Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Pelatihan Perencanaan Diri Terhadap Orientasi Masa Depan Remaja di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Nur Oktavia Hidayati; Efri Widianti; Aat Sriati; Titin Sutini; Imas Rafiyah; Taty Hernawaty; Suryani S
Media Karya Kesehatan Vol 1, No 2 (2018): Media Karya Kesehatan
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (690.011 KB) | DOI: 10.24198/mkk.v1i2.18460

Abstract

Remaja adalah kelompok beresiko mengalami masalah kesehatan, sesuai tahap perkembangannya, remaja berada pada masa transisi, pencarian identitas diri, apalagi khusus untuk remaja yang ada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), selain mereka terisolasi dari lingkungan luar, kurangnya dukungan keluarga menyebabkan berbagai masalah seperti perasaan tidak berharga, malu dan kurang percaya diri, putus asa dengan masa depannya sehingga sangat diperlukan perhatian dan dukungan dalam merencanakan diri untuk masa depan mereka. Tujuan dari pengabdian pada masyarakat ini adalah membantu anak didik lapas (andikpas)  untuk meningkatkan kemampuan dalam merencanakan diri untuk masa depannya. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah pelatihan bagaimana menyusun perencanaan diri untuk masa depan mereka. Luaran yang dihasilkan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah meningkatnya pengetahuan dan kemampuan andikpas dalam menyusun perencanaan diri. Kegiatan ini dihadiri oleh 35 andikpas. Hasil kegiatan  terjadi peningkatan pengetahuan tentang orientasi masa depan dan kemampuan andikpas dalam penyusunan perencanaan diri. Melalui program pelatihan orientasi masa depan ini ternyata dapat menjadi salah satu solusi bagi permasalahan bagi andikpas dalam merencanakan diri mereka dalam menghadapi masa depan dan memberikan gambaran dan acuan untuk andikpas dalam menghadapi masa depan mereka setelah keluar dari LPKA. Kata kunci : Andikpas, LPKA,  masa depan, perencanaan diri, remaja.
Penyuluhan Kesehatan Jiwa untuk Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat tentang Masalah Kesehatan Jiwa di Lingkungan Sekitarnya Indra Maulana; Suryani S; Aat Sriati; Titin Sutini; Efri Widianti; Imas Rafiah; Nur Oktavia Hidayati; Taty Hernawati; Iyus Yosep; Hendrawati H; Iceu Amira D.A; Sukma Senjaya
Media Karya Kesehatan Vol 2, No 2 (2019): Media Karya Kesehatan
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.399 KB) | DOI: 10.24198/mkk.v2i2.22175

Abstract

Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Menurut National Alliance of Mental Illness (NAMI) berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2013, di perkirakan 61.5 juta penduduk yang berusia lebih dari 18 tahun mengalami gangguan jiwa, 13,6 juta diantaranya mengalami gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, gangguan bipolar. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan permasalahan kesehatan jiwa yang ada di negara-negara berkembang. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyaraakat umumnya dan keluarga yang menjadi binaan khususnya tentang bagaimana cara perawatan dan menjaga kesehatan jiwa setiap masyarakat serta merawat anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa. Metode yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah ceramah, diskusi dan simulasi. Luaran yang dihasilkan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah pemberdayaan masyarakat tentang kesehatan jiwa. Hasil yang di capai dalam pengabdian ini adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang masalah kesehatan jiwa di lingkungan sekitarnya. Kesimpulannya adalah Kegiatan PPM ini telah dilaksanakan dan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan maka diketahui bahwa terjadi peningkatan pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan jiwa yang terjadi di sekitar lingkungannya Kata kunci: Kesehatan jiwa, penyuluhan, warga.
Pengalaman Penderita Skizofrenia tentang Proses Terjadinya Halusinasi Suryani Suryani S
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2013): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.105 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v1i1.46

Abstract

Halusinasi adalah gejala khas skizofrenia yang merupakan pengalaman sensori menyimpang atau salah yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata. Kondisi ini menyebabkan individu tidak dapat kontak dengan lingkungan dan hidup dalam dunianya sendiri. Penderita skizofrenia dengan halusinasi yang masih kuat dapat berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain. Hingga saat ini, mekanisme terjadinya halusinasi yang dialami penderita skizofrenia belum jelas. Penelitian yang dilakukan pada Desember 2007 hingga April 2008 ini bertujuan menggali pengalaman penderita skizofrenia tentang proses terjadinya halusinasi. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Delapan orang responden yang memenuhi kriteria diwawancara secara mendalam dan seluruh pembicaraannya direkam dengan tape recorder. Hasil wawancara dianalisis dengan pendekatan Collaizi dan diperoleh lima tema besar yakni proses terjadinya halusinasi dimulai dengan serangkaian masalah yang dipikirkan atau dirasakan penderita, situasi atau kondisi tertentu dapat mencetuskan halusinasi, proses halusinasi terjadi secara bertahap, waktu proses halusinasi, dan pencegahan halusinasi dengan pendekatan spiritual serta penggunaan koping yang konstruktif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dalam merawat penderita skizofrenia yang mengalami halusinasi, perawat harus memahami bagaimana terjadinya halusinasi secara komprehensif.Kata kunci:Fenomena, proses halusinasi, skizofrenia AbstractHallucination is one hallmark symptom of schizophrenia. Hallucination is false or distorted sensory experiences that appear to be real perception. This condition causes the individuals to lose contact with environment and live in their own world. They are also dangerous for other people and themselves because the hallucination threatens them. Until now, the phenomenon of hallucination have not been revealed yet. Therefore, it is important to explore the live world of the people who experience hallucination. The purpose of this research is to undertake an exploration of living with hallucination as described by people who have been diagnosed with schizophrenia. Phenomenological approach was used to gain data. The data was analysed using Collaizi’ approach to analysis. Eight clients with schizophrenia were selected, and data were collected through audiotaped semistructured interviewes. Five main categories of theme emerged from the interviews: The process of hallicunation was started by a lot of problem that burdened the clients; the process of hallicunation was triggered by specific situation and condition; the process of hallucination was happened in several step, time for the process of hallucinations and hallucinations can be prevented by spiritual activity and constructive coping behaviour. Conclusions highlight the need to understand about the process of hallucinations comprehensifly. Key words: Phenomenon, schizophrenia, the process of hallucinations
Persepsi Keluarga terhadap Skizofrenia Suryani S; Maria Komariah; Wiwi Karlin
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 2 No. 2 (2014): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (622.724 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v2i2.75

Abstract

Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia mengalami isolasi sosial karena stigma yang melekat pada penderita. Oleh karena itu, penderita skizofrenia sering kali disembunyikan dan dikucilkan agar tidak diketahui oleh masyarakat. Padahal persepsi keluarga yang positif sangat dibutuhkan dalam perawatan pasien skizofrenia. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui persepsi keluarga terhadap skizofrenia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 80 responden, yang diambil dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner persepsi keluarga mengenai skizofrenia yang dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan hasil uji reliabilitas sebesar 0.70. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dalam bentuk analisis nilai mean. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (62,5%) memiliki persepsi positif terhadap skizofrenia, sedangkan sisanya sebanyak 30 responden (37,5%) memiliki persepsi negatif terhadap skizofrenia. Hal ini menunjukkan masih terdapatnya persepsi keluarga yang negatif terhadap skizofrenia. Salah satu cara yang dapat dilakukan perawat untuk merubah persepsi keluarga tersebut adalah dengan melakukan penyuluhan kepada keluarga tentang skizofrenia. selain itu, rumah sakit jiwa perlu mengembangkan promosi kesehatan di masyarakat agar terciptanya persepsi yang positif terhadap skizofrenia. Kata kunci: Deskriptif kuantitatif, keluarga, persepsi, skizofrenia AbstractFamilies who have a family member suffering from schizophrenia experience social isolation related stigma. Therefore, people with schizophrenia often hide and isolated in order to be not known by the public, whereas positive perception of the families towards schizophrenia is needed in the treatment of schizophrenia. The purpose of this study was to determine the perception of the families about schizophrenia. This research used descriptive quantitative method. Samples in this study amounted to 80 respondents using consecutive sampling. The data was collected for one week by using the questionnaire. The reliability test results of the questinnaire obtained for 0.70. Analysis of the data used descriptive statistical analysis in the from of a mean. The results showed that most of the respondents have a positive perception of schizophrenia by 50 respondents and the remaining 30 respondents had negative perceptions toward schizophrenia. This shows there is still a negative perception of families towards schizophrenia . One of the ways that can be done to change the familie’s perception is by giving health education to the families and psychiatric hospitals need to develop health promotion in the community to creat a positive perception towards schizophrenia. Key words: Family, perception, quantitatif study, schizophrenia
Emotional Freedom Techniques dan Tingkat Kecemasan Pasien yang akan Menjalani Percutaneous Coronary Intervention Weni Widya Shari; Suryani S; Etika Emaliyawati
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 2 No. 3 (2014): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.728 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v2i3.83

Abstract

Kecemasan yang terjadi pada pasien yang akan dilakukan Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dapat memperparah kondisi penyakit, memengaruhi status hemodinamik, gangguan imunitas dan gangguan metabolisme yang mengakibatkan suplai oksigen dan perfusi jaringan semakin terganggu. Emotional Freedom Techniques (EFT) merupakan salah satu intervensi pilihan, karena berdasarkan beberapa literatur, EFT dapat menurunkan kecemasan, mengatasi kecemasan langsung di bagian korteks serebri serta mengatasi kecemasan berdasarkan akar permasalahannya. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengaruh intervensi EFT terhadap tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani PCI di RS. X. Peneliti menggunakan metode quasi experimentaldengan rancangan one group pretest dan postest. Jumlah sampel 30 orang dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol dengan menggunakan teknik concecutive sampling. Kelompok intervensi diberikan EFT selama 15 menit. Sebelum dan sesudah intervensi diukur tingkat kecemasannya dengan menggunakan kuesioner state trait anxiety inventory(STAI-S). Data dianalisis dengan uji t. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat kecemasan sebelum dan sesudah intervensi EFT (p<0.05) dan terdapat perbedaan yang bermakna intensitas kecemasan sesudah intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol (p<0.05) . Kesimpulan penelitian yaitu EFT dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yang akan menjalani PCI. Penggunaan EFT dalam mengatasi kecemasan pasien di ranah kritis merupakan sesuatu yang perlu dipertimbangkan karena berdasarkan bukti empiris, memberikan manfaat, menggunakan teknik yang sederhana, mudah digunakan oleh siapapun, serta tanpa efek samping.Kata kunci: Emotional Freedom Techniques, kecemasan, komplementer, Intervensi Koroner Perkutan AbstractAnxiety that happen before Percutaneous Coronary Intervention (PCI) can aggravate the condition of disease, affecting hemodynamic status, immune disorders and metabolic disorders that result in tissue perfusion and oxygen supply disruption, if. Emotional Freedom Techniques (EFT) is one of the preferred interventions, because based on some literature, EFT can reduce anxiety, overcoming anxiety directly on the cerebral cortex and also address the root causes of anxiety based. The objective of research to determine the effect of EFT intervention on level anxiety of patients undergoing PCI in Hospital X. The research using quasi experimental method to design one group pretest and posttest. 30 people were divided into intervention and control groups by using a concecutive sampling technique. The intervention group received EFT for 15 minutes. Anxiety level is measured before and after intervention using State Trait Anxiety Inventory questionnaire (STAI-S). Data were analyzed by t test. The result showed there were significant differences between anxiety levels before and after the EFT intervention (p<0.05) and significant difference intensity of anxiety after intervention between intervention and control groups (p<0.05). The Conclusion of research is EFT can reduce anxiety levels on patients undergoing PCI. EFT is something that needs to be considered as based on empirical evidence, provide benefits, easy and without side effects. Key words:Emotional Freedom Techniques, anxiety, complementary, Percutaneous Coronary Intervention
Pengaruh Relaksasi Dzikir terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa Iin Patimah; Suryani S; Aan Nuraeni
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 3 No. 1 (2015): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (82.168 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v3i1.95

Abstract

Salah satu permasalahan psikologis yang paling sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronis (GGK) yang menjalani hemodialisis yaitu cemas. Kecemasan yang tidak diatasi dapat mengakibatkan dampak negatif untuk pasien. Salah satu intervensi nonfarmakologis untuk mengurangi kecemasan, yaitu dengan teknik relaksasi. Teknik relaksasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah relaksasi dzikir, yaitu suatu metode yang memadukan antara relaksasi dan dzikir dengan fokus latihan pada relaksasi dan kata yang terkandung di dalam dzikir yang dapat memunculkan respon relaksasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh relaksasi dzikir terhadap kecemasan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis di RSUD dr. Slamet Garut. Metode penelitian menggunakan pre experimental one group pre and post test design dengan jumlah sampel 17 responden yang diambil berdasarkan teknik purposive sampling. Penelitian ini mengukur skor kecemasan menggunakan instrument HAM-A (Hamilton Anxiety) sebelum dan sesudah intervensi relaksasi dzikir. Relaksasi dzikir dilaksanakan dua kali dalam sehari selama 2 hari, selanjutnya data dianalisa menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat kecemasan sebelum dan sesudah intervensi (p<0.005). Relaksasi dzikir berdampak positif dalam menurunkan tingkat kecemasan pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Penggunaan relaksasi dzikir dapat dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk mengatasi kecemasan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis di RSUD dr. Slamet Garut. Kata kunci: Dzikir, gagal ginjal kronis, hemodialisis, kecemasan, relaksasi. The Impact of Dzikir to The Level of Anxiety of Chronic Renal Failure Patient Undergoing Hemodialysis AbstractAnxiety disorder can be adversely impacting to the chronic renal failure (CRF) patients undergoing hemodialysis. Untreated anxiety could affect negatively both physiological and psychological and exacerbate the disorder. Dzikr relaxation is a methode that combines relaxation and repetitious of prayer (dzikr) which focused on relaxation technique and the words contained in the dzikr can be a non-pharmacological intervention to reduce anxiety with leading relaxation respons. Thus, the purpose of this study was to examine the effect of dzikr relaxation intervention to the anxiety level of CRF patients undergoing hemodialysis in dr. Slamet Garut Hospital. Method and Design this research involving 17 participants, taken through purposive sampling, completed dzikr relaxation twice a day for two days period. Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A) was used to assess anxiety level both before and after treatment. Current study used One-group pretest-posttest design and T-test was used for the analysis by the time all data have been completely gathered. The result showed there was a significant contrast of anxiety level for all participants before and after dzikr intervention (P<0.005). The average of participant anxiety scores is 18 (mild to moderate anxiety) before treatment whereas found 13 point (mild) in average for anxiety score post treatment. The anxiety scores decreased 3 to 6 points from initial scoring subsequent to participants completed dzikr relaxation. Dzikr relaxation can be considered as one of nursing intervention in mitigating anxiety disorder for CRF patients during hemodialysis treatment in dr. Slamet Garut Hospital.Key words: Anxiety, Chronic Renal Failure, dzikr, hemodialysis, relaxation.
Kebutuhan Psikososial Keluarga yang Mempunyai Anggota Keluarga MenderitaTB Paru Noor Indyah Rachmawati; Suryani S; Chandra Isabella
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 3 No. 1 (2015): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.252 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v3i1.96

Abstract

TB paru masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan dunia. Upaya pengendalian TB paru menjadi perhatian dunia dan menjadi salah satu indikator dalam pencapaian tujuan pembangunan global. Peran keluarga dalam pengobatan TB paru sangat besar yaitu sebagai PMO, pemberi dukungan psikis dan menciptakan lingkungan yang sehat untuk mencegah penularan. Keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita TB paru sering mendapat stigma negatif sehingga bisa menyebabkan kegagalan dalam merawat pasien. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kebutuhan psikososial keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita TB Paru di RS X. Jenis penelitian deskriptif kuantitatif dengan total sampling keluarga pasien TB Paru yang sedang dirawat sebanyak 57 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden membutuhkan kebutuhan psikososial yang meliputi kebutuhan interaksi sosial, emosi, pengetahuan dan spiritual. Kebutuhan psikososial yang paling banyak dibutuhkan adalah dalam hal pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat berpengaruh terhadap peran keluarga sebagai PMO dan dalam merawat anggota keluarganya yang menderita TB paru. Kebutuhan dengan nilai persentase tertinggi adalah dalam hal spiritual pada item adanya harapan untuk kesembuhan anggota keluarga yang menderita TB paru. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan RS X berupaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan psikososial keluarga, dengan cara menambah frekuensi penyuluhan, mengembangkan metode pemberian informasi untuk menguatkan pengetahuan atas informasi yang diberikan, kemudahan konsultasi dengan teknik konseling dapat diberikan untuk meningkatkan pengetahuan dan partisipasi keluarga dalam program pengobatan. Kata kunci: Kebutuhan psikososial, keluarga, TB Paru. Family’s Psychosocial Needs of Pulmonary Tuberculosis Patients AbstractPulmonary TB is still a public health problem in Indonesia and the world. Efforts in controlling TB desease are becoming a focus of the world and become one of the indicators in achieving global development goals. A families roles in TB treatment is very important as Supervisors to take medicine, giving psychological support and create a healthy environment to prevent desease spread. A family that has a member with TB desease oftenly receaved negative stigma hance it could result in treatment failure. This study was conducted to describe family’s psychosocial needs among pulmonary tuberculosis patients at X Hospital. This study is descriptive quantitative, using total sampling technique with family respondents pulmonary TB patients are being cared for as many as 57 people. The results showed that all respondents required psychosocial needs include the need for social interaction, emotional, knowledge and spiritual. This shows that the knowledge is very influential toward a families roles as Supervisor to take medicine and in caring for family members who suffer from tuberculosis. Needs with the higest percentage in terms of spiritual item is hope to recover from TB. Based on these results, it is expected X Hospital seeks to improve the fulfillment of the families psychosocial needs by way of to increase the frequency of health information, developed a method of providing information to strengthen knowledge on the information provided, ease of consultation with counseling techniques can be given to increase family participation in treatment programs. Key words: Family, psychosocial needs, pulmonary TB.
Masyarakat Petani Jawa dalam Membangun Keserasian Sosial Melalui Merti Dusun Warto W; Suryani S
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 44 No 1 (2020): Volume 44 Nomor 1 April 2020
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.822 KB) | DOI: 10.31105/mipks.v44i1.1996

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengungkap upaya masyarakat petani Jawa dalam membangun keserasian sosial melalui merti dusun.Jenis penelitian deskriptif dengan metode pendekatan deskriptif kualitatif untuk menggali makna subjektif secara mendalam fenomena sosial masyarakat petani Jawa dalam menumbuhkan nilai keserasian sosial melalui penyelenggaraan upacara ritual merti dusun.Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bantul dengan setting lokasi Desa Sendangsari, Kecamatan  Pajangan. Peneliti menggunakan pendekatan ethnografi untuk mengungkap makna setiap kegiatan sebagai pelestarian upacara merti dusun berdasar pendapat dan pandangan pelaku ritual tersebut. Sumber data dipilih secara purposive, yakni orang yang memiliki pengetahuan dan wawasan memadai tentang tradisi merti dusun dan mampu menjelaskan setiap ubarampe (perlengkapan) ritual serta makna yang terkandung di dalamnya, berkaitan dengan pembangunan keserasian sosial. Pengumpulan data dilaksanakan dengan wawancara, pengamatan kancah, dan telaah dokumentasi. Analisis data dilakukan menggunakan tehnik analisis domain yakni untuk menggunakan dengan menggambarkan secara utuh dari setiap kegiatan rangkaian tradisi merti dusun sebagai objek kajian. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa masyarakat petani Jawa di lokasi kajian masih membangun keserasian sosial melalui penyelenggaraan tradisi merti dusun. Nilai keserasian sosial yang ditumbuhkan dalam  rangka pembangunan meliputi keteraturan perilaku warga, keharmonisan hidup secara berdampingan dengan penuh kedamaian, pemahaman warga atas tanggungjawab, kewajiban, dan hak, rasa kebersamaan, persaudaraan sejati. Direkomendasikan agar pemerintah melalui Kementerian Sosial Cq Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, serta berbagai lembaga berkompeten bersinergi merumuskan kebijakan pembangunan keserasian sosial melalui pencanangan program dengan menyelaraskan antara kegiatan yang dilakukan dengan keberadaan tradisi budaya yang ada dimasyarakat.
KEBERHASILAN PELAYANAN REHABILITASI SOSIAL BAGI KORBAN PENYALAHGUNA NAPZA SUCCESS OF SOCIAL REHABILITATION SERVICES FOR VICTIMS OF DRUG ABUSE suryani S
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 44 No 2 (2020): Volume 44 Nomor 2 Agustus 2020
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31105/mipks.v44i2.2037

Abstract

abstract His study aims to determine the effectiveness of social rehabilitation services for victims of drug use. The location of the study was determined purposively, with consideration of the existing regional institutions / IPWL / social rehabilitation services that almost completed their rehabilitation period, for this reason the City of Pekan Baru Riau Province was determined (IPWL Lighthouse). The target of the research subject was determined purposively, male or female, as victims of drug abusers who were almost completely rehabilitated, then determined 30 residents. The object of the research is the effectiveness of social rehabilitation services for victims of drug abuse. Data collection techniques using interviews. Analysis of the data used is descriptive qualitative-interpretative. The results found social rehabilitation services for drug abusers victims (86.67%), there is still a 13.33 percent relapse rate, where the cause is association with peers, families do not want to accept and the community gives a negative stigma (excluded) Based on the above conclusions, it is recommended to the Indonesian Ministry of Social Affairs cq the Directorate of Social Rehabilitation of Drug Abuse Victims, for socialization to families and the community to be able to receive former residents back in their neighborhoods, further guidance is needed to monitor the progress of ex-residents through regular and ongoing visits.Keywords: Success - Social Rehabilitation - Drug Users abstrakPenelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas pelayanan rehabilitasi sosial bagi korban pengguna Napza. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive, dengan pertimbangan daerah yang ada lembaga/IPWL/layanan rehabiltasi sosial Napza yang hampir  menyelesaikan masa rehabilitasinya, untuk itu ditentukan Kota Pekan Baru Provinsi Riau (IPWL Mercusuar). Sasaran subjek penelitian ditentukan secara purposive, yaitu laki-laki atau perempuan, sebagai korban penyalahguna Napza yang hampir selesai direhabilitasi, maka ditentukan 30 residen. Sasaran objek penelitian adalah efektivitas pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahguna Napza. Teknik pengumpulan data menggunakan  wawancara. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif-interpretatif. Hasil penelitian ditemukan pelayanan rehabiltasi sosial penyalahguna Napza korban penyalahguna Napza efektif, (86,67%), masih ada tingkat relapse 13,33 persen, dimana penyebabnya adalah pergaulan dengan teman sebaya, keluarga tidak mau menerima serta masyarakat memberikan stigma yang negatif (dikucilkan) berdasarkan kesimpulan  di atas, direkomendasikani kepada Kementerian Sosial RI cq Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna Napza, untuk sosialisasi kepada keluarga dan  masyarakat agar bisa menerima kembali eks residen di lingkungannya, perlu bimbingan lanjut untuk memantau perkembangan eks residen  melalui kunjungan rutin dan berkelanjutan.Kata kunci: Keberhasilan –Rehabiliatsi Sosial –Pengguna Napza                 
Pengalaman Penderita Skizofrenia tentang Proses Terjadinya Halusinasi Suryani Suryani S
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 1 No. 1 (2013): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jkp.v1i1.46

Abstract

Halusinasi adalah gejala khas skizofrenia yang merupakan pengalaman sensori menyimpang atau salah yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata. Kondisi ini menyebabkan individu tidak dapat kontak dengan lingkungan dan hidup dalam dunianya sendiri. Penderita skizofrenia dengan halusinasi yang masih kuat dapat berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain. Hingga saat ini, mekanisme terjadinya halusinasi yang dialami penderita skizofrenia belum jelas. Penelitian yang dilakukan pada Desember 2007 hingga April 2008 ini bertujuan menggali pengalaman penderita skizofrenia tentang proses terjadinya halusinasi. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Delapan orang responden yang memenuhi kriteria diwawancara secara mendalam dan seluruh pembicaraannya direkam dengan tape recorder. Hasil wawancara dianalisis dengan pendekatan Collaizi dan diperoleh lima tema besar yakni proses terjadinya halusinasi dimulai dengan serangkaian masalah yang dipikirkan atau dirasakan penderita, situasi atau kondisi tertentu dapat mencetuskan halusinasi, proses halusinasi terjadi secara bertahap, waktu proses halusinasi, dan pencegahan halusinasi dengan pendekatan spiritual serta penggunaan koping yang konstruktif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dalam merawat penderita skizofrenia yang mengalami halusinasi, perawat harus memahami bagaimana terjadinya halusinasi secara komprehensif.Kata kunci:Fenomena, proses halusinasi, skizofrenia AbstractHallucination is one hallmark symptom of schizophrenia. Hallucination is false or distorted sensory experiences that appear to be real perception. This condition causes the individuals to lose contact with environment and live in their own world. They are also dangerous for other people and themselves because the hallucination threatens them. Until now, the phenomenon of hallucination have not been revealed yet. Therefore, it is important to explore the live world of the people who experience hallucination. The purpose of this research is to undertake an exploration of living with hallucination as described by people who have been diagnosed with schizophrenia. Phenomenological approach was used to gain data. The data was analysed using Collaizi’ approach to analysis. Eight clients with schizophrenia were selected, and data were collected through audiotaped semistructured interviewes. Five main categories of theme emerged from the interviews: The process of hallicunation was started by a lot of problem that burdened the clients; the process of hallicunation was triggered by specific situation and condition; the process of hallucination was happened in several step, time for the process of hallucinations and hallucinations can be prevented by spiritual activity and constructive coping behaviour. Conclusions highlight the need to understand about the process of hallucinations comprehensifly. Key words: Phenomenon, schizophrenia, the process of hallucinations