Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI MISALIN DI KECAMATAN CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS Dewi Ratih
ISTORIA: Jurnal Pendidikan dan Sejarah Vol 15, No 1 (2019): ISTORIA Edisi Maret 2019, Vol. 15, No.1
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.335 KB) | DOI: 10.21831/istoria.v15i1.24184

Abstract

AbstrakTradisi Misalin merupakan upacara adat yang dilaksanakan secara rutin setiap setahun sekali di Desa Cimaragas menjelang bulan suci Ramadhan. Banyak masyarakat yang mengetahui dan bahkan mengikuti tradisi tersebut, tetapi belum menyadari penuh nilai-nilai kearifan lokal yang terkadung di dalamnya. Oleh karenanya, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan dan nilai-nilai kearifan lokal Tradisi Misalin di Desa Cimaragas. Metode yang digunakan adalah metode historis, yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tradisi Misalin memiliki nilai-nilai kearifan lokal, di antaranya nilai religius, gotong royong, seni, sejarah, dan ekonomi.Kata kunci: Tradisi, Misalin, Kearifan Lokal AbstractThe Misalin tradition is a traditional ceremony that is routinely held every time it is held in the village of Cimaragas which asks for the holy month of Ramadan. Many people understand and even follow the tradition, but have not yet fully realized the local values contained in it. Therefore, this paper will discuss the implementation and values of the local wisdom of the Misalin Tradition in Cimaragas Village. The method used is the historical method, which consists of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The results of the study indicate that Misalin Tradition has local wisdom values, in religious exchange rates, mutual cooperation, art, history, and economics.Keywords: Tradition, Misalin, Local Wisdom
Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dari Naskah Wawacan Carios Munada Dewi Ratih
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (642.347 KB) | DOI: 10.25273/ajsp.v9i2.4020

Abstract

Naskah wawacan carios munada ditulis sekitar abad ke-19. Naskah tersebut menuturkan peristiwa yang terjadi di Bandung pada tahun 1845 menggunakan Bahasa Sunda. Beberapa nilai-nilai kearifan lokal di dalam naskah wawacan carios munada ini dapat dianalisis menggunakan teori dan pendekatan hermeneutika dan interpretasi yang dikembangkan dari Palmer, artinya pendekatan hermeneutika yang digunakan adalah metodologi filologi umum, bukan metodologi penafsiran kitab suci. Dengan menggunakan pendekatan hermeneutika nilai-nilai kearifan lokal yang tertulis di dalam naskah akhirnya dapat dikaji secara konperhensif. Karangan di dalam naskah ini menggunakan bentuk puisi atau disebut dangding dan ditulis oleh W.P.Tj. M. Kartadinata dari Banoncinawi Priangan. Sampai saat ini belum dapat diidentifikasi dimana sebenarnya lokasi Banoncinawi itu berada. Salah satu nilai kearifan lokal yang berada di dalam naskah wawacan carios munada tersebut adalah bentuk bahasa Sunda yang sudah menggunakan undak usuk basa.
Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Situs Astana Gede Kawali Untuk Meningkatkan Ketahanan Budaya Lokal Siswa Aan Suryana; Dewi Ratih
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25273/ajsp.v11i1.5391

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar berbasis sejarah lokal dengan menampilkan eksistensi Situs Astana Gede Kawali untuk meningkatkan ketahanan budaya siswa, serta menganalisis keefektifan produk bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sejarah. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Plus Informatika Ciamis dengan menggunakan metode penelitian Reseach & Development (R&D) dari Borg & Gall. Hasil penelitian menunjukan: 1) model dan metode pembelajaran yang diterapkan masih didominasi oleh guru dan masih menggunakan bahan ajar yang sudah disediakan di sekolah; 2) Penggunaan situs sejarah lokal sebagai bahan ajar dalam proses pembelajaran belum dilakukan secara optimal; 3) Pengembangan bahan ajar berbasis sejarah lokal Situs Astana Gede Kawali dilakukan dengan mengembangkan bahan ajar yang sudah ada dan dilakukan pembaharuan serta disesuaikan dengan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Materi Pokok pembelajaran. Penerapan bahan ajar berbasis sejarah lokal Situs Astana Gede Kawali efektif  meningkatkan ketahanan budaya dan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dari hasil evaluasi belajar yang sangat tinggi dan aktivitas pembelajaran yang sangat baik.
PEMBELAJARAN SEJARAH DALAM MENGEMBANGKAN GREEN BEHAVIOR PESERTA DIDIK MELALUI NILAI-NILAI KEARIPAN LOKAL HUTAN LINDUNG SITU LENGKONG PANJALU Wulan Sondarika; Dewi Ratih
Wahana Pendidikan Vol 6, No 2 (2019): Agustus
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (12268.179 KB) | DOI: 10.25157/wa.v6i2.2969

Abstract

Penelitian ini berjudul “Pembelajaran Sejarah Dalam Mengembangkan Green Behavior Peserta Didik Melalui Nilai-Nilai Kearipan Lokal Hutan Lindung Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Teknik pengumpulan data yaitu dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan relevansi nilai-nilai kearifan lokal hutan lindung Situ Lengkong yang berkaitan dengan pengembangan Green Behavior dapat di internalisasikan dalam pembelajaran sejarah di SMKN I Panjalu
DAMPAK PEMEKARAN KABUPATEN PANGANDARAN TERHADAP POTENSI BUDAYA DAN PARIWISATA ALAM KABUPATEN CIAMIS Wulan Sondarika; Dewi Ratih; Aan Suryana
Jurnal Artefak Vol 4, No 1 (2017): April
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (665.085 KB) | DOI: 10.25157/ja.v4i1.733

Abstract

Pemekaran suatu daerah tentu akan berdampak pada segala aspek, aspek budaya dan pariwisata bagi Kabupaten Ciamis. Tujuan utama dari penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk menganalisis pemekaran Daerah Pangandaran; aspek budaya dan aspek pariwisata. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian potensi budaya kabupaten Ciamis sebelum terjadinya pemekaran kabupaten Pangandaran yaitu, ronggeng gunung, Bebegig Sukamantri, ronggeng amen, debus Panjalu, wayang landung, dan sebagainya. Sedangkan untuk pariwisata alam yang memberikan pemasukan paling besar bagi PAD kabupaten Ciamis yaitu wisata alam pantai Pangandaran. Potensi budaya dan pariwisata alam kabupaten Ciamis setelah terjadinya pemekaran kabupaten Pangandaran mengalami perubahan, yaitu belum jelasnya kesenian ronggeng gunung dalam hal kepemilikan, Sedangkan untuk pariwisata alam, kabupaten Ciamis kehilangan wisata alam pantai Pangandaran yang memberikan pemasukan paling besarbagi PAD kabupaten Ciamis. Sedangkan, dampak pemekaran kabupaten Pangandaran yang sangat besar dirasakan adalah dalam hal pariwisata alam, karena dengan terlepasnya Pangandaran, kabupaten Ciamis kehilangan PAD sampai 85% dan apabila diuangkan mencapai 6 miliar.Expansion of a region will certainly impact on all aspects, cultural and tourism aspects for the District of Ciamis. The main purpose of the writing of this scientific paper is to analyze the expansion of Pangandaran Region; cultural aspects and aspects of tourism. The method used hearts singer research is using qualitative approach. The results of the research potential of cultural Ciamis district before the onset of Pangandaran regencies, namely, Ronggeng Mountains, Bebegig Sukamantri, Ronggeng Amin, Debus Panjalu, Landung Puppet, and so forth. As for the nature tourism review that brings in big fence Revenue Share (PAD) Ciamis District Pangandaran Beach is a natural attraction. The potential of cultural and natural tourism Ciamis District taxable income of the province was split Pangandaran Regency unchanged, ie unclear arts ronggeng mountain hearts ownership, while for a review of natural tourism, Ciamis district Loss of natural attractions Pangandaran That gives entry fence big Revenue Share PAD (PAD) Ciamis District. Meanwhile, the impact of the expansion Pangandaran Regency most big hearts felt is eco-tourism thing, because with the release of Pangandaran, Ciamis Regency Lost Revenue (PAD) to 85% and when cashed reached 6 billion.
KOMUNITAS KAMPUNG PULO DI CANGKUANG KABUPATEN GARUT (PERKEMBANGAN ADAT ISTIADAT SETELAH MASUKNYA ISLAM) Dewi Ratih
Jurnal Artefak Vol 3, No 2 (2015): Agustus (Media Cetak)
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.452 KB) | DOI: 10.25157/ja.v3i2.1095

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan metode penulisan sejarah yang meliputi empat tahapan. Keempat tahapan itu adalah heoristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Masyarakat Kampung Pulo tidak diikat oleh hukum tertulis. Mereka hanya mengenal pamali sebagai istilah melanggar pantangan. Pantangan di Kampung Pulo harus dipatuhi penduduk itu sendiri maupun para wisatawan yang datang. Adat Istiadat yang populer disebut pantangan atau pamali di Kampung Pulo yang dianggap tabu seperti dalam hal berjiarah ke makam, bentuk nnnah dan upacara ritual lainnya yang dianggap tabu oleh masyarakat Kampung Pulo. Setelah masuknya Islam di Kampung Pulo yang dibawa oleh Embah Dalem Arif Muhammad, masyarakat Kampung Pulo tetap melestarikan dan menjaga adat istiadat yang tmun temumn dari nenek moyangnya, meskipun telah terjadi perubahan-perubahan esensi yang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Kampung Pulo yang memiliki beberapa adat istiadat merupakan lcebanggaan bagi pemerintahan setempat karena merupakan salah satu kebudayaan bangsa Indonesia yang patut dilestarikan keberadaannyafKata Kunci: Kampung Pulo, Adat Istiadat dan IslamABSTRACTThis research was conducted by the method of writing history that includes four stages. The four stages are the heuristic, criticism, interpretation and historiography. Community Kampung Pulo not bound by written law. They only know pamali as violating term abstinence. Abstinence in Kampung Pulo, should follow the population it self and the tourists who come. Customs popularly called abstinence or pamali in Kampung Pulo which is considered taboo, such as in the case berjiarah to the tomb, the shape of houses and other rituals that are considered taboo by the commrmity of Kampung Pulo. Even after the advent of Islam in Kampung Pulo Dalem Grandparent brought by Mohammed Arif; the connnunity of Kampung Pulo still preserve and maintain the customs handed down from ancestors. Kampung Pulo had some customs that are the pride of the local govermnent because it is one that deserves the Indonesian culture preserved its existence.Keywords: Village Pulo, Customs and Islam
KADIPATEN CIANCANG DALAM PERSPEKTIF LOKAL Dewi Ratih
Jurnal Artefak Vol 4, No 1 (2017): April
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (828.888 KB) | DOI: 10.25157/ja.v4i1.572

Abstract

Perkembangan sejarah Kabupaten Galuh berawal dari berdirinya kerajaan di Kabupaten Ciamis yang biasa disebut dengan Kerajaan Galuh atau Kerajaan Sunda Galuh. Kerajaan Galuh ini diungkapkan dalam beberapa sumber sejarah, baik melalui naskah atau prasasti. Naskah yang menyebutkan Kerajaan Galuh ini tergolong kedalam historiografi tradisional yang didalamnya mengandung unsur mitos, dongeng, legenda, dan unsur-unsur yang bersifat historis. Beberapa naskah yang menceritakan tentang Kerajaan Galuh karenanya banyak menggunakan historiografi tradisional, maka sebuah penulusuran penulisan sejarah Galuh secara ilmiah sangat dibutuhkan untuk penulisannya secara kritis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis yang terbagi menjadi empat tahapan kerja. Pertama, heuristik yakni tahap pengumpulan sumber. Kedua, kritik yang terbagi menjadi kritik eksternal dan kritik internal, ketiga, interpretasi yaitu penafsiran sumber, dan terakhir adalah historiografi atau penulisan sejarah.
KOTA KOLONIAL HINDIA BELANDA 1800-1942: DITINJAU DARI PERMASALAHAN SEJARAH PERKOTAAN Dewi Ratih
Jurnal Artefak Vol 9, No 1 (2022): April
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (718.204 KB) | DOI: 10.25157/ja.v9i1.4197

Abstract

Studi mengenai sejarah perkotaan dewasa ini selalu dipertanyakan karena perspektif dan metodologi yang tidak terikat oleh salah satu bidang keilmuan. Kota pada awalnya adalah sebuah wilayah biasa, artinya sebuah wilayah kecil dengan berpenduduk sedikit dan biasa kita kenal dengan nama desa. Namun lama-kelamaan desa mengalami perubahan secara terus-menerus dan konsep perkotaan mulai lahir. Proses tersebut cepat atau lambat menghadirkan beberapa permasalahan karena setiap manusia memiliki cara untuk mengikuti perubahan dan menyesuaikan diri. Perubahan antara desa dan kota tentu mempunyai proses yang sangat berbeda, perubahan di desa dapat dikatakan lambat karena rangsangan faktor eksternal yang ada tidak dapat diprediksikan. Sedangkan perubahan kota sangatlah cepat karena dipicu oleh perkembangan teknologi yang sangat cepat. Substansi permasalahan kota kolonial jika ditinjau dari permasalahan sejarah perkotaan dapat dianalisis menggunakan paradigma Bergel, dimana perubahan atau perkembangan suatu wilayah kecil atau desa berubah menjadi desa mengalami fase evolusi dari desa hingga kota metropolis. The study of urban history today is always questionable because of the perspectives and methodology that are not bound by any of the fields of science. The city was originally an ordinary territory, meaning a small area with few inhabitants and we used to know the name of the village. Over time, however, the village experienced continuous change and the urban concept was born. The process sooner or later presents some problems because every human being has a way to keep up with changes and adjust. The change between the village and the city certainly has a very different process, the change in the village can be said to be slow because the existing external factor stimuli can not be predicted. While the change of the city is very fast because it is triggered by rapid technological developments. The substance of the colonial city's problems in terms of urban history can be analyzed using Bergel's paradigm, where the change or development of a small area or village turns into a village undergoing an evolutionary phase from the village to the metropolis.
NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL LEUWEUNG GEDE KAMPUNG KUTA CIAMIS DALAM MENGEMBANGKAN GREEN BIHAVIOR UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER MAHASISWA Dewi Ratih; Aan Suryana
Jurnal Artefak Vol 7, No 2 (2020): September
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (548.461 KB) | DOI: 10.25157/ja.v7i2.4199

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan karakter siwa dengan menggunakan nilai-nilai kearifan lokal Leuweung Gede Kampung Kuta. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Reseach). Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, pemberian tes (pre dan post test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal Hutan Leuweung Gede  mampu meningkatkan karakter siswa, yang dibuktikan dengan hasil angket yang meningkat dari setiap siklus, yaitu dari 50% menjadi 80%. Diantara nilai-nilai kearifan lokal Hutan Leuweung Gede Kampung Kuta adalah nilai keagamaan, bahasa, etika, menjaga lingkungan, sistem teknologi dan lainnya.The purpose of this study was to determine the improvement of the character of the shiva by using the local wisdom values of Leuweung Gede Kampung Kuta. This research was conducted using the Classroom Research method (Classroom Research). Data collection was carried out through observation, interviews, giving tests (pre and post test). The results showed that the values of local wisdom in the Leuweung Gede Forest were able to improve the character of students, as evidenced by the increasing results of the questionnaires from each cycle, from 50% to 80%. Among the local wisdom values of the Leuweung Gede Forest in Kampung Kuta are religious values, language, ethics, protecting the environment, technology systems and others.
ANALISIS POTENSI DESA DITINJAU DARI SOSIAL BUDAYA KESENIAN TRADISIONAL RONGGENG GUNUNG DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT PRASEJAHTERA Dewi Ratih; Wulan Sondarika
Jurnal Artefak Vol 5, No 2 (2018): September
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.993 KB) | DOI: 10.25157/ja.v5i2.1936

Abstract

Ronggeng gunung merupakan kesenian asli Jawa Barat. Dulu dikenal dengan sebutan Ronggeng buhun. Untuk sekarang kesenian ini sudah sangat jarang sekali ditemukan di tanah Priangan dikarenakan efek dari kebudayaan luar yang sudah meraja lela di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi sosial budaya kesenian tradisional Ronggeng Gunung terhadap pendapatan masyarakat prasejahtera. Populasi penelitian adalah pemerintahan Desa Ciulu dan pelaku kesenian ronggeng gunung Bi Raspi dan kawan-kawan. Hasil dari penelitian ini diantaranya adalah; potensi sosial budaya kesenian tradisional Ronggeng Gunung di Desa Ciulu Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis kurang memberikan dampak baik terhadap perekonomian masyarakat terutama bagi pelaku Ronggeng Gunung itu sendiri karena tidak adanya perhatian dari pihak pemerintah.AbstractRonggeng mountain is an original art of West Java. Formerly known as Ronggeng buhun. For now this art has been very rarely found in the land of Priangan due to the effects of foreign culture that has been rampant in Indonesia. This study aims to analyze the social and cultural potential of Ronggeng Gunung traditional arts on the income of underprivileged people. The study population was the government of Ciulu Village and the ronggeng mountaineers of Bi Bi Raspi and friends. The results of this study include; the socio-cultural potential of Ronggeng Gunung traditional art in Ciulu Village, Banjarsari Subdistrict, Ciamis Regency has not had a good impact on the economy of the community, especially for the perpetrators of the Ronggeng Gunung itself because of the lack of attention from the government.