Abul Khair
Unknown Affiliation

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

TELAAH KRITIS “COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI HUKUM ISLAM” (Reorientasi Fikih Hukum Keluarga Islam Indonesia) khair, abul
AL-RISALAH Vol 2 No 1 (2016)
Publisher : Pasca Sarjana STAIN Watampone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The movement of Islamism and modernization in the field of Family Law in Indonesia did not stop after the regulated on the Compilation of Islamic Law (KHI).
TINDAKAN PENYADAPAN PADA PROSES PENYIDIKAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Adelberd simamora; Abul Khair; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.955 KB)

Abstract

ABSTRAK Dalam proses peradilan khususnya persidangan sebagaimana mestinya, hal-hal yang paling krusial dan mendesak adalah dalam proses pembuktian. Asas praduga tidak bersalah harus diutamakan dalam proses peradilan demi menjaga martabat peradilan. Sebab jawaban yang akan ditemukan dalam proses pembuktian peradilan adalah merupakan salah satu hal yang paling pokok dan terutama untuk Majelis Hakim dalam memutuskan suatu perkara tindak pidana. Dalam hal ini, posisi hukum pembuktian khususnya mengenai penyadapan, seperti biasanya akan berada dalam posisi yang dilematis sehingga dibutuhkan jalan-jalan kompromitis. Di satu pihak, agar hukum selalu dapat mengakui perkembangan zaman dan teknologi, Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat jurnal berjudul TINDAKAN PENYADAPAN PADA PROSES PENYIDIKAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Dalam jurnal ini penulis mengemukakan permasalahan bagaimana pengaturan mengenai penyadapan pada proses penyidikan dalam hukum acara pidana di Indonesia dan bagaimana kedudukan dan kekuatan hasil Penyadapan pada proses penyidikan dalam pembuktian perkara pidana. Metode penelitian dalam jurnal ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Pengaturan penyadapan pada proses penyidikan dalam hukum acara pidana di Indonesia, tidak lepas dari pemanfaatan teknologi informatika dan dinamika sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Penyadapan untuk proses penegakan hukum harus memiliki aturan yang jelas. Kedudukan dan kekuatan hasil Penyadapan di dalam proses penyidikan dalam pembuktian perkara pidana di dalam peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan hukum. KUHAP telah memberikan pengecualian terhadap ketentuan hukum acara dalam UU pidana tertentu. Untuk itu sangat diperlukan dasar hukum yang jelas untuk mengatur hal-hal mengenai penyadapan  
SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA SEBELUM DAN SESUDAH PENGATURAN RESTORATIF JUSTICE DI INDONESIA Eva Sitindaon; Abul Khair; Marlina Marlina
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.677 KB)

Abstract

ABSTRAKAnak sebagai pelaku tindak pidana harus diperlakukan secara manusiawi untuk kepentingan terbaik bagi anak untuk mewujudkan pertumbuhan dan memberikan perkembangan fisik, mental dan sosial. Negara dan Undang-Undang wajib memberikan perlindungan hukum yang berlandaskan hak-hak anak, sehingga diperlukan pemidanaan edukatif terhadap anak. Permasalahn yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan sistem pemidanaan sebelum pengaturan Restorative Justice di Indonesia dan bagaimana sistem pemidanaan edukatif setelah pengaturan Restorative Justice yang tepat ke depannya.Metode Penulisan dari permasalahan yang diajukan yakni dilakukan penelitian yang berbentuk yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendeketan konseptual.Sistem pemidanaan edukatif terhadap anak pelaku tindak pidana harus dilandasi perlindungan hukum. Indonesia memiliki aturan untuk melindungi, mensejahterakan dan memenuhi hak-hak anak antara lain Undang-Undang Kesejahteraan Anak No. 4 Tahun 1979, Undang-Undang Pengadilan Anak No. 3 Tahun 1997 dan Undang-Undang Perlindungan Anak No 3 Tahun 2002 namun tidak membawa perubahan signifikan bagi nasib anak-anak yang berkonflik karena tidak menempatkan restorative juastice pada peraturan perundangan yang ada. Pengaturan sanksi tersebut masih berpijak pada filosofi pemidanaan yang bersifat retributif sehingga tidak menjamin perlindungan hak-hak anak.Diversi dan konsep restorative justice perlu menjadi bahan pertimbangan dalam penanganan kasus anak. Konsep ini melibatkan semua pihak dalam rangka untuk perbaikan moral anak. Men
KESALAHAN PROSEDUR PEMAKAIAN SENJATA API YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG OLEH APARAT POLRI ( Studi Kasus No. 2.090/Pid.B/2011/PN Medan) Togi Sihite; Syafruddin Kalo; Abul Khair
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.459 KB)

Abstract

ABSTRAK Bentuk kejahatan terhadap keamanan dan keselamatan Negara dewasa ini semakin bervariasi hal ini dilihat dari perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, mengakibatkan adanya perubahan tuntutan pelayanan terhadap masyarakat di segala bidang, beberapa tahun terakhir ini terkesan dan begitu banyak aparat kepolisian yang menyalahgunakan pemakaian senjata api hal ini telah dibuktikan dengan beberapa kasus yang ada di media cetak maupun media elektronik. Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam jurnal ini penulis mencoba mengemukakan permasalahan bagaimana prosedur kepemilikan dan penggunaan senjata api bagi aparat Polri, apa peranan Polri dalam penyelidikan tindak pidana enjata api dan bagaimana pertanggungjawaban pidana pemakaian senjata api yang tidak sesuai prosedur. Jurnal ini merupakan penelitian yuridis normative yakni penelitian yang dilakukan dengan menginventisir hukum positif yang berkaitan dengan bidang permasalahan, penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan literatur yang berkaitan. Hasil yang diperoleh dari pengkajian ini adalah bahwa prosedur kepemilikan dan penggunaan senjata api bagi aparat Polri yaitu senjata sebagai alat yang digunakan untuk berkelahi dan berperang dan menggunakan mesiu yang berfungsi sebagai alat untuk melaksanakan tugas pokok pengamanan bagi TNI dan Polri serta bagi kalangan sipil. Dasar hukum penggunaan senjata api bagi anggota Polri diatur dalam Perkap No. 1 Tahun 2009. Peran Polri dalam penyelidikan tindak pidana senjata api meliputi, prosedur izin kepemilikan senjata api, jenis-jenis senjata api yang boleh dimiliki aparat Polri dan akibat dari kesalahan prosedur pemakaian senjata api. Pertanggungjawaban pidana terhadap kesalahan prosedur penggunaan senjata api meliputi tindakan disiplin yang berupa teguran lisan atau teguran fisik dan hukuman disiplin. Adapun saran bahwa setiap anggota Polri yang mempunyai senjata harus benar-benar dipersiapkan dengan baik khususnya dalam hal latihan serta hukuman anggota Polri diperberat.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERANAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) DALAM MELINDUNGI SAKSI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI James Antro; Liza Erwina; Abul Khair
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.14 KB)

Abstract

ABSTRAKSI James Antro Yosua Panjaitan* Liza Erwina** Abul Khair***   The criminal Justice system in Indonesia stressed the importance of witness as primary factor to reveal criminal offence. But  the appreciation of witness role was still too little. This can be seen in KUHAP was still not protecting the existence of a comprehensive witness. However with the born of Law No. 13 of 2006 about Protecting of Witness and Victims may be an alternative legal system in Indonesia which specifically regulate about protecting of witness. * Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. ** Dosen Pembimbing I. *** Dosen Pembimbing II.    
IMPLEMENTASI PERADILAN KONEKSITAS DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan No. 2478/Pid.B/Kon/2006/PN.Jak.Sel) christian damero; Syafruddin Kalo; Abul Khair
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

IMPLEMENTASI PERADILAN KONEKSITAS DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan No. 2478/Pid.B/Kon/2006/PN.Jak.Sel) Christian Damero Sitompul*   ABSTRAK   Tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh kalangan masyarakat apapun. Tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh anggota militer (TNI) bersama-sama dengan sipil, yang secara yuridis formal harus diadili dalam peradilan koneksitas. Perkara koneksitas baik tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus (korupsi). Dasar hukum peradilan koneksitas diatur dalam Pasal 89 KUHAP, Pasal 198 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan  Kehakiman. Dan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan  Kehakiman ini diperlukan suatu peraturan pelaksanaan mengenai Pasal 16 tersebut, agar ada keseragaman ketentuan Pasal-Pasal mengenai peradilan koneksitas. Perkara Penyalahgunaan Dana Tabungan Wajib Perumahan   Tentara Nasional Republik Indonesia Angkatan Darat sebagian telah dilaksanakan sesuai hukum acara pidana yang berlaku (KUHAP) dalam rangka penegakan   hukum khususnya yaitu telah diatur cara penentuan pengadilan yang mengadilinya yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui prosedur penelitian bersama antara Jaksa dan Oditur Militer Jenderal atas hasil penyidikan perkaranya (Pasal 90 KUHAP). Begitu juga pembentukan majelis hakim yang terdiri dari 3 orang yang
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PELAKSANAAN UNDANG – UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Budi Bahreisy; Syafruddin Hasibuan; Abul khair
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.057 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Persoalan korupsi di Indonesia merupakan salah satu persoalan yang sangat rumit, reaksi masyarakat yang mengharapkan agar pelaku kejahatan korupsi dapat dihukum telah mengalami distorasi yang cukup mengkhawatirkan, hal ini tentunya akan berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum yang melakukan upaya Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi secara maksimal. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah hubungan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana korupsi dan pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pelaksanaan Undang- undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris dengan mengkaji dan menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, dan data primer yaitu dengan cara penelitian ke lapangan. Tujuan seseorang atau organisasi melakukan kejahatan pencucian uang adalah agar asal – usul uang tersebut tidak dapat diketahui atau tidak dapat dilacak oleh penegak hukum yaitu dengan melakukan tahapan – tahapan sebagai berikut penempatan( placement ), Transfer( layering ), Menggunakan harta kekayaan( integartionn ) agar suatu upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui placement atau layering sehingga seolah – olah menjadi harta kekayaan yang halal. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dilaksanakan melalui Pelaksanaan Undang – undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Perlu adanya kerja sama anatara PPATK dengan aparat penegak hukum, ini menjadi kunci yang sangat penting dalam upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan menggunakan sistem ini dapat berfungsi dalam pembangunan supremasi hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dari hasil korupsi yang lebih komprehensif, konsisten, sistematis, serta mampu memberikan kepastian dan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat.       Kaca kunci: Pemberantasan, Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Pencucian uang
PERBEDAAN PERTIMBANGAN HAKIM MENGENAI BENTUK SURAT DAKWAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Kajian Terhadap Putusan PN No.07/PID.B/TPK/ 2011/PN.JKT.PST, PT No.38/PID/TPK/2011/PT.DKI dan MA No.472 K/Pid.Sus/2012 A.N TERDAKWA SY Sophie Khanda Aulia; Abul Khair; Rafiqoh lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.629 KB)

Abstract

Skripsi ini mengkaji perbedaan pertimbangan hakim antara putusan  Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung terhadap tindak pidana korupsi  mengenai bentuk surat dakwaan pada kasus mantan Bupati Langkat, Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin. Permasalahan dari penulisan skripsi ini adalah tentang bagaimana eksistensi pengadilan tindak pidana korupsi dalam penegakan hukum pidana dalam tindak pidana korupsi dan bagaimana implikasi dari perbedaan pertimbangan hakim mengenai bentuk surat dakwaan terhadap pemeriksaan tindak pidana korupsi (Kajian terhadap putusan PN No.07/PID.B/TPK/2011/ PN.JKT.PST, PT No.38/PID/TPK/2011/PT.DKI dan MA No.472K/Pid.Sus/2012 A.N Terdakwa Syamsul Arifin). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan kualitatif.  Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan serta mengkaji putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung A.N terdakwa Syamsul Arifin. Keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelumnya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun kemudian akhirnya dikeluarkan Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian permasalahan utama yang dibahas adalah mengenai pertimbangan hakim dalam memeriksa bentuk surat dakwaan pada kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan Syamsul Arifin yang telah diperiksa pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Pengadilan Negeri memeriksa surat dakwaan secara alternatif sedangkan Pengadilan Tinggi memeriksa surat dakwaan secara subsidair, Sedangkan putusan Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi bahwa bentuk surat dakwaan adalah berbentuk subsidair. Perbedaan pertimbangan hakim mengenai bentuk surat dakwaan tersebut menimbulkan implikasi pada pemeriksaan tindak pidana korupsi, dimana salah satu  implikasinya adalah munculnya yurisprudensi mengenai bentuk surat dakwaan.
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KAITANNYA DENGAN VISUM ET REPERTUM (Analisis Putusan No.722/Pid.B/2011/PN.Simalungun dan Putusan No.2454/Pid.B/2008/PN.Medan) meilisa bangun; Abul Khair; Rafiqoh lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.6 KB)

Abstract

Skripsi ini berjudul “Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kaitannya dengan Visum Et Repertum”, merupakan tugas akhir Penulis untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian  yang digunakan dalam membuat skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis norma hukum berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier agar dapat menjawab setiap permasalahan. Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Ruang lingkup Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini tidak hanya mencakup pada perempuan saja tapi terhadap anak, orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pihak suami ataupun istri serta orang-orang atau pihak-pihak yang bekerja dalam lingkup rumah tangga. Pembuktian terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat dilakukan dengan hanya mendengarkan keterangan saksi korban, atau dapat juga ditambah dengan alat bukti yang lain. Salah satu cara untuk membuktikan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ini adalah dengan menggunakan visum et repertum. Visum Et Repertum merupakan salah satu alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, meskipun mengenai visum et repertum ini tidak diatur secara khusus dalam KUHAP namun visum et repertum ini termasuk dalam kategori alat bukti surat dan alat bukti keterangan ahli. Visum et repertum merupakan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga ini berfungsi sebagai corpus delicti. Permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi adalah mengenai kedudukan visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga selain itu penulis juga menganalisa Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.722/PID.B/2011/PN.Sim dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2454/Pid.B/2008/PN.Mdn. tentang Putusan hakim masing-masing pengadilan dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga.  
SANKSI PIDANA TERHADAP PELANGGARAN KERAHASIAAN REKAM MEDIS PASIEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NO. 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN Ade Kumala Sari Nasution; Nurmala waty; Abul khair
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.605 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Nurmalawaty SH, M.Hum * Abul Khair SH, M.Hum ** Ade Kumala Sari Nasution *** Skripsi ini berbicara tentang bagaimana sanksi pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan Rekam Medis yang ditinjau dari Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis ditetapkan dalam Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis/Medical  Record (selanjutnya disebut Permenkes Rekam Medis). Keberadaan rekam medis diperlukan dalam sarana pelayanan kesehatan, baik ditinjau dari segi pelaksanaan praktek pelayanan kesehatan maupun dari aspek hukum. Dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana peranan rekam medis sebagai alat bukti di pengadilan. Dalam skripsi ini turut pula dibahas mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan rekam medis pasien yang ditinjau dari Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hokum normatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literature dan peraturan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Sifat kerahasiaan isi rekaman medis di samping merupakan hak bagi pasien, juga merupakan kewajiban bagi tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia jabatan. Sanksi pelanggaran yang dapat dikenakan Pasal 79 butir c Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengancam sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyakRp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah). Kewajiban memegang teguh rahasia jabatan merupakan syarat yang senantiasa harus dipenuhi untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak diperlukan dalam hubungan dokter pasien. Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan setelah pasien itu meninggal. Rekam medis pasien yang menjadi rahasia kedokteran artinya tidak dapat dibuka pada keadaan tertentu tanpa dianggap melanggar etika maupun hukum. Akan tetapi dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.