cover
Contact Name
Revaldo Pravasta Julian MB Salakory
Contact Email
rivalsalakory92@gmail.com
Phone
+6281247289771
Journal Mail Official
fkip@unpatti.ac.id
Editorial Address
jln.ir. Putuhena-Poka Ambon
Location
Kota ambon,
Maluku
INDONESIA
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Published by Universitas Pattimura
ISSN : 27468046     EISSN : 27468054     DOI : 10.30598
Lani: Jurnal Kajian Ilmu sejarah & Budaya menerima artikel asli mengenai berbagai masalah penting dalam ilmu pengetahuan Sejarah, Pendidikan Sejarah, Antropologi dan Sosiologi. Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah & Budaya berupaya memuat campuran seimbang artikel mengenai penelitian teoretis atau empiris yang berkualitas tinggi, studi kasus, tinjauan pustaka, kajian komparatif, dan makalah eksporatoris.ilmu perpustakaan dan informasi, yang berfokus pada pengkajian dan penelitian yang bermanfaat.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 44 Documents
ETNIS TIONGHOA DALAM DINAMIKA MASYARAKAT KEPULAUAN KEI Johan Pattiasina
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 1 No 1 (2020): Lani : Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.33 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol1iss1page1-11

Abstract

Penelitian ini berjudul: Etnis Tionghoa dalam dinamika masyarakat Kepulauan Kei. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana proses masuknya masyarakat Tionghoa di Kepulauan Kei, 2) Bagaimana interaksi masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Lokal di kepulauan Kei, Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan-permasalahan itu, metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, Verifikasi, interpretasi, dan historiografi dengan menggunakan teori dan konsep ilmu Sosial lain yang relevan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Menjelaskan proses kedatangan masyarakat Tionghoa di Kepulauan Kei dan interaksi mereka dengan masyarakat lokal serta peran mereka dalam aspek pemerintahan, ekonomi dan sosial budaya di Kepulauan Kei. Dengan demikian diharapkan penelitian ini bisa memperkaya historiografi tentang Etnis Tionghoa Kei di Maluku yang masih relatif sedikit. Dari penelitian ini diketahui bahwa masyarakat Tiongoa yang ada di kepulauan Kei telah ada sejak lama dan mampu berinteaksi dengan masyarakat lokal secara baik. Hal ni dapat diketahui dari adanya penggunaan marga asli Kei oleh masyarakat Tionghoa maupun penerapan budaya lokal dalam kehidupan mereka walaupun praktek-praktek ini berjalan beriringan dengan tradisi asli Tionghoa. Hingga kini masyarakat Tionghoa memainkan peran penting dalam berbagai sektor kehidupan di Kei baik dalam ekonomi maupun politik. Hal ini tampak dari sebutan Cina Kei dan beberapa politisi keturunan Tionghoa bahkan mantan bupati kepuluan Kei adalah keturunan Tionghoa. Dengan demikian masyarakat Tionghoa yang ada di Kei telah menganggap diri mereka sebagai orang kei.
Folk Dialogue Sebagai Modal Sosial Dalam Mewujudkan Perdamaian Islam-Kristen Di Maluku Revaldo Pravasta Julian MB Salakory
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 1 No 1 (2020): Lani : Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.824 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol1iss1page12-26

Abstract

Dialog Rakyat (Folk Dialogue) yang dilakukan pasca-konflik sebagai modal sosial dalam mewujudkan perdamaian di Maluku. Dialog agama dewasa ini sering dilaksanakan secara formal oleh pemuka agama, lembaga-lembaga pemerintahan (para elitis). Selama konflik Kristen-Islam disadari bahwa masyarakat hidup dalam ketegangan karena sering terjadi pembantaian antar sesama manusia dan agama sendiri seakan-akan kehilangan eksistensinya. Agama dinilai pemicu dinamika konflik di Maluku yang melibatkan kekerasan antara Kristen dan Islam sehingga menimbulkan perpecahan. Dapat dilihat dalam kehidupan keseharian terjadi disintegrasi di kalangan masyarakat terlihat dengan lahirnya simbol identitas agama yang terasimilasi dalam sebutan kata salam (orang Islam) dan sarani (orang Kristen), pembatasan interaksi sosial (pergaulan) dan segregasi wilayah berbasis agama. Dengan demikian, hasil analisa dikaji masyarakat tentang folk dialogue begitu penting bagi masyarakat Maluku tengah dalam menjaga jejaring kultural (relasi Islam-Kristen) sewaktu dan sesudah konflik
MATARUMAH PARENTAH DALAM SISTEM PEMERINTAHAN ADAT DI MALUKU Hamid Dokolamo
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 1 No 1 (2020): Lani : Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.586 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol1iss1page27-36

Abstract

Eksistensi negeri dan pemerintahan adatnya di Maluku mulai hilang dan terkikis pada waktu pemerintah Indonesia di masa Orde Baru menerapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 yang menyeragamkan sistem pemerintahan desa di seluruh Indonesia. Akan tetapi, adanya era otonomisasi, dengan diberlakukan undang-undang yang membolehkan tiap-tiap daerah dapat mengembalikan sistem pemerintahan adat yang masih berlaku maka masyarakat dan pemerintah daerah Maluku mulai menerapkan undang-undang tersebut. Pemerintah Provinsi Maluku telah mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 yang memberi kesempatan kepada setiap kabupaten dan kota untuk mengembalikan sistem pemerintahan adat pada tiap-tiap negeri (desa). Namun demikian timbul masalah kontroversi tentang jabatan matarumah parentah atau hak sebagai kepala pemerintahan negeri. Hampir semua negeri yang telah kempali kepada pemerintahan adat, terbentur pada masalah matarumah yang berhak untuk menduduki jabatan kepala pemerintahan negeri atau raja. Oleh karena itu, dalam upaya menjaga ketentraman masyarakat, adat istiadat dan sejarah kepemimpinan negeri-negeri maka warga desa atau negeri harus mengembalikan kepemimpinan pemerintahan kepada matarumah parentah sebagai pemangku kekuasaan yang sah. Ketaatan dan kepatuhan terhadap adat sangat penting dalam rangka menjaga keharmonisan hidup dan integritas di antara sesama warga desa. Masyarakat Maluku harus menyadari pentingnya pemerintahan adat yang diwariskan oleh leluhur kepada generasi sekarang untuk ditaati dan dilaksanakan dengan baik. Adat sebagai peredam konflik dan pengendalian ketegangan dalam masyarakat harus menjadi acuan dan pegangan bagi warga masyarakat di negeri
TANGGUNGJAWAB ILMUAN SOSIAL DALAM MEMPOSISIKAN PERAN DAN PERMASALAHAN BUDAYA LOKAL UNTUK PENGUATAN ETIKA PLURALISME BANGSA Sem Touwe
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 1 No 1 (2020): Lani : Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (412.062 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol1iss1page40-56

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tanggungjawab Ilmuan Sosial dan perannya dalam melihat permasalahan yang terkait dengan nilai-nilai kebersamaan dalam keberagaman budaya, suku, ras, etnis, dan agama yang lebih dipopulerkan dengan istilah multikulturalis yang di negara Indonesia terkadang dipandang sebagai anugerah, tetapi juga hadir dalam pikiran-pikiran yang sempit sebagai malapetakah dan penyebab kehancuran. Padahal kehadiran multikulturalis di negara Indonesia sebagai prodak budaya lokal sudah ada jauh sebelum negara indonesia terbentuk. Data dan informasi dalam tulisan ini merupakan hasil desk review dari berbagai laporan penelitian, kajian buku dan dokumen serta pengalaman penulis saat melakukan penelitian-penelitian yang relevan. Permaslahan yang dijadikan inti pembahasan pada tulian ini adalah , untuk menjadikan prodak budaya lokal yang multikultural itu tetap eksis dan dijadikan sebagai pedoman hidup masyarakat pendukungnya di Indonesia, maka Ilmuan Sosial harus terpanggil oleh kewajiban sosialnya, bukan saja sebagai penganalisa materi dan memberikan informasih lewat berbagai hasil kajiannya, namun juga sebagai corong atau prototipe dalam bentuk perujudan baik lewat sikap, moral, dan tindakan yang baik dalam masyarakat. Selain itu menyoroti bagaimana sikap seorang ilmuan sosial yang tampil mempelopori multikulturaliisme secara objektif, terbuka, dan berani menyampaikan gagasan kebenaran karena kebenaran berfungsi bukan saja sebagai jalan pikirnya, namun juga untuk jalan hidupnya. Kesimpulan dari penulisan ini menunjukan bahwa hampir sebagian besar Ilmuan Sosial di Indonesia secara sadar ikut bertanggungjawab terhadap produk keilmuannya dan dapat dimanfaatkan oleh mayarakat terutama dalam hal keberadaan multicultural di negera Indonesia
PERGERAKAN NASIONAL DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MASA KINI Agustinus Ufie
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 1 No 1 (2020): Lani : Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (427.41 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol1iss1page57-64

Abstract

Karya tulis ini mengkaji secara teoritik dengan metode kepustakaan mengungkapkan pentingnya membangun memori kolektif bangsa atas fenomena historis 1908 yang lahir dari kesadaran politik, sosial dan kultural dan menjelma menjadi semangat kesatuan tanpa membeda-bedakan satu sama lain kala itu. Realitas saat ini menunjukan kekhawatiran mendalam karena secara perlahan-lahan semangat keberagaman, persatuan dan kesatuan sebagai nilai dari semangat kebangkitan nasional mulai memudar. Semangat kebangsaan pada masa pergerakan nasional memberi otoritas bahwa sejarah bangsa menjadi sesuatu yang penting, sehingga perlu dimanifestasikan melalui proses pembelajaran sejarah. Pendidikan secara esensial ditujuhkan untuk membangun kesadaran, simpati dan empati terhadap perjuangan masa lalu. Pembelajaran sejarah sangat memainkan peran penting itu, sehingga guru harus mampu merancang berbagai model pembelajaran yang mampu mengakomodasi keinginan dimaksud. Ditengah-tengah carut marut politik, eskalasi konflik dan kekerasan meningkat, serta hilangnya rasa kebangsaan. Berbagai fenomena sosial kemasyarakatan yang telah merapuhkan sendi-sendi keberagaman, persatuan dan kesatuan kita sebagai suatu bangsa yang majemuk harus dihentikan melalui proses pendidikan
KARATERISTIK PULAU MASELA PERSPEKTIF ANTROPOLOGI PULAU KECIL Mezak Wakim
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 1 No 1 (2020): Lani : Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.591 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol1iss1page65-79

Abstract

Tulisan ini medesripsikan pulau Masela dalam pendekatan antropologi dimana Pulau Masela memiliki kekayaan budaya yang sangat menakjubkan. Sebagai pulau kecil tentu memainkan peranan dalam penting dalam pengembangan isu strategis nasional pulau terdepan di indonesia. Tulisan ini mengkaji persepektif pemanfaatan pulau-pulau kecil dengan menempatkan keberadaan Pulau Masela sebagai salah satu Pulau kecil di Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku dalam pendekaan antropologi puau kecil. Model pengelolaan pulau-pulau kecil kini menjadi fakta sosial dari keberadaan Masela sebagai pulau kecil yang memiliki banyak keunggulan baik pada tataran pengembangan kebudayaan namun terabaikan karena kendala geografis kepulauan. Padahal dari aspek pembangunan kebudayaan di Pulau Masela sangat menjanjikan. Pada sisi lain, pulau Masela juga dihitung sebagai wilayah pulau kecil yang berbatasan laut dengan negara Australia sehingga sangat rentan terhadap berbagai gejolak sosial yang menentukan keberadaan budaya lokal di Maluku. Adapun Tujuan penulisan ini adalah mengungkap potensi pulau Masela sebagai pulau kecil di Maluku dari perspektif, antropologi dengan rujukannya pada keunggulan kebudayaan pulau kecil. Metode yang di gunakan bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data berupa wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. Hasil penulisan ini menunjukan bahwa pulau Masela sebagai pulau kecil yang memiliki potensi kebudayaan sangat melengkapi kedudukan kebudayaan masyarakat di pulau-pulau kecil Maluku Barat Daya
Sejarah Etnis Tionghoa Dalam Dinamika Sosial Masyarakat Pulau Buru Johan Pattiasina
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 2 No 1 (2021): Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (541.244 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol2iss1page1-15

Abstract

The people who inhabit the island of Buru are people who come from various places and among them there are groupings that differentiate one another and are known as Rana people, Wakahallo people, Orangakang, Earth lale people and traders. Of the five designations, the focus of this study is "Trading People". In this case the Chinese community. They also play an important role in various sectors of community life on the island of Buru. Their existence is identified through names such as "Chinese Namlea, Chinese Namrole, Chinese Waplau and Chinese Buru". The purpose of this research is to explore the history of the arrival of the Chinese community on Buru Island and to identify the dynamics of Chinese life in terms of social, economic, political, and cultural aspects of Buru Island. To achieve this goal, the method used is the Historical Method through four stages, namely: Heuristics, Verification, Interpretation and Historiography The number of Chinese communities on Buru Island is quite large and spread over several locations in several sub-districts on Buru Island. They live side by side with the local population without a barrier in the form of a high wall to separate them from the surrounding community. In general, their livelihoods are trading in grocery and basic necessities as well as building materials for houses. In addition, they are also able to take advantage of the availability of natural resources on the island of Buru, namely eucalyptus oil and make it an important trading commodity with high economic value. Even though they have adhered to Christianity and Islam, they still maintain the Chinese tradition from their ancestors. Apart from the trade sector, Chinese people on Buru have played an important role in the political field.
Sasi Dalam Menunjang Sustainable Ekonomi Masyarakat Adat Saparua Jenny Koce Matitaputty
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 2 No 1 (2021): Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.714 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol2iss1page41-54

Abstract

This study aims to reveal information about Sasi, which in fact has the principle of sustainability and balance of the relationship between humans and nature as well as humans and their creators, of course, in line with the concept of sustainable living. What makes this research unique is that it specifically supports a sustainable community economy. To find out how sasi supports the economic sustainability of the Saparua people, an in-depth study using qualitative research is needed. Interviews and observations are the methods used to collect data. After that, an interactive analysis was carried out. The results show that sasi can be implemented as a quality management of quality and economically valuable biological and vegetable natural resources products. In actual fact, sasi really helps every proponent of the economy, such as the selling price of natural resources of sasi is more profitable, because the harvest is abundant in quantity and has a higher selling value because of its quality
Daur Hidup Masyarakat Bumi Lale Di Pulau Buru Nur Aida Kubangun
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 2 No 1 (2021): Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (668.758 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol2iss1page16-40

Abstract

The Bumi Lale community is a unique community and is commonly referred to by the coastal communities on the island of Buru as the hindquarters. They have traditional ceremonies in accordance with the life cycle and natural phenomena. This traditional ceremony is carried out from generation to generation. The purpose of this life cycle ceremony is safety by bringing a symbol of good hope and moral education as local wisdom rooted in past socio-cultural thoughts and senses. This article discusses the life cycle of the Bumi Lale people, which is one of the myths in their cultural life and is very much believed by the community, if they do not perform ceremonies in each life cycle it will bring danger to their village. The life cycle starts from pregnancy, birth, marriage and death.
Sejarah Pembentukan Soa Dan Perannya Dalam Sistem Pemerintahan Adat Di Negeri Tahalupu Kecamatan Waesala Kabupaten Seram Bagian Barat Hamid Dokolamo
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 2 No 1 (2021): Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.709 KB) | DOI: 10.30598/Lanivol2iss1page69-81

Abstract

Countries in Maluku have a traditional government system known as customary government. The government was formed through a long process based on territorial genelogical principles, so that the terms Matarumah, Petuanan, Soa, Badan Saniri Negeri and other government elements were known as part of customary institutions. Soa as part of the customary government is a combination or union of one or several particular house or family elements. Referring to Law No. 5/1979, all villages whose status were states in Maluku changed their names to desa. The uniformity of the governmental system in Indonesia has resulted in the loss of the existence of adat in Indonesian villages, including soa as an element of government as well as an element of adat in Tahalupu. With the existence of the Law on regional autonomy and regional regulations of Maluku Province which restore status villages to government institutions, research on the history of the formation of Soa and its role in the State of Tahalupu is important to be studied scientifically so that it can be known and can be a reference and contribution to local history in Maluku