Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

PROBLEMATIKA PEMBAGIAN HARTA WARISAN ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT SUKU MBOJO (STUDI DI DESA NIPA KEC, AMBALAWI KAB. BIMA) Elpipit, Elpipit; Adnan, Idul; Hamdi, Muh. Rizal; Suarajana, Suarjana
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum Vol. 1 No. 1 (2022): Al-Muqaronah : Jurnal Perbandingan Madzhab dan Hukum
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/am.v1i1.105

Abstract

Tujuan penulisan artikel ini untuk menelisik lebih jauh bagaimana praktek pembagian harta warisan anak perempuan pada masyarakat suku Mbojo yang berada di Desa Nipa Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima. Pembagian harta warisan pada masyarakat Bima sangat mengedepankan asas hukum Islam yang dianggap sebagai pedoman utama untuk menyelesaikan persoalan warisan. Namun disisi lain juga justru persoalan warisan menjadi salah satu aspek yang menimbulkan perselisihan yang berimbas pada rusaknya hubungan kekeluargaan. Berangkat dari pernyataan tersebut maka hasil yang diperoleh dari  penulisan artikel ini adalah masyarakat Desa Nipa dalam pembagian harta warisan mereka menganut sistem bagi rata dan atas kepatuhan terhadap kedua orang tua semasih hidup sampai meninggal dunia, sistem yang dipakai masyarakat Desa Nipa ini sangat  berpengaruh pada praktik pembagian harta warisan nantinya. Pelaksanaan pembagian warisan pada masyarakat Desa Nipa, menggunakan sistem hukum adat istiadat secara turun temurun dan berdasarkan musyawarah/mufaakat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Dalam pewarisan harta warisan jatuh seluruhnya ke tangan pihak anak perempuan sedangkan ahli waris dari pihak Bapak dan ibu tidak mendapatkan harta warisan.  
METODE BAYANI DALAM MENAFRSIRKAN SURAT AL-MAIDAH AYAT 51 TENTANG KEPEMIMPINAN NON MUSLIM Nuriskandar, Lalu Hendri; Adnan, Idul; Hamdi, Muh. Rizal
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum Vol. 2 No. 1 (2023): Al-Muqaronah : Jurnal Perbandingan Madzhab dan Hukum
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/am.v2i1.111

Abstract

Kontroversi pernyataan Ahok yang menyinggung surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu, menimbulkan reaksi luar biasa dari sebagian umat Islam di Indonesia dengan melakukan beberapa kali aksi demontrasi besar-besaran menuntut Ahok untuk dipenjarakan karena telah menistakan ayat Al-Qur’an dan Menghina ulama. Majelis Ulama Indonesia sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam menentukan fatwa atau pendapat yang diajukan oleh orang Islam mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah menistakan agama Islam dan harus diproses secara hukum. Ketika perintah larangan memilih pemimpin non muslim sebagai pemimpin muslim dalam surat Al-Maidah ayat 51, bisa dikatakan bahwa terdapat “ketidak adilan” Allah dalam menentukan boleh tidaknya muslim dipimpin oleh non muslim. Jika hal ini diterapkan di negara yang konstitusi utamanya merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits, maka hal ini tidak menjadi persoalan. Dalam konteks Indonesia, pluraitas agama tidak bisa dipungkiri, semua agama bisa hidup berdampingan di bawah pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari penjelasan nahi, ‘aam, khas dan musytarak yang terdapat pada surat Al-Maidah ayat 51 lebih menunjukkan pelarangan kepada orang-orang mukmin untuk tidak menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia atau membuat persekutuan dengan mereka. Karena ayat ini diturunkan kepada Nabi Muhammad ketika para orang Yahudi membangkang kepadanya. Ketika Nabi mengajak mereka yang membangkang untuk bertaubat dan memeluk Islam, justru mereka menantang untuk berperang. Maka penjelasan tentang surat Al-Maidah ayat 51 yang selama ini dipahami oleh sebagian umat Islam tentang larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin kurang tepat. Pada dasarnya ayat ini sebagai himbauan untuk tidak menjadikan Yahudi dan Nasrani yang mengolok-olok agama Islam dijadikan sebagai sekutu. Kata Kunci: Metode Bayani, Penafsiran, Kemimpinan
PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) Karuniawan, Fathony; Adnan, Idul; Nuriskandar, Lalu Hendri
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): Al-Muqaronah : Jurnal Perbandingan Madzhab dan Hukum
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/am.v1i2.117

Abstract

According to Islamic law, interfaith marriages are not permitted because they involve differences in faith. Based on the MUI fatwa Number: 4/MUNAS VII/MU/8/2005 which was issued as a result of the Second National Deliberation on 26 May to 1 June 1980 which determined that marriage between different religions is haram, the reasons are: a. Al-Qur'an Surah Al-Baqarah verse 221 explains that it is forbidden for Muslim men to marry non-Muslim women until they become believers. Apart from that, it also explains that it is forbidden for guardians to marry women under their responsibility to non-Muslim men. b. Al-Quran Surah Al-Mumtahanah verse 10 explains that believing men should not maintain their marriages with non-Muslim women, as well as non-Muslim women should be returned to Muslim men, because their marriages are forbidden by Allah. c. Al-Qur'an Surah Al-Tahrim verse 6 commands believers to guard and protect themselves and their families from the fire of hell. d. The words of the Prophet Muhammad SAW narrated by Imam Al-Tabarani taught that marriage is half of the teachings of religion. And we are instructed to be careful of the rest. e. The words of the Prophet Muhammad SAW narrated by Ibn. Al-Sura'i who taught about the importance of teaching religious education for parents to their children. Law Number 39 of 1999 concerning Human Rights in Indonesia, there is an explanation about freedom of religion, there is also freedom to marry and continue offspring, as stated in Article 10 paragraph (1 ) which states that every person has the right to form a family and continue their offspring through legal marriage. Thus, the right to carry out a marriage is limited by the Marriage Law. Meanwhile, in Article 2 of the Marriage Law, a valid marriage is a marriage carried out based on their respective religions and beliefs. This article is often seen as a prohibition against interfaith marriages, because marriages must be carried out according to their respective religions and beliefs, whereas it is impossible for one marriage to be carried out with two religious ceremonies. Therefore, in carrying out an interfaith marriage, one party should follow the religion of the other party. Religious freedom in Indonesia cannot be fully implemented, because there has been coercion by the institution of marriage on someone to embrace a certain religion in order to carry out a marriage. Keywords: Interfaith marriage, Islamic law, human rights
ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA WARIS PERPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA Suherman, Suherman; Adnan, Idul
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum Vol. 3 No. 1 (2024): Al-Muqaronah : Jurnal Perbandingan Mazdhab dan Hukum
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/am.v3i1.161

Abstract

This research aims to analyze the resolution of inheritance disputes from the perspective of Islamic law and civil law in Indonesia. Islamic inheritance law, which is based on the Al-Quran and Sunnah, provides clear guidelines for the distribution of inherited assets with the principles of justice and legal certainty. Meanwhile, civil law regulated in the Civil Code (KUHPerdata) offers flexibility and freedom in managing inheritance through wills and agreements between heirs. The research method used is descriptive-analytical with a qualitative approach, examining statutory regulations, court decisions and related literature. The research results show that although there are fundamental differences in the approaches of these two legal systems, they both have the same goals, namely achieving fair distribution of inheritance and effective dispute resolution. Religious courts and district courts as institutions with authority to resolve inheritance disputes, each have different but complementary mechanisms and procedures. This research suggests the importance of harmonization between Islamic law and civil law in resolving inheritance disputes in Indonesia, as well as strengthening mediation and arbitration mechanisms to reduce conflicts and reach fair agreements for all parties involved.