Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

EKSISTENSI MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Fence Wantu; Mohamad Hidayat Muhtar; Viorizza Suciani Putri; Mutia Cherawaty Thalib; Nirwan Junus
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 2 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i2.342

Abstract

ABSTRAKPenyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi merupakan hal yang penting dalam upaya penegakan hukum lingkungan hidup, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang lebih memperhatikan perlindungan keperdataan masyarakat (Pasal 91 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi eksistensi mediasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup dan kendala yang dihadapi dalam penggunaannya setelah diberlakukannya UUCK. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan fokus pada analisis perundang-undangan dan konsep hukum. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa eksistensi mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan pada prinsipnya telah menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak dulu dan eksistensi berkembang dengan hadirnya berbagai peraturan perundang-undangan misalnya SEMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Lembaga Perdamaian dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di pengadilan dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan serta yang terbaru dalam UUCK. Meskipun mediasi seringkali tidak memuaskan, tetapi masih merupakan salah satu upaya yang penting. Namun, kendala yang dihadapi dalam penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup semakin kompleks setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UUCK inkonstitusional bersyarat, sehingga tidak mungkin untuk membuat aturan teknis tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi. Meskipun UUCK sudah dinyatakan tidak berlaku dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, namun Perpu masih menyisakan perdebatan dan belum menjadi Undang-Undang hingga tulisan ini diterbitkan.Kata kunci: cipta kerja; lingkungan hidup; mediasi; penyelesaian sengketa.ABSTRACTSettlement of environmental disputes through mediation is an important matter in efforts to uphold environmental law, especially after the enactment of Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation (UUCK) which pays more attention to the protection of civil society (Article 91 paragraph (2) letter d of the -Law Number 11 of 2020). The purpose of this study is to evaluate the existence of mediation as a form of environmental dispute resolution and the obstacles encountered in its use after the enactment of UUCK. This study uses a normative juridical approach, with a focus on statutory analysis and legal concepts. In this study, it was found that the existence of mediation in resolving environmental disputes in principle has been a culture of Indonesian society for a long time and its existence has developed with the presence of various laws and regulations, for example SEMA Number 1 of 2002 concerning Empowerment of Peace Institutions and Supreme Court Regulation (PERMA) Number 2 of 2003 concerning Mediation Procedures in Courts, Supreme Court Regulation Number 1 of 2008 regarding Mediation Procedures in Courts and RI Supreme Court Regulation (PERMA) Number 1 of 2016 concerning Mediation Procedures in Courts and the latest in UUCK. Although mediation is often unsatisfactory, it is still an important endeavor. However, the obstacles encountered in using mediation in resolving environmental disputes are increasingly complex after the Constitutional Court decision Number 91/PUU-XVIII/2020 stated that UUCK is unconstitutional conditional, making it impossible to make technical rules regarding environmental dispute resolution through mediation. Even though the UUCK has been declared null and void with the presence of Government Regulation in Lieu of Law (PERPU) Number 2 of 2022 concerning Job Creation, the Perpu still remains up for debate and has not yet become a law as of the time this article was published.Keywords: job creation; environment; mediation; dispute resolution.
EKSISTENSI MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Fence Wantu; Mohamad Hidayat Muhtar; Viorizza Suciani Putri; Mutia Cherawaty Thalib; Nirwan Junus
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 2 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i2.342

Abstract

ABSTRAKPenyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi merupakan hal yang penting dalam upaya penegakan hukum lingkungan hidup, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang lebih memperhatikan perlindungan keperdataan masyarakat (Pasal 91 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi eksistensi mediasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup dan kendala yang dihadapi dalam penggunaannya setelah diberlakukannya UUCK. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan fokus pada analisis perundang-undangan dan konsep hukum. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa eksistensi mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan pada prinsipnya telah menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak dulu dan eksistensi berkembang dengan hadirnya berbagai peraturan perundang-undangan misalnya SEMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Lembaga Perdamaian dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di pengadilan dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan serta yang terbaru dalam UUCK. Meskipun mediasi seringkali tidak memuaskan, tetapi masih merupakan salah satu upaya yang penting. Namun, kendala yang dihadapi dalam penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup semakin kompleks setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UUCK inkonstitusional bersyarat, sehingga tidak mungkin untuk membuat aturan teknis tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi. Meskipun UUCK sudah dinyatakan tidak berlaku dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, namun Perpu masih menyisakan perdebatan dan belum menjadi Undang-Undang hingga tulisan ini diterbitkan.Kata kunci: cipta kerja; lingkungan hidup; mediasi; penyelesaian sengketa.ABSTRACTSettlement of environmental disputes through mediation is an important matter in efforts to uphold environmental law, especially after the enactment of Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation (UUCK) which pays more attention to the protection of civil society (Article 91 paragraph (2) letter d of the -Law Number 11 of 2020). The purpose of this study is to evaluate the existence of mediation as a form of environmental dispute resolution and the obstacles encountered in its use after the enactment of UUCK. This study uses a normative juridical approach, with a focus on statutory analysis and legal concepts. In this study, it was found that the existence of mediation in resolving environmental disputes in principle has been a culture of Indonesian society for a long time and its existence has developed with the presence of various laws and regulations, for example SEMA Number 1 of 2002 concerning Empowerment of Peace Institutions and Supreme Court Regulation (PERMA) Number 2 of 2003 concerning Mediation Procedures in Courts, Supreme Court Regulation Number 1 of 2008 regarding Mediation Procedures in Courts and RI Supreme Court Regulation (PERMA) Number 1 of 2016 concerning Mediation Procedures in Courts and the latest in UUCK. Although mediation is often unsatisfactory, it is still an important endeavor. However, the obstacles encountered in using mediation in resolving environmental disputes are increasingly complex after the Constitutional Court decision Number 91/PUU-XVIII/2020 stated that UUCK is unconstitutional conditional, making it impossible to make technical rules regarding environmental dispute resolution through mediation. Even though the UUCK has been declared null and void with the presence of Government Regulation in Lieu of Law (PERPU) Number 2 of 2022 concerning Job Creation, the Perpu still remains up for debate and has not yet become a law as of the time this article was published.Keywords: job creation; environment; mediation; dispute resolution.
Demanding Progressive Judges' Decisions for Fulfillment of Justice for Disputing Parties Fence M Wantu; Irlan Puluhulawa
Jurnal Legalitas Vol 16, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.834 KB) | DOI: 10.33756/jelta.v16i1.18435

Abstract

Basically, judges are the main actors organizing judicial power and at the same time as guardians of justice for litigants. Judge decisions that reflect law and justice simultaneously are not easy to realize. The objectives of this study are 1). To find out and analyze the development of progressive legal teachings through judges' decisions in court. 2). To find out and analyze the teachings of progressive law through judges' decisions and their influence on justice. The research method used is normative. The approaches taken are as follows: a). statute approach. b). Conceptual approach. c). Case approach. The sources of legal materials used consist of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. While the analysis used in this research is descriptive technique and comparative technique. The conclusions of this research are 1). The development of progressive legal teachings through judges' decisions in court is a must and cannot be negotiated anymore. 2). That the teachings of progressive law through judges' decisions and their influence on justice to answer the demands of the times today that judges' decisions are no longer only identical to the written legal rules contained in the law as taught by positivism, but judges' decisions are as much as possible able to provide welfare for the parties to the dispute and justice seekers and society in general.
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Money Politic Oleh Calon Anggota Legislatif Pada Pemilihan Umum 2019 Retno Risalatun Solekha; Fence Wantu; Lusiana Tijow
Jurnal Legalitas Vol 13, No 01 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (356.531 KB) | DOI: 10.33756/jelta.v13i01.7305

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penegakan hokum pidana terhadap tindak pidana money politic pada penyelenggaraan pemilihan umum oleh calon anggota legislatif pada pemilu 2019 di Kabupaten Gorontalo, dan untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana money politic oleh calon anggota legislatif pada pemilu 2019 di Kabupaten Gorontalo. Jenis Penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam menyusun Penelitian ini adalah jenis Penelitian normatif-empiris, Adapun pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam menyusun penelitian ini adalah, antara lain: Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach); Pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Money Politic Oleh Calon Anggota Legislatif Pada Pemilihan Umum masih belum maksimal, hal ini dibuktikan dengan data di Bawaslu Kabupaten Gorontalomasih banyaknya pelanggaran tindak pidana money politic yang dilakukan oleh calon anggota legislatif dan masih banyak pelanggaran tindak pidana money politic yang tidak diproses sampai ketahap penyidikan karena tidak cukup bukti. Dalam menjerat para calon anggota legislatif yang melakukan tindak pidana money politic Bawaslu, dan Kepolisian, masih dihadapkan pada beberapa faktor-faktor hambatan yang melatar belakangi sehingga berpengaruh pada penerapan sistem peradilan pidana terhadap tindak pidana pelanggaran tindak pidana money politic. Kata Kunci : Penegakan Hukum; Tindak pidana; Money Politic Calon Anggota Legislatif. ABSTRACT The purpose of this study is to determine the enforcement of criminal law against money political crimes in the implementation of general elections by legislative candidates in the 2019 election in GorontaloDistrict, and to find out what are the factors inhibiting criminal law enforcement against perpetrators of money political crime by prospective members. legislative elections in 2019 in GorontaloDistrict. The type of research used by researchers in compiling this research is a type of normative-empirical research. The approaches used by researchers in compiling this research are, among others: the statutory approach (Statue Approach); The case approach (case approach). The results of this study indicate that Law Enforcement Against Money Politic Crime by Legislative Candidates in the General Election is still not maximal, this is evidenced by data in Bawaslu GorontaloRegency that there are still many violations of money political crimes committed by legislative candidates and many violations. money political crime which is not processed until the stage of investigation because there is insufficient evidence. In ensnaring candidates for legislative members who commit money political crimes, the Bawaslu and the Police, they are still faced with several background obstacle factors that affect the application of the criminal justice system to the crime of money political crime.
Refleksi Atas Konsep Peradilan Satu Atap Menuju Pada Tujuan Kekuasaan Kehakiman Yang Mandiri Fence M. Wantu
JURNAL LEGALITAS Vol 2, No 3, 2009
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8154.846 KB) | DOI: 10.33756/jelta.v2i3.657

Abstract

Big problems in Indonesian justice since independenced is justice freedom. Many sides wish to influence justice power with various reasoning of importances. Manifestly, there is politics power, economics power, member of society at law direct and or with legal advisor, or even from element of law enfurcer itself. Struggle for towards to one roof judicature as arranged in applied legislation not easy to imagined. Basically, a factor becoming problems to execute of one roof judicature in Indonesia can be grouped into 2 (two) form, that is internal factor and external factor. Kata Kunci: Refleksi, Peradilan Satu Atap, kekuasaan kehakiman, Mandiri
Pengesahan Perda Tata Ruang Dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Di Provinsi Gorontalo Fence M Wantu
JURNAL LEGALITAS VOL 05, NO 01, 2012
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.275 KB) | DOI: 10.33756/jelta.v5i01.875

Abstract

Peraturan daerah terhadap tata ruang di Provinsi Gorontalo sangat berarti bagi lingkungan hidup ke depan daerah ini sendiri. Keberanian dari pihak eksekutif maupun legislatif untuk mengesahkan draf rancangan peraturan daerah merupakan komitmen yang ditungu-tunggu masyarakat. Dengan kehadiran peraturan daerah tentang tata ruang, maka berbagai problem yang berkaitan dengan tata ruang terutama pemanfaatan lahan dan lingkungan hidup mendapat solusi yang terbaik.
Diskriminasi Rasial Dan Etnis Dalam Perspektif Hukum Internasional Defira Martina Adrian; Fence M Wantu; Abdul Hamid Tome
Jurnal Legalitas Vol 14, No 01 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1297.338 KB) | DOI: 10.33756/jelta.v14i01.10189

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa Politik Hukum Pemerintah Indonesia dalam mencegah isu Rasialisme dan Etnis, juga untuk mengetahui Politik Hukum Pemerintah Indonesia dalam mencegah isu Rasialisme dan Etnis dikaji melalui aturan Hukum Internasional. Jenis Penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis penelitian normatif, adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Hasil penelitian menggambarkan bahwa pelaksanaan diskriminasi ras dan etnis masih kerap terjadi dalam masyarakat. Indonesia sendiri sudah mempunyai aturan yang dinilai bagus untuk menangani dan menghapus kasus diskriminasi rasial dan etnis namun masih banyak yang belum mengetahui dan mendengar tentang aturan tersebut. Maka dari itu, aturan yang ada dinilai kurang populer karena kurangnya sosialisasi sehingga implementasi terjadi hanya seputar penindakan namun masih lemah pada aspek pencegahan. Maka dari itu pemerintah harus lebih banyak memberikan edukasi terhadap rakyat tentang adanya peraturan mengenai penghapusan diskriminasi rasial dan etnis ini. Sehingga, pelanggaran berupa penghinaan suatu ras dan etnis tertentu tidak lagi dianggap biasa atau sepele dan peraturan ini juga dapat berjalan dengan baik.
Penerapan Pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Terhadap Pengendara Ojek Online Di Kota Gorontalo Akbar H. Ahmad Daud; Fence M. Wantu; Avelia Rahmah Y. Mantali
Journal of Comprehensive Science (JCS) Vol. 2 No. 5 (2023): Journal of Comprehensive Science (JCS)
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peraturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan lalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan. Pada era modern seperti sekarang tidaklah sulit melakukan suatu hal yang berhubungan dengan alat transportasi, dengan adanya aplikasi pada handphone yang berbasis online dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses ojek berbasis online.Tulisan ini membahas tentang bagaimana penerapan Pasal 283 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Pasal 283 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 terhadap pengendara ojek online yang menggunakan handphone yang ada di Kota Gorontalo sampai saat ini masih belum efektif. Dapat dilihat dari masih maraknya penggunaan handphone saat berkendara dijalan, pihak kepolisian satuan Lalu Lintas Kota Gorontalo telah melaksanakan penilangan dan juga sosialisasi terhadap beberapa pengendara yang menggunakan handphone saat berkendara, namun hal ini masih saja dilakukan oleh pengendara ojek online
Pelaksanaan Diversi Oleh Kepolisian Resor Pohuwato Terhadap Anak Sebagai Pelaku Penganiayaan Devi Sapitri Nusi; Fence M. Wantu; Nuvazria Achir
Journal of Comprehensive Science (JCS) Vol. 2 No. 5 (2023): Journal of Comprehensive Science (JCS)
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa Negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu ditindaklanjuti dengan memuat kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi anak. Diversi pada hakikatnya juga mempunyai tujuan agar anak terhindar dan dampak negatif penerapan pidana. Diversi juga mempunyai esensi tetap menjamin 3 anak tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun mental. Ditinjau secara teoretis dari konsep tujuan pemidanaan, maka pengalihan proses dan proses yustisial menuju proses non yustisial terhadap anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika akan terlihat relevansinya. Pelaksanaan diversi dalam perkara pidana mempunyai persyaratan sebagai berikut: (1) Harus terdapat niatan atau itikad dari para pihak termasuk masyarakat; (2) Pelaku tindak pidana benar-benar menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, serta pelaku dalam hal ini harus meminta maaf kepada korban dan keluarganya; (3) Bentuk perdamaian berjalan seimbang yang membuat korban atau keluarganya tidak akan menuntut lagi terhadap pelaku; (4) Bentuk penyelesaian antara pelaku dan korban atau keluarganya dapat diterima oleh masyarakat.Faktor yang menghambat pelaksanaan diversi dalam kasus penganiayaan di Polres Pohuwato dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dilihat dari faktor substansi hukum yang diatur dalam UU SPPA, dasar hukum penyelesaian tindak pidana anak sudah sangat memadai. Selanjutnya jika dilihat dari faktor penegak hukum, maka dapat dilihat aparat penegak hukum dan lembaga lainnya sudah memadai. Kelembagaan hukum antara lain penyidik anak di kepolisian, Balai Pemasyarakatan, Lembaga Bantuan Hukum, Advokat, Pekerja Sosial Profesional danTenaga Kesejahteraan Sosial telah dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana dan kompetensi keahlian yang memadai. Faktor selanjutnya ialah faktor masyarakat atau kepatuhan masyarakat. Dalam praktiknya di daerah hukum Kepolisian Resor Pohuwato, sebagaimana faktor lingkungan yang tentunya sangat berperan fundamental, para anak-anak kebanyakan bergaul atau bersosialisasi tidak pada lingkungan yang seharusnya.
Return of State Losses In The Investigation Process That Can Eliminate Criminal Perpetrators of Corruption Andi Mirzan Doda; Fence M. Wantu; Dian Ekawaty Ismail
Estudiante Law Journal VOL. 5 NO. 1 FEBRUARY 2023
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33756/eslaj.v5i1.19935

Abstract

The purpose of writing to be achieved in this paper is to know and analyze the return of state losses in the investigation process that can eliminate criminal perpetrators of corruption.  This research is a normative legal research using  the statutory approach "statute approach", the case approach "case approach", and the  conceptual approach "conceptual approach".  This study used analytical descriptive analysis techniques. The results of this study show that the return of state financial losses in the investigation stage of corruption can stop the process of handling criminal acts through police discretion. One of the elements of corruption is the element of state loss, meaning that when it has been returned, it means that the element has been lost, meaning there is no loss as a logical consequence of the Constitutional Court decision No. 25/PUU-XIV/2016. But with the condition that it must be before the investigation stage through police discretion and if it is based on  the Lex Posterior Derogate Lege Priori, meaning that the new law overrides the old  law, meaning that the new regulation ignores or overrides the old regulation in the same respect