cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Science,
Arjuna Subject : -
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008" : 11 Documents clear
KUALITAS AIR SUNGAI CILIWUNG DITINJAU DARI PARAMETER MINYAK DAN LEMAK Diana Hendrawan
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.832 KB)

Abstract

ABSTRAKSungai Ciliwung dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti sumber baku air minum, industri, perikanan dan pertanian. Pengambilan contoh dilakukan pada 10 stasiun, yaitu Cisarua Bogor, Gadog Bogor, Kedung Halang dan Kelapa Dua (Srengseng Sawah), Kalibata, Kampung Melayu, Manggarai, Guntur, Jl.Kyai Haji Mas Masyur dan Jl. Teluk Gong. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan baku mutu menurut SK Gub Jabar No. 38 Tahun 1991 dan SK Gub DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995, diuji secara statistik dengan melihat keeratan hubungan antara parameter organik (COD) dan minyak-lemak pada seluruh stasiun dengan menggunakan regresi linier. Kandungan minyak dan lemak di Sungai Ciliwung berkisar antara 0 – 9.04 mg/l, di stasiun 3-10 dan telah melampaui baku mutu. Nilai R2 = 0.66 menunjukkan keeratan minyak dan lemak dengan COD serta rasio BOD/ COD 0.45 menandakan limbah tersebut bersifat persisten.Kata Kunci: minyak dan lemak, persisten. ABSTRACTThe Ciliwung River is utilized for many activities such as drinking water resources, industry, fishery and agriculture. The samples was collected at 10 stations, i.e., Cisarua Bogor, Gadog Bogor, Kedung Halang and Kelapa Dua (Srengseng Sawah), Kalibata, Kampung Melayu, Manggarai, Guntur, Jl. Kyai Haji Mas Masyur and Jl. Teluk Gong. The water quality of Ciliwung River was compared to standard water quality, referring to Governoor of West Java Decree No. 38 of 1991 and Governoor of Jakarta Decree No. 582 of 1995. The statistic test using linier regression is to describe the relationships between organic parameter (COD) and oil-grease parameters at all stations. The concentration of oil and grease in Ciliwung River range from 0 – 9.04 mg/l, at stations 3 to 10. Those values seemed to be higher than standard water quality. The R2 value = 0.66 showed the relationships between oil-grease and COD. The average ratio of BOD/COD 0.45, meaning that characteristic of waste water is persistent.Key words : oil and grease, persistent. 
EKSTRAKSI KOMPONEN AKTIF SEBAGAI ANTIKANKER PADA SEL LESTARI KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa) Sri Purwaningsih; Rimbawan ,; Bambang P. Priosoeryanto
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.531 KB)

Abstract

ABSTRAKKomponen bioaktif dari bahan alami telah banyak diteliti untuk digunakan sebagai obat antikanker. Penelitian mengenai komponen bioaktif dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) sebagai antikanker belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan: (1) Menentukan cara ekstraksi keong matah merah dengan beberapa pelarut (air, air + methanol, aseton, etil asetat, dan methanol), dan (2) Uji aktivitas zat aktif dari keong matah merah dalam melawan sel lestari kanker (K562, A 549, dan HeLa/cervix cancer). Dari penelitian dapat ditentukan bahwa waktu ekstraksi terbaik yang dipilih untuk penelitian adalah 72 jam dan perbandingan antara bahan baku dengan pelarut adalah 1:6 (w/v). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai terbaik adalah ekstrak keong matah merah dengan pelarut aseton yang mempunyai daya hambat terbesar pada sel kanker (90.62% untuk HeLa/cervix cancer, 79.84% kanker paru/A 549, dan 76.71% untuk leukemia/K562) pada konsentrasi 25 ppm.Kata kunci: Antikanker, Cerithidea obtuse, ekstraksi, sel tumor lestari.ABSTRACTBioactive components derive from natural substances have been widely studied for the use as an anticancer drug. A study on a bioactive component from matah merah mollusks (Cerithidea obtusa) as an anticancer has not yet been reported. This research was intended to find the best method of extraction for the bioactive components of this animal. The research were divided into of two stages: (1) an extraction of matah merah mollusks by applying various solvents (water, water and methanol, acetone, ethyl acetate, and methanol), and (2) anti-proliferation ability of matah merah mollusks against tumor cell line (HeLa/cervix cancer, A 549, and K562). The results showed that the best extraction time was is 72 hours with the ratio of main material and solvents being 1:6 (w/v). The result also found that acetone of 25 ppm was the best solution resulted the strongest inhibiting power against cancer cells (90.62% against HeLa/cervix cancer, 79.84% against lung cancer/A 549, and 76.71% against leukemia/ K562.Key words: Anti-cancer, Cerithidea obtuse, extraction, tumor cell line.
KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KAWASAN PERTAMBAKAN DI PANTURA KABUPATEN GRESIK JAWA TIMUR V. D. Prasita; Bambang Widigdo; S. Hardjowigeno; S. Budiharsono
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.483 KB)

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengkaji daya dukung lingkungan kawasan pertambakan di Gresik Jawa Timur. Metode yang digunakan adalah metode survei dan pengumpulan data sekunder dari berbagai hasil penelitian lain maupun hasil laporan instansi terkait. Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan analisis daya dukung lingkungan, yaitu: analisis regresi, metode kuantitatif ketersediaan air di perairan, dan metode pembobotan yang diambil dari kelas kesesuaian lahan. Hasil kajian memperlihatkan bahwa pemanfaatan lahan pesisir untuk pertambakan di daerah studi sudah melampaui daya dukung lingkungannya. Fenomena ini terlihat dari produksi tambak maksimum 12 134.4 ton pada saat luas lahannya 10 943.5 ha pada tahun 1999. Dengan pendekatan pertama, analisis regresi, luas lahan yang dapat didukung untuk budidaya tambak tradisional sebesar 9 378.89 ha. Pendekatan kedua dengan metode kuantitatif menghasilkan luas lahan yang dapat didukung untuk budidaya tradisional, semi-intensif dan intensif berturut-turut 9 413.49 ha, 1 647.36 ha dan 941.35 ha. Pendekatan terakhir menghasilkan luas area yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya bandeng (Chanos chanos) sebesar 9 882.89 ha dan budidaya udang secara tradisional sebesar 9 457.28 ha. Hasil penilaian daya dukung lingkungan pertambakan dengan tiga pendekatan tersebut saling mendukung dan melengkapi dalam proses penentuan batas pengembangan maupun pengelolaan kawasan pertambakan di daerah studi secara berkelanjutan.Kata kunci: kawasan pertambakan, kesesuaian lahan, daya dukung lingkungan.ABSTRACTThis research was carried out to analyze the environmental carrying capacity of brackishwater fishponds. The research had been conducted in Gresik, East Java by using the survey method and collecting secondary data from the other researches and related institutions. In this research, three approaches used for analyzing the environmental carrying capacity of the brackishwater fishponds zone, ie.: regression analysis, quantitative method for water availability and weighted methods for land suitability grade. The result showed that utilization of coastal land for the brackishwater fishponds surpassed to its environmental carrying capacity. This phenomenon had once showed in 1999 that maximum production of brackishwater ponds of 12 134.4 tons occupied 10 943.5 ha land areas. By using regression analysis, land area suggested for aquaculture is 9 378.89 ha. By using water quantity method, the land areas suggested for traditional, semi-intensive and intensive cultures are 9 413.49 ha, 1 647.36 ha and 941.35 ha, respectively. The third approach suggested that the land which can be used for milkfish (Chanos chanos) culture is 9 882.89 ha and for shrimp culture is 9 457.28 ha. Those results are useful to assess sustainable development and management of brakishwater pond zone in the North Coast of Gresik Regency.Key words: brackishwater pond area, land suitability, environmental carrying capacity.
TINGKAT PEMANFAATAN PAKAN DAN KELAYAKAN KUALITAS AIR SERTA ESTIMASI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei, Boone 1931) PADA SISTEM INTENSIF Tatag Budiardi; Chairul Muluk; Bambang Widigdo; Kardiyo Praptokardiyo; Dedi Soedharma
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.405 KB)

Abstract

ABSTRAKPenelitian tingkat pemanfaatan pakan dan kelayakan kualitas air serta estimasi pertumbuhan dan produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sistem intensif telah dilakukan di Pelabuan Ratu, Jawa Barat pada bulan Mei sampai Agustus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat pemanfaatan pakan dan kelayakan kualitas air pada sistem budidaya udang vaname intensif. Penelitian ini didasarkan pada observasi enam tambak selama satu masa pemeliharaan (100 hari) dengan desain kausal dan metode ex postfactountuk mendapatkan data kualitas air dan produksi udang. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa penurunan kualitas air mulai terjadi pada pemeliharaan hari ke-40 dan terus menurun sampai akhir pemeliharaan. Tingkat pemanfaatan pakan yang tinggi menghasilkan kelayakan kualitas air dan laju pertumbuhan yang tinggi sehingga menghasilkan produksi biomassa udang yang tinggi. Model hubungan jumlah pakan yang diberikan (x) dan biomassa yang dihasilkan (y) berupa regresi kuadratik y = 0.00006x2 + 1.3506x + 7.3864 (R2 = 0.9801) sehingga biomassa maksimum tercapai pada 7 593 kg dengan pemberian pakan sebanyak 11 255 kg atau FCR sebesar 1.48.Kata kunci: sistem intensif, udang, pakan, kualitas air, biomassa, tambak.ABSTRACTA study on feed utilization, and the suitability of water quality and the estimation of vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) growth and production of an intensive system was conducted in Pelabuan Ratu, West Java during Mei-Agustus. The research was aim at evaluating feeding practices, and suitability of its water quality obtained. This study was based on observations six ponds during one growout period (100 days) with causal design and ex post-facto method to obtain data on water quality and production. The result showed that degradation of water quality occurred not until the 40th day of cultivation, and progressively decreased up to the end of the growout period. The high level of feed utilization produced suitable water quality, and high shrimp growth rates, thus, yielding high shrimp biomass. Feed-shrimp biomass relationship could be expressed by the following quadratic regression: y = 0.00006x2 + 1.3506x + 7.3864 (R2 = 0.9801), from which the maximum shrimp biomass was reached at 7 593 kg on 11 255 kg feed, giving a feed conversion ratio of 1.48.Keywords: intensive system, shrimp, feed, water quality, biomass, tambak.
PENDAYAGUNAAN KALSIUM MEDIA PERAIRAN DALAM PROSES GANTI KULIT DAN KONSEKUENSINYA BAGI PERTUMBUHAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii de Man) Azam B. Zaidy; Ridwan Affandi; Bambang Kiranadi; Kardiyo Praptokardiyo; Wasmen Manalu
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.727 KB)

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengkaji pendayagunaan kapur sebagai sumber kalsium dalam proses peningkatan kadar kalsium kulit dan lama waktu postmolting, serta konsekuensinya bagi pertumbuhan udang. Perlakuan dosis penambahan Ca(OH)2 sebanyak 0 mg/L, 15 mg/L, 30 mg/L, 45 mg/L, dan 60 mg/L, dengan 3 ulangan. Parameter yang diukur meliputi kadar kalsium kulit, lama waktu postmolting, tingkat konsumsi pakan, laju pertumbuhan, dan efisiensi pemanfaatan pakan. Penambahan Ca(OH)2 sebanyak 15-60 mg/L meningkatkan kadar kalsium media (25.51-35.22 mg/L) dibanding dengan kontrol (18.53 mg/L). Pengggunaan Ca(OH)2 sebanyak 0, 15, 30, 45, dan 60 mg/L mampu meningkatkan kadar kalsium kulit pada tahap postmolting 20 hari. Penggunaan Ca(OH)2 sebanyak 30 dan 45 mg/L mampu mempercepat lama waktu postmolting, selanjutnya lebih dari 45 mg/L menghambat lama waktu postmolting. Penggunaan Ca(OH)2 selama 3 siklus kulit berimplikasi lanjut pada konsumsi pakan harian, mulai meningkat pada penambahan Ca(OH)2 15 mg/L, mencapai maksimum pada penambahan Ca(OH)2 45 mg/L, dan selanjutnya menurun pada penambahan Ca(OH)2 60 mg/L. Laju pertumbuhan individu pada penambahan Ca(OH)2 0, 15, 30, 45, dan 60 mg/L adalah 0.006, 0.010, 0.010, 0.012, dan 0.009. Efisiensi pemanfaatan pakan, mencapai maksimal pada penambahan Ca(OH)2 sebanyak 15 mg/L selanjutnya menurun pada 30, 45 dan 60 mg/L. Dengan demikian penggunan Ca(OH)2 sebanyak 30 mg/L mampu mempercepat lama waktu postmolting yang berimplikasi pada peningkatan rataan konsumsi pakan harian sehingga meningkatkan laju pertumbuhan individu udang.Kata kunci: molting, kalsium, konsumsi pakan, pertumbuhan. ABSTRACTThe objectives of these present research was to study the addition of calcium in the media in order to increase the calcium content in the skin and its consequence on the growth of the giant fresh water prawn. Five treatments of different Ca(OH)2 (0, 15, 30, 45, and 60 mg/L), concentration were prepared of which each treatment consisted of three replications. The parameters measured were the concentration calcium of exoskeleton, post molting period, daily feed consumption, total feed consumption, growth rate, and feed efficiency. The addition of 15-60 mg/L has increased the concentration of the media (25.51-35.22 mg/L) compared to the control (18.53 mg/L). Duration of postmolting of the giant freshwater prawns supplemented with 0.15, 30, 45, and 60 mg/L were 17, 15, 12, 13 and 15 days, respectively. The average of daily feed consumptions was found to be higher in the group with the input of Ca(OH)2 of 15 and maximum at 45 mg/L. The growth rate in the prawn suplemented with Ca(OH)2 of 0, 15, 30, 45, and 60 mg/L were 0.006, 0.010, 0.010, 0.12, and 0.009 The feed efficiency in the prawn supplemented with 0, 15, 30, 45, and 60 mg/L were 27.00, 40.45, 30.30, 28.20, and 26.90%. The results of this experiment recomonded that supplementation of 30 mg/L Ca(OH)2 in the aquatic media improved growth rate and feed efficiency of freshwater giant prawn.Keyword: molting, calcium, food consumption, growth.
PENGGUNAAN MEAN DAMAGE INDEX (MDI) DALAM MENGKAJI KERUSAKAN MORFOLOGI BENTHOS YANG TERTANGKAP DENGAN ALAT TANGKAP GAROK Yusli Wardiatno; , Yonvitner; Estri Octora Farmelia
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.058 KB)

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan Mean Damage Index (MDI) yang diperkenalkan Jensen et al. (2001) dalam menilai kerusakan morfologis yang ditimbulkan alat tangkap garok terhadap makrozoobenthos. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pesisir perairan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten pada bulan Maret sampai Mei 2007. Ada variasi kerusakan morfologis yang ditimbulkan oleh garok terhadap jenis benthos yang berbeda, yakni kerang, keong laut, kepiting, udang, dan bintang laut. Nilai MDI tertinggi dari kelima stasiun berasal dari kelompok bivalvia dengan kisaran 1.5781-3.5217, sedangkan MDI terendah terdapat pada kelompok udang yang berkisar antara 0.0633 sampai 0.2424.Kata kunci: MDI (Mean Damage Index), kerusakan morfologis, benthos, estuari.
KEMATANGAN GONAD KEPITING KELAPA (Birgus latro) DI PULAU PASOSO, SULAWESI TENGAH Sulistiono .; Suzana Refiani; Fadly Y . Tantu; Muslihuddin .
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (560.513 KB)

Abstract

Penelitian tentang kematangan gonad kepiting kelapa (Birgus latro) dilakukan sejak Juni 2004 sampai Februari 2005. Contoh kepiting ditangkap dengan menggunakan beberapa peralatan, yaitu perangkap, jaring, dan secara langsung dengan tangan. Pengamatan dilakukan terhadap jenis kelamin, kematangan gonad, dan diameter telur, sedangkan analisis dilakukan untuk menentukan faktor kondisi, indeks kematangan gonad, dan fekunditas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa faktor kondisi, kematangan gonad, dan indeks kematangan gonad bervariasi tergantung dari bulan pengambilan contoh. Pengamatan kematangan gonad menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada November/Desember. Keadaan yang sama juga ditunjukkan dengan nilai faktor kondisi dan indeks kematangan gonad yang cukup tinggi pada bulan November /Desember. Fekunditas berkisar antara 58 717 - 197 400 butir telur. Diameter telur berkisar antara 0.015-0.035 mm, memiliki 1 puncak sehingga dapat diklasifikasikan sebagai total spawner.Kata kunci: kematangan gonad, kepiting kelapa (Birgus latro), total spawner Study on gonad maturity of coconut crab (Birgus latro) was carried out from June 2004 to January 2005. Crabs were collected by traps, nets, and by bare hand. Observation was done to know sex ratio, gonad maturity, and eggs diameter, while analysis was employed to estimate condition factor, gonado somatic index, and fecundity. Observation result showed that condition factor, gonad maturity, and gonado somatic index varied depending on sampling month. Gonado somatic index showed a high value around November/December. A similar result was also showed by condition factor and gonado somatic index that was high around November /December. Fecundity varied from 58 717 to 197 400. Oocyte diameter varied from 0.015 to 0.035 mm, with one mode leat tobe classified as total spawner animal.Key words: gonad maturity, coconut crab (Birgus latro), total spawner.  
HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN FAKTOR KONDISI IKAN TETET, Johnius belangerii Cuvier (PISCES: SCIAENIDAE) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT M F Rahardjo; Charles P . H. Simanjuntak
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.867 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan hubungan panjang-bobot dan mengevaluasi faktor kondisi ikan tetet, Johnius belangerii Cuvier di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat. Pengambilan contoh dilakukan sekali sebulan dari bulan Mei 2002 sampai April 2003. Sebanyak 2 403 ekor ikan tertangkap dengan menggunakan jaring insang bermata jaring 1.5 - 3 inci. Panjang total dan bobot ikan contoh berkisar masingmasing 71 – 225 mm dan 3 – 161 gram. Hubungan panjang-bobot adalah W = 2.453 x 10-6 L3.3023. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan panjang-bobot mempunyai korelasi yang tinggi (R2 > 0.939). Faktor kondisi relatif beragam dari 0.966 to 1.070. Ikan betina mempunyai kondisi lebih baik daripada ikan jantan.Kata kunci: hubungan panjang bobot, faktor kondisi, ikan tetet, perairan pantai. This study is aimed to determine length-weight relationship and to evaluate relative condition factor of belanger’s croaker, Johnius belangerii Cuvier in Mayangan. Fish collection was carried out monthly from May 2002 to April 2003. A total of 2 403 individual fishes were caught using gillnet with mesh sizes varying from 1.5 to 3 inches. The fish samples ranged from 71 – 225 mm in length and 3 – 161 g in weight. The length-weight relationship was W = 2.453 x 10-6 L3.3023. The results indicated that the length-weight relationship was highly correlated (R2 > 0.939). The relative condition factors of fish varied from 0.966 to 1.070, of which females were generally in better condition than the males.Key words: length-weight relationship, condition factor, belanger’s croaker, coastal waters.
STUDI MENGENAI TOKSISITAS SURFAKTAN DETERJEN, ALKYL SULFATE (AS), TERHADAP POST LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon Fabr Eddy Supriyono; Berlianti .; Kukuh Nirmala
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1762.19 KB)

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui toksisitas surfaktan deterjen alkyl sulfate (AS) terhadap post larva udang windu Penaeus monodon Fabr. Pada uji akut, udang windu PL10 dipaparkan pada media yang mengandung AS selama 96 jam dan dihitung nilai Median Lethal Concentration (LC50) pada jam ke 24, 48, 72, dan 96. Pada uji sub kronis udang windu PL15 dipaparkan selama 24 hari dan diamati nilai laju pertumbuhannya. Selama uji toksisitas akut dan sub-kronis juga dilakukan pengamatan perubahan histopatologi pada insang dan hepatopankreas udang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai LC50 AS pada jam ke- 24, 48, 72, dan 96 yaitu masing-masing sebesar 33.6, 29.4, 24.3, dan 22.8 mg/l. Saat uji sub kronis, perlakuan pemberian AS terhadap media pemeliharaan menurunkan laju pertumbuhan udang windu seiring dengan meningkatnya konsentrasi AS dan secara nyata terlihat mulai konsentrasi 17.11 mg/l. Selama uji akut dan sub kronis terjadi perubahan tingkah laku dan kerusakan pada insang dan hepatopankreas pada udang yang dipaparkan dengan AS mulai terlihat pada konsentrasi 25.58 mg/l jam ke-96 dan 34.99 mg/l jam ke- 72 pada uji akut dan pada uji sub kronis mulai terjadi pada konsentrasi 9.78 mg/l pada pengamatan hari ke- 24. Toksisitas AS terhadap juvenil udang windu semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi dan waktu pemaparan.Kata kunci: toksisitas, udang windu, alkyl sulfate, LC50, pertumbuhan, histopathologi. This study was done to find out the toxicity of surfactant detergent alkyl suphate (AS) on post larvae of black tiger shrimp. For acute toxicity test, the PL10 shrimps were exposed in seawater containing AS for 96 hours and Median Lethal Concentration (LC50) for 24, 48, 72, and 96 hours were estimated. For sub chronic test, juvenile shrimps at PL15 were exposed in sea water media containing AS for 24 days, and the growth rate of the shrimps were evaluated in order to determine the toxicity effect of AS to juvenile shrimp. During acute and sub-chronic test the histopathological changed of the gills and hepatopanchreas of the shrimp were also examined. This study resulted that LC50 of AS for 24, 48, 72, and 96 hours was estimated to be 33.6, 29.4, 24.3, and 22.8 mg/l of AS. At sub-chronic level, the growth rate of the shrimps was decreased by increasing concentration of AS and significantly affected at 17.11 mg/l of AS. During acute and sub-chronic test the behavior changing and gill epithelium and hepathopancreatic cell damage was common occurred in the shrimps when exposed in AS at 25.58 mg/l of AS for 96 hours and 34.99 mg/l of AS for 72 hours exposed time during acute test and also occurred starting from 9.78 mg/l of exposed concentration of AS for 24 days exposed time. The toxicity of AS to juvenile tiger black shrimp elevated by the increased of exposure time. Key words: toxicity, Alkyl Sulphate, black tiger shrimp, LC50, growth, histopathology.
DUGAAN BANYAKNYA PENYU LAUT TERTANGKAP SECARA TIDAK SENGAJA OLEH PERIKANAN TUNA LONGLINE DI SAMUDERA HINDIA Ngurah N . Wiadnyana; Mennofatria Boer
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol. 15 No. 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.968 KB)

Abstract

Perhatian masyarakat dunia semakin meningkat terhadap kelestarian penyu laut yang semakin menurun populasinya. Terjadinya penurunan populasi penyu laut dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah kegiatan perikanan. Berdasarkan kondisi ini, dilakukan sebuah kajian dengan tujuan untuk menduga jumlah penyu laut yang tertangkap secara tidak sengaja pada perikanan tuna longline. Data dan informasi diperoleh melalui metode kuesioner dengan sasaran para awak kapal tuna longline di pangkalan utama armada perikanan tuna longline yang beroperasi di Samudera Hindia, yaitu: Pelabuhanratu (Jawa Barat), Muara Baru (Jakarta), Cilacap (Jawa Tengah), dan Benoa (Bali). Hasil pengolahan data dan informasi mengemukakan tiga hal utama: (i) dugaan jumlah penyu yang tertangkap dengan tidak sengaja berkisar 843 - 853 ekor per trip untuk 1000 armada tuna longline; (ii) para nelayan tuna longline umumnya segera melepaskan kembali penyu-penyu yang tertangkap ke laut; dan (iii) sebagian besar nelayan tuna longline menggunakan jenis pancing berbentuk “J” dan melakukan penangkapan ikan pada lapisan permukaan (< 100 m). Penyu laut pada umumnya juga berada pada lapisan kedalaman ini, yang berpeluang besar memakan umpan dan tertangkap secara tidak sengaja oleh armada perikanan tuna longline. Dari kajian ini disarankan perlunya dilakukan riset yang lebih komperehensif tentang interaksi antara penyu laut dan perikanan, dan mitigasi penyu laut di perairan Indonesia.Kata Kunci: penyu laut, perikanan tuna, penangkapan tidak sengaja, Samudera Hindia. The awareness of the people in the world increases toward the conservation of sea turtles of which the population has depleted. The decrease of sea turtles populations may be due to many factors. One of the factors is affected by fisheries activity. Based on this condition, the current investigation was conducted in objective to estimate the number of sea turtles caught incidentally by tuna longline fisheries. Data and information were gathered by using questioner method with the target of tuna longline crews at principal landing bases of tuna longline fleet operated in Indian Ocean, such as: Pelabuhanratu (West Java), Muara Baru (Jakarta), Cilacap (Central Java), and Benoa (Bali). The result pointed out three principal matters: (i) the estimation of incidental caught sea turtles number varied from 843 - 853 individuals per trip for 1000 tuna longline fleet;(ii) in general tuna longline fishermen released immediately sea turtles to the sea; and (iii) almost tuna longliners use “J” hook for their longline and operate their fishing gears in the surface depth (< 100 m). Sea turtles in general inhabit in this water depth, which have high probability to eat baits and be caught by tuna longline fisheries fleets. This study might suggest to development more comprehensive research on the interaction between sea turtles and fisheries, and sea turtle mitigation in Indonesian waters Key Words: sea turtles, tuna longline fisheries, incidental catch, Indian Ocean.

Page 1 of 2 | Total Record : 11