Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Dwilogi Interpretasi dalam Dominasi Pembagian Harta Ber-sama: Telaah atas Putusan Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon Nomor 168/pdt.g/2014/ms-lsk Aksa, Fauzah Nur; Maulia, Muhammad Ikbal
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 7, No 2 (2019): Vol. 7 No. 2
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Studi ini hendak menjawab sebuah pertanyaan mengapa terdapat problem yuridis, sosiolo-gis dan bahkan epistemologis dalam polemik harta bersama pasca perceraian? Polemik tersebut dipecah dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor 168/Pdt.G/2014/MS-Lsk. Un-tuk menjawabnya, secara kualitatif, studi ini memanfaatkan pendekatan yuridis normatif yang disandarkan pada norma perundang-undangan. Dua model interpretasi ditampilkan sebagai objek formal, sekaligus juga objek material yang dioperasikan dalam rangka mela-hirkan putusan tersebut. Teori Ronald Dworkin dan Abi Ishaq asy-Syatibi juga dimanfaatkan untuk memperlihatkan titik-temu antara dua model interpretasi tersebut. Implikasi studi ini adalah bahwa dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor 168/Pdt.G/2014/MS-Lsk terdapat semacam dimensi epistemologis yang berpijak pada paradigm subtantif, yakni paradigma yang berpijak tidak hanya pada norma yuridis, tetapi juga kemaslahatan yang merupakan orientasi dari norma itu sendiri.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BEKAS ISTERI DI BAWAH UMUR DALAM PERKARA PERCERAIAN (Studi Penelitian di Kabupaten Aceh Tengah) Salsabila, Almas; Afrizal, Teuku Yudi; Aksa, Fauzah Nur
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 8, No 2 (2020): November
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1). Apabila terjadi perkawinan pada remaja yang usianya belum mencukupi batas usia tersebut maka perkawinan tersebut dikatakan sebagai perkawinan di bawah umur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur dalam perkara perceraian, hambatan yang ditemukan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur dalam perkara perceraian dan upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan yang ditemukan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur di Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris. Data primer penelititian ini diperoleh dari hasil penelitian lapangan dengan mewawancarai responden dan informan. Selain itu juga diperoleh dari data sekunder dari berbagai buku referensi dan karya tulis lainnya serta peraturan perundang-undangan terkait. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur dalam perkara perceraian di Kabupaten Aceh Tengah belum terpenuhi secara maksimal. Hambatannya adalah tidak adanya payung hukum khusus untuk masyarakat meminta perlindungan hukum terhadap dirinya beserta hak-haknya yang tidak didapatkan setelah bercerai. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat khususnya orang tua dan remaja untuk tidak mudah melakukan perkawinan di bawah umur dan tidak mudah untuk melakukan perceraian. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur adalah pembentukan payung hukum yang dapat melindungi hak-hak bekas isteri di bawah umur yang tidak terpenuhi dan memberikan sosialisasi terhadap orang tua dan remaja agar tidak melakukan perbuatan hukum tanpa disertai kesiapan yang benar. Diharapkan kepada pemerintah untuk dapat menyempurnakan peraturan tentang perlindungan hukum terhadap bekas isteri dalam perkara perceraian. Disarankan juga kepada para pekerja di bidang hukum untuk selalu berupaya menemukan terobosan-terobosan baru, melakukan lokakarya dengan pihak lain, melakukan ijma’ sebagai upaya untuk menemukan solusi sebaik-baiknya. Disarankan juga kepada para bekas isteri untuk senantiasa berupaya mendapatkan perlindungan hukumnya.
Peran Pemerintah Aceh dalam Penanganan Konflik Keagamaan Antar Mazhab Islam Saifullah, T; Aksa, Fauzah Nur
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 8, No 2 (2020): November
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang peranan pemerintah daerah Aceh dalam menangani konflik keagamaan antar mazhab Islam. Secara sosiologis, konflik keagamaan bisa didefinisikan sebagai pertentangan antara dua orang atau lebih atas kepentingan, tujuan, dan pemahaman yang membawa doktrin agama sebagai alasan konflik. Suatu konflik sosial tidak serta merta terjadi kecuali diawali dengan adanya potensi yang mengendap di dalam masyarakat dan kemudian berkembang, memanas, menjadi ketegangan, dan pada akhirnya memuncak menjadi konflik fisik sebagai akibat dari adanya pemicu. Dalam konteks Aceh, konflik keagamaan tersebut terungkap dari pertentangan antar mazhab Islam yang menjelma dalam kasus-kasus pergantian kepengurusan mesjid secara paksa yang kadang diasosiasikan sebagai kasus perebutan mesjid. Secara sederhana, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana peran  pemerintah daerah Aceh dalam menangani konflik keagamaan antar sesama umat Islam yang terkotak-kotak dalam mazhab. Penelitian ini merupakan kajian hukum normatif-empiris dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk menciptakan kerukunan antar umat Islam di Aceh, diantaranya melalui forum kajian keagamaan, temu ilmiah, kegiatan sosial keagamaan antar kelompok Islam. Selain dari itu organisasi keagamaan seperti MPU Aceh, NU, Muhammadiah dan lainnya telah melakukan upaya untuk mencari titik temu terhadap perbedaan-perbedaan mazhab fikih yang ada dalam masyarakat Aceh. Meskipun demikian terdapat indikasi bahwa mazhab syafi’iyah dan asy’ariyah mendapat dukungan lebih dari pada mazhab lain dari pemerintah Aceh yang dapat dilihat dalam sejumlah Perda dan Surat Perintah Gubernur.
KEKUATAN HUKUM PUTUSAN DALAM PERKAWINAN CAMPURAN (BEDA AGAMA) (Studi Putusan No. 622/Pdt.P/2018/PN.Mks.) Aklima, Dian Zulfa; Aksa, Fauzah Nur; R, Ramziati
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 9, No 1 (2021): Mei
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaksanaan Perkawinan Angkap Pada Masyarakat Adat Gayo Ditinjau Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi Penelitian Di Kabupaten Bener Meriah) Elpia Simahara; Teuku Yudi Afrizal; Fauzah Nur Aksa
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 3 (2021): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i3.6031

Abstract

Suatu perkawinan dapat dikatakan sah apabila dalam pelaksanaannya telah memenuhi persyaratan dan tata cara perkawinan baik secara formal maupun nonformal yang berlaku secara sah. Peraturan yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan perkawinan yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1999 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan hukum agama kepercayaan masing-masing. Proses perkawinan sebenarnya telah diakui baik pihak hukum maupun pihak agama, namun perkembangan zaman mengalami perubahan, maka timbul beberapa macam bentuk perkawinan tradisi dikalangan masyarakat adat, banyak pelaksanaan perkawinan tanpa prosedur undang-undang dan hukum fiqih, salah satunya disebut dengan perkawinan Angkap. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yang digunakan untuk menguraikan gambaran kaedah-kaedah hukum yang berlaku di tengah masyarakat yang menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari melalui proses wawancara dengan responden dan informan serta data penunjang yakni buku-buku atau tulisan-tulisan ilmiah hukum. Berdasarkan hasil penelitian Perkawinan angkap merupakan bentuk perkawinan yang memiliki ketentuan-ketentuan yang harus ditaati. Pihak laki-laki atau suami ditarik ke dalam belah/klan keluarga isteri. Yang artinya pihak laki-laki yang memilih kawin secara angkap pindah menjadi anggota keluarga atau warga kampung/klan pihak wanita sehingga status anak hasil perkawinan angkap merupakan penerus dari belah/klan ibunya, maka pihak laki-laki tersebut dan keturunanya kehilangan hak atas ekonomi dari keluarga kandungnya yaitu kehilangan hak sebagai ahli waris dalam rumah keluarga kandungnya, serta kehilangan personal right yaitu hak asasi seseorang yang meliputi hak untuk menyatakan pendapat, kebebasan bergerak dan bertempat tinggal. Sehingga hal tersebut sangat bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam karena seorang laki-laki merupakan ashabah (ahli waris yang mengikat) dalam keluarga kandungnya. Disarankan kepada kepada pemerintah dan tokoh-tokoh adat Kabupaten Bener Meriah untuk bisa berkomitmen lebih serius dalam menangani kasus terkait perkawinan angkap, serta perlunya sosialisasi kepada masyarakat adat mengenai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1999 tentang Kompilasi Hukum Islam khususnya bagian Perkawinan dan perlu adanya penegakan Hukum Fiqih dan Hukum Perkawinan Nasional yang terstruktur bahkan dalam tingkatan yang paling rendah yaitu dalam peraturan desa.
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSFEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM Hilal Arya Ramadhan; Yusrizal Y; Fauzah Nur Aksa
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 2 (2021): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i2.4267

Abstract

Korupsi di Indonesia berkembang dengan sangat pesat pada beberapa dekade terkahir ini, akibat dari tingginya kasus tindak pidana korupsi, menempatkan Indonesia pada jajaran negara terkorup di dunia. Pemerintah telah berupaya keras dalam mengatasi permasalahan korupsi, hal tersebut dikarenakan tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang bersifat sistematis dan teratur. Selain hukum positif, Indonesia juga tidak terlepas dari ajaran agama. Secara tegas agama sangat melarang perbuatan korupsi karena korupsi termasuk sebagai tindak pengkhianatan dan kezaliman, telah banyak penjelasan tentang larangan perbuatan korupsi baik pada Al Qur’an serta Hadist. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif yang merupakan penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder. Dengan menggunakan metode berfikir deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus). Hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa pengaturan Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum Positif diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan dalam Hukum Islam Tindak Pidana Korupsi diatur melalu Al-Qur’an dan Hadist. Perbandingan Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi menurut Hukum Positif dan Hukum Islam dapat disimpulkan bahwa Hukum Postif untuk menentukan pemidanaan tindak pidana korupsi dapat dijatuhkan hukuman penjara maksimal 20 Tahun penjara serta hukuman tambahan berupa membayar denda. Sedangkan Hukum Islam perbuatan korupsi merupakan pencurian dan hukumannya potong tangan dan hukuman mati. Saran dalam penelitian ini, Hukum di Indonesia harus memenuhi unsur keadilan tidak membuat perpecahan sesama masyarakat , serta penegak hukum harus tegas dalam menjatuhkan hukuman pidana bila perlu di dasari Al-Qur’an dan Hadist. Kata Kunci: Tindak Pidana Korupsi, Hukum Positif, Hukum Islam
Dwilogi Interpretasi dalam Dominasi Pembagian Harta Ber-sama: Telaah atas Putusan Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon Nomor 168/pdt.g/2014/ms-lsk Fauzah Nur Aksa; Muhammad Ikbal Maulia
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 7, No 2 (2019): Vol. 7 No. 2
Publisher : LPPM Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/reusam.v7i2.2246

Abstract

Studi ini hendak menjawab sebuah pertanyaan mengapa terdapat problem yuridis, sosiolo-gis dan bahkan epistemologis dalam polemik harta bersama pasca perceraian? Polemik tersebut dipecah dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor 168/Pdt.G/2014/MS-Lsk. Un-tuk menjawabnya, secara kualitatif, studi ini memanfaatkan pendekatan yuridis normatif yang disandarkan pada norma perundang-undangan. Dua model interpretasi ditampilkan sebagai objek formal, sekaligus juga objek material yang dioperasikan dalam rangka mela-hirkan putusan tersebut. Teori Ronald Dworkin dan Abi Ishaq asy-Syatibi juga dimanfaatkan untuk memperlihatkan titik-temu antara dua model interpretasi tersebut. Implikasi studi ini adalah bahwa dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor 168/Pdt.G/2014/MS-Lsk terdapat semacam dimensi epistemologis yang berpijak pada paradigm subtantif, yakni paradigma yang berpijak tidak hanya pada norma yuridis, tetapi juga kemaslahatan yang merupakan orientasi dari norma itu sendiri.
Peran Pemerintah Aceh dalam Penanganan Konflik Keagamaan Antar Mazhab Islam T Saifullah; Fauzah Nur Aksa
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 8, No 2 (2020): November
Publisher : LPPM Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/reusam.v8i2.3661

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang peranan pemerintah daerah Aceh dalam menangani konflik keagamaan antar mazhab Islam. Secara sosiologis, konflik keagamaan bisa didefinisikan sebagai pertentangan antara dua orang atau lebih atas kepentingan, tujuan, dan pemahaman yang membawa doktrin agama sebagai alasan konflik. Suatu konflik sosial tidak serta merta terjadi kecuali diawali dengan adanya potensi yang mengendap di dalam masyarakat dan kemudian berkembang, memanas, menjadi ketegangan, dan pada akhirnya memuncak menjadi konflik fisik sebagai akibat dari adanya pemicu. Dalam konteks Aceh, konflik keagamaan tersebut terungkap dari pertentangan antar mazhab Islam yang menjelma dalam kasus-kasus pergantian kepengurusan mesjid secara paksa yang kadang diasosiasikan sebagai kasus perebutan mesjid. Secara sederhana, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana peran  pemerintah daerah Aceh dalam menangani konflik keagamaan antar sesama umat Islam yang terkotak-kotak dalam mazhab. Penelitian ini merupakan kajian hukum normatif-empiris dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk menciptakan kerukunan antar umat Islam di Aceh, diantaranya melalui forum kajian keagamaan, temu ilmiah, kegiatan sosial keagamaan antar kelompok Islam. Selain dari itu organisasi keagamaan seperti MPU Aceh, NU, Muhammadiah dan lainnya telah melakukan upaya untuk mencari titik temu terhadap perbedaan-perbedaan mazhab fikih yang ada dalam masyarakat Aceh. Meskipun demikian terdapat indikasi bahwa mazhab syafi’iyah dan asy’ariyah mendapat dukungan lebih dari pada mazhab lain dari pemerintah Aceh yang dapat dilihat dalam sejumlah Perda dan Surat Perintah Gubernur.
KEKUATAN HUKUM PUTUSAN DALAM PERKAWINAN CAMPURAN (BEDA AGAMA) (Studi Putusan No. 622/Pdt.P/2018/PN.Mks.) Dian Zulfa Aklima; Fauzah Nur Aksa; Ramziati R
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 9, No 1 (2021): Mei
Publisher : LPPM Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/reusam.v9i1.3867

Abstract

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BEKAS ISTERI DI BAWAH UMUR DALAM PERKARA PERCERAIAN (Studi Penelitian di Kabupaten Aceh Tengah) Almas Salsabila; Teuku Yudi Afrizal; Fauzah Nur Aksa
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 8, No 2 (2020): November
Publisher : LPPM Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/reusam.v8i2.3902

Abstract

Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1). Apabila terjadi perkawinan pada remaja yang usianya belum mencukupi batas usia tersebut maka perkawinan tersebut dikatakan sebagai perkawinan di bawah umur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur dalam perkara perceraian, hambatan yang ditemukan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur dalam perkara perceraian dan upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan yang ditemukan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur di Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris. Data primer penelititian ini diperoleh dari hasil penelitian lapangan dengan mewawancarai responden dan informan. Selain itu juga diperoleh dari data sekunder dari berbagai buku referensi dan karya tulis lainnya serta peraturan perundang-undangan terkait. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur dalam perkara perceraian di Kabupaten Aceh Tengah belum terpenuhi secara maksimal. Hambatannya adalah tidak adanya payung hukum khusus untuk masyarakat meminta perlindungan hukum terhadap dirinya beserta hak-haknya yang tidak didapatkan setelah bercerai. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat khususnya orang tua dan remaja untuk tidak mudah melakukan perkawinan di bawah umur dan tidak mudah untuk melakukan perceraian. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap bekas isteri di bawah umur adalah pembentukan payung hukum yang dapat melindungi hak-hak bekas isteri di bawah umur yang tidak terpenuhi dan memberikan sosialisasi terhadap orang tua dan remaja agar tidak melakukan perbuatan hukum tanpa disertai kesiapan yang benar. Diharapkan kepada pemerintah untuk dapat menyempurnakan peraturan tentang perlindungan hukum terhadap bekas isteri dalam perkara perceraian. Disarankan juga kepada para pekerja di bidang hukum untuk selalu berupaya menemukan terobosan-terobosan baru, melakukan lokakarya dengan pihak lain, melakukan ijma’ sebagai upaya untuk menemukan solusi sebaik-baiknya. Disarankan juga kepada para bekas isteri untuk senantiasa berupaya mendapatkan perlindungan hukumnya.