cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial
ISSN : 23392800     EISSN : 25812666     DOI : -
Core Subject : Social,
Al Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam adalah jurnal berkala ilmiah yang dikelola oleh peer-review, di mana ilmuwan lain (peer-review) mengevaluasi nilai artikel dan kredibilitas sebelum diterbitkan. Jurnal ini didedikasikan untuk menerbitkan artikel ilmiah dalam studi pendidikan Islam dari berbagai aspek dan perspektif serta tema-tema yang telah ditentukan.
Arjuna Subject : -
Articles 248 Documents
WASIAT WAJIBAH UNTUK ANAK ANGKAT Abdurrahman Misno Bambang Prawiro
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 1, No 01 (2013)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30868/am.v1i01.107

Abstract

Hukum  Islam  adalah  system  hukum  yang  sempurna,  ia  mengatur  seluruh  aspekkehidupan  manusia,  dari  masalah  kenegaraan  sampai  masalah  individu  dan  keluarga. Dalam masalah keluarga telah diatur secara rinci mengenai pembagian harta warisan, setiap anggota keluarga yang menjadi ahli waris telah ditetapkan bagian-bagiannya. Namun tidak semua   keluarga dikaruniai anak, maka sebagian pasangan suami istri mengambil seorang anak untuk dijadikan anak angkat. Bagaimanakah kedudukan anak angkat dalam hukum Islam? Dan apakah ia mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya?Secara nash syar’i yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ditemukan secara eksplisit mengenai harta warisan bagi anak angkat, namun secara implicit semangat Islam senantiasa melindungi setiap anak yang masih membutuhkan perlindungan dan pengasuhan. Oleh  karena  itu  para  ahli  hukum Islam telah  merumuskan adanya wasiat wajibah bagi anak angkat. Wasat wajibah adalah wasiat yang ditetapkan oleh seorang imam (kepala Negara) bagi harta warisan dari seseorang yang memiliki anak angkat yang masih memerlukan pengasuhan. Besarnya wasiat wajibah sebagaimana wasiat secara umum yaitu tidak boleh lebih dari 1/3 dari keseluruhan harta warisan. Beberapa syarat yang berkaitan dengan pelaksanakan wasiat wajibah adalah bahwa anak angkat tersebut masih membutuhkan biaya untuk kebutuhan sehari-harinya. Key Word: Anak Angkat, wasiat wajibah, maqashid Asy-Syari’ah dan imam madzhab
Teori Pengenaan Sanksi Pelanggaran Hukum dan Relevansinya Terhadap Pelanggar Wajib Zakat di Indonesia Imam Yazid
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 2, No 03 (2014)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (533.878 KB) | DOI: 10.30868/am.v2i03.123

Abstract

Rini  Supri  Hartanti  dari  Dompet  Dhuafa  mengatakan  bahwa  potensi  perkiraanpemberian  zakat,  infak  dan  sedekah  (ZIS)  di  tanah  air  mencapai  217  triliun  rupiah. Sementara Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan ADB (Asian Development Bank) menyebut 217 triliun rupiah. Sementara yang tercatat, terhimpun di Asosiasi Lembaga Zakat di Indonesia yaitu Forum Zakat Nasional baru sekitar 1,5 triliun rupiah. Potensi dana zakat diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Partisipasi umat muslim harus terus didorong yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berzakat.Selain kesadaran berzakat, yang harus dilakukan adalah upaya untuk merevisi beberapa aturan yang berkaitan dengan para muzzaki khususnya hukuman atau denda bagi mereka yang wajib untuk mengeluarkan zakat namun tidak mau. Sanksi terhap pelanggar zakat harus ditegakan sebagai perintah dari Allah ta’ala dan tangguung jawab sosial. Kata Kunci: Zakat, Hukum, Sanksi Pelanggaran
IMPLEMENTASI PENGALOKASIAN ZAKAT PADA ASHNÂF FÎ SABÎLILLÂH (STUDI IJTIHAD ULAMA KLASIK DAN KONTEMPORER) Eka Sakti Habibullah
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 3, No 05 (2015)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2048.349 KB) | DOI: 10.30868/am.v3i05.139

Abstract

Zakat adalah  kewajiban syar’i  yang banyak dibahas  dalam  kitab- kitab fiqh turôts(klasik) maupun  kitab-kitab  fiqh mu’âshir  (kontemporer).  Dalam  diskursus  tentang zakat tentu sisi khilâfiyah fiqhiyyah menjadi sesuatu keniscayaan  sebagaimana terjadi dalam diskursus kewajiban  syar’i lainnya. Salah satu yang menjadi ranah perbedaan tersebut adalah masalah ashnaf bagi mustahiq zakat khususnya mengenai golongan fii sabilillah.  Banyaknya perbedaan  pendapat  mengenai  penafsiran  dari  golongan  ini memunculkan minat penelitian  untuk mengkaji lebih jauh  tentang  hal ini. Pendapat yang râjih (kuat) adalah  pendapat pertengahan  berdasarkan  nushûh syari’yah (dalil- dalil syar’i) dan qiyâs tidak memperluas makna fî sabîlillâh   sehingga tidak masuk didalamnya seluruh amal taqarrub  dan semua maslahat umum, serta tidak membatasi maknanya sebatas jihad qitâl saja. Pendapat ini merupakan gabungan antara  uslûb al- hashr (metode pembatasan) sebagaimana  yang ada di dalam surat at-taubah  ayat 60 dan perluasan  makna dalam satu kata yang terdapat  di dalam nushûs al-qurân   dan sunnah. Key Word:  Ashnaf zakat, Fi Sabilillah, Qiyas, Tafsir kontemporer.
RISYWAH (SUAP-MENYUAP) DAN PERBEDAANNYA DENGAN HADIAH DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Kajian Tematik Ayat dan Hadis Tentang Risywah) Haryono Haryono
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 4, No 07 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (917.789 KB) | DOI: 10.30868/am.v4i07.155

Abstract

Risywah atau suap-menyuap merupakan salah penyakit kronis yang hari ini merebak di masyarakat kita. Bukan hanya kelas pejabat tinggi yang melakukan risywah, rakyat biasa pun seringkali terjebak dalam kasus suap-menyuap. Seringkali mereka berdalih dengan hadiah, parcel, gratifikasi atau semacamnya untuk menghalalkan risywah. Faktor yang melatarbelakangi tindakan risywah sangatlah beragam mulai dari memperoleh kepentingan pribadi hingga kelompok.Padahal, negeri ini adalah negeri yang mayoritas penduduknya muslim.  Di  dalam  Islam  sendiri  risywah  merupakan  perbuatan  haram  sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur‟an, Hadits, dan Ijma‟. Pada asalnya hukum risywah adalah haram, namun dalam kondisi darurat risywah dibolehkan dengan syarat-syarat yang sangat ketat.  Dengan  menggunakan  metode  tafsir  maudhui  atau  tafsir  tematik tulisan  ini  fokus membahas hakikat risywah sehingga seseorang bisa membedakan antara risywah dan hadiah yang banyak orang tidak memahaminya. Keywords: suap-menyuap, risywah, perbedaan risywah dan hadiah, macam-macam risywah, solusi risywah
TAFSIR FI SABILILLAH DAN IMPLIKASINYA BAGI CAKUPAN FI SABILILLAH SEBAGAI MUSTAHIK ZAKAT Muhammad Sarbini
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 6, No 01 (2018)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1106.9 KB) | DOI: 10.30868/am.v6i01.243

Abstract

ABSTRACTThis paper proposes the reinterpretation of the characteristics of the recipient of zakát  fī sabīlillāh, between a narrow meaning only for volunteer soldiers who fought in battle and the broad meaning that includes all those who observe obedience. The subject of the recipient of zakát  fī sabīlillāh has been concentrated on the scope of meaning fī sabīlillāh in language and specifically to the word fī sabīlillāh as an expression of the meaning of jihád  and war. The meaning of fī sabīlillāh in the Qur'an and tradition which is primarily meant as the meaning of warfare is felt to be irrelevant to the existence of other references explaining the meaning of sabīlillāh or jihád  for pilgrimage or study, and irrelevant by time. On the other hand, expanding the meaning of sabīlillāh to all those who observe obedience is also considered inaccurate with the purpose and function of zakát  described by the texts of revelation. Therefore, the reinterpretation of the meaning of fi sabīlillāh as jihád  as desired by the revelation itself and on the other hand by the decision of the majority of fiqh scholars mentioned previously, should the sabilillah's evolving meaning remain focused on the meaning of jihád , the purpose of jihád  and the particular characteristics of jihád. Thus, it is found that the two main sides of zakát  legal construction given to the recipient of zakát  Fī sabīlillāh are extensions of meaning based on the basic characteristics of the zakát  meaning, the main purpose, and the function of the zakát  itself which is centered on the state's finances in managing the basic needs of its people.ABSTRAKMakalah ini mengajukan reinterpretasi karakteristik mustahiq zakát  fī sabīlillāh , antara makna sempit hanya untuk tentara relawan yang ikut tempur dalam peperangan dan makna luas yang mencakup semua sisi ketaatan. Bahasan mustahiq zakát  fī sabīlillāh  selama ini terkonsentrasi pada luasnya makna fī sabīlillāh  dalam bahasa dan spesifiknya kata fī sabīlillāh  sebagai ungkapan untuk arti jihád  dan peperangan. Konsep arti fī sabīlillāh  yang di dalam Al-Qur`an dan hadis lebih terarah ditujukan untuk makna peperangan dirasakan tidak relevan dengan adanya nash-nash lain yang menjelaskan arti Fī sabīlillāh atau jihád  untuk haji atau menuntut ilmu, serta tidak relevan pula seiring perubahan zaman dan waktu. Di sisi yang berbeda, memperluas arti Fī sabīlillāh untuk semua bentuk ketaatan juga dipandang tidak akurat dengan tujuan dan fungsi zakát  yang dijelaskan oleh nash-nash wahyu. Karena itu, reinterpretasi tentang arti Fī sabīlillāh sebagai jihád  sebagaimana yang dikehendaki oleh nash-nash wahyu itu sendiri dan di sisi lain oleh keputusan mayoritas ulama fiqih terdahulu, sebaiknya pengembangan arti Fī sabīlillāh dipusatkan pada arti jihád , tujuan jihád  dan karakteristik khusus jihád . Dengan demikian, ditemukan dua sisi pokok konstruksi hukum zakát  yang diberikan kepada mustahiq Fī sabīlillāh, yaitu perluasan makna yang didasarkan pada karakteristik dasar dari makna itu sendiri serta tujuan dan fungsi utama zakát itu sendiri yang memang berpusat pada keuangan negara dalam menata kebutuhan pokok dan dasar rakyatnya.Key Word: zakát  fī sabīlillāh, mustahiq, jihad
KONSTRUK ILMU TAKHRĪJ AL-HADĪTS Rahendra Maya
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 1, No 02 (2013)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.82 KB) | DOI: 10.30868/am.v1i02.118

Abstract

al-Qur’an al-Karīm dan Hadits atau Sunnah Rasulullah     adalah dua sumber primer dan asasi dalam Islam. Hal ini selain telah menjadi konsensus (ijmā’) umat, juga telah menjadi sebuah keyakinan (i’tiqād) yang bulat dan mapan (taken for granted), tidak boleh diganggu gugat.Menurut al-‘Utsaimin, seorang yang menjadikan al-Qur’an sebagai dalil, ia hanya membutuhkan satu perangkat penelitian (nazhar), yaitu penelitian tentang hukum yang dikandung  oleh  nash  al-Qur’an  (al-nazhar  fī dalālah  al-nash  ‘alā al-hukm),  tidak membutuhkan penelitian terhadap musnad atau transmisi periwayatannya, karena al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir, lafazh maupun maknanya (lafzhan wa ma’nan). Sedangkan bagi orang yang ingin menjadikan hadits sebagai dalil, maka ia membutuhkan dua perangkat penelitian sekaligus, yaitu: Pertama; penelitian tentang orisinilitas dan validitas hadits (al- nazhar fī tsubūtihā ‘an al-Nabī  ); apakah benar berasal dari Rasulullah    , karena tidaksetiap hal  yang disandarkan kepada beliau   adalah benar. Kedua; penelitian tentang hukum yang dikandung oleh nash hadits.Untuk itulah, maka penelitian terhadap suatu hadits guna mengetahui tingkat validitasnya sangat signifikan, agar suatu hadits dapat diketahui apakah ia dapat dijadikan hujjah atau tidak dalam menetapkan hukum. Ini berarti mengadakan penelitian ulang terhadap hadits-hadits, terutama dari segi sanadnya yang ditempuh dengan metode takhrīj. Takhrīj pada prinsipnya adalah upaya meneliti kembali atau mengeluarkan suatu hadits dari kitab-kitab hadits, untuk menganalisis keadaan sanadnya, baik aspek kesinambungan transmisi perawi maupun tingkat kredibilitas para perawi. Dengan demikian akan diketahui tingkat  validitas  hadits.  Begitulah  model  takhrīj  ini  –sebagai  suatu  penelitian  ulang– terhadap hadits-hadits yang sudah terhimpun dalam kitab-kitab hadits memerlukan kesungguhan dan ketelitian. Keywords: takhrīj, ilmu takhrīj hadits, dan metodologi takhrīj
DINAMIKA FIQH ISLAM DI INDONESIA Arijulmanan Arijulmanan
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 2, No 04 (2014)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1141.65 KB) | DOI: 10.30868/am.v2i04.134

Abstract

Hukum Islam sebagai hukum universal memiliki sifat yang dinamis, ia akan senantiasa berjalan  sesuai dengan  perkembangan umat manusia.  Sumber-sumber hukum Islam yang qath’i yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah memberikan panduan komprehensif mngenai berbagai permsalahan  yang dihadapi  oleh manusia. Sementara dali-dalil  hukum Islam memberikan petunjuk dan pertimbangan dalam menetapkan suatu hukum dalam Islam.Dinamika  kehidupan  umat  manusia  haruslah  diikuti  dengan  dinamika  fiqh Islam, artinya fiqh harus bisa menjawab setiap permasalahan  yang dihadapi manusia. Dengan ini diharapkan fiqh akan menjadi solusi bagi setiap problematika yang dihadapi oleh manusia. Permasalahannya adalah sejauh mana dinamika hukum Islam bisa ditolerir?Dinamika hukum fiqh Islam tercermin dari prinsip-prinsip hukum Islam yang universal sehingga bisa menyesuaikan dengan waktu, tempat dan keadaan. Dengan dasar ini maka fiqh Islam akan terus berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan manusia. Dinamika fiqh Islam berputar  dalam ruang  lingkup hukum Islam yang tidak ada  nash qath’i dalam al- Qur’an maupun as-Sunnah, jika telah ada nashnya maka dinamika itu hanya sebatas pada syarat dan keadaan yang melingkupinya.  Key Word:  Fiqh Islam, Hukum Islam, Ushul Fiqh, perubahan hukum, adat.
KRITIK PASAL DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WARISAN Kaharudin Adam; Syamsuddin Syamsuddin; Katmono Katmono
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 3, No 06 (2015)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.687 KB) | DOI: 10.30868/am.v3i06.150

Abstract

Hukum merupakan tatanan kehidupan yang bertujuan menciptakan keadilan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu setiap hukum yang dibuat senantiasa harus merefleksikan kehendak masyarakat agar dapat memenuhi rasa keadilan. Hukum yang dibuat pada masa lalu sering kali dirasa tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat saat ini disebabkan berubahnya kondisi sosial masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan. Dalam melakukan perubahan terhadap sebuah tatanan seringkali mengalami berbagai benturan yang memaksa terjadinya tawar menawar antara pihak yang menghendaki perubahan dengan pihak yang mempertahankan kemapanan. Pengaturan ahli waris penganti dalam KHI masih berpotensi timbulnya berbagai penafsiran yang mengakibatkan terjadinya silang pendapat baik di kalangan akademisi maupun praktisi.Sumber permasalahan terletak pada sifat tentatifnya penggantian ahli waris, kedudukan ahli waris pengganti, dan jangkauan keberlakuan penggantian ahli waris. Akibat dari perbedaan sudut pandang tersebut mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum serta dapat menimbulkan ketidakadilan akibat digunakannya opsi yang menguntungkan. Kata Kunci: Hukum Islam, KHI, Waris
KONSEP AL JU’ALAH DAN MODEL APLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Haryono Haryono
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 5, No 09 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1003.934 KB) | DOI: 10.30868/am.v5i09.187

Abstract

Hari ini banyak sekali penelitian di berbagai bidang keilmuan danteknologi untuk mendukung kemajuan zaman. Lembaga-lembaga research punbermunculan dan berani membiayai berbagai penelitian meskipun dengan biayasangat tinggi. Seringkali mereka memotivasi dengan memberikan reward yangmenggiurkan bagi siapa saja yang mampu menemukan atau menghasilkanpenelitian bermanfaat. Konsep seperti ini sebenarnya bukanlah konsep yangbaru di dalam agama Islam. Konsep inilah yang secara ringkas disebut dengankonsep al Jualah di dalam pranata hukum Islam.Konsep al Ju’alah merupakan bukti konkrit keluhuran agama Islam yangmenghargai jerih payah dan hak cipta. Konsep ini juga selaras denganprofesionalitas kerja yang sangat dihargai oleh masyarakat modern; yaitumemberikan penghargaan sesuai dengan beratnya beban pekerjaan. Imbalanatau komisi yang bersifat lazim dalam akad al Ju’alah merupakan bukti bahwaIslam adalah agama yang konsekuen dan konsisten dalam memegang prinsipkejujuran. Keselarasan hukum Islam inilah yang menjadikan aturan Islam selalurelevan dengan perkembangan zaman.Selain selaras dengan prinsip profesionalitas kerja, Al Ju’alah memicudan mamacu banyak pihak untuk berlomba-lomba dalam bidang kreativitas.Kejumudan dan kebekuan berfikir seringkali terbuka dengan diaplikasikannyakonsep al Ju’alah di berbagai bidang kehidupan. Kontribusi konsep al Ju’alah sangat besar dalam mendorong kemajuanmasyarakat di berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, bisnis, dan Iptek.Di samping itu, konsep ini juga merupakan bentuk ta’awun alal birri wa taqwa(tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan) untuk membangunmasyarakat Islami yang modern, maju, dan berkepribadian luhur dalambermuamalah.Keywords; konsep al Ju’alah, profesionalitas kerja, hak cipta, aplikasi AlJu’alah, pranata hukum Islam, Ijarah, Luqhatah.
TEORI ‘Urf DALAM SISTEM HUKUM ISLAM STUDI JUAL BELI IJON PADA MASYARAKAT KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH Abdurrahman Misno
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 1, No 02 (2013)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (487.563 KB) | DOI: 10.30868/am.v1i02.113

Abstract

Manusia adalah makhluk sosial, ia tidak bisa hidup seorang diri tanpa kehadiranorang lain di sekitarnya. Kebutuhan kepada orang lain pada diri manusia dikarenakan ia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya seorang diri, maka ia membutuhkan orang lain yang dapat membantu memenuhi kebutuhan hidupnya.Praktek jual beli dengan obyek benda yang belum jelas atau masih belum ada dilakukan oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia, sebagai sebuah kebutuhan maka ia memang tidak bisa dihentikan atau dilarang. Apalagi jika hal tersebut telah menjadi kesepakatan masyarakat, dalam hal ini jika suatu masyarakat menganggap dan meyakini bahwa jual beli yang dilakukan tersebut tetap sah walaupun benda yang mereka jadikan obyek transaksi tidak ada atau belum ada. Dalam transaksi ini masyarakat merasa saling diuntungkan dan tidak ada satu pihakpun yang merasa dirugikan. Maka kesepakatan ini menjadi satu hukum yang diakui secara bersama dan menjadi adat kebiasaan mereka. Kata Kunci: Teori ‘Urf, Sistem Hukum Islam

Page 1 of 25 | Total Record : 248