cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Kedokteran Diponegoro
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : 25408844     DOI : -
Core Subject : Health,
JKD : JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO ( ISSN : 2540-8844 ) adalah jurnal yang berisi tentang artikel bidang kedokteran dan kesehatan karya civitas akademika dari Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang dan peneliti dari luar yang membutuhkan publikasi . JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO terbit empat kali per tahun. JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO diterbitkan oleh Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang.
Arjuna Subject : -
Articles 56 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO" : 56 Documents clear
HPENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN MIKROKROPIS GINJAL MENCIT BALB/C JANTAN YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN Akhmad Ismail; RB Bambang Witjahjo
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (714.144 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23395

Abstract

Latar Belakang: Rifampisin merupakan obat anti tuberkulosis yang memiliki efek nefrotoksik seperti penyakit acute tubulointerstitial nephritis dan tubular necrosis,. Hal tersebut karena terjadi stres oksidatif dan reaksi inflamasi pada ginjal. Temulawak mengandung kurkumin dan xanthorrhizol yang bermanfaat sebagai nefroprotektor, antioksidan, dan antiinflamasi. Temulawak berpotensi mencegah kerusakan ginjal yang disebabkan oleh rifampisin. Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopis ginjal pada mencit balb/c jantan yang diinduksi rifampisin. Metode: Penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design. Sampel sebanyak 25 ekor mencit balb/c jantan yang memenuhi kriteria inklusi, diadaptasi selama 7 hari. Kelompok kontrol negatif (K(-)) yang hanya diberi pakan standar, kontrol positif (K(+)) diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari. Kelompok I diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak 2mg/20grBB/hari. Kelompok II diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak 4mg/20grBB/hari. Kelompok III diberi per oral 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak 8mg/20grBB/hari. Perlakuan diberikan selama 14 hari. Pada hari ke 15, mencit diterminasi, diambil organ ginjal, dan dilakukan pembuatan preparat histologi. Setiap preparat dibaca pada 5 lapangan pandang dan dinilai dengan menggunakan skor kerusakan ginjal oleh Poernomo (1987). Hasil: Rerata kerusakan sel ginjal tertinggi pada kelompok kontrol positif. Uji Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000). Uji Mann Whitney menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) antara K(+) dan K(-), serta K(+) dan I,II,III. Simpulan: Pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dosis bertingkat memperbaiki gambaran mikroskopis ginjal pada mencit balb/c jantan yang diinduksi rifampisin.Kata Kunci: ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza), sel ginjal, degenerasi hidropik, perdarahan, peradangan, nekrosis sel, rifampisin
PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN ANNONA MURICATA TERHADAP KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) DARAH TIKUS SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI 7,12 DIMETHYLBENZ[Α]ANTHRACENE Blasius Adrian Budianto; Eka Yudhanto; Ariosta Ariosta
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.201 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23298

Abstract

Latar Belakang : Kanker payudara adalah penyakit kanker yang paling sering diderita kalangan wanita di sebagian besar negara. Kanker payudara di Indonesia menyebabkan kematian sebesar 16,6 per 100.000 penduduk. Penyebab pasti dari kanker payudara masih belum diketahui. Senyawa 7, 12-Dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) digunakan untuk menyelidiki karsinogenesis. Pengobatan kanker berkembang terus. Berbagai penelitian yang diteliti saat ini banyak menggunakan ekstrak tumbuhan sebagai terapi suportif kanker. Salah satunya adalah daun Annona muricata atau sirsak. MDA merupakan suatu marker kerusakan oksidatif. Kadar MDA pada pasien dengan kanker payudara akan mengalami peningkatan secara signifikan. Keberhasilan terapi pada pasien kanker payudara ditunjukkan dengan penurunan kadar MDA darah Tujuan : Mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun Annona muricata terhadap kadar MDA darah tikus Sprague Dawley yang diinduksi 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene. Metode : Penelitian true experimental randomized post-test only with control group design pada tikus yang dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan (P1) yang diberikan induksi DMBA dan kemudian diberikan ekstrak etanol daun sirsak melalui sonde lambung dengan dosis 200mg/KgBB/hari selama 12 hari dan kelompok kontrol (P2) yang diberikan induksi DMBA. Hasil : Rerata kadar Malondialdehyde pada kelompok P1 = 274,46±107,99 dan pada kelompok P2 = 243,21±97,41. Hasil uji normalitas data menggunakan uji Saphiro-Wilk diperoleh data berdistribusi normal untuk kedua kelompok. Hasil uji independent-samples T Test menunjukkan tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan nilai P = 0,52. Kesimpulan : Ekstrak etanol daun Annona muricata tidak berpengaruh terhadap kadar MDA darah tikus Sprague Dawley yang diinduksi 7,12-Dimethylbenz[a]anthraceneKata kunci : Ekstrak etanol daun Annona muricata, kanker payudara, 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene, malondialdehyde.
PENGARUH ASAP CAIR BERBAGAI KONSENTRASI TERHADAP VIABILITAS STAPHYLOCOCCUS AUREUS Reynata Adhiasari; Oedijani Santoso; V. Rizke Ciptaningtyas
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.898 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23372

Abstract

Latar Belakang : Plak gigi terbentuk melalui tiga tahap, yaitu proses pembentukkan pellicle, kolonisasi primer, serta kolonisasi sekunder dan maturasi. Apabila dibiarkan, plak gigi dapat menyebabkan gingivitis dan periodontitis. Salah satu bakteri yang dapat melakukan kolonisasi pada pellicle gigi adalah Staphylococcus aureus. Disamping itu, Staphylococcus aureus juga dapat memperberat kejadian periodontitis dengan masuk ke dalam periodontal pocket yang terbentuk karena adanya kedalaman sulkus gingiva yang tidak normal. Peneliti menggunakan asap cair berbagai konsentrasi untuk mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kandungan fenol, asam asetat, dan karbonil diharapkan mampu menghambat maupun membunuh bakteri ini. Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian asap cair berbagai konsentrasi terhadap viabilitas Staphylococcus aureus. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only control group design. Sampel yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus yang diberi perlakuan menggunakan lima macam konsentrasi asap cair (100%, 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25%) dan dilakukan pengulangan sebanyak lima kali untuk masing-masing konsentrasi. Analisis data yang dilakukan adalah Kruskal Wallis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil : Uji Kruskal Wallis pada analisis data KHM menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,000), begitu pula pada analisis data KBM (p=0,000). Selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney yang menyatakan bahwa terdapat signifikansi pada kelompok P3 (25%) untuk uji KHM dan pada kelompok P2 (50%) untuk uji KBM. Kesimpulan : Nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) asap cair terhadap Staphylococcus aureus adalah 25%, sementara nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) asap cair terhadap bakteri ini adalah 50%.Kata Kunci : Asap cair, Staphylococcus aureus, Plak, KHM, KBM
HUBUNGAN ANTARA KADAR VITAMIN D DENGAN KEKUATAN GENGGAMAN TANGAN LANSIA Muhammad Rizky Caniago; Dwi Ngestiningsih; Faizah Fulyani
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.493 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23339

Abstract

Latar Belakang: Meningkatnya jumlah lansia di Indoneisa berdampak pada peningkatan masalah kesehatan. Pada lansia terjadi penurunan morfologi dan fungsi organ pada sistem musculoskeletal yaitu penurunan kekuatan otot (Sarkopenia). Kejadian sarkopenia sering ditemukan bersamaan dengan status defisiensi vitamin D. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar vitamin D plasma dengan kekuatan genggaman tangan lansia. Metode: Penelitian observasional analitik dengan rancangan belah lintang, dilaksanakan di beberapa posyandu lansia kota Semarang. Subjek penelitian adalah lansia yang berusia ≥ 60 tahun. Subjek yang memenuhi kriteria diukur kekuatan genggaman tanganmya dengan menggunakan Jamar hand-dynamometer (3 kali pengukuran). Kadar vitamin D (25(OH)D) plasma diukur dengan menggunakan metode ELISA. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji hipotesis korelasi Pearson. Hasil: Subjek pada penelitiana ini adalah lansia wanita yang berjumlah 47 orang. Usia subjek antara 60-80 tahun, dengan median 64 tahun. Body Mass Index (BMI) subjek adalah 23.60 (18.90-34.63) kg/m2. Pada penelitian ini didapatkan data kadar vitamin D (25(OH)D) plasma dengan rerata 17.31±4.65 ng/mL; kekuatan genggaman tangan 16.73±3.87 Kg dan kadar kalsium 9.45±0.55 mg/dL. Uji korelasi Pearson menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,047 dan r = 0.291. Kesimpulan: Adanya hubungan signifikan positif lemah antara kadar vitamin D (25(OH) plasma dengan kekuatan genggaman tangan pada lansia.Kata Kunci: Lansia, kekuatan genggaman tangan, kadar vitamin D plasma, hubungan
PERBEDAAN FAKTOR RISIKO PENDERITA ADENOKARSINOMA PARU DENGAN MUTASI EGFR DAN NON MUTASI EGFR Felicia Angga Putriani; Fathur Nur Kholis; Yosef Purwoko
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.638 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23329

Abstract

Latar Belakang: Kanker paru merupakan penyakit keganasan dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun 2012. Di Indonesia, kanker paru menempati peringkat ke-3 penyakit kanker terbanyak. Adenokarsinoma merupakan jenis kanker paru dengan jumlah kejadian terbanyak, yaitu 40% dari seluruh kanker paru. Faktor risiko terjadinya kanker paru meliputi umur, merokok, terpapar oleh polusi udara di rumah atau tempat kerja, dan mempunyai riwayat keluarga dengan kanker paru. Kanker paru jenis adenokarsinoma sangat erat terkait dengan mutasi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), yaitu 15-20% dari kasus adenokarsinoma paru. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan mengambil data dari rekam medik pasien RSUP Dr. Kariadi Semarang yang didiagnosis adenokarsinoma paru. Data tersebut kemudian disusun dan dilakukan analisis statistik dengan uji chi-square dan uji regresi logistik terkait hubungan faktor risiko terhadap mutasi EGFR. Hasil: Dari 97 sampel penderita adenokarsinoma paru, didapatkan 36 subjek dengan mutasi EGFR (37,1%) dan 61 subjek non mutasi EGFR (62,9%). Terjadinya mutasi EGFR berhubungan dengan jenis kelamin perempuan (p = 0,009) dan non perokok (p = 0,028). Tidak ada hubungan bermakna antara mutasi EGFR dengan faktor umur (p = 0,667), paparan pekerjaan (p = 0,418), dan riwayat keluarga (p = 0,371). Dari uji multivariat, didapatkan hasil bahwa jenis kelamin perempuan merupakan faktor paling berisiko terhadap kejadian mutasi EGFR (p = 0,010). Simpulan: Terdapat perbedaan faktor risiko pada penderita adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR dan non mutasi EGFR. Kelompok dengan jenis kelamin perempuan dan non perokok lebih berisiko terhadap terjadinya adenokarsinoma paru dengan mutasi EGFR, sedangkan kelompok dengan jenis kelamin laki-laki dan perokok lebih berisiko terhadap terjadinya adenokarsinoma paru non mutasi EGFR.Kata Kunci : Adenokarsinoma paru, faktor risiko, mutasi EGFR
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAN SERBUK DAUN PEPAYA (CARICA PAPAYA) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH Yola Eka Putri Kurniasari; Dwi Retnoningrum; Prasetyowati Subchan
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.092 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23400

Abstract

Latar Belakang: Prevalensi penderita diabetes melitus di seluruh dunia sangat tinggi dan cenderung meningkat setiap tahun termasuk di Indonesia. Penggunaan obat tradisional menjadi alternatif dan di rekomendasikan WHO mengingat obat-obat sintetik memiliki berbagai efek samping. Daun pepaya mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, komponenfenol, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid yang memiliki efek sebagai antidiabetes. Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak dan serbuk daun pepaya terhadap kadar glukosa darah. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan post-test only control group design. Sampel adalah 15 ekor tikus wistar dibagi secara acak menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok pemberian ekstrak daun pepaya 200 mg/kgBB dan kelompok pemberian serbuk daun pepaya 200 mg/kgBB. Pemberian diberikan secara oral dengan sonde lambung sebanyak 1 kali sehari selama 14 hari. Hari ke 7 dan 14, dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glukometer. Uji statistik menggunakan uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney. Hasil: Kadar glukosa terendah pada pemberian ekstrak hari ke 14. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok ekstrak dan serbuk daun pepaya pada hari ke 7 (p=0,009) dan antara kelompok kontrol dan esktrak serta kelompok ekstrak dan serbuk pada hari ke 14 (p=0.009). Simpulan: Terdapat penurunan glukosa yang bermakna pada pemberian ekstrak daun pepaya dengan dosis 200 mg/kgBB pada hari ke 7 dan 14,Kata Kunci: ekstrak daun pepaya, serbuk daun pepaya, flavonoid, alkaloid, kadar glukosa darah
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BROKOLI (Brassica Oleracea L.Var Italica) TERHADAP HISTOPATOLOGI AORTA TIKUS WISTAR HIPERLIPIDEMIA Debby Vania; Edwin Basyar; Catharina Soeharti
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.596 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23305

Abstract

Latar Belakang: Aterosklerosis terjadi akibat adanya kondisi hiperlipidemia dan paparan radikal bebas. Brokoli merupakan bahan kaya antioksidan yang dapat berperan sebagai agen anti-aterosklerosis.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak brokoli (Brassica oleracea L.Var italica) terhadap histopatologi aorta tikus wistar hiperlipidemia. Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan post test only controlled group design terhadap 30 tikus yang dipilih secara random dan dibagi kepada 5 kelompok. Kelompok K1 diberi pakan minum standar selama 17 hari. Kelompok K2 diberi diet tinggi lemak berupa minyak babi 2ml/ ekor/ hari selama 10 hari dilanjutkan pakan minum standar selama 7 hari. Kelompok P1 diberi diet tinggi lemak selama 10 hari kemudian dilanjutkan pemberian ekstrak brokoli 250mg/ kgBB/ hari selama 7 hari. Kelompok P2 diberi diet tinggi lemak selama 10 hari kemudian dilanjutkan pemberian ekstrak brokoli 750mg/ kgBB/ hari selama 7 hari. Setelah itu dilakukan pengamatan histopatologi aorta yang difokuskan pada derajat sel busa, peradangan dan perdarahan. Hasil: Ekstrak brokoli 250mg/kgBB dapat menurunkan derajat sel busa hingga derajat sedang, derajat peradangan hingga derajat ringan, dan derajat perdarahan hingga derajat sedang. Ekstrak brokoli 500mg/kgBB dan 750mg/kgBB dapat menurunkan derajat sel busa hingga derajat ringan, derajat peradangan hingga setara dengan kontrol normal K1, dan derajat perdarahan hingga setara dengan kontrol normal K1. Ekstrak brokoli dapat menurunkan derajat sel busa, peradangan, dan perdarahan secara bermakna (p<0,05) dibanding kelompok kontrol hiperlipidemia. Kesimpulan: Pemberian ekstrak brokoli dapat menurunkan derajat sel busa, peradangan, dan perdarahan pada pembuluh darah aorta tikus wistar yang diinduksi diet tinggi lemak.Kata Kunci: Aterosklerosis, hiperlipidemia, radikal bebas, ekstrak brokoli, histopatologi aorta
PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI OTAK TIKUS WISTAR YANG DIGANTUNG DENGAN PEMBEDAAN PERIODE POSTMORTEM Rr Hillary Kusharsamita; Intarniati Nur Rohmah; Ika Pawitra Miranti
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.046 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23391

Abstract

Latar Belakang: Penggantungan adalah kematian akibat asfiksia yang paling sering ditemukan. Penggantungan dapat dilakukan antemortem (saat korban masih hidup) dan postmortem (saat korban sudah meninggal). Kematian dikaitkan dengan bunuh diri atau kecelakaan pada penggantungan antemortem. Sebaliknya, penggantungan pada postmortem digunakan sebagai metode untuk menutupi pembunuhan sebagai suatu tindakan bunuh diri setelah korban dibunuh dengan metode yang berbeda. Oleh karena itu, penentuan waktu kematian atau Postmortem Interval (PMI) merupakan hal terpenting dan tugas fundamental ahli patologi forensik ketika jenazah ditemukan. Gambaran histopatologi dapat dipilih sebagai metode tambahan untuk memberikan hasil PMI yang akurat. Salah satu parameter histopatologi otak yang dapat digunakan adalah astrogliosis yaitu perubahan morfologi dan fungsional astrosit sebagai mekanisme kompensasi kerusakan pada otak karena kematian akibat asfiksia Tujuan:. Mengetahui perbandingan gambaran astrogliosis berdasarkan histopatologi otak tikus Wistar dengan perbedaan periode pememulaian penggantungan pada fase postmortem Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Post Test-Only Control Group Design. Sampel teriri dari 28 tikus eistar jantan yang terbagi dalam 4 kelompok. Kelompok Kontrol (K) yaitu tikus yang digantung antemortem. Kelompok Perlakuan 1 (P1) yaitu tikus yang mulai digantung 1 jam postmortem. Kelompok Perlakuan 2 (P2) yaitu tikus yang mulai digantung 2 jam postmortem. Kelompok Perlakuan 3 (P3) yaitu tikus yang mulai digantung 3 jam postmortem. Uji analisis menggunakan uji Kruskal Wallis kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk parameter astrogliosis Hasil: uji Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai p = 0,018 pada seluruh kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok K dengan P1, dan P1 dengan P3. Sementara itu, pada kelompok K dengan P2, K dengan P3, dan P2 dengan P3 tidak didapatkan perbedaan bermakna. Kesimpulan: Terdapat perbedaan gambaran astrogliosis berdasarkan histopatologi otak tikus Wistar dengan pembedaan periode memulai penggantungan postmortemKata Kunci: Penggantungan, astrogliosis, PMI (Postmortem Interval)
PERBANDINGAN PREVALENSI INFEKSI Blastocystis hominis PADA ANAK DENGAN DIARE DAN TIDAK DIARE DI RANDUDONGKAL Anita Carolina; Ryan Halleyantoro; Dian Puspita Dewi
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.171 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23293

Abstract

Latar belakang: Blastocystis hominis merupakan protozoa usus anaerob yang hidup di dalam usus hewan maupun manusia, yang sering dijumpai di daerah tropis dan subtropis. Blastocystosis bukan merupakan infeksi oportunistik karena banyak ditemukan di usus, namun terdapat pula yang mengatakan bahwa Blastocystis hominis merupakan salah satu protozoa usus yang menyebabkan terjadinya diare. Tujuan: Untuk mengetahui adanya perbedaan kejadian infeksi Blastocystis hominis pada anak dengan diare dan tidak diare. Metode: Pengambilan sampel akan dilakukan di Randudongkal. Waktu penelitian berlangsung pada bulan April-September 2018. Proses diagnosis menggunakan metode pewarnaan Trikrom akan dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Chi square untuk mengetahui adanya perbedaan kejadian infeksi Blastocystis hominis pada anak dengan diare dan tidak diare. Hasil: Infeksi Blastocystis hominis pada anak dengan diare sebesar 12% dengan hasil analisis didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05). Sanitasi lingkungan terhadap kasus terinfeksi Blastocystis hominis dan tanpa Blastocystis hominis didapatkan perbedaan tidak bermakna. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara infeksi Blastocystis hominis pada anak dengan diare dan tidak diare.Kata kunci: Blastocystis hominis, diare
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DAN INSOMNIA ANTARA TAHANAN DAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA WANITA SEMARANG Nila Rabiastuti Meiyanti; Widodo Sarjana; Titis Hadiati
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.313 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23368

Abstract

Latar Belakang: Kecemasan dan insomnia dapat dialami oleh siapa saja termasuk penghuni lembaga pemasyarakatan baik dengan status narapidana maupun masih status tahanan. Banyaknya perubahan - perubahan dan permasalahan yang dialami narapidana dan tahanan akan menyebabkan mereka dalam suatu ketidaknyamanan dan berdampak pada masalah kesehatan mental seperti kecemasan yang selanjutnya bermanifestasi insomnia. Tujuan: Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dan insomnia antara tahanan dan narapidana. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel adalah 57 orang yang terdiri dari 26 tahanan dan 31 narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang. Pengambilan sampel dengan metode simple random sampling. Responden diukur tingkat kecemasan dengan menggunakan kuesioner Zung Self-rating Anxiety Scale dan tingkat insomnia dengan menggunakan kuesioner Insomnia Severity Index. Uji yang digunakan adalah uji Chi-square. Hasil: Pada penelitian didapatkan hasil bahwa kecemasan pada tahanan 7.7%, dan narapidana 9.7%. Sedangkan insomnia pada penghuni lapas cukup tinggi dengan total 54.4% dari seluruh responden yang mengalami insomnia, dengan rincian 31.7% insomnia yang dialami tahanan dan 22.8% insomnia yang dialami oleh narapidana. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat kecemasan anatara tahanan dan narapidana (p=1.00) dan terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat insomnia antara tahanan dan narapidana (p=0.041). Kesimpulan: tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal tingkat kecemasan, namun terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal tingkat insomnia antara tahanan dan narapidana.Kata Kunci: Kecemasan, insomnia, tahanan, narapidana.

Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol 12, No 6 (2023): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 12, No 5 (2023): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 12, No 4 (2023): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 12, No 3 (2023): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 12, No 2 (2023): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 12, No 1 (2023): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 11, No 6 (2022): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 11, No 5 (2022): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 11, No 4 (2022): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 11, No 3 (2022): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 11, No 2 (2022): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 11, No 1 (2022): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 6 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 5 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 4 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 3 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 2 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 1 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 9, No 6 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (Jurnal Kedokteran Diponegoro) Vol 9, No 4 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro ) Vol 9, No 3 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro ) Vol 9, No 2 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro ) Vol 9, No 1 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro ) Vol 8, No 4 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 8, No 3 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 8, No 2 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 7, No 4 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 7, No 1 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 6, No 4 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 6, No 3 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 6, No 1 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 6 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 5, No 3 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 5, No 2 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO Vol 5, No 1 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO More Issue