Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Kualitas Pemberian Informasi Obat di Puskesmas Sangurara Kota Palu Nur Ikhlas; Muhamad Rinaldhi Tandah; Khusnul Diana
Jurnal Farmasi Higea Vol 14, No 1 (2022)
Publisher : STIFARM Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52689/higea.v14i1.329

Abstract

Pelayanan informasi obat sangat penting terutama untuk pasien yang tidak mendapatkan informasi  tentang obat yang digunakan, karena penggunaan obat yang salah dapat membahayakan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas pemberian informasi obat di puskesmas Sangurara Kota Palu, bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan serta apakah ada pengaruh antara karakteristik pasien terhadap kepuasan pemberian informasi obat yang diberikan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode crossectional, dilakukan di puskesmas Sangurara Kota Palu pada bulan September-November 2020, dengan total sampel sebanyak 160 pasien. Data yang didapatkan kemudian dianalisis dengan indeks kepuasan masyarakat (IKM), analisis kesenjangan GAP, Importance Performance Analysis, dan analisis bivariat dengan menggunakan software statistik. Hasil dari IKM sebesar 80,42% yg berarti memuaskan dan nilai GAP (-0,39) menunjukan pasien sdh cukup puas terhadap pelayanan yang diberikan. Hasil Importance-Performance Analysis menunjukan atribut pelayanan yang harus di tingkatkan yaitu atribut nomor 4, 6, dan 17. Hasil statistik analisis bivariat menunjukan tidak adanya pengaruh antara umur (p = 0,115), jenis kelamin (p = 0,743), pendidikan (p = 0,829) pekerjaan (p = 0,563), dan pendapatan (p = 0,625) terhadap kepuasan pemberian informasi obat di Puskesmas Sangurara Kota Palu. Kesimpulan kualitas pemberian informasi obat di puskesmas Sangurara berdasarkan metode IKM termasuk kategori puas sedangkan gap termasuk kategori cukup puas. Terdapat 3 atribut pelayanan yang harus di prioritaskan yaitu atribut nomor 4, 6, dan 17. Tidak adanya pengaruh antara umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan terhadap kualitas pemberian informasi obat.
Direct Medical Costs and Accordance of INA-CBG's Claims on Covid-19 Patients at Anutapura Hospital: Biaya Medis Langsung dan Kesesuaian Klaim Tarif INA-CBG’s pada Pasien Covid-19 di RSU Anutapura Muhamad Rinaldhi Tandah; Khusnul Diana; Arya Dibyo Adisaputra; Shella Monica; Fatimah Azzahrah
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal) Vol. 9 No. 1 (2023): (March 2023)
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/j24428744.2023.v9.i1.16073

Abstract

Background: The pandemic Covid-19 has had an impact on various aspects of life, both socially and economically. One of the government's responsibilities is in financing the treatment of Covid-19 patients, which is stated in the Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number HK.01.07/MENKES/5673/2021 regarding technical instructions for claiming the cost of Covid-19 services. Objectives: This study aimed to determine the average direct medical costs and according to the INA-CBGs rates for Covid-19 patients and the effect of length of stay, severity and comorbidities on the total cost from a hospital perspective. Material and Methods: This study was an observational descriptive study, used a sample of patients diagnosed with Covid-19 inpatients at Anutapura Hospital Palu in 2020. The sample was used 134 patients, who met the inclusion and exclusion criteria. The data collected includes patient characteristics, direct medical costs (consultation fees, visits, rooms, medical procedures, medical devices, examinations and drugs) and INA-CBGS rates. Results: the Covid-19 patients were hospitalized for 14 days (65.67%) with severe severity (92.54%), patients without comorbidities (comorbidities) (74.63%) and included in the group with INA-CBGs code was A-4-13-III (92.54%). The average direct medical cost of the patient was Rp. 5,371,333, with the largest cost being the room fee, which was 32.57% of the total cost. The average INA-CBG's tariff was Rp. 123,019,851. Conclusions: The INA-CBGs tariff was higher than direct medical costs with a difference of Rp. 117,648,518. The results of the linear regression test, it was found that there was a partial or simultaneous effect between length of hospitalization, severity and incidence of comorbidities on total direct medical costs.
Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antibiotik Levofloksasin dan Azitromisin pada Pasien Penderita Corona Virus Disease-19 pada Tahun 2021 di RSUD Madani Palu: Cost-Effectiveness Analysis of Levofloxacin and Azithromycin Antibiotics Usage in Patients with Corona Virus Disease-19 in 2021 at Madani Hospital in Palu Muhamad Rinaldhi Tandah; Ririen Hardani; Nurhafifah Wulandari Kassa; Nurul Ambianti
Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI) Vol. 6 No. 7: JULY 2023 -Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/mppki.v6i7.3262

Abstract

Latar belakang: Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2 yang dapat menyebabkan gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Dalam penatalaksanaannya, Covid-19 membutuhkan biaya yang besar. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui antibiotik manakah yang paling cost-effective antara azitromisin dan levofloksasin dalam pengobatan Corona Virus Disease-2019 periode 2021 di RSUD Madani Palu. Metode: Desain penelitian ini adalah observasional cross-sectional dengan pengambilan data pasien secara retrospektif (Januari-Desember 2021). Metode penelitian pada penelitian ini adalah purposive sampling. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menghitung Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) dan Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER). Hasil: Jenis kelamin laki-laki sebesar 51% dengan usia 26-45 tahun dibandingkan perempuan sebesar 49%, dan lama rawat inap terbanyak 14 hari. Biaya medis langsung pasien pengguna azitromisin lebih rendah sebesar Rp1.659.698,66 dibandingkan pasien pengguna levofloksasin sebesar Rp1.711.361,17. Nilai ACER antibiotik azitromisin sebesar Rp92.205 dan nilai ACER antibiotik levofloksasin sebesar Rp136.939. Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa kelompok terapi antibiotik azitromisin lebih cost-effective dibandingkan dengan kelompok terapi antibiotik levofloksasin.
Studi Tumbuhan Obat Tradisional Berkhasiat Antidiabetes di Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah Syariful Anam; Ni Luh Yeni Safitri; Muhamad Rinaldhi Tandah; Khusnul Diana
Jurnal Pharmascience Vol 10, No 2 (2023): Jurnal Pharmascience
Publisher : Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v10i2.14229

Abstract

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif dengan karakteristik khas berupa kadar gula darah melebihi angka normal. Data tahun 2019 menunjukkan angka penderita DM di Kabupaten Parigi Moutong sebesar 33.873 jiwa. Studi ini bertujuan untuk mendapatkan data jenis, bagian dan cara penggunaan tumbuhan obat tradisional untuk pengobatan DM oleh masyarakat di Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong. Penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling dalam periode bulan Oktober 2021-Mei 2022. Hasil penelitian diperoleh 22 spesies tumbuhan obat yang terdiri dari 17 famili. Persentase bagian tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan antidiabetes, yaitu daun 73,01%, kulit batang 11,11%, buah 6,34%, rimpang 4,76%, dan tumbuhan utuh 4,76%. Persentase cara pengolahan tumbuhan obat yang digunakan yaitu direbus 71,88%, diseduh 9,38%, diparut 6,25%, ditumbuk/dilumat 6,25%, dan diremas 6,25%. Studi ini menunjukkan bahwa tumbuhan yang paling banyak digunakan untuk pengobatan antidiabetes yaitu kersen (11,4%), kelor (11,4%) dan kayu manis (11,4%) serta tumbuhan lain seperti klorofil (10%), sembung (5,7%), kunyit (5,7%), kumis kucing (5,7%), ciplukan (4,3%), insulin (4,3%), mahkota dewa (4,3%), sambiloto (4,3%), pinang (2,9%), salam (2,9%), belimbing wuluh (2,9%), sirih merah (2,9%), jarak pagar (1,4%), bengkuang (1,4%), meniran (1,4%), mengkudu (1,4%), brotowali (1,4%), beluntas (1,4%), dan dadap (1,4%). Kata Kunci: Etnofarmakologi, Diabetes Mellitus, Obat Tradisional, Jamu, Kecamatan Balinggi Diabetes mellitus (DM) is a degenerative disease with distinctive characteristics in the form of blood sugar levels that exceed expected levels. Data for 2019 show that the number of DM sufferers in the Parigi Moutong Regency is 33,873. This study aims to obtain data on the types, parts, and ways of using traditional medicinal plants to treat DM by the community in Balinggi District, Parigi Moutong Regency. This research was conducted using the purposive sampling method from October 2021-May 2022. The results obtained were 22 species of medicinal plants consisting of 17 families. The percentage of plant parts used for anti-diabetic treatment, namely leaves 73.01%, bark 11.11%, fruit 6.34%, rhizomes 4.76%, and whole plants 4.76%. The percentage of medicinal plant processing methods used was 71.88% boiled, 9.38% brewed, 6.25% grated, 6.25% crushed/crushed, and 6.25% crushed. This study shows that the plants most widely used for anti-diabetic treatment are kersen (11,4%), moringa (11,4%), and cinnamon (11,4%) other plants such as klorofil (10%), sembung (5,7%), turmeric (5,7%), kumis kucing (5,7%), ciplukan (4,3%), insulin (4,3%), mahkota dewa (4,3%), sambiloto (4,3%), areca nut (2,9%), salam (2,9%), carambola wuluh (2,9%), red betel (2,9%), jarak pagar (1,4%), bengkuang (1,4%), meniran (1,4%), noni (1,4%), brotowali (1,4%), beluntas (1,4%), dan dadap (1,4%).
Identifikasi Kejadian Adverse Drug Reaction pada Penggunaan Amlodipin di Instalasi Rawat Jalan RSUD Undata Amelia Rumi; Raiza Aulia; Muhamad Rinaldhi Tandah
Majalah Farmaseutik Vol 19, No 3 (2023): in press
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v19i3.78950

Abstract

Latar Belakang: Adverse Drug Reaction (ADRs) atau reaksi obat yang merugikan merupakan salah satu masalah yang muncul saat mengkonsumsi obat, salah satunya adalah efek samping obat. Tingkat ADRs yang dilaporkan saat ini di Indonesia berkisar antara 15% sampai 30% pada pasien rawat inap. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian ADRs, kejadian ADRs yang terjadi serta skor probabilitas ADRs berdasarkan instrumen algoritma Naranjo yang terjadi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Undata Palu khususnya pasien penyakit hipertensi yang mengkonsumsi obat amlodipin. Metode: Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan prospektif yang bersifat cross-sectional dengan bantuan kuesioner algoritma Naranjo. Hasil: Didapatkan sebanyak 30 responden dengan kejadian ADRs sebesar 16,70% pada penggunaan obat amlodipin di Instalasi Rawat Jalan RSUD Undata, dimana ADRs yang terjadi, yaitu sebanyak 3 responden yang merasakan edema dengan persentase sebesar 10%, 2 responden yang merasakan diuresis dengan persentase sebesar 6,70%, dan sebanyak 1 responden yang merasakan mengantuk, mual, pusing, lelah dan susah tidur dengan persentase sebesar 3,30%, kemudian skor probabilitas ADRs dimana definite tidak terdeteksi sama sekali, probable sebanyak 5 responden (16,70%), possible sebanyak 2 responden (6,70%) dan doubtful sebanyak 23 responden (76,60%). Kesimpulan: Obat amlodipin cocok digunakan untuk terapi hipertensi jika dilihat dari ADRs yang terjadi yaitu hanya 5 dari 30 responden yang merasakan ADRs.