cover
Contact Name
Yuli Widiyastuti
Contact Email
ywidiyasis@gmail.com
Phone
+628122581132
Journal Mail Official
jurnal.toi@gmail.com
Editorial Address
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Jl. Raya Lawu No.11, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
ISSN : 1979897X     EISSN : 23548797     DOI : https://doi.org/10.22435/jtoi.v12i2
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia is a journal developed to disseminate and discuss the scientific literature and other research on the development of health in Indonesian medicinal plant, includes : ethnobotany and ethnopharmacology; conservation, cultivation and post-harvest; molecular biology and biotechnology; phytochemistry; pharmacology. This journal is intended as a medium for communication among stake holders on health research such as researchers, educators, students, practitioners of Health Office, Department of Health, Public Health Service center, as well as the general public who have an interest in the matter. The journal is trying to meet the growing need to study health.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia" : 7 Documents clear
KAJIAN ETNOFARMASI DAN FITOKIMIA TUMBUHAN OBAT KAMPUNG ADAT URUG, KECAMATAN SUKAJAYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Ghalib Syukrilah Syahputra; Mutiara Ayudia Astuti; Piter Piter; Dayar Arbain
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.3016

Abstract

ABSTRACT Knowledge and arts of the traditionally use of medicinal plant are valuable assets of Indonesian culture, which should be documented and preserved. Simultaneously, the plant that are traditionally used for health care should be investigated, particularly regarding their chemical constituents, biological activities and their safety, as well. This study aimed to inventory of medicinal plants used by people from Kampung Adat Urug, a Sundanese traditional village. This community still practices their traditional way of life, including how to maintain health and to treat illness. This study began with an ethnobotanical survey using Participation Observatory Method (POM) and interviewing the selected traditional healers. Data analysis was carried out by calculating Use Value (UV), Relative Frequency of Citation (RFC), and Relative Importance (RI) of plant species. The study revealed 29 medicinal plants used by Kampung Urug community. Five medicinal plants (Ixora salicifolia, Scleria levis, Hippobroma longiflora; Pterocarpus indicus and Pothos junghuhnii) showed high level of UV, RFC, and RI. Those species were found to be potential in treating various neglected diseases, women health care during pregnancy, postpartum illness, and maintaining health care in general. Besides, there were four plants extracts, each from Barringtonia acutangula; Pterocarpus indicus; Selaginella cf. lana and Pothos junghuhnii which showed potent inhibition against Staphylococcus aureus. The phytochemical screening of the above extracts showed various major constituents, particularly phenolics and flavonoids. Keywords: Ethnopharmacy, Kampung Urug, Phytochemistry ABSTRAK Pengetahuan dan seni tentang penggunaan tumbuhan obat merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang harus didokumentasikan dan dilestarikan. Secara bersamaan tumbuhan obat yang digunakan untuk pemeliharaan kesehatan dan obat itu juga harus diteliti, khususnya kandungan kimia dan bioaktifitasnya serta divalidasi khasiat dan keamanan penggunaannya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi penggunaan tumbuhan obat oleh salah satu masyarakat adat Suku Sunda yang tinggal tidak jauh dari kota Bogor yang dikenal dengan nama Kampung Adat Urug. Mereka hidup secara tradisional termasuk bagaimana memelihara kesehatan dan mengobati penyakit. Kajian ini dimulai dengan melakukan survei etnobotani menggunakan metode Participation Observatory Method (POM) dan mewawancarai beberapa dukun terpilih menggunakan analisis Use Value (UV), Relative Frequency of Citation (RFC), dan Relative Importance (RI). Pada kegiatan ini telah terkumpul 29 jenis tumbuhan obat, dibuat spesimen herbariumnya dan disiapkan juga ekstrak metanol dari tumbuhan obat yang dikoleksi tersebut. Berdasarkan metode POM dan wawancara beberapa dukun terpilih menggunakan analisis UV, RFC, dan RI, terpilih lima jenis tumbuhan obat, yaitu: Ixora salicifolia, Scleria levis, Hippobroma longiflora, Pterocarpus indicus dan Pothos junghuhnii, yang potential digunakan untuk berbagai penyakit terabaikan, perawatan wanita hamil dan setelah melahirkan serta untuk pemeliharaan kesehatan secara umum. Berdasarkan studi pustaka terdapat empat ekstrak tumbuhan; Barringtonia acutangula, P. indicus, Selaginella cf. plana, dan P. junghuhnii yang menghambat kuat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang sering menyebabkan infeksi secara umum. Hasil penapisan fitokimia terlihat bahwa ekstrak-ekstrak yang aktif antimikroba di atas memperlihatkan adanya kandungan senyawa kimia khususnya senyawa fenolik dan flavonoid yang diperlukan untuk perencanaan kajian-kajian isolasi dan karakterisasi kandungan senyawa aktif yang ada. Kata kunci: Etnofarmasi, Fitokimia, Kampung Urug
KAJIAN ETNOBOTANI, FITOKIMIA, FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI SUKUN (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) Gharsina Ghaisani Yumni; Sitarina Widyarini; Nanang Fakhrudin
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.3944

Abstract

ABSTRACT Indonesia is a country with large plant biodiversity with medicinal properties, such as “sukun” (Artocarpus altilis) or known as “breadfruit”. Breadfruit is a woody evergreen plant that has been used traditionally for various purposes, including medication. The fruit is rich in carbohydrates and fibers as a food source. The leaf and cortex are the most widely used for treating various diseases and other health benefits. This article aimed to present a comprehensive review on the potency of breadfruit from the perspective of ethnobotany, phytochemistry, pharmacology, and toxicology. The data in this narrative review was obtained from the scientific journals in the databases of Google Scholar, PubMed, Scopus, and ScienceDirect. Other credible sources, such as textbooks, student thesis, and patents were also used to support the main data. Based on the literature study, breadfruit has been used empirically in Indonesia as a medicinal herb. The scientific data of breadfruit showed antiinflammatory, antiplatelet, antioxidant, antiatherosclerosis, antihyperlipidemic, antimalaria, antidiabetic, cardioprotective, and anticancer activities. Breadfruit contains terpenoids, flavonoids, alkaloids, and phenolics as bioactive compounds. However, the unique compounds are geranylated and prenylated flavonoids such as cycloartenol, artonin V, and cyclomulberin. These compounds are distributed in the leaf, cortex, wood, and fruit. Limited data is available regarding the toxicology profile of breadfruit. Breadfruit leaves ethanol extract did not show any significant toxic effects in the animal experiments. However, the toxicity of the water extract is unclear, and thus, needs to be investigated to ensure its safety. Keywords: Artocarpus communis, bioactivity, chemical constituents, ethnopharmacology ABSTRAK Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keragaman tumbuhan berpotensi obat, diantaranya sukun (Artocarpus altilis). Sukun merupakan tanaman berkayu yang secara tradisional dimanfaatkan untuk berbagai keperluan termasuk pengobatan. Buah sukun mengandung karbohidrat dan serat sebagai sumber pangan. Daun dan batang sukun merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan dalam pengobatan dan kesehatan. Reviu artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara komprehensif potensi sukun dari sudut pandang etnobotani, fitokimia, farmakologi, dan toksikologi. Artikel narrative review ini ditulis berdasarkan data yang diperoleh dari kajian literatur hasil penelitian yang ada di basis data Google Scholar, PubMed, Scopus, dan ScienceDirect. Beberapa sumber pustaka lain seperti buku, naskah tugas akhir dan paten juga digunakan untuk memperkaya penulisan. Hasil kajian literatur sukun menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki riwayat empiris digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia. Hasil penelitian ilmiah menunjukkan sukun memiliki aktivitas antiinflamasi, antiplatelet, antioksidan, antiatherosklerosis, antihiperlipi-demia, antimalaria, antidiabetes, kardioprotektif, dan antikanker. Sukun mengandung senyawa terpenoid, flavonoid, alkaloid, dan senyawa fenolik. Senyawa khas dari tumbuhan genus Artocarpus ini adalah flavonoid dengan gugus geranil atau prenil, misalnya sikloartenol, artonin V, dan siklomulberin. Senyawa tersebut tersebar dalam daun, kulit kayu, batang, dan buah. Data terkait profil toksikologi sukun masih terbatas. Ekstrak etanol daun sukun tidak menunjukkan efek toksik pada hewan uji. Namun, ekstrak airnya belum memiliki profil toksikologi yang jelas sehingga perlu dilakukan pengujian untuk memastikan keamanannya. Kata kunci: Artocarpus communis, bioaktivitas, kandungan kimia, etnofarmakologi
TELAAH SEMI-SISTEMATIK POTENSI Mimosa pudica L. SEBAGAI ANTIDEPRESAN, ANTIANSIETAS, DAN GANGGUAN SUASANA HATI Lusi Kristiana; Pramita Andarwati; Zulfa Auliyati Agustina
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4051

Abstract

ABSTRACT Basic Health Research (Riskesdas) revealed that mental health problems prevalence increased from 6% (2013) to 9.8% (2018). If left untreated, it has the potential to become a mental disorder that requires complex medication and affects productivity. The facts revealed that the availability and the utilization of mental disorder drugs in primary health care are still limited. There is a possibility of unwanted side effects, as well. Plants are expected to be one of the sources for the discovery of new drugs that have the least possible side effects. As having been identified in the Research of Medicinal Plants and Jamu (Ristoja) 2012, Mimosa pudica (putri malu) is believed to have the potential in treating mental disorders. This paper aimed to provide scientific information about the prospects of M. pudica as an antidepressant, anti-anxiety, and mood disorders treatment. A semi-systematic literature review was used to analyze 61 references based on searches for relevant keywords, with open access references limit from 1995 to 2020. The results show that M. pudica has antidepressant activity, anti-anxiety, helps overcome mood disorders, and also acts as a muscle relaxant. The toxicity study confirms its safety in beneficial doses. The human LD50 is 15.516 g/kg, indicating a reasonable safety limit. As this plant can be grown anywhere without special treatment, it will be a potential source for medicinal ingredients to treat anxiety and depression. Further research is also needed to explore therapeutic dosage in humans and its interactions with other drugs or herbs. Keywords: Mimosa pudica, antidepressant, anti-anxiety, mood disorder, semi-systematic review ABSTRAK Riskesdas mencatat gangguan mental emosional mengalami kenaikan dari 6% (2013) menjadi 9,8% (2018). Bila tidak tertangani dengan baik, gangguan mental emosional berpotensi menjadi gangguan jiwa yang perlu penanganan kompleks dan berkontribusi pada hilangnya produktivitas penderitanya. Ketersediaan obat di pelayanan kesehatan primer untuk gangguan ini masih rendah, penggunaan obat antidepresi dan antiansietas yang dibatasi, serta adanya efek samping yang tidak diinginkan adalah permasalahan yang perlu dicari solusinya. Tumbuhan diharapkan menjadi salah satu solusi sumber penemuan obat baru yang memiliki efek samping sekecil mungkin. Salah satu yang diyakini berpotensi untuk mengatasi gangguan mental emosional adalah Mimosa pudica L. (putri malu). Tumbuhan ini telah diidentifikasi dalam Riset Tumbuhan Obat dan Jamu 2012, dan memiliki potensi yang baik untuk dieksplorasi lebih lanjut sebagaimana bukti profil farmakologisnya terhadap gangguan mental emosional. Tulisan ini bertujuan memberikan informasi kajian ilmiah potensi tumbuhan M. pudica untuk membantu mengatasi gangguan depresi, ansietas, dan gangguan suasana hati. Metode yang digunakan adalah telaah semi-sistematik, menganalisis 61 referensi berbasis pencarian kata kunci yang relevan, dengan batasan referensi akses terbuka tahun 1995-2020, dan hasil dideskripsikan secara kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa M. pudica memiliki aktivitas antidepresi, antiansietas, membantu mengatasi gangguan suasana hati, serta bermanfaat sebagai relaksasi otot. Hasil studi toksisitas mengkonfirmasi keamanan dalam dosis manfaat. LD50 manusia sebesar 15,516 g/kg BB, menunjukkan batas keamanan wajar. Tumbuhan ini dapat tumbuh dimana saja tanpa perawatan khusus sehingga berpotensi menjadi sumber bahan obat, terutama pengobatan kecemasan dan depresi dengan lebih sedikit efek samping. Interaksinya dengan obat atau herbal lainnya masih perlu dieksplorasi karena belum tersedia data yang cukup, sehingga penggunaannya tetap harus berhati-hati. Kata kunci: Mimosa pudica, antidepresan, antiansietas, gangguan suasana hati, telaah semi-sistematik
STUDI AKTIVITAS ANTIPLATELET DAN ANTITROMBOSIS EKSTRAK AIR DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) Indah Hastuti; Arief Nurrochmad; Ika Puspitasari; Nanang Fakhrudin
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4227

Abstract

ABSTRACT The mature breadfruit leaves (Artocarpus altilis) infusion has been traditionally used by Indonesian folks for curing heart diseases and stroke. The key mechanisms underlying these diseases are platelet aggregation and thrombosis. There is no evidence about the efficacy of the water extract of A. altilis leaves (EADS) against platelet aggregation and thrombosis, in order to provide scientific evidence regarding its use by the community. This study aimed to investigate the antiplatelet and antithrombotic activities of EADS. Ticagrelor, an antiplatelet drug agonist of P2Y12 receptor was used as a positive control. The antiplatelet activity of EADS was assessed in vitro by Light Transmittance Aggregometry (LTA) method using human platelet induced by Adenosine Diphosphate (ADP); whereas the antithrombotic activity was evaluated in vivo using Acute Pulmonary Thromboembolism (APT) method in male adult Swiss mice induced by the mixture of epinephrine (0.7 mg/kg bw) and collagen (11 mg/kg bw). The number and the onset of dead and paralysis mice were observed; and the number of thrombus was calculated under the microscope. We found that EADS demonstrated a weak antiplatelet activity (IC50>1000 µg/mL). Based on the number and the onset of dead and/or paralysis, as well as the number of thrombus, we found that EADS failed to exhibit antithrombotic activity at the doses of 200, 300, and 400 mg/kg bw. TLC analysis showed that EADS did not contain 2-geranyl-2,3,4,4’-tetrahydroxydihydrochalcone (GTDC), the antiplatelet compound in the ethanolic extract of A. altilis leaves (EEDS) in our previous research. Keywords: Artocarpus altilis, platelet aggregation, antithrombotic, Light Transmittance Aggregometry, Acute Pulmonary Thromboembolism ABSTRAK Rebusan daun sukun yang sudah tua (Artocarpus altilis) secara tradisional digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati penyakit jantung dan stroke. Agregasi platelet dan trombosis merupakan faktor penting pada patofisiologi kedua penyakit tersebut. Penelitian aktivitas antiplatelet dan antitrombosis dari Ekstrak Air Daun Sukun (EADS) belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antiplatelet dan antitrombosis dari EADS guna memberikan bukti ilmiah terkait pemanfaatannya oleh masyarakat. Ticagrelor, obat antiplatelet yang merupakan agonis dari reseptor P2Y12 digunakan sebagai kontrol positif. Uji aktivitas antiplatelet dilakukan secara in vitro menggunakan metode Light Transmittance Aggregometry (LTA) dengan platelet yang diambil dari darah manusia dan digunakan induktor agregasi platelet berupa Adenosin Difosfat (ADP, 10µM). Parameter yang diamati adalah persen penghambatan agregasi platelet. Uji aktivitas antitrombosis dilakukan secara in vivo menggunakan metode Acute Pulmonary Thromboembolism (APT) pada mencit jantan dewasa galur Swiss dengan induktor trombosis berupa campuran epinefrin (0,7 mg/kgBB) dan kolagen (11 mg/kgBB). Parameter yang diamati adalah jumlah dan onset kematian, paralisis, serta jumlah trombus berdasarkan analisis histopatologi. Hasil uji menunjukkan bahwa EADS memiliki aktivitas antiplatelet yang lemah (IC50>1000 µg/mL). EADS tidak memiliki aktivitas antitrombosis yang terlihat dari ketidakmampuan dalam melindungi mencit dari paralisis dan/atau kematian serta tidak adanya penurunan jumlah trombus yang bermakna pada mencit yang diberi perlakuan ekstrak dibandingkan kelompok kontrol pelarut. Analisis KLT menunjukkan bahwa EADS tidak mengandung senyawa aktif antiplatelet 2-geranyl-2,3,4,4’-tetrahydroxydihydrochalcone (GTDC) yang ada dalam ekstrak etanol daun sukun (EEDS) pada penelitian sebelumnya. Kata Kunci: Artocarpus altilis, agregasi platelet, antitrombosis, Light Transmittance Aggregometry, Acute Pulmonary Thromboembolism
PENGARUH ELISITOR KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN WITHANOLID TUNAS IN VITRO AKSESI TANAMAN Physalis angulata DARI PULAU MADURA Retno Mastuti; Jati Batoro; Budi Waluyo
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4301

Abstract

ABSTRACT Chitosan is often applied to in vitro culture systems to induce the biosynthesis of a plant's secondary metabolites. The accumulation and profile of secondary metabolites of the same plant species growing in different environments can vary. This study aims to identify and measure withanolide compounds of in vitro shoots of Physalis angulata accessions. Samples obtained from three regions in Madura Island, namely Sampang (A1), Sumenep (A2 and A4), and Pamekasan (A5). Withanolide compounds of in vitro shoots derived from different types of explants after treated with chitosan were also identified and measured. In vitro nodal and apical shoot explants were used for shoot induction on MS medium + BAP 2 mg/L + 0.05 mg/L IAA. In vitro shoots were elicited for six weeks in the shoot induction medium supplemented with 125 mg/L chitosan. Subsequently, in vitro culture of shoots regenerated from explants of nodal (B) and apical shoots (C) without (B1) and with (B2 and C) elicitation of chitosan were extracted and analyzed by HPLC to detect and measure the withanolide compounds. In vitro shoot extracts from all regions contained 38 types of withanolide compounds. The level of the withanolide compound in each region was different. Chitosan increased withanolide levels in vitro shoots regenerated from nodal explant A1, A2, and A4. The withanolide level in vitro shoot regenerated from apical shoot explants A1 and A4 were higher than that in A2 and A5. These results indicated that the in vitro shoots of P. angulata plant accession in Sampang, Sumenep, and Pamekasan had different levels of withanolide. Chitosan was able to increase the accumulation of withanolide compounds in vitro shoots of P. angulata. The types of explants showed different responses in the synthesis and accumulation of withanolide. This study showed that in vitro systems can be used to produce P. angulata plants and increase the level of withanolides compounds. These results indicated that the use of the in vitro system was able to supply P. angulata and withanolide production to support the supply of traditional medicine raw material. Keywords: accession, chitosan, elicitor, Physalis, withanolides ABSTRAK Elisitor kitosan sering digunakan pada tanaman untuk menginduksi biosintesis senyawa metabolit sekunder secara in vitro. Akumulasi dan profil senyawa metabolit sekunder spesies tanaman sama yang tumbuh di lingkungan berbeda dapat bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur senyawa withanolid pada tunas in vitro aksesi Physalis angulata yang diperoleh dari tiga wilayah di Pulau Madura, yaitu Sampang (A1), Sumenep (A2 dan A4) dan Pamekasan (A5). Senyawa withanolid pada tunas in vitro yang berasal dari jenis eksplan yang berbeda setelah dielisitasi dengan kitosan juga diidentifikasi dan diukur. Eksplan nodus dan tunas apikal in vitro digunakan untuk induksi tunas pada medium MS + BAP 2 mg/L + IAA 0,05 mg/L. Tunas in vitro dielisitasi selama enam minggu di medium induksi tunas yang ditambah dengan kitosan 125 mg/L. Selanjutnya kultur tunas in vitro hasil regenerasi eksplan nodus (B) dan tunas apikal (C) tanpa (B1) dan dengan (B2 dan C) elisitasi kitosan diekstrak dan dianalisis dengan HPLC untuk mendeteksi dan mengukur senyawa withanolidnya. Ekstrak tunas in vitro dari semua wilayah mengandung 38 jenis senyawa withanolid. Jenis withanolid yang sama menunjukkan kadar yang berbeda di setiap wilayah. Kitosan meningkatkan rata-rata kadar withanolid tunas in vitro hasil regenerasi eksplan nodus dari wilayah A1, A2 dan A4. Tunas in vitro hasil regenerasi eksplan tunas apikal setelah elisitasi menunjukkan kadar withanolid lebih tinggi pada aksesi A1 dan A4, tetapi lebih rendah pada aksesi A2 dan A5. Pada penelitian ini diketahui bahwa tunas in vitro setiap aksesi dari setiap wilayah di Pulau Madura memiliki kadar withanolid yang berbeda. Elisitor kitosan mampu meningkatkan akumulasi senyawa withanolid pada tunas in vitro P. angulata. Jenis eksplan memberikan respons berbeda pada sintesis dan akumulasi withanolid. Hasil ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sistem in vitro berpeluang untuk penyediaan bahan tanam P. angulata maupun produksi withanolid dalam rangka mendukung penyediaan bahan baku jamu. Kata kunci: aksesi, elisitor, kitosan, Physalis, withanolid
KUALITAS HIDUP PASIEN BATU SALURAN KEMIH YANG MENGGUNAKAN RAMUAN JAMU DI KLINIK JEJARING SAINTIFIKASI JAMU Ulfatun nisa; Peristiwan R Widhi Astana; Wayan Dani M Jannah; Agus Triyono; Danang Ardiyanto; Zuraida Zulkarnain; Ulfa Fitriani; Fajar Novianto
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4365

Abstract

ABSTRACT Urinary tract stone (UTS) is a condition caused by stone formation throughout the urinary tract which can lead to pain, bleeding, and infection. UTS affects the quality of life (QoL), both in the short and long term. This study was conducted to assess QoL of a patient with UTS that using urolithiasis jamu potion therapy (treated group) compared to a patient who used existing jamu extract (control group). The study was conducted in the clinic “Saintifikasi Jamu” network during March-December 2017, using a QoL questioner (SF-36). The sampling method used purposive randomized open-label, end blinded observation. After randomization, respondents who had signed informed consent and matched the inclusion criteria were women and men aged 17 to 60 years, patients with UTS of size <2 cm with no impairment of kidney and liver function. There were 97 patients in each group. SF-36 measurements were carried out at day 0, 28, and 56. Data were analyzed using SPSS, different tests using the Mann-Whitney Test. A total of 191 respondents followed the study with 97 people in the simplicia group and 94 people in the control group. The control group showed an increase in mean SF-36 score by 20.03% on 56th day, compared to 14.58% in the control group. There was no significant difference of the mean SF-36 score between treated and control group (p>0.05). Significant differences of mean SF-36 score were observed between before and after therapy in each group (p=0.012). Jamu potion can improve the quality of life of patients with urinary tract stones comparable to herbal extract available in market. Keywords: jamu, quality of life, SF-36, urolithiasis ABSTRAK Batu saluran kemih (BSK) adalah suatu kondisi yang disebabkan adanya batu di sepanjang saluran kemih yang dapat menimbulkan rasa nyeri, perdarahan, dan infeksi. BSK memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup (Quality of Life [QoL]) pasien baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini dilakukan untuk menilai kualitas hidup pasien BSK yang menggunakan terapi ramuan jamu BSK dibandingkan dengan pasien yang menggunakan jamu ekstrak yang sudah beredar. Penelitian dilakukan di jejaring klinik Saintifikasi Jamu pada bulan Maret-Desember 2017, menggunakan kuesioner QoL (SF-36). Metode sampling menggunakan purposive randomized open label, end blinded observation. Subyek adalah responden yang telah mendatangani informed consent dan sesuai kriteria inklusi antara lain perempuan dan laki–laki usia 17 sampai 60 tahun, penderita BSK, ukuran BSK <2 cm dengan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan liver. Berdasarkan randomisasi diperoleh masing-masing 97 subyek untuk kelompok jamu dan 94 subyek untuk kelompok kontrol (jamu ekstrak). Pengukuran SF-36 dilakukan pada hari ke-0, hari ke-28 dan hari ke-56. Data dianalisis menggunakan SPSS, uji beda menggunakan Mann-Whitney Test. Pada kelompok jamu mengalami peningkatan rerata skor SF-36 20,03% dan pada kelompok kontrol hanya sebesar 14,58% pada hari ke-56. Tidak ada perbedaan rerata skor SF-36 antara kelompok jamu dan kontrol (p>0,05). Terdapat perbedaan bermakna rerata skor SF-36 antara sebelum dan sesudah perlakuan intervensi pada tiap kelompok (p=0,012). Ramuan jamu dapat meningkatkan kualitas hidup pasien batu saluran kemih sebanding dengan jamu ekstrak yang beredar di pasaran. Kata kunci: batu saluran kemih, jamu, kualitas hidup, SF-36
ETHNOMEDICINE OF MEDICINAL PLANTS USED BY TRADITIONAL HEALERS TO FACILITATE BONE INJURY HEALING IN WEST KALIMANTAN, INDONESIA Fanie Indrian Mustofa; Nuning Rahmawati; Saryanto Saryanto
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 14 No 1 (2021): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v14i1.4766

Abstract

ABSTRACT Medicinal plants have been used to facilitate bone injury healing in many communities. West Kalimantan is rich in diversity of medicinal plants and local wisdom owned by ethnic groups. As forest destruction is getting increases, it leads to the extinction of certain medicinal plant species there. Thus, it is crucial to document plant species with medicinal properties and traditional knowledge as valuable information passed down by generation. A semi-structured questionnaire was employed to interview 51 traditional healers from 28 ethnic groups that were selected by purposive sampling method. Field observation and specimen collection were carried out for botanical identification. A quantitative analysis was calculated to obtain plant proportion, Use Value (UV), Family Use Value (FUV), and Informant’s Consensus Factor (ICF). The result revealed there were 134 plant species of 53 botanical families from eight districts in West Kalimantan. Eleven species of plants reported having UV of species at least 0.10 (5 citations). Zingiber officinale was the most frequently used species to facilitate bone injury (22 citations; UV=0.43). The botanical family with the highest number of species was Rubiaceae (13 species) and the highest level of Family Use Value-FUV was Acanthaceae (0.13). The Informant Consensus Factor (ICF) for facilitating bone injury was 0.48. Most of the therapy in this study administered externally (85.07%), used leaves (66.67%), and a mixture composition from several plants (93.28%). The evaluation is critically required to support the medicinal plant’s scientific evidence in facilitating bone injury for both local and global communities. Moreover, the traditional healers need education regarding conservation issues, since most of the plants are still obtained from the wild. Keywords: medicinal plants, traditional healer, bone injury, West Kalimantan ABSTRAK Tanaman obat telah banyak dimanfaatkan untuk mengatasi cedera tulang di berbagai komunitas di Indonesia. Kalimantan Barat kaya akan keanekaragaman tumbuhan obat dan kearifan lokal yang dimiliki oleh kelompok-kelompok etnisnya. Saat ini, kerusakan hutan dan alih fungsinya mengancam kepunahan beberapa spesies tanaman obat. Oleh karena itu, penting untuk mendokumentasikan jenis tumbuhan yang berkhasiat obat dan juga pengetahuan tradisional sebagai informasi berharga yang disampaikan secara turun temurun. Studi ini melibatkan 51 pengobat tradisional dari 28 kelompok etnis yang diseleksi secara purposive sampling. Pengamatan lapangan dan pengambilan spesimen dilakukan untuk keperluan identifikasi botani. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan proporsi tanaman, Use Value (UV), Family Use Value (FUV), dan Informant Consensus Factor (ICF). Studi ini mengungkapkan 134 spesies tanaman obat dari 53 familia yang terdapat pada delapan kabupaten di Kalimantan Barat. Sebelas spesies tanaman dilaporkan memiliki UV spesies setidaknya 0,10 (5 sitasi). Zingiber officinale merupakan spesies yang paling sering digunakan untuk mengatasi cedera tulang (22 sitasi; UV=0,43). Familia dengan jumlah spesies tertinggi adalah Rubiaceae (13 spesies) dan nilai FUV tertinggi adalah Acanthaceae (0,13). Informant Consensus Factor (ICF) untuk memfasilitasi cedera tulang adalah 0,48. Sebagian besar terapi diberikan secara eksternal (85,07%). Penggunaan daun sebagai bahan ramuan (66,67%) dan komposisi ramuan adalah campuran dari beberapa tanaman (93,28%). Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk memberikan bukti ilmiah tanaman obat dalam mengatasi cedera tulang, baik untuk komunitas lokal maupun global. Sebagian besar tanaman masih diperoleh dari alam tanpa upaya penanaman kembali, sehingga diperlukan edukasi terkait pengetahuan konservasi bagi pengobat tradisional. Kata kunci : tumbuhan obat, pengobat tradisional, cedera tulang, Kalimantan Barat

Page 1 of 1 | Total Record : 7