Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory (IJCPML)

ANALYSIS OF DENGUE SPECIFIC IMMUNE RESPONSE BASED ON SEROTYPE, TYPE AND SEVERITY OF DENGUE INFECTION Ade Rochaeni; Aryati Aryati; Puspa Wardhani; Usman Hadi
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 23, No 3 (2017)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v23i3.1199

Abstract

Infeksi Virus Dengue (IVD) menimbulkan derajat klinis beragam dari DD hingga DBD/SSD. Respons imun spesifik dengue berupaIgM dan IgG anti dengue masih merupakan perdebatan untuk patogenesis DBD di samping faktor virulensi virus dan jenis infeksi.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respons imun spesifik dengue terhadap serotipe, jenis dan derajat IVD di Surabaya. Subjekadalah pasien IVD yang dirawat di Ruang Tropik Infeksi Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo dengan hasil penyaringan uji cepat NS1 (SDBioline Dengue Duo) dan/atau PCR (Simplexa Dengue) positif. Pemeriksaan IgM dan IgG anti dengue kuantitatif dengan metode ELISA(Panbio Dengue Duo IgM and IgG Capture). Penelitian dilakukan Maret–Agustus 2016 dan didapatkan 61 pasien dengan hasil NSI dan/atau PCR dengue positif. Identifikasi serotipe didominasi DEN-3, namun serotipe yang lebih virulen ditunjukkan DEN-1 yaitu semuapasien bermanifestasi sebagai infeksi sekunder dan DBD. Jenis infeksi primer sebanyak 19 (31,1%) dan infeksi sekunder 42 (68,9%).Derajat IVD meliputi DD 10 (16,4%), DBD 47 (77%) dan SSD 4 (6,56%). Nilai indeks rerata IgM dan IgG anti dengue di kelompokinfeksi serotipe DEN-1 (5,140 dan 5,774), DEN-2 (2,971 dan 2,222), DEN-3 (1,863 dan 2,792); kelompok jenis infeksi primer (1,478 dan0,746), sekunder (4,028 dan 4,864) dan kelompok derajat DD (1,170 dan 1,492), DBD I (3,370 dan 3,651), DBD II (3,924 dan 4,439)dan DBD III (4,164 dan 4,243). Sebagai simpulan respons imun spesifik dengue didapatkan lebih tinggi bermakna di kelompok infeksiserotipe DEN-1, kelompok jenis infeksi sekunder dan kelompok DBD/SSD.
IDENTIFICATION OF DENGUE VIRUS SEROTYPES AT THE DR. SOETOMO HOSPITAL SURABAYA IN 2016 AND ITS CORRELATION WITH NS1 ANTIGEN DETECTION Jeine Stela Akualing; Aryati Aryati; Puspa Wardhani; Usman Hadi
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 23, No 2 (2017)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v23i2.1138

Abstract

Serotipe virus dengue yang beredar terus mengalami perubahan dan berbeda di setiap daerah. Pergeseran serotipe maupun genotipedi dalamnya, mempengaruhi terjadinya wabah dengue di berbagai negara. Perbedaan serotipe diduga bernasab dengan deteksi antigen(Ag) non-structural 1 (NS1), namun belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut. Penelitian potong lintang dikerjakan sejakFebruari-Agustus 2016 dan didapatkan 60 subjek infeksi virus dengue (IVD) dan 25 non-IVD. Ribonucleic acid (RNA) virus denguediperiksa di semua subjek menggunakan Simplexa Dengue Real-Time Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)termasuk identifikasi serotipe virus dengue dan pemeriksaan NS1 menggunakan uji cepat NS1 Panbio. Perbedaan perbandingan variabelkategorikal dianalisis dengan uji Fisher Exact. Kenasaban antara serotipe dengan deteksi Ag NS1 dianalisis dengan Chi-Kuadrat. RNAvirus dengue terdeteksi di 43 dari 60 subjek IVD (71,7%). Serotipe terbanyak adalah DENV-3 (62,8%). Pergeseran dominasi serotipetelah terjadi di Surabaya, sebelumnya dari DENV-2 ke DENV-1 dan sekarang DENV-3, kemungkinan akibat mobilitas pejamu, transporvirus dan faktor geografis. Kepekaan uji cepat NS1 75% dan kekhasan 100%. Persentase deteksi NS1 antar serotipe berbeda bermakna(p=0,002). Deteksi NS1 lebih rendah pada DENV-1 dibandingkan DENV-2 (p=0,007) ataupun DENV-3 (p=0,003). Serotipe virusdengue bernasab dengan deteksi NS1 (p=0,005). Ciri serotipe maupun genotipe virus dengue kemungkinan mempengaruhi sekresiNS1. Telah terjadi pergeseran serotipe virus dengue di pasien IVD di Surabaya sehingga diperlukan surveillance berkesinambunganuntuk memperkirakan terjadinya wabah. Serotipe bernasab dengan deteksi NS1. Salah satu penyebab hasil negatif palsu NS1 adalahperbedaan serotipe.
ANTI DENGUE IGG/IGM RATIO FOR SECONDARY ADULT DENGUE INFECTION IN SURABAYA Aryati Aryati; Puspa Wardhani; Ade Rochaeni; Jeine Stela Akualing; Usman Hadi
INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol 24, No 1 (2017)
Publisher : Indonesian Association of Clinical Pathologist and Medical laboratory

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24293/ijcpml.v24i1.1161

Abstract

Infeksi Virus Dengue (IVD) dibedakan menjadi infeksi primer dan sekunder berdasarkan respons antibodi yang dihasilkan. Infeksisekunder perlu dibedakan dari infeksi primer karena umumnya menimbulkan manifestasi klinis yang berat. Uji hemaglutinasi inhibisisebagai baku emas untuk menentukan infeksi primer atau sekunder dirasa tidak praktis karena membutuhkan sepasang sera denganselang waktu waktu yang cukup lama. Penelitian ini bertujuan mengetahui cut-off rasio IgG/IgM anti dengue untuk infeksi denguesekunder dewasa di Surabaya. Subjek adalah pasien IVD dengan hasil NS1 dan/atau PCR dengue positif. Rasio IgG/IgM anti-denguediperoleh dari pembagian nilai indeks IgG dan IgM metode ELISA. Nilai cut-off rasio ditentukan berdasarkan kurva ROC. Berdasarkanpola reaktivitas IgM dan IgG ELISA, 19 (31,1%) pasien dikelompokkan sebagai infeksi primer dan 42 (68,9%) infeksi sekunder. HasilPCR didominasi DEN-3. Nilai cut-off optimal rasio IgG/IgM ≥0,927 sebagai peramal infeksi sekunder memiliki kepekaan 66,7% dankekhasan 63,2%. Dianalisis pula nilai cut-off optimal IgM dan IgG anti dengue, yaitu IgM ≥1,515 dan IgG ≥2,034 sebagai peramalinfeksi sekunder memiliki kepekaan dan kekhasans masing-masing 85,7% dan 84,2%; 100% dan 100%. Disimpulkan bahwa rasioIgG/IgM ≥0,927 tidak dapat digunakan sebagai tolok ukur tunggal peramal infeksi sekunder sedangkan cut-off IgG ≥2,034 dapatdipertimbangkan sebagai peramal infeksi sekunder.