Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Penatalaksanaan Trauma Tembus Leher Akibat Luka Sayat Rahman, Sukri; ., Novialdi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 1, No 3 (2012)
Publisher : Faculty of Medicine Andalas University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Pendahuluan :Trauma tembus leher merupakan keadaan gawat darurat yang bersifat mengancam nyawa karena dapat menyebabkan cedera terhadap struktur-struktur vital di leher seperti jalan nafas, pembuluh darah besar, esofagus dan saraf.Sebagian besar penyebab luka tembus leher adalah luka tembak diikuti luka tusuk/ sayat. Trauma ini memerlukan penanganan yang segera. Keberhasilan penatalaksanaan trauma tembus leher bergantung pada waktu mulai mendapat pertolongan, ketepatan diagnosis dan ketepatan penanganan. Tujuan : Laporan kasus ini diajukan untuk memberikan gambaran penatalaksanaan pada kasus trauma tembus leher akibat luka sayat. Kasus :Dilaporkan satu kasus luka tembus leher pada seorang laki-laki umur 15 tahun akibat luka sayat (digorok). Penatalaksanaan : Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan keadaan gawat darurat dan eksplorasi segera terhadap luka.Kesimpulan:Keberhasilan penatalaksanaan trauma tembus leher bergantung pada waktu mulai mendapat pertolongan, ketepatan diagnosis dan ketepatan penatalaksanaan. Kata kunci: trauma tembus leher, penatalaksanaan, luka sayat leher (gorok) Abstract Introduction: Penetrating neck trauma is life threatening emergency because of the potential injury to vital structures of the neck such as the air passages, major vascular vessels, esophagus and neurological structures. The majority of penetrating neck trauma is presenting as result from gunshot followed by stab wound.Penetrating neck traumas require emergency treatment. Successful management of penetrating neck trauma depends on prompt recognition of injury, appropriate diagnosis and proper treatment.Purpose :This case reportpresentedto give an overviewon themanagement ofpenetratingnecktraumadue tocuts. Case :A case of 15 years old man with penetratingneck trauma due to cut throat is presented. Case Management :This case was managed with emergency resuscitation and immediate neck exploration. Conclusion :Successful management of penetrating neck trauma depends on prompt recognition of injury, appropriate diagnosis and proper management. Keywords:penetrating neck trauma, management ,cut throat
Diagnosis dan Penatalaksanaan Striktur Esofagus Fachzi Fitri; Novialdi Novialdi; Wahyu Triana
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.103

Abstract

AbstrakLatar belakang : Kasus striktur esofagus jarang ditemukan, namun kasus ini memerlukan penanganan yang optimal. Sebelum kita melakukan penatalaksanaan terhadap striktur esofagus, perlu dilakukan diagnosis yang akurat agar dapat memilih teknik penatalaksanaan yang tepat. Tujuan : untuk mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan striktur esofagus. Tinjauan pustaka : Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen esofagus yang dapat menyebabkan keluhan disfagia. Berdasarkan etiologinya, striktur esofagus dibedakan menjadi striktur esofagus benigna dan maligna. Striktur esofagus benigna disebabkan oleh GERD, zat korosif, web, radiasi, post anastomosis esofagus, sedangkan striktur esofagus maligna disebabkan oleh keganasan baik dari dalam maupun dari luar esofagus. Diagnosis suatu striktur esofagus dapat ditegakkan melalui pemeriksaan barium meal, esofagoskopi, tomografi komputer dan rontgen toraks. Penatalaksanaan kasus striktur ini dapat berupa dilatasi dengan busi atau balon, pemasangan stent dan terapi pembedahan. Pada kasus striktur esofagus maligna juga dapat dilakukan terapi laser dan teknik brakiterapi. Kesimpulan: diagnosis yang akurat perlu dilakukan sebelum memilih teknik penatalaksanaan yang tepat, sehingga dapat mengurangi keluhan disfagia pada penderita striktur esofagus.Kata kunci: Striktur esofagus, barium meal, esofagoskopi, dilatasi, stent, laser, brakiterapiAbstractBackground: Esophageal stricture is rare cases, but these cases required optimal management. Before we manage of esophageal strictures, need an accurate diagnosis in order to choose appropriate management techniques. Purpose: to know how to diagnose and management of esophageal strictures. Literature review: esophageal stricture is a narrowing of the lumen of the esophagus that cause dysphagia. Based on the etiology, esophageal strictures can be divided into benign and malignant. Benign esophageal strictures caused by GERD, corrosive substances, web, radiation, post-esophageal anastomosis, whereas malignant esophageal strictures caused by esophageal malignancy from inside or from outside of the esophagus. The diagnosis of esophageal stricture can be enforced through barium meal examination, esophagoscopy, computer tomography and thorax X-ray. Management of these strictures can be managed by the bougie or balloon dilatation, stent insertion and surgical technique. Malignant esophageal strictures can also be treated by laser therapy and brachytherapy techniques. Conclusion: Accurate diagnosis needs to be done before choosing the right management techniques that will reduce the complaints of dysphagia in patients with esophageal strictures.Keywords: esophageal strictures, barium meal, esophagoscopy, dilatation, stents, laser, brachytherapy
Karakteristik Pasien Tonsilitis Kronis pada Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013 Ivan Maulana Fakh; Novialdi Novialdi; Elmatris Elmatris
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i2.536

Abstract

AbstrakTonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi diantara semua penyakit tenggorok terutama pada anak.  Penyakit ini terjadi karena adanya serangan lanjutan pada tonsil yang telah mengalami peradangan sebelumnya yang disebabkan oleh virus atau bakteri.Tonsilitis Kronis menempati urutan kedua tertinggi penyakit THT di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik tonsilitis kronis pada anak  di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan Case Series yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Populasi adalah data pasien tonsilitis kronis dengan usia <18  tahun yang datang ke bagian poliklinik THT RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak Januari sampai Desember 2013. Sampel diambil dari semua data rekam medis yang termasuk dalam populasi yakni sebanyak 50 sampel. Berdasarkan data rekam medis didapatkan pasien tonsilitis kronis pada anak paling banyak terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 50%, jenis kelamin perempuan sebanyak 56%, keluhan utama nyeri menelan berulang sebanyak 56%, ukuran tonsil T3-T3 sebanyak 68%, penatalaksanaan secara operatif sebanyak 88%. Kesimpulan studi ini ialah karakteristik pasien tonsilitis kronis pada anak paling banyak ditemukan pada perempuan dengan usia 10-14 tahun, memiliki keluhan utama nyeri menelan berulang dengan ukuran tonsil t3-t3, dan ditatalaksana dengan cara operatif.Kata kunci: tonsilitis kronis, anak, keluhan Abstract   Chronic tonsillitis  is  the most common disease among throats disease specially in children. Chronic tonsillitis happened because of recurrent inflammation in tonsil that caused by bacteria or virus. This disease is the second most common ENT disease in Indonesia.The objective of this study was to investigate the characteristic of chronic tonsillitis in children in Dr. M. Djamil Hospital in Padang. This was a descriptive study with case series design on medical records of  tonsillitis chronic’s patients from January until December 2013. The population of this study were tonsillitis chronic’s patients with age <18 years old that came to ENT clinics in Dr. M Djamil Hospital. The 50 samples were taken from medical records. Based on medical records data, 50% case happened in age 10-14 and female is the most common with 56%, most of patients complains about recurrent pain in swallowing  56%,  tonsil size T3-T3 68%  and 88% operative treatment.  The conclusions is  the characteristics of the patients of chronic tonsillitis in children are mostly female with age between 10 to 14 years old, had a major complain about pain in swallowing, tonsil size T3-T3 and treated by operative treatment.Keywords: chronic tonsillitis, children, complain
Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan Perlakuan Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis Kronis di Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013 Annisa Oktaria Shalihat; Novialdi Novialdi; Lili Irawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i3.365

Abstract

Abstrak Tonsilitis kronis adalah infeksi berulang yang paling sering terjadi pada tenggorok terutama pada usia anak anak dan remaja. Ukuran tonsil dan adenoid cenderung kecil pada usia <7 tahun, bertambah besar pada usia 7-15 tahun dan cenderung mengecil pada usia tua. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan umur, jenis kelamin dan perlakuan penatalaksanaan dengan ukuran tonsil pada penderita tonsilitis kronis di bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2013. Penelitian bersifat analitik dengan menggunakan teknik non probability sampling yaknipurposive sampling sehingga didapatkan 149 penderita tonsilitis kronis dari data  rekam medis RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013. Data yang diperoleh diolah secara komputerisasi. Hasil penelitian ini didapatkan distribusi frekuensi penderita tonsilitis kronis terbanyak berdasarkan umur pada kelompok umur 11-20 tahun 70 penderita (47,0%), jenis kelamin perempuan 84 penderita (56,4%), ukuran tonsil T3-T3 82 penderita (55%) dan penatalaksanaan operatif 93 penderita (62,4%). Ada hubungan yang bermakna antara umur dengan ukuran tonsil (p=0,000), tidak adahubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan ukuran tonsil (p=0,806) dan ada hubungan yang bermakna antara perlakuan penatalaksanaan dengan ukuran tonsil (p=0,010) pada penderita tonsilitis kronis di bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2013.Kata kunci: tonsilitis kronis, ukuran tonsil, tatalaksana Abstract Chronic tonsillitis is recurrent infections in the throat, especially in the age of children and adolescents. The size of the tonsils and adenoids tend to be small at age <7 years, large increases in the age of 7-15 years and tends to shrink in old age. The objective of this study was to determine the relationship of age, gender and management treatment with tonsil size in patients with chronic tonsillitis in departement of ENT-HN at the DR. M. Djamil Padang General Hospital in 2013. Analytic research using non probability sampling technique that is purposive sampling to obtain 149 patients with chronic tonsillitis from data taken in the medical records department of DR. M. Djamil Padang General Hospital in 2013. Data were processed with computer. Results of this study showed that the distribution of most patients with chronic tonsillitis based on age in the age group 11-20 years 70 patients (47.0%), female gender 84 patients (56.4%), tonsil size T3-T3 82 patients (55%) and operative management of 93 patients (62.4%), There is significant relationship between age with tonsil size (p = 0.000), there is no significant relationship between gender withtonsil size (p = 0.806) and there is significant relationship between management treatment with tonsil size (p = 0.010) in patients with chronic tonsillitis in departement of ENT-HN at the DR. M. Djamil Padang General Hospital in 2013. Keywords:  chronic tonsillitis, tonsil size, treatment
Diagnosis dan Penatalaksanaan Papiloma Laring Berulang pada Dewasa Erwi Saswita; Ade Asyari; Novialdi Novialdi; Fachzi Fitri
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 3
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.856

Abstract

Pendahuluan: Papiloma laring merupakan tumor yang berasal dari infeksi Human Papiloma Virus (HPV) yang bersifat jinak, berulang dan berisiko berubah menjadi ganas. Anti virus yang diberikan seringkali tidak menyebabkan remisi dari papiloma sehingga perlu tindakan bedah yang berulang. Tujuan: Memahami cara menegakkan diagnosis dan melakukan tatalaksanaan papilloma laring berulang pada dewasa. Laporan Kasus: Dilaporkan satu kasus papiloma laring pada seorang pasien perempuan usia 26 tahun yang sudah dilakukan ekstirpasi papiloma dengan laser 5 tahun yang lalu. Pasien tidak pernah kontrol lagi sehingga dilakukan trakeostomi akibat obstruksi jalan napas. Penatalaksanaan selanjutnya adalah dengan pemberian antivirus dan tindakan bedah  setiap 3 bulan untuk ekstirpasi papiloma.  Kesimpulan: Papiloma laring dapat menginfeksi laring dan dapat tumbuh kembali dengan cepat dan jika dibiarkan dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Penatalaksanaan dengan antivirus dan penanganan bedah dilakukan berulang menggunakan mikrolaringoskopi ekstirpasi dengan Laser.
Penatalaksanaan Tuberkulosis Laring Novialdi Novialdi; Seres Triola
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.104

Abstract

AbstrakTuberkulosis laring merupakan salah satu tuberkulosis ekstrapulmonal yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah nasional di negara kita dengan prevalensi yang cukup tinggi.Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, diperlukan dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis laring. Pemeriksaan histopatologi laring masih menjadi standar baku emas dalam menegakkan diagnosis pasti tuberkulosis laring. Diagnosis yang benar dan penatalaksanaan yang tepat bertujuan untuk mengatasi gejala klinis dan memutus rantai penularan dari kuman mikobakterium tuberkulosis.Dilaporkan satu kasus wanita usia 34 tahun dari hasil pemeriksaan histopatologi laring didapatkan suatu gambaran tuberkulosis laring dan ditatalaksana dengan pemberian obat anti tuberkulosis.Kata kunci: Tuberkulosis ekstrapulmonal, tuberkulosis laring, mikobakterium tuberkulosis, obat anti tuberkulosisAbstractLaryngeal tuberculosis is one of extrapulmonary tuberculosis caused by the micobacterium tuberculosis. Tuberculosis remains a national problem in our country with a high prevalence rate. Anamnesis, physical examination, and other supporting examinations, are necessary to confirm a diagnosis of laryngeal tuberculosis. Histopathological examination of the larynx is still the gold standard in establishing a diagnosis of laryngeal tuberculosis. Correct diagnosis and appropriate treatment aims to overcome the clinical symptoms and break the transmission of micobacterium tuberculosis. Reported a case of 20 years old woman whom the results of histopathological examination of the larynx obtained a symptom of laryngeal tuberculosis and treated by administration of anti tuberculosis drugs.Keywords:Extrapulmonary tuberculosis, laryngeal tuberculosis, mycobacterium, tuberculosis, anti tuberculosis drug
Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Retrofaring pada Dewasa Elniza Morina; Novialdi Novialdi; Ade Asyari
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 2
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.829

Abstract

Pendahuluan: Abses retrofaring pada dewasa jarang ditemukan, biasanya sering pada anak-anak karena terdapat kelenjar limfe retrofaring. Penyebab abses retrofaring pada dewasa diantaranya trauma, penetrasi benda asing, tuberkulosis dan faktor predisposisi seperti diabetes dan imunodefisiensi. Komplikasi bisa terjadi ruptur, obstruksi jalan nafas atas, perluasan abses ke mediastinum dan perluasan ke ruang leher dalam lainnya. Penatalaksanaan dengan cara insisi dan ekplorasi abses dan pemberian antibiotik yang adekuat. Laporan Kasus: Telah dilaporkan satu kasus abses retrofaring pada dewasa. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, radiologi dan aspirasi abses. Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan insisi dan ekspolorasi abses dan pemberian antibiotik untuk kuman aerob dan anaerob. Kesimpulan : Abses retrofaring pada dewasa bisa disebabkan oleh trauma tanpa adanya penetrasi benda asing di tenggorok, sehingga pasien sering mengabaikannya.
Karakteristik Pasien Disfonia di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok–Bedah Kepala Leher RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2010-2013 Aini Gusmarina; Novialdi Novialdi; Hardisman Hardisman
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i1.651

Abstract

Disfonia merupakan suatu gejala dari kelainan laring. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung  Tenggorok–Bedah  Kepala Leher (THT-KL) RSUP Dr. M. Djamil Padang belum memiliki data empiris terkait karakteristik kelainan ini. Tujuan penelitian ini adalah menentukan karakteristik pasien disfonia di bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP Dr. M.Djamil Padang. Data penelitian diambil dari rekam medis dengan metode total sampl ng. Karakteristik pasien disfonia yang dicatat mencakup usia, jenis kelamin, gejala klinik, etiologi disfonia, dan gambaran pemeriksaan laring. Total 68 dari 119 pasien memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan kelompok usia tertinggi pasien disfonia berada pada kelompok usia 40-49 tahun (29,5%).Jumlah pasien laki-laki dan perempuan adalah sebanding (1:1).Laryngopharyngeal Reflux (LPR) (33,8%) didapatkan sebagai etiologi tertinggi. Gambaran kelainan terbanyak yang ditemukan pada pemeriksaan laringoskopi adalah hiperemis pada epiglotis (14,7%), edema pada aritenoid (69,1%), massa pada plika vokalis (13,2%), dan edema pada plika ventrikularis (17,6%). Simpulan studi ini adalah LPR merupakan etiologi tertinggi pasien disfonia. Pengetahuan tentang kondisi ini dapat meningkatkan diagnosis dan keberhasilan pengobatan pasien disfonia.
Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Retrofaring pada Anak Dolly Irfandy; Novialdi Novialdi; Dolly Irfandy
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 1, No 3 (2012)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v1i3.91

Abstract

Abstrak Pendahuluan: Abses retrofaring adalah terkumpulnya nanah di ruang retrofaring yang merupakan salah satu daerah potensial di leher dalam. Abses retrofaring merupakan kasus yang jarang tetapi dapat menyebabkan kematian terutama pada umur di bawah 5 tahun. Sejak ditemukannya antibiotika, angka kesakitan dan kematian akibat abses menurun drastis. Metode: Dilaporkan satu kasus abses retrofaring dengan riwayat ketulangan pada anak gizi kurang umur 9 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan foto polos jaringan lunak leher, terlihat gambaran pelebaran ruang retrofaring dan air fluid level. Diskusi: Penatalaksanaan meliputi pemberian antibiotika, drainase dan eksplorasi abses serta perbaikan keadaan umum. Kata kunci: abses retrofaring, benda asing, drainase Abstract Introduction: Retropharyngeal abscess is defined as accumulation pus in retropharyngeal space which is a potential area in deep neck space. Retropharyngeal abscess is a rare case but it can cause death especially in children under five years old. Since antibiotics were found, morbidity and mortality of this case was drastically decreased. Methods: A retropharyngeal abscess of child 9 years old with history of swallowed foreign body (fishbone) and lack of nutrition has been reported. Diagnosis was based on anamnesis, physical examination and radiographic finding. In soft tissue cervical radiograph we found, widening of retropharyngeal space with air fluid level. Discussion: Management for abscess is intravenous antibiotics, drainage and exploration abscess and improve general condition has been performed Keywords:Retropharyngeal abscess, foreign body, drainage
Diagnosis dan Penatalaksanaan Laringomalasia Elfianto Elfianto; Novialdi Novialdi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 2
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.839

Abstract

Latar belakang: Laringomalasia (LM) merupakan penyebab tersering stridor inspirasi kongenital pada bayi. Sekitar 80% kasus merupakan derajat ringan dan sedang yang dapat membaik serta resolusi sampai usia 2 tahun sedangkan 20% merupakan derajat berat yang membutuhkan tindakan pembedahan Tujuan: Mengetahui dan memahami etiologi, diagnosis dan penatalaksanaan laringomalasia. Tinjauan Pustaka: Diagnosis laringomalasia dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang laringoskopi serat optic fleksibel. Etiologi pasti laringomalasia belum diketahui, namun terdapat 3 teori yang diduga berperan yaitu imaturitas kartilago, imaturitas neuromuskular dan abnormalitas anatomi. Terdapat hubungan antara laringomalasia dengan laryngopharyngeal reflux (LPR). Penatalaksanaan konservatif dilakukan pada LM derajat ringan dan sedang sedangkan tindakan pembedahan dilakukan pada derajat berat, laringomalasia dengan komorbid dan laringomalasia yang gagal terapi konservatif. Kesimpulan: Laringomalasia merupakan kolapsnya struktur supraglotis ketika inspirasi yang mengakibatkan adanya stridor inspirasi. Laringomalasia derajat berat dapat mengancam nyawa. Sebagian besar kasus akan resolusi sendiri, namun sekitar 20% memerlukan tindakan pembedahan. Supraglottoplasti merupakan tindakan pembedahan pilihan untuk kasus laringomalasia