Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

DISKRIMINASI PENEGAKAN HUKUM DALAM PENANGANAN PENCURIAN ARUS LISTRIK DISTRIK DILI NEGARA REPUBLIK DEMOKRAT TIMOR-LESTE Nuno Saldanha Da Silva Fatima; Karolus Kopong Medan; Saryono Yohanes
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 6 No 2 (2017)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.766 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2017.v06.i02.p08

Abstract

Law enforcement discrimination in handling the theft of electric flow in Dili District of Timor Leste, about the treatment to fellow citizes (discrimination) because the people’s welfare must be the highest law in a country “salus publika supreme lex”. This research is an empirical yuridical law research. This is descriptive research by using primary data and secondary data. The result of this research indicate that every service given by the government through electricidade de Timor Leste (EDTL) as electrical energy distributor starting from the generation of transmission and distribution of electrical energy which become the source of supply to all society that widespread in Dili District of East Timor. In fact, deviates from the mandate of constitution which exist for the welfare of people. The deviations that occur are followed up by unfair law action toward the various level/group that exist in the society as the costumer. Injustice in handling is basically due to the interference of power both economic or political. Diskriminasi Penegakan Hukum Dalam Penanganan PencurianAliran Listrik Di Distrik Dili Timor-Leste, tentang perlakuan terhadap sesama warga negara secara (Diskriminasi) karenakesejahteraan rakyat harus menjadi hukum tertinggi dalam suatu negara “salus publica suprema lex”. Penelitian ini merupakan penelitianhukum yuridis Empirik. Sifat penelitian ini adalah deskriptif yang mempergunakan data primer dan data sekunder.Hasil penelitian nenunjukan bahwa Setiap pelayanan yang diberikan pemerintah melalui Electricidade de Timor Leste(EDTL) sebagai penyalur energi kelistrikan mulai dari pembangkitan transmisi dan distribusi energi listrik yangmenjadi sumber pasokan ke seluruh masyarakat yang menyebar luas di Distrik Dili Timor Leste pada kenyataanya menyimpang dari amanat konstitusi yang ada untuk kesejahteraan rakyat. Penyimpangan yang terjadi ditindaklanjuti dengan tindakan hukum yang tidak adil terhadap berbagai tingkatan/golongan yang ada dalam masyarakat sebagai pelanggan. Ketidakadilan dalam penanganan yang semestinya pada dasarnya terjadi karena adanya interfensi kekuasaan, baik ekonomi maupun politik.
Pengaturan Perizinan Pengelolaan Tambang Dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan Iriantini M.J Takalapeta; Jimmy Pello; Saryono Yohanes
Jatiswara Vol 34 No 3 (2019): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.954 KB) | DOI: 10.29303/jatiswara.v34i3.220

Abstract

Pengelolaan tambang di Kabupaten Alor harus diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan agar tidak mencemari lingkungan dan menimbulkan akibat hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian ditemukan, pertama; pemberian izin pertambangan di Kabupaten Alor pada umumnya belum berjalan sesuai dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku sehingga mengakibatkan adanya pelanggaran terhadap izin lingkungan khususnya pada izin eksplorasi, kedua; pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagai bentuk penegakan hukum dari Pemerintah Daerah dalam hal ini instansi teknis terkait kepada pengusaha tambang belum dilakukan secara efektif sehingga belum mampu membanguan kesadaran hukum secara utuh. Saran yang diberikan, pertama; pemberian izin pengelolaan tambang dalam menunjang pembangunan berkelanjutan di kabupaten alor harus melibatkan dinas terkait untuk melakukan sosialisasi tentang hak dan kewajiban dan sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan yang akan melakukan usaha tambang, kedua; harus dibuat Peraturan daerah khusus tentang pemberian Lingkungan Hidup.
Eksistensi Kewenangan Diskresi Kepala Daerah Dalam Penataan Ruang Yanto Demetus Modu; Saryono Yohanes; Umbu L. Pekuwali
Pagaruyuang Law Journal Volume 4 Nomor 1, Juli 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31869/plj.v4i1.2265

Abstract

Hasil penelitian menunjukan bahwa kewenangan diskresi kepala daerah dalam penataan ruang adalah Kepala daerah melaksanakan diskresi berdasarkan 3 (tiga) poin penting pertama kondisi darurat yang tidak mungkin mmenetapkan peraturan, kedua belum ada peraturan yang mengatur, ketiga sudah ada peraturannya tetapi redaksinya multitafsir dan penggunaan kewenangan diskresi dibatasi oleh 4 (empat) yakni; pertama apabila terjadi kekosongan hukum, kedua adanya kebebasan penafsiran ketiga adanya delegasi perundang-undangan dan keempat demi pemenuhan keentingan umum. Dalam hukum tata pemerintahan diskresi diberikan tidak dengan kebebasan sepenuhnya melainkan dengan batasan-batasan yang dapat dikatakan bersifat yuridis karena harus dapat dipertanggungjawabkan dalam pengujiannya berdasarkan atas asas pemerintahan yang baik.
KEWENANGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN MENENTUKAN UNSUR KERUGIAN NEGARA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Ariance Boboy; Saryono Yohanes; Aksi Sinurat
SIBATIK JOURNAL: Jurnal Ilmiah Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya, Teknologi, dan Pendidikan Vol. 1 No. 1 (2021): December
Publisher : PENERBIT LAFADZ JAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/sibatik.v1i1.17

Abstract

Pengawasan Intern Pemerintah yang menjalankan tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional, sedangkan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara merupakan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, pada kenyataannya Aparat Penegak Hukum sering menggunakan Hasil Audit BPKP sebagai barang bukti dalam persidangan kasus tindak pidana korupsi tanpa adanya koordinasi dengan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang kewenangannya diatur secara konstitusional dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD RI 1945. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan memiliki dua tujuan yaitu untuk menganalisis tentang implikasi yang ditimbulkan oleh kewenangan BPKP dalam pemeriksaan dan penetapan adanya kerugian keuangan dalam tindak pidana korupsi, dan untuk mengkaji dan menganalisis tentang pentingnya penegasan peraturan tentang tugas dan fungsi BPKP dan BPK ditinjau dari asas kepastian hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Secara yuridis BPKP tidak memiliki kewenangan dalam menilai dan menetapkan kerugian keuangan negara karena hanya terbatas pada bidang pengawasan, dengan adanya penetapan kerugian negara oleh BPKP maka dapat berimplikasi pada adanya ketidakpastian hukum, (2) Hasil audit kerugian keuangan negara oleh BPKP yang dipakai oleh Aparat Penegak Hukum dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi dapat mengakibatkan terjadinya dualisme kewenangan karena tidak sejalan dengan konstitusi. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu ketentuan secara tegas untuk membedakan tugas dan fungsi antara lembaga BPKP dan BPK agar Aparat Penegak Hukum (APH), dapat memperhatikan hierarki peraturan yang ada, dalam hal ini lembaga mana yang berwenang menentukan kerugian keuangan negara.
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB KUASA PENGGUNA ANGGARAN DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA Roseno Napu Setiawan; Yohanes Tuba Helan; Saryono Yohanes
Arena Hukum Vol. 12 No. 3 (2019)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2019.01203.4

Abstract

AbstractProxy of Budget User (PBU) is an official who has the authority to implement the use of the budget work units in the State Ministry/Institution. Furthermore, in implementing state expenditure, PBU will be assisted by another state budget officials. This research aims to determine the authority of PBU and the extent of PBU’s responsibility for such authority. This research is a normative study using a statute and conceptual approach. The results shows that by granting the authority to officials managing the state budget will bear responsibility for the use of such authority. This is in accordance with the general principle that authority will always be accompanied by responsibilty ie the principle of no authority without responsibility. In the event of a fault in the process of execution of the state budget, the officer exercising the authority will be held responsible. Such responsibilities can be either job responsibilities or personal responsibility related to the realm of administrative law, civil law and criminal law.AbstrakKuasa Pengguna Anggaran (KPA) merupakan pejabat yang memiliki wewenang untuk melaksanakan penggunaan anggaran satuan kerja (satker) pada Kementerian Negara/Lembaga. Dalam melaksanakan belanja negara, KPA akan dibantu oleh pejabat pengelola anggaran belanja negara lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wewenang yang dimiliki oleh KPA serta sejauh mana tanggung jawab KPA atas pelaksanaan wewenang tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya wewenang pelaksanaan Anggaran Belanja Negara yang diberikan kepada para pejabat pengelola anggaran belanja negara akan melahirkan tanggung jawab atas penggunaan wewenang tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip umum bahwa kewenangan akan selalu disertai dengan tanggung jawab yaitu prinsip tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban. Dalam hal terdapat kesalahan dalam proses pelaksanaan anggaran belanja negara maka akan menimbulkan tanggung jawab terhadap pejabat yang melaksanakan wewenang tersebut. Tanggung jawab dimaksud dapat berupa tanggung jawab jabatan maupun tanggung jawab pribadi yang terkait dengan ranah hukum administrasi, hukum perdata maupun pidana.
Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Penataan Desa Januaristi Bule Logo; Saryono Yohanes; Hernimus Ratu Udju
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 1 (2023): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i1.765

Abstract

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017 mengatur persyaratan perubahan status kelurahan menjadi desa. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dan dilakukan dengan teknik pengumpulan dengan dua cara yaitu: Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu wawancara dan studi dokumentasi. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis kemudian disajikan atau dipaparkan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa dalam perubahan status Kelurahan menjadi Desa di Kelurahan Ledeke Kabupaten Sabu Raijua dilakukan dengan sosialisasi peraturan terhadap masyarakat, mengumpulkan prakasa masyarakat, dan melakukan analisis syarat sebagai langkah awal, agar dapat memenuhi persyaratan dan kriteria mengubah status menjadi desa. (2) Ada beberapa faktor penghambat perubahan status kelurahan menjadi desa seperti, kurangnya pegawai kelurahan sehingga pelaksanaan tugas-tugas administratif dan teknis yang diperlukan dalam perubahan status kelurahan menjadi desa menjadi terhambat, ketidaklengkapan dokumen yuridis yang menunjukkan bahwa wilayah tersebut memenuhi kriteria sebagai desa, seperti dokumen kependudukan, peta administrasi, dan sebagainya. dan faktor lainnya adalah dengan adanya moratorium pemberian dan pemutakhiran kode dan data wilayah administrasi Pemerintahan Kecamatan, Kelurahan, dan Desa, sehubungan dengan pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, sehingga perubahan status Kelurahan menjadi Desa di Kelurahan Ledeke belum sepenuhnya berjalan.
Kedudukan Ombudsman Republik Indonesia dan Implikasi Rekomendasinya dalam Penegakan Hukum di Indonesia: Perspektif Hukum Tata Negara Junan Hastuty Christin Nalle; Saryono Yohanes; Hernimus Ratu Udju
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 1 (2023): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i1.768

Abstract

Secara objektif Ombudsman di Indonesia membutuhkan landasan yuridis yang memadai, hal itu menjadi penting karena akan memperkuat dasar operasional keberadaan Ombudsman di Indonesia. Penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif (lybrary research), penelitian ini mengkaji bahan hukum, buku-buku, serta peraturan perundangundangan yang berkaitan erat dengan masalah hukum yang diangkat penulis. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) kedudukan Ombudsman Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia adalah Ombudsman merupakan lembaga secondary atau extra auxiliary, yaitu lembaga negara yang dibentuk diluar konstitusi dalam hal ini Undang-undang Dasar 1945. (2) Implikasi rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia adalah tidak dapat memberikan suatu sanksi secara mutlak (execution) kepada penyelenggara negara yang telah mendapatkan rekomendasinya, tetapi hanya sebatas memberikan saran agar penyelenggara negara yang mendapatkan rekomendasi tersebut untuk memperbaiki kinerjanya.
Efektivitas Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Kupang Maria Adventya Parnes Jani; Saryono Yohanes; Rafael Rape Tupen
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 No. 1 (2023): COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v3i1.774

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum berdasarkan peraturan daerah tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Kupang dan (2) Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor penghambat efektivitas pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum berdasarkan peraturan daerah tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Kupang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat empiris di mana datanya diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian dan menggunakan analisis secara yuridis deskriptif kualitatif sesuai dengan data yang diperoleh dengan tetap memperhatikan teori, asas, dan kaidah hukum. Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara terhadap 18 narasumber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Kupang belum efektif dan (2) Faktor yang menghambat efektivitas pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Kupang yaitu faktor pelaksana hukum, faktor sarana atau fasilitas, dan faktor kesadaran hukum masyarakat.
Pengaturan Struktur Organisasi Dan Perangkat Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Apolonius Mardi Pelealu; Kotan Y. Stefanus; Saryono Yohanes
Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 3 No. 5 (2023): Cerdika : Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/cerdika.v3i5.598

Abstract

Kecamatan Borong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Manggarai Timur. Kecamatan Borong memiliki posisi yang strategis dalam pelayanan administratif pemerintahan, hal ini dikarenakan Kecamatan Borong menjadi pusat dari pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur. Melihat posisi tersebut, tentunya intensitas pelayanan dan dinamika bermasyarakat akan banyak ditemukan di Kecamatan Borong sehingga dibutuhkan pelayanan yang efisien dan terbuka. Untuk memberikan pelayanan yang efisien dan terbuka dibutuhkan struktur organisasi yang baik serta dibutuhkan kinerja perangkat kecamatan sesuai dengan perannya masing-masing. Permasalahan pada penelitian ini adalah: (1) Apakah pengaturan struktur dan penyelenggaraan pemerintah Kecamatan Borong mendukung pelayanan masyarakat? (2) Apakah struktur organisasi dan perangkat Kecamatan Borong sejalan atau searah dengan realitas kebutuhan penyelenggaraan pemerintah kecamatan?Metode penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang didukung penelitian yuridis empiris. Aspek penelitian yang digunakan yaitu: Pengaturan struktur dan penyelenggaraan pemerintah Kecamatan Borong dalam mendukung pelayanan masyarakat dan kesesuaian struktur organisasi dan perangkat Kecamatan Borong dengan realitas kebutuhan masyarakat di Kecamatan Borong. Metode pendekatan dalam penelitian ini yakni pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Jenis dan sumber data penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Responden dalam penelitian ini adalah Camat Borong, Sekertaris Camat, Staf Pegawai Kecamatan Borong, Masyarakat Kecamatan Borong. Teknik pengumpulan data studi lapangan dan studi pustaka.Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: (1) Pengaturan struktur organisasi dan penyelenggaraan pemerintah Kecamatan Borong belum begitu mendukung pelayanan masyarakat hal tersebut dapat dilihat dari kualitas pelayanan dan kepuasan masyarakat. (2) Struktur organisasi dan perangkat Kecamatan Borong belum begitu mendukung dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat di Kecamatan Borong hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi seperti pengembangan potensi di wilayah pesisir dan pengelolaan lingkungan hidup serta pelaksanaan fungsi koordinasi Kecamatan Borong yang belum melaksanakan secara baik terkait program yang direncanakan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam Pengelolaan Keuangan Negara di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur Martina Paulina Manintamahu; Yohanes G. Tuba Helan; Saryono Yohanes
Jurnal Sosial dan Sains Vol. 3 No. 6 (2023): Jurnal Sosial dan Sains
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/jurnalsosains.v3i6.812

Abstract

Latar Belakang : Penelitian ini mengkaji penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah dalam Pengelolaan Keuangan Negara di Kementerian Hukum dan HAM NTT. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam Pengelolaan Keuangan Negara di Kementerian Hukum dan HAM NTT. Metode : Metode penelitian ini terdiri dari jenis dan sifat penelitian, aspek penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan summber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknik analisis data. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris, yakni penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu. Hasil : Penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara di Kementerian Hukum dan HAM NTT meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Penyelenggaraanya didasarkan secara konseptual pada regulasi yang bersifat organik dan non organik. Regulasi organik secara berjenjang yakni melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-02.PW.02.03 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur Nomor:W22.OT.01.02- 525 Tahun 2023 tenang Pembentukan Satuan Tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur Tahun 2023. Sementara itu, regulasi non organik yakni Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP, Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-690/K/DH/2012 tentang Pedoman Pemantauan Perkembangan Penyelenggaraan SPIP, serta Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kesimpulan: Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Kementerian Hukum dan HAM NTT melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Namun belum secara ideal spesifik memuat upaya penyelenggaraan sesuai konsepsi SPIP yang diatur di dalam PP No.60 Tahun 2008 tentang SPIP.