Obstetrics And Gynecology, Faculty Of Medicine, Universitas Padjadjaran/Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung

Published : 24 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Indonesian Journal of Obstetrics

Perbandingan Wound Dehiscence Pasca Seksio Sesarea Antara Pasien Rujukan dan Non-rujukan di Bandung Melia Juwita Adha; Benny Hasan Purwara; Ruswana Anwar
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 4 Nomor 1 Maret 2021
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v4n1.256

Abstract

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kejadian wound dehiscence pasca seksio sesarea dan bakteri terkait antara pasien rujukan dengan non-rujukan. Metode: Penelitian ini merupakan  laporan serial kasus observasional secara retrospektif.  Kriteria subjek pada penelitian ini terdiri atas pasien rawat inap yang didiagnosis wound dehiscence pasca seksio sesarea, berusia 16 - 45 tahun, paritas 1 – 8, lama rawat 3 – 14 hari, terdapat pemeriksaan kultur pus, kadar hemoglobin dan albumin selama dirawat. Penelitian dilakukan di Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin/Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung periode Januari – Desember 2019. Hasil: Dari seluruh seksio sesarea terdapat 942 kasus rujukan dan 431 kasus non rujukan. Wound dehiscence terjadi pada 20 kasus (1,45%), dengan jumlah kasus 16 (1,7%) dari seluruh kasus rujukan dan 4 (0,92%) kasus dari seluruh pasien non-rujukan. Tidak terdapat perbedaan karakteristik pasien dari kadar hemoglobin dan albumin ataupun luaran lama perawatan  (p>0,05). Kultur pus wound dehiscence menunjukkan bakteri tersering yang ditemukan dua kelompok adalah Staphylococcus spp. Kesimpulan: wound dehiscence lebih sering terjadi pada kasus rujukan dan tidak terdapat perbedaan karakteristik dan jenis bakteri antar kelompok rujukan dan non-rujukan.Comparison of the Incidence of Post-Caesarean Wound Dehiscence among Referral and Non-referral Patients in BandungAbstract Objective: This study aims to compare the incidence of post caesarean wound dehiscence and related bacteria between referred patients and non-referred patients.  Method: This was a retrospective observational case series. Inclusion criteria consisted of all inpatients who diagnosed as caesarean  section wound dehiscence, aged 16 – 45 years old, parity 1 – 8, length of stay 3 -14 days, as well as the albumin, hemoglobin, and pus culture had been examined. The study was conducted in Obstetric and Gynaecology Department, Hasan Sadikin Hospital, Bandung from January to December 2019. Result: Among all caesarean section cases, the referred and non-referred cases were 942 and 431, respectively. Wound dehiscence were occurred in 20 cases, consisted of 16 referred cases (1.7%) and 4 (0.09%) non-referred cases. There was no difference in subject characteristics, hemoglobin, albumin, and length of stay (p>0.05). The most common observed bacteria in both group was Staphylococcus spp. Conclusion: Wound dehiscence is more frequent occurred in referred cases and bacterial characteristics between referred and non-referred group is comparable.Key words: caesarian section, pus culture, referred case, Staphylococcus
Pendidikan Era Pandemi COVID-19 Ruswana Anwar
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 4 Nomor 1 Maret 2021
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v4n1.250

Abstract

Sejarah pendidikan profesi kedokteran melalui proses yang panjang dan berliku, membutuhkan upaya berkelanjutan yang lebih baik. Tujuan pendidikan profesi adalah untuk mendidik para profesional mengupayakan penyebaran pengetahuan, mempunyai pola pikir kritis dan perilaku etis, kompeten dalam sistem pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat.Pada era pandemi COVID-19, diperlukan pendekatan sistem reformasi pendidikan professional yang terintegrasi dan kepemimpinan yang lebih baik.Pandemi COVID-19 memberikan dampak menyeluruh termasuk pada pendidikan kedokteran. Sebagian besar rotasi mahasiswa kedokteran terhenti terkait pelayanan rumah sakit berfokus pada penanganan COVID-19 dan pembelajaran tatap muka dikelas serta praktik laboratorium ditunda, mahasiswa belajar secara jarak jauh. Pandemi COVID-19 telah merubah pelayanan publik dan potensi perubahan tatalaksana pendidikan kedokteran. Rotasi penugasan yang tinggi antar bagian dan ke berbagai RS jejaring akan meningkatkan risiko peserta didik sebagai faktor penyebab penyebaran. Meskipun demikian+ peserta didik PPDS juga memegang peranan terbesar pada pelayanan medis di RS pendidikan. Terdapat kekhawatiran yang tinggi peserta didik akan dampak COVID-19 pada proses pendidikan mereka.
Tatalaksana Kehamilan G5P1A3 Gravida 10–11 Minggu dengan Riwayat Keguguran Berulang Rena Nurita; Ruswana Anwar
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 4 Nomor 1 Maret 2021
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v4n1.238

Abstract

Keguguran berulang merupakan kejadian keguguran paling tidak sebanyak dua kali atau lebih berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan/atau berat janin kurang dari 500 gram. Kejadian keguguran tiga kali atau lebih terjadi pada 1% pasangan. Analisis penyebab dan faktor risiko pada tiap pasien bersifat individu dan perlu dipelajari agar dapat dilakukan penatalaksanaan yang sesuai. Penatalaksanaan yang diberikan perlu memerhatikan kondisi sebelum kehamilan berikutnya dan mempertahankan kehamilan berikutnya yang terjadi.  Kami membahas mengenai G5P1A3 gravida 10–11 minggu dengan riwayat keguguran berulang. Pada skrining faktor risiko dan analisis penyebab keguguran berulang pada pasien ini disebabkan oleh hiperagregasi trombosit, yang belum dapat ditentukan apakah diturunkan atau didapat. Diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis tersebut. Terapi kombinasi aspirin dan heparin merupakan terapi yang tepat untuk pasien ini.  Management of G5P1A3 10–11 Weeks of Pregnancy with History of Recurrent Miscarriage AbstractRecurrent miscarriage is the occurrence of miscarriage at least two or more consecutive times at gestational age less than 20 weeks and/or fetal weight less than 500 grams. Three or more miscarriages occur in 1% couples. The analysis of causes and risk factors for each patient is individualized, so that appropriate management can be carried out. Management is focused on condition before pregnancy and maintenance of the following pregnancy. We discuss about G5P1A3 10-11 weeks of pregnancy with history of recurrent miscarriages. Platelet hyperaggregation, which cannot be determined whether it is inherited or acquired suspected as the etiology of recurrent miscarriage in this patient. Further examination is needed to determine the diagnosis. Combination of aspirin and heparin is the appropriate management for this patient. Key word: aspirin, heparin, platelet hyperaggregation, recurrent miscarriage, thrombophilia
Cervical Cancer Radiotherapy Response in Dr. Hasan Sadikin General Center Hospital Jaeni Pringgowibowo; Dodi Suardi; Ruswana Anwar
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 5 Nomor 1 Maret 2022
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v5n1.340

Abstract

Objective: To determine the response to radiation therapy based on the characteristics of cervical cancer patients who were given radiotherapy at Hasan Sadikin Hospital in 2020.Methods: The study was conducted using an observational analytic study method with a cross-sectional design, involving 75 cases of cervical carcinoma who were given complete radiation therapy but were not given neoadjuvant chemotherapy or surgery, which were recorded in the medical record at the Central General Hospital (RSUP) Dr. Hasan Sadikin. Results: Response to therapy had a significant relationship (p< 0.05) with age (p 0.030), histopathological type (p 0.009), and tumor mass size (p 0.042), but had no significant relationship to cervical cancer stage (p 0.055). Further analysis found that the response to radiation therapy at stage III was highly dependent on the size of the tumor mass (p<0.001). Based on the odds ratio calculation, the response to therapy was better in patients aged 35 years 3.44 times compared to patients aged 18-34 years, cervical cancer with squamous type histopathology 5.23 times compared to adenocarcinoma type histopathology, and cervical cancer with tumor mass size. <4 cm 2.86 times compared to tumor mass size 4 cm.Conclusion: The therapeutic response was better in cervical cancer patients who underwent complete radiation therapy in patients aged 35 years, stage III cervical cancer with tumor mass size <4 cm, squamous type histopathology, and tumor mass size <4cm.Respon Radioterapi pada Kanker Serviks di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin BandungAbstrakTujuan: Untuk mengetahui respon terapi radiasi berdasarkan karakteristik pasien kanker serviks yang diberikan radioterapi di Rumah Sakit Hasan Sadikin tahun 2020. Metode: Penelitian dilakukan menggunakan metode studi analitik observasional dengan desain potong lintang, melibatkan 75 kasus karsinoma serviks yang diberikan terapi radiasi komplit tetapi tidak diberikan kemoterapi neoadjuvant maupun tindakan operasi, yang tercatat pada rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin.Hasil: Respon terapi memiliki hubungan yang signifikan (p<0,05) terhadap usia (p 0,030), tipe histopatologi (p 0,009), dan ukuran massa (p 0,042), tetapi memiliki hubungan yang tidak bermakna terhadap stadium kanker serviks (p 0,055). Analisis lebih lanjut didapatkan bahwa respon terapi radiasi pada stadium III sangat bergantung kepada ukuran massa tumor (p<0,001). Berdasarkan penghitungan odd ratio respon terapi lebih baik didapatkan pada pasien berusia ≥35 tahun 3,44 kali dibandingkan pada usia 18-34 tahun, kanker serviks dengan histopatologi tipe skuamosa 5,23 kali dibandingkan histopatologi tipe adenokarsinoma, dan kanker serviks dengan ukuran massa tumor <4 cm 2,86 kali dibandingkan ukuran massa tumor ≥4 cm.Kesimpulan: Respon terapi lebih baik pada pasien kanker serviks yang dilakukan terapi radiasi komplit pada pasien berusia ≥ 35 tahun, kanker serviks stadium III dengan ukuran massa tumor <4 cm, histopatologi tipe skuamosa, dan ukuran massa tumor <4cm.Kata kunci : respon terapi, radiasi, kanker serviks
Nyeri Haid dan Kista Endometriosis pada Remaja Ruswana Anwar; Jaeni Pringgowibowo
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 6 Nomor 1 Maret 2023
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v6n1.458

Abstract

Tujuan: Kegiatan pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk untuk menganalisis tingkat pengetahuan dismenore yaitu dismenore primer dan sekunder dengan memberikan solusi melalui penyuluhan di Kota Bandung.Metode: Kegiatan pertama adalah kunjungan dan wawancara dengan pasien wanita di UPT Puskesmas Garuda Kota Bandung. Seusai acara, kami melakukan angket dan diskusi dengan siswa SMAN 24 Bandung dengan pendekatan konseling, serta membagikan booklet berjudul “mengenal nyeri haid normal” dan tayangan video. Hasil: Sikap responden 86,7% siswa mengalami ketidaknyamanan selama menstruasi: 1-2 hari sebelum dan 1-2 hari selama menstruasi; dan 63,9% siswa ditangani dengan istirahat. Pengetahuan responden setelah diberikan penyuluhan sebanyak 98,5% menjawab benar pengertian dismenore; 100% menjawab tipe dismenore adalah primer dan sekunder; 94% menjawab salah satu pengobatan komplementer saat nyeri haid kompres dengan air hangat; 100% menjawab penyakit yang menyebabkan dismenore adalah endometriosis; 97% menjawab gejala khas endometriosis adalah nyeri haid saat menstruasi.Kesimpulan: Terdapat peningkatan pengetahuan setelah diberikan penyuluhan tentang nyeri haid (dismenore) meningkat, terutama pengetahuan tentang endometriosis dan tipe dismenore primer maupun sekunder, sehingga dapat disimpulkan upaya pemberian penyuluhan sangat penting untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran mengenai upaya preventif dalam tata kelola penanganan nyeri haid.Menstrual Pain and Endometriosis Cysts in AdolescentsAbstractObjective: This community service activity aims to analyze the level of knowledge of dysmenorrhea, namely primary and secondary dysmenorrhea by providing solutions through counseling in the city of Bandung. Methods: The first activity was visits and interviews with female patients at UPT Puskesmas Garuda Bandung City. After the event, we conducted a questionnaire and discussion with students of sman 24 bandung with a counseling approach and distributed a booklet entitled “knowing normal menstrual pain” and video shows. Result: The attitude of respondents 86.7% of students experienced discomfort during menstruation: 1-2 days before and 1-2 days during menstruation; and 63.9% of students were treated with rest. Knowledge of respondents after being given counseling as much as 98.5% answered correctly the meaning of dysmenorrhea; 100% answered that the type of dysmenorrhea was primary and secondary; 94% answered one of the complementary treatments when menstrual pain was compressed with warm water; 100% answered that the disease that causes dysmenorrhea is endometriosis; 97% answered that the typical symptom of endometriosis is menstrual pain during menstruation. Conclusions: There is an increase in knowledge after being given counseling about menstrual pain (dysmenorrhea), especially knowledge about endometriosis and the types of primary and secondary dysmenorrhea, so it can be concluded that the effort to provide counseling is very important to increase knowledge and increase awareness about preventive efforts in the management of menstrual pain management.Key words:  dysmenorrhea, menstrual pain, endometriosis.