Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search
Journal : Jurnal Mahupiki

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU PEMBUNUHAN YANG DISERTAI MUTILASI DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI (Studi Kasus NO.774 K/PID.SUS/2015) ALMUNAWAR Sembiring; Edi Warman; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSI Almunawar Sembiring[1] Ediwarman[2] Rafiqoh Lubis[3] Kata Kunci[4]   Tindak Pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinya suatu perbuatan yang telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang apabila telah terbukti secara sah dan meyakinkan maka akan di proses sesuai dengan hukum yang berlaku dan akan dikenakan sanksi sesuai dengan tindak pidana yang terjadi, Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka dapat dirumusakan beberapa permasalahan yaitu bagaimana pengaturan hukum tentang anak yang membantu melakukan tindak pidana, faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab timbulnya suatu tindak pidana, dan bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan hukum normatif (yuridis normative) dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan  (library research) yang menitik beratkan pada data sekunder yaitu memaparkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi serta buku-buku, artikel, majalah yang menjelaskan peraturan perundang-undangan dan dianalisis secara kualitatif.Faktor yang paling mempengaruhi terjadinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anak ialah, Faktor Intelegentia, faktor Usia, faktor Jenis kelamin,faktor kedudukan anak dalam keluarga dan sebagainya. Penanggulangan tindak pidana dapat dilakukan dengan kebijakan penal dan nonpenal. Dimana kebijakan penal lebih ke upaya represif dimana setiap perbuatan yang dilakukan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan seperti pada putusan Nomor :.774 K/PID.SUS/2015, sedangkan kebijakan non-penal lebih ke upaya preventif. [1] Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [2] Dosen Pembimbing I, Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [3] Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [4] Kata Kunci :Anak, Tindak Pidana, Pengaturan Hukum.
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU-XI/2013 TERHADAP UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI DALAM HUKUM ACARA PIDANA Helen Pasaribu; Edi Warman; Edi Yunara
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.395 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Helen Pasaribu[1] Ediwarman[2] Edi Yunara[3] Kata Kunci[4] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 memberikan wewenang kepada terdakwa untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali secara berkali- kali. Dalam hal ini, Mahkamah Agung (MA) justru mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang isinya bertentangan dengan MK. MA mengeluarkan SEMA Nomor 7 Tahun 2014 yang justru menegaskan kembali permohonan peninjauan kembali tetap hanya bisa diajukan sebanyak satu kali. Kedua aturan tersebut sangatlah saling bertolak belakang. Inilah yang menjadi bahan pembahasan dalam skripsi ini. Bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013. Penelitian dalam penulisan skripsi ini bersifat Deskriptif yang berjenis penelitian hukum Normatif dengan pendekatan yuridis normatif. Jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang dipakai penulis melalui Studi  kepustakaan (Library Research) Berdasarkan hasil penelitian Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tidak mengganggu kepastian hukum. Perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali hanya perkara yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut bisa dapat langsung dilaksanakan putusannya. Karena pada dasarnya Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap Dengan demikian, keadaan demikian sudah dapat dikatakan sebagai akhir perkara (karena dapat langsung dieksekusi) dan sudah menjamin kepastian hukum [1] Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [2] Dosen Pembimbing I, Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [3]Dosen PembimbingII, Staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. [4]Kata Kunci:  Peninjauan Kembali, Putusan Mahkamah Agung, SEMA.  
ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (WANITA) DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan) ELDI RIZQI RIZQI; Edi Warman; Nurmala Waty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.692 KB)

Abstract

ABSTRAK Eldi Rizqi[1]* Ediwarman[2]** Nurmalawaty [3]*** Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan kegiatan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan untuk tujuan eksploitasi atau mengakibakan seseorang tereksploitasi. Tindak Pidana Perdagangan Orang pada umumnya melibatkan wanita dan anak sebagai korban. Tindak Pidana Perdagangan Orang setiap tahunya mengalami peningkatan sehingga menjadi isu penting yang membutuhkan perhatian serius dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan beberapa rumusan permasalahan yaitu bagaimana pengaturan tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, bagaimana faktor-faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan bagaimana upaya penangulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal-pasal dan peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan dalam skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam praktiknya (studi putusan). Pengaturan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentasng Penghapusan Perdagangan Wanita dan Anak. Faktor-faktor terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern. Penangulanggan Tindak Pidana Perdagangan Orang dapat dilakukan dengan upaya penal dan upaya non penal. Upaya penal yaitu upaya penangulangan tindak pidana dengan menggunakan sarana hukum pidana Upaya penal Pada putusan pengadilan no. 191/Pid.Sus/2015/PNMdn dan putusan no.741/Pid.Sus/2026/PN Mdn adalah menyatakan terdakwa farida hanum bersalah dan dijatuhkan sanksi pidana 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp.120.000.000, (seratus dua puluh juta rupiah) dan menyatakan terdakwa abdul azis bersalah dijatuhkan sanksi pidana penjara selama 9 tahun dan beban biaya sebesar Rp. 2000.-(dua ribu rupiah), sedangkan upaya non penal yaitu upaya penangulangan tindak pidana yang dilakukan diluar dari hukum pidana.   1*       Mahasiwa fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara [2]**     Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara [3]***   Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara