Claim Missing Document
Check
Articles

Relaksasi Benson Untuk Durasi Tidur Pasien Penyakit Jantung Koroner Muliantino, Mulyanti Roberto; Herawati, Tuti; Masfuri, Masfuri
Jurnal Endurance Vol 3, No 3 (2018): Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan
Publisher : Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah X

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.385 KB) | DOI: 10.22216/jen.v3i3.2788

Abstract

Coronary Arterial Disease (CAD) is one of cardiovaskular disease that remain leading cause death and disability. Short sleep duration is the major symptoms in patients with CAD, during recovery period after cardiac events and during cardiac rehabilitation. Benson’s relaxation is one of relaxation as modalities therapy to increase sleep duration, however few studies related to this technique in planned intervention. This study was to measured the effectiveness of Benson’s relaxation in short sleep duration of CAD patients during cardiac rehabilitation. It was a quasi experimental pretest posttest control group design. This study included 29 respondens in Dr.M.Djamil Hospital were assigned to intervention group which receiving Benson’s relaxation technique (n=15) and control group with routine care (n=14). Benson’s relaxation technique was administered for 5 days 2 times a day, each 20 minutes to intervention group. Short sleep duration was measured using sleep diary (self report). The result indicated significant increasing in mean of  sleep duration  before and after Benson’s relaxation in intervention group (p value < 0,001). The study concluded that Benson’s relaxation technique is an effective non-pharmacological intervention to increase sleep duration in CAD patients.Penyakit jantung koroner menjadi masalah kardiovaskular yang mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi. Durasi tidur pendek termasuk salah satu keluhan utama pasien penyakit jantung koroner pada masa recovery setelah serangan dan menjalani rehabilitasi fase 2. Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi sebagai terapi modalitas untuk mengurangi keluhan durasi tidur pendek, namum belum banyak penelitian terkait intervensi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh relaksasi Benson terhadap durasi tidur pasien penyakit jantung koroner yang menjalani rehabilitasi fase 2. Penelitian ini menggunakan desain Quasi Eksperimen dengan pendekatan control group pretest posttest design pada 29 responden di RSUP. Dr.M.Djamil Padang yang dibagi dalam dua kelompok (kelompok intervensi dan kelompok kontrol). Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan rerata durasi tidur yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi relaksasi Benson pada kelompok intervensi (p value < 0,001). Simpulan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu terapi modalitas bagi perawat untuk mengatasi masalah durasi tidur pendek pada pasien penyakit jantung koroner.
Faktor kejadian In-Stent Re-stenosis pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Susanti, Devi; Nurachmah, Elly; Herawati, Tuti
Jurnal Mitra Kesehatan Vol 1, No 1 (2017): JMK
Publisher : STIKes Mitra Keluarga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit yang diakibatkan penyempitan pembuluh darah koroner akibat aterosklerosis. Salah satu penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner adalah pemasangan stent untuk mengatasi sumbatan pada pembuluh darah jantung. Tindakan tersebut dapat berulang apabila terjadi sumbatan pada lokasi pembuluh darah yang terpasang stent atau disebut in-stent re-stenosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang berhubungan dengan tindakan PCI berulang. Desain penelitian menggunakan desain non eksperimental jenis cross sectional analitik. Responden sebanyak 70 orang, diperoleh melalui teknik consecutive sampling. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chi square dan uji t tidak berpasangan) serta multivariat (regresi logistik berganda). Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat merokok memiliki hubungan yang signifikan dan merupakan faktor dominan dengan tindakan PCI berulang. Implikasi hasil penelitian dalam keperawatan  peningkatan peran perawat sebagai pendidik dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang in-stent re-stenosis khususnya pengendalian faktor risiko khususnya kebiasaan merokok pada pasien yang terpasang stent dalam mencegah re-stenosis.
Glycemia Control Pada Pasien Paska Pembedahan Jantung: Studi Kasus Fahmi, Ismail; Nurachmah, Elly; Herawati, Tuti
JURNAL PENDIDIKAN KEPERAWATAN INDONESIA Vol 6, No 2 (2020): VOL 6, NO 2 (2020)
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jpki.v6i2.28745

Abstract

ABSTRAKCardiac surgery-associated acute kidney injury (CSA-AKI) merupakan komplikasi utama dari pembedahan jantung. Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya CSA-AKI pada pasien bedah jantung adalah ketidakstabilan kadar glukosa darah. Protokol Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) memaparkan pentingnya glycemia control untuk mencegah komplikasi terjadinya CSA-AKI. Artikel ini merupakan studi kasus yang menggambarkan manajemen keperawatan : glycemic control untuk mencegah terjadinya CSA-AKI pada pasien bedah jantung. Setelah dilakukan intervensi keperawatan berupa glycemia control, pasien tidak mengalami CSA-AKI. Manajemen gula darah pada melalui manajemen diet dan kolaborasi manajemen insulin merupakan rekomendasi ERAS dalam mencegah CSA-AKI pada pasien pembedahan jantung.  ABSTRACTCardiac surgery-associated acute kidney injury (CSA-AKI) is a major complication of heart surgery. One of the conditions that can cause CSA-AKI in cardiac surgery patients is the instability of blood glucose levels. The Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) protocol explains the importance of glycemic control to prevent complications from CSA-AKI. This article is a case study describing nursing management: glycemic control to prevent CSA-AKI in cardiac surgery patients. After the nursing intervention in the form of glycemia control, the patient did not experience CSA-AKI. Blood sugar management through diet management and insulin management collaboration is ERAS recommendations in preventing CSA-AKI in cardiac surgery patients.
PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK (RME) DALAM MEMANTAU INSIDEN HIPERTENSI: TELAAH JURNAL Apriyani, Santi; Herawati, Tuti
Jurnal Mitra Kesehatan Vol. 3 No. 1 (2020): Jurnal Mitra Kesehatan
Publisher : STIKes Mitra Keluarga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47522/jmk.v3i1.45

Abstract

Pendahuluan: Rekam Medis Elektronik (RME) mulai diterapkan di pelayanan kesehatan untuk mendeteksi dan memonitoring suatu penyakit dan  perlu dikembangkan secara luas. Peningkatan kualitas kesehatan menjadi outcome dari pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk Memberikan gambaran hasil telaah jurnal tentang pengembangan penerapan Rekam Medis Elektronik (RME) untuk memantau insiden Hipertensi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode telaah jurnal dari online database : J-Stors, Science Direct, Clinical Key dan Pro-Quest dengan kata kunci Nursing Informatics, Electronic Health Record, Hypertension, Monitoring Hypertension, Monitoring Blood Pressure Hasil: Dari hasil telaah 10 jurnal pilihan, disimpulkan bahwa pemanfaatan RME bisa digunakan secara luas diantaranya  memonitoring penyakit hipertensi atau mendeteksi penyakit akibat hipertensi. Penggunaan fitur algoritma secara otomatis, penggunaan anotasi dan monitoring yang terhubung dengan tempat tinggal pasien adalah bagian dari pengembangan dan pemanfaatan system RME. Kesimpulan: Pemanfaatan RME bisa digunakan untuk memonitoring penyakit hipertensi, mendeteksi penyakit akibat hipertensi dan mencegah kejadian rehospitalisasi.
Mobile Health untuk Mencegah Luka Diabetes: A Systematic Review Risyda Zakiyah Hanim; Tuti Herawati
Jurnal Penelitian Kesehatan SUARA FORIKES Vol 12, No 3 (2021): Juli 2021
Publisher : FORIKES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33846/sf12301

Abstract

Ulcus diabeticum is the most common complication that results in death. Diabetic foot currently reach 40 to 60 million people in patients diagnosed with diabetes mellitus. This article was a mobile-health systematic review in preventing diabetic foot injuries. The search sources were Scopus, Science Direct, PubMed, ProQuest, Ebscohost and Sage published from 2015 to 2020 with the search keywords of "diabetes mellitus", "ulcus diabetic", "foot ulcer", "diabetic wound", "prevention", "mhealth", "telehealth ", " telemedicine", and "telenursing". The results show that there were four components in preventing diabetes wounds, namely monitoring foot temperature, foot images, directed guidance and virtual consultation. Mhealth has a positive impact on the prevention of diabetes mellitus wounds so that mHealth can be applied to prevent the incidence of diabetic wounds. Keywords: m-health; prevention; diabetic wounds ABSTRAK Ulkus diabeticum merupakan komplikasi yang paling banyak mengakibatkan kematian. Kaki diabetik saat ini mencapai 40 hingga 60 juta jiwa pada pasien yang terdiagnosa diabetes mellitus. Artikel ini merupakan systematic review mobile-health dalam mencegah luka kaki diabetik. Sumber pencarian adalah Scopus, Science Direct, PubMed, ProQuest, Ebscohost dan Sage yang diterbitkan dari 2015 hingga 2020 dengan kata kunci pencarian "diabetes mellitus", "ulcus diabetic", "foot ulcer", "diabetic wound" "prevention", "mhealth", "telehealth", "telemedicine", dan "telenursing". Hasil menunjukkan terdapat empat komponen dalam pencegahan luka diabetes yakni monitoring suhu kaki, gambar kaki, panduan terarah dan konsultasi virtual. mhealth berdampak positif pada pencegahan luka diabetes mellitus sehingga mHealth dapat memungkinkan untuk diterapkan untuk mencegah kejadian luka diabetes. Kata kunci: mhealth; pencegahan; luka diabetes
Pengaruh Pemberian Augmentative And Alternative Communication (AAC) terhadap Kemampuan Fungsional Komunikasi dan Depresi Pasien Afasia Motorik Amila Amila; Ratna Sitorus; Tuti Herawati
Jurnal Keperawatan Indonesia Vol 18, No 2 (2015): July
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.7454/jki.v18i2.410

Abstract

Afasia motorik merupakan salah satu gangguan komunikasi yang terjadi akibat stroke yang dapat menyebabkan gangguan kemampuan fungsional komunikasi dan depresi. Pasien dengan afasia motorik membutuhkan alat pengganti komunikatif yang efektif. Salah satu alat pengganti komunikasi adalah Augmentative and Alternatif Communication (ACC) yang merupakan alat komunikasi pengganti dengan menggunakan papan elektronik berupa gambar dan simbol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian AAC terhadap kemampuan fungsional komunikasi dan depresi pasien stroke dengan afasia motorik. Peneliti menggunakan desain quasi experiment post test non equivalent control group pada 21 responden yang terbagi menjadi 11 responden pada kelompok kontrol dan 10 responden pada kelompok intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna rerata depresi antara kelompok kontrol dengan intervensi (p= 0,542), namun terdapat perbedaan yang tidak bermakna rerata kemampuan fungsional antara kelompok kontrol dan intervensi (p= 0,022). Hasil penelitian ini merekomendasikan AAC menjadi salah satu alternatif intervensi untuk memfasilitasi komunikasi, sehingga dapat menurunkan depresi pasien stroke dengan afasia motorik.   Abstract The Effect of Augmentative and Alternative Communication towards Depression and Communication Functional Ability of Patient with Motoric Aphasia. The purpose of this study was to determine the influence of conducting communication by AAC to the communication functional ability and depression for stroke patients with motor aphasia. The study design used was quasi experiment by approaching post test non equivalent control group for 21 respondents consist of 11 people of control group and 10 people of the intervention group. The results showed that no significant difference in the average communication functional ability between the control group and intervention group (p= 0,542), but there were significant differences between the average depression of control and intervention group  (p= 0,022). Based on the results of study, the giving by AAC could be one of the nursing intervention for facilitating communication that will decrease depression to the stroke patient with motor aphasia. Keywords: augmentative and alternative communication, depression, motoric aphasia, stroke
Pengaruh Augmentative and Alternative Communication terhadap Komunikasi dan Depresi Pasien Afasia Motorik Amila A; Ratna Sitorus; Tuti Herawati
Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 1 No. 3 (2013): Jurnal Keperawatan Padjadjaran
Publisher : Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (741.766 KB) | DOI: 10.24198/jkp.v1i3.61

Abstract

Salah satu dampak terjadinya strok adalah afasia. Selama ini penanganan pasien strok yang mengalami afasia hanya pada aspek fisiknya. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi pengaruh komunikasi dengan metode Augmentative and Alternative Communication (AAC) terhadap kemampuan fungsional komunikasi dan depresi pasien strok dengan afasia motorik. Desain penelitian adalah kuasi eksperimen dengan pendekatan post test non equivalent control group pada 21 responden yang terbagi menjadi 11 orang kelompok kontrol dan 10 orang kelompok intervensi yang didapatkan melalui concecutive sampling. Instrumen penelitian untuk menilai kemampuan fungsional komunikasi dan depresi adalah kuesioner dan lembar observasi yang baku yaitu Derby Functional Communication Scaledan Aphasic Depression Rating Scale. AAC merupakan alternatif komunikasi pada pasien dengan keterbatasan komunikasi verbal. Media yang digunakan dalam komunikasi ini adalah buku komunikasi yang berisi kegiatan sehari-hari, koran/ majalah, foto keluarga, kartu bergambar, alat tulis dan lagu/ musik. Metode AAC berorientasi pada tugas menunjuk gambar, penamaan, mengulang, menulis, membaca dan mengeja huruf. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata kemampuan fungsional komunikasi antara kelompok kontrol dengan intervensi dengan nilai p=0.542, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata depresi antara kelompok kontrol dan intervensi dengan nilai p=0.022. Hasil penelitian ini merekomendasikan kepada perawat untuk menerapkan metode AAC dalam memfasilitasi komunikasi, sehingga dapat menurunkan depresi pasien strok dengan afasia motorik. Kata kunci: Augmentative and alternative communication, afasia broca, afasia motorik, depresi, strok AbstractAphasia is one of the stroke impacts. Currently, the focus of the aphasia intervention in the hospital is physical aspects. The aim of this study was to evaluate the influence of Augmentative and Alternative Communication (AAC) to patients’ communication ability and depression rates in Aphasia Motoric cases. The research design was quasi experiment with the post-test non-equivalent control group approach. The samples were 21 respondents who divided into two groups: 11 respondents in the control group and 10 respondents in the intervention group. Samples were chosen using the consecutive sampling method. This study used the Derby Functional Communication Scale and the Aphasic Depression Rating Scale to evaluate the communication ability and the depression rate of patients. AAC is an alternative way to communicate with patients who have disability verbal. This process used some media such as, a communication book, magazines, newspapers, family photos, cards, stationaries, and music. The AAC method has several activities such as pointing to particular pictures, naming, reviewing, writing, and reading. The study found that there were no significant differences of the communication ability between two groups of samples (p=0.542). In addition, there were significant rates of the depression between two groups of samples (p=0.022). This study suggests that nurses should apply the AAC method in the communication process especially to patients with stoke to facilitate the communication process and to reduce the patient’s depression. Key words: Augmentative and alternative communication, aphasia broca, aphasia motoric, depression, stroke
HUBUNGAN SELF-CARE DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) DI PERSATUAN DIABETES INDONESIA (PERSADIA) CABANG CIMAHI Jeanny Rantung; Krisna Yetti; Tuti Herawati
Jurnal Skolastik Keperawatan Vol 1 No 01 (2015): Januari - Juni
Publisher : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Advent Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35974/jsk.v1i01.17

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Kemampuan self-care merupakan hal penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Penelitian bertujuan mengidentifikasi hubungan self-care dengan kualitas hidup pasien DM. Metode: Rancangan penelitian cross sectional, melibatkan 125 anggota PERSADIA cabang Cimahi. Alat ukur self-care adalah Summary of Diabetes  Self-Care Activities (SDSCA), Diabetes Quality Of Life (DQOL) dan Beck Depression Inventory II. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan hubungan self-care dengan kualitas hidup menjadi tidak bermakna (p value 0.164) setelah dipengaruhi oleh jenis kelamin (p value 0.006) dan  depresi (p value 0.001). Diskusi: Peningkatan satu satuan self-care, akan meningkatkan kualitas hidup sebesar 6.1% setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan depresi. Peningkatan self-care dapat dilakukan melalui pengembangan program edukasi yang terstruktur, meningkatkan kompetensi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien DM terkait aktivitas self-care, dan melakukan screening depresi terhadap pasien DM. Kata kunci: Self-care, kualitas hidup, DM   ABSTRACT Introduction: The relation between self care and patient’s diabetes mellitus quality of life in Persatuan Diabetes Indonesia    (PERSADIA) in Cimahi. Self care ability is important in improving patient’s quality of life (QOL). Method: Using cross sectional method, this research is designed to identify the relationship between self care and patient’s QOL in PERSADIA Cimahi, West Java. A hundred twenty five PERSADIA members were recruited and examined using Summary of Diabetes  Self-Care Activities (SDSCA),Diabetes Quality Of Life (DQOL) and Beck Depression Inventory II. Result: The results showed no significant correlation between self care activity and QOL (p=0,164) as influenced by gender (p=0,006), depression (p=0,001). Discussion: Increase of one unit self-care was likely to increase 6,1% QOL after controlled by gender and depression. Self care improvement can be performed through developing structured education, improving nurse’s competency in diabetes care and conducting diabetes screening program for DM patients. Key words: Self-care, Quality of Life, Diabetes Mellitus (DM) Full printable version: PDF
MANAGEMEN KEPERAWATAN HIPOKALEMIA PADA PASIEN PASKA CORONARY ARTHERY BYPASS GRAFT: STUDI KASUS: NURSING MANAGEMENT OF HYPOKALEMIA IN POST CORONARY BYPASS GRAFT PATIENTS: A CASE STUDY Sungkono Sungkono; Adam Adam; Tuti Herawati
Quality : Jurnal Kesehatan Vol. 15 No. 1 (2021): Quality : Jurnal Kesehatan
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Jakarta I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (751.431 KB) | DOI: 10.36082/qjk.v15i1.211

Abstract

Hipokalemi merupakan kondisi dimana kadar kalium serum < 3,5 mmol/L. Hipokalemia akut paska bedah jantung sering terjadi akibat kehilangan urin, dan pergeseran intraseluler serta akibat hemodilusi setelah CPB (Cardiopulmonary bypass). Hipokalemia dapat memprovokasi terjadinya aritmia melalui perubahan pada sifat elektrofisiologi miosit jantung, termasuk peningkatan fase depolarisasi. Mempertahankan kadar kalium serum 4,5 mmol/L setelah operasi jantung dapat mengurangi terjadinya aitmia. Artikel ini merupakan studi kasus yang menggambarkan managemen keperawatan pada hipokalemia paska operasi CABG hari ke nol. Setelah dilakukan intervensi keperawatan berupa mempertahankan keseimbangan elektrolit (kalium) dalam range normal pasien tidak mengalami aritmia. Penerapan intervensi keperawatan managemen keseimbangan elektrolit (kalium) dapat mencegah terjadinya aritmia paska bedah CABG dan dapat meningkan outcomes pasien.
Continuous Glucose Monitoring System (CGMS) Pada Penderita Diabetes Mellitus : Tinjauan Literatur Nurul Armalia; Tuti Herawati
REAL in Nursing Journal Vol 3, No 2 (2020): REAL in Nursing Journal
Publisher : Universitas Fort De Kock Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32883/rnj.v3i2.879

Abstract

Diabetes mellitus is a non-communicable disease but it is the biggest cause of death by 3% or an increase of 7 million years. In 2025 it is estimated that there will be 350 million people who will be issued by Diabetes Melitus. One thing that needs to be done in patients with diabetes mellitus is to check blood levels. Patients with diabetes mellitus are required to be independent in carrying out their health monitoring with a Continuous Glucose Monitoring (CGM) system that facilitates monitoring with health assistance so that it can be controlled properly. Objective: to provide an overview and discussion of the results of a literature review on the development of an approved system in patients with diabetes mellitus. Method: Analysis of some literature obtained from several online databases by examining 10 journals so as to produce relevant conclusions and new ideas. Through this tool, nurses and families quickly and easily find out glucose levels in patients with diabetes mellitus and can provide initial treatment when conditions are unstable Keywords: Continuous glucose monitoring system, hypoglycemia, diabetes mellitus, emotions  ABSTRAK Diabetes Melitus merupakan penyakit yang tidak menular akan tetapi menjadi penyebab terbesar kematian keempat didunia dengan kenaikan sebanyak 3% atau bertambah 7 juta setiah tahum. Pada tahun 2025 diperkirakan akan ada 350 juta jiwa yang akan terkena Diabetes Melitus. Salah satu yang perlu dilakukan pada pasien diabetes melitus adalah melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara berkelanjutan untuk dapat memantau perkembangan dan mencegah dari komplikasi yang tidak diinginkan. Pasien dengan diabetes melitus dituntut untuk dapat mandiri dalam melalukan pemantauan kesehatannya dengan sistem Continuous Glucose Monitoring (CGM) memudahkan pemantauan dengan berkolaborasi pada pelayanan kesehatan agar pemantauan yang dilakukan dapat terkontrol dengan baik. Tujuan : untuk memberikan gambaran dan gagasan dari hasil literature review tentang kemungkinan pengembangan system pemantauan glukosa berkelanjutan pada pasien diabetes melitus. Metode : Analisis beberapa literatur yang didapat dari beberapa database online dengan menelaah 10 jurnal sehingga membentuk kesimpulan yang relevan dan ide baru. Melalui alat ini, perawat dan keluarga dengan cepat dan mudah mengetahui kadar glukosa pasien dengan diabetes melitus dan dapat memberikan penanganan awal saat kondisi glukosa tidak stabil   Kata kunci : Continuous glucose monitoring system, hipoglikemia, diabetes melitus, glukosa