Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : FOUNDASIA

TRANSFORMASI NILAI-NILAI INTI BUDAYA DALAM PERBAIKAN SEKOLAH Dwi Siswoyo; Joko Sri Sukardi; Ariefa Efianingrum
FOUNDASIA Vol 9, No 1 (2018): EDISI SEPTEMBER
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v9i1.26163

Abstract

Kegiatan PPM ini bertujuan untuk menggelorakan spirit perbaikan dan peningkatan mutu sekolah. Upaya tersebut memerlukan berbagai pendekatan, baik struktural maupun kultural. Pendekatan kultural memusatkan perhatian pada kesadaran dan komitmen warga sekolah tentang pentingnya nilai-nilai. Nilai-nilai inti budaya sekolah bersumber dari sekolah dan disepakati bersama oleh warga sekolah. Nilai-nilai tersebut perlu ditransformasikan untuk menginspirasi warga sekolah dalam peningkatan prestasi dan kinerja. Metode kegiatan adalah pelatihan dengan sasaran kepala sekolah, guru, dan perwakilan orang tua siswa di dua sekolah dasar di wilayah Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa transformasi dapat dilakukan setelah nilai-nilai inti budaya sekolah digali dan disepakati bersama. Sekolah perlu mengidentifikasi keunggulan, potensi, tantangan, dan hambatan dalam upaya perbaikan sekolah. Hasilnya menjadi pertimbangan dalam menentukan solusi terhadap problem kontekstual di sekolah. Upaya perbaikan sekolah memerlukan pelibatan orang tua siswa dan kemitraan dengan institusi lain dalam seluruh tahapan proses kebijakan. Mulai dari perancangan, perumusan, implementasi, dan evaluasi program yang mendukung upaya perbaikan sekolah. Kata Kunci: transformasi, nilai budaya, sekolah dasar
PERGESERAN MAKNA PAHLAWAN DI KALANGAN REMAJA:: SEBUAH TA NTA NG AN PENDIDIKAN ARIEFA EFIANINGRUM
FOUNDASIA Vol 1, No 6 (2005): FONDASIA
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v1i6.6322

Abstract

The rapid development of Information and Communication Technology has cultural implications in society. The agenda setting theory, states that media determine people’s way of thinking. The agenda setting theory states that media determine people's way of thinking. Due to the strong penetration of media, configures have begun to replace old ones. Media continuously offer a new status, making the popularity oj contemporary heroes more and more significant. As a reference group, heroes are figures with whom the young generation identify themselves. A hero with its conventional meaning is alwavs changing. Formerly, a hero was a figure with an exceptionally charming personality. Nowadays. media have a role to set new objects that the puhhe admire through pseudo-heroism. This is called the involution of the meaning qf heroism. Such a phenomenon becomes a challenge in the field of education to re-actualize the meaning ofa real hero, namely a conscientious hero.
PENDIDIKAN DAN PEMAJUAN PEREMPUAN: MENUJU KEADILAN GENDER ARIEFA EFIANINGRUM
FOUNDASIA Vol 1, No 9 (2008): FONDASIA
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v1i9.5867

Abstract

Pendidikan yang tidak diskriminatif dan berkeadilan disadari sangat bermanfaat dalam upaya mewujudkan kesetaraan dalam relasi interaksi antara laki-laki dan perempuan. Namun dalam kenyataannya, perempuan masih banyak mengalami diskriminasi, khususnya dalam bidang pendidikan. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya ketidakadilan tersebut, yaitu faktor struktural dan kultural. Selain kebijakan pembangunan yang kurang sensitif gender, di masyarakat juga macih terdapat praktik-praktik budaya yang bias gender. Menghadapi kondisi semacam itu, tentunya diperlukan upaya nyata dalam upaya pemajuan perempuan menuju pendidikan yang Iebih berkeadilan gender. Terbukanya akses pendidikan yang lebih luas adalah satu kunci untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan agar dapat berpartisipasi di segala bidang kehidupan di masyarakat.
Pemetaan kultur sekolah untuk mendiseminasikan keunggulan: Model gugus dari sekolah inti ke sekolah imbas Joko Sri Sukardi; Ariefa Efianingrum; Dwi Siswoyo
FOUNDASIA Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v10i1.27555

Abstract

Belum meratanya capaian kualitas pendidikan di sekolah dapat berimplikasi pada ketimpangan kualitas pendidikan antarsekolah. Pada era otonomi daerah, Pemerintah Daerah khususnya Dinas Pendidikan memiliki keleluasaan dan kewenangan dalam memajukan kualitas pendidikan di daerahnya. Pemetaan kultur sekolah yang efektif dengan model gugus penting dilakukan untuk mendapatkan gambaran kualitas serta mengetahui keunggulan dan kelemahan sekolah. Keunggulan sekolah inti dapat didiseminasikan kepada sekolah imbas. Keunggulan yang dimaksud meliputi kualitas akademik maupun non akademik. Praktik yang baik di sekolah inti dapat menjadi rujukan dan inspirasi bagi sekolah imbas. Sekolah imbas dapat mengadopsi dan mengadaptasinya untuk meningkatkan keunggulan sekolah. Sekolah imbas dapat menentukan keunggulan yang sesuai dengan konteks sekolah dan wilayahnya masing-masing. Dengan demikian, semua sekolah berpeluang untuk berkembang dalam memajukan sekolahnya dan ketimpangan kualitas pendidikan antarsekolah dapat diminimalisir. Kata kunci: Diseminasi, Kultur Sekolah, Model Gugus
Aktivitas sekolah yang rentan terjadi bullying di kalangan siswa Ariefa Efianingrum; Siti Irene Astuti Dwiningrum; Riana Nurhayati
FOUNDASIA Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v12i1.43465

Abstract

Bullying di kalangan siswa masih terjadi dengan intensitas yang cenderung meningkat dalam berbagai bentuk. Terus berulangnya kejadian bullying di sekolah menunjukkan bahwa kasus tersebut tidak mudah untuk dihilangkan. Penelitian ini bertujuan untuk menggali aktivitas di sekolah yang rentan dan memungkinkan terjadinya bullying di kalangan siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun setting penelitian ini adalah sekolah menengah atas (SMA) di Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui focus group discussion (FGD) dan wawancara. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru, dan siswa. Analisis data menggunakan model interaktif dari Miles Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bullying di kalangan siswa dapat terjadi secara individual maupun secara kolektif. Bullying di kalangan siswa dapat berbentuk, bullying verbal, bullying fisik, bullying emosional, dan bullying di dunia maya. Bullying di kalangan siswa dapat terjadi di kelas, di luar kelas, di sekolah, di luar sekolah, dan di ruang maya/media sosial. Kegiatan sekolah yang melibatkan siswa secara massal seperti turnamen olahraga dan lomba supporter, juga rawan terjadi bullying di kalangan siswa. Saat ini kehadiran media sosial menjadi ruang baru bagi berlangsungnya cyber bullying melalui teks atau kata-kata.
PENGARUSUTAMAAN HAK ANAK DI SEKOLAH UNTUK MENCEGAH KEKERASAN ARIEFA EFIANINGRUM
FOUNDASIA Vol 2, No 10 (2010): FONDASIA
Publisher : Prodi Filsafat dan Sosiologi Pendidikan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/foundasia.v2i10.5837

Abstract

Kekerasan di sekolah dan institusi pendidikan lainnya menunjukkan sisi buram pendidikan. Kekerasan merupakan perbuatan yang tidak dapat ditolerir, karena selain mencabik-cabik kemanusiaan, juga mengganggu kenyamanan orang lain. Walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dan bahkan memiliki Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA), belum menjamin bahwa hak-hak anak sudah dipenuhi dengan baik. Pemerintah perlu mensosialisasikan UUPA di sekolah untuk meningkatkan sensitivitas guru terhadap perilaku bertendensi kekerasan. Sekolah juga perlu mempromosikan hak-hak anak di sekolah dengan memberikan layanan yang terbaik bagi siswa di sekolah. Kepala sekolah, guru, dan karyawan di sekolah dapat secara bersama-sama bersinergi untuk tujuan tersebut. Jika warga sekolah memiliki persepsi negative terhadap kekerasan, tentunya akan menghindari perbuatan yang mengarah pada kekerasan terhadap siswa. Dengan demikian, tindak kekerasan di sekolah dapat diminimalisir bahkan dieliminir.