cover
Contact Name
Chrisna Bagus Edhita Praja
Contact Email
chrisnabagus@ummgl.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
variajusticia@ummgl.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. magelang,
Jawa tengah
INDONESIA
Varia Justicia
ISSN : 19073216     EISSN : 25795198     DOI : -
Core Subject : Social,
Varia Justicia (ISSN 2579-5198) is a peer-reviewed Journal of Legal Studies developed by the Faculty of Law, Universitas Muhammadiyah Magelang. This journal publishes biannually (March and October). The scopes of Varia Justicia, but not limited to, are: Constitutional Law, Criminal Law, Civil Law, Islamic Law, Environmental Law, Human Rights, International Law, and also interconnection study with Legal Studies. Varia Justicia has been indexed by Google Scholar, Directory of Open Access Journal (DOAJ), Sinta, IPI, Worldcat and others.
Arjuna Subject : -
Articles 165 Documents
PELAKSANAAN DEPONERING DALAM PERSPEKTIF ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW Kurnianto, Diska; Susila, Agna; Kurniaty, Yulia
Varia Justicia Vol 13 No 1 (2017): Vol 13 No. 1 Maret 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.074 KB)

Abstract

       This study examines and analyzes related criminal cases abuse in the criminal justice system in Indonesia under Law No. 16 of 2004 on the Prosecutor of the Republic Indonesia by closing a criminal case under the Code of Criminal Procedure (Criminal Procedure Code). This research method using a normative juridical approach to law (Statute Approach). Primary legal materials, secondary, and tertiary obtained by the author will be analyzed using analytical techniques interpretation of the law, namely: Content Analysis, which is used as a reference in resolving legal issues that become the object of study.        From the research results to the above method, the authors obtain answers to existing problems that the implementation case abuse accordance with the principles of opportunity in Article 35 letter c of Law Number 16 of 2004 on the Prosecutor of the Republic of Indonesia is still relatively small only be carried out by the Attorney General as the head chief prosecutor Court of the Republic of Indonesia in excluding criminal cases, and the closure of the case can be implemented by all prosecutors as the public prosecutor (prosecutor) without a process of public interest but can only be enforced closure of the case in the interest of law-related problems that menyangkat communities concerned in criminal cases.
PELAKSANAAN POLIGAMI BAGI PNS DI KABUPATEN MAGELANG Agus Ginanjar, Muhammad; Sulistyaningsih, Puji; heniyatun, heniyatun
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.697 KB)

Abstract

Undang-undang perkawinan telah mengatur seorang calon suami memungkinkan untuk menikah lebih dari seorang (poligami), hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 azas monogami tidak mutlak. Undang-undang Perkawinan memberikan pembatasan yang cukup berat, yaitu berupa suatu pemenuhan dengan melengkapi syarat-syarat poligami dengan alasan yang tertentu dan izin Pengadilan yang sudah diatur dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Perkawinan jo Pasal 55, 56, 57, 58, 59 KHI dan juga pengaturan bagi seorang Pegawai Negeri Sipil di dalam Pasal 4, 5, 9, dan 10 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 yang memungkinkan seseorang pegawai negeri sipil diperbolehkan untuk beristri lebih dari seorang. Berdasarkan hal tersebut maka penulis memandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai poligami PNS, yaitu dengan mengambil judul :    “ Pelaksanaan Poligami bagi PNS di Kabupaten Magelang “. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Bahan penelitian menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Spesifkasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis. Metode populasi dan sampel yang peneliti gunakan adalah dengan metode Non Random Sampling, dan Purposif Sampling. Alat penelitian meliputi studi kepustakaan dan wawancara terbuka. Metode analisis data penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur pelaksanaan poligami bagi PNS di kabupaten Magelang pada dasarnya sama seperti prosedur yang dilakukan poligami selain PNS yaitu harus memenuhi syarat alternatif dan syarat kumulatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur poligami secara umum adapun perbedaannya adalah adanya syarat tambahan yaitu harus ada ijin dari pejabat yang berwenang di instansi yang terkait. Adapun masalah yang timbul dalam pelaksanaan poligami bagi PNS terutama berkaitan dengan proses permohonan ijin dari pejabat sampai dengan pengadilan yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu masalah yang umum adalah kurangnya kesadaran para istri PNS untuk bisa menerima keinginan suami untuk berpoligami sehingga syarat adanya ijin dari istri sangat sulit untuk di peroleh.  Adapun masalah lain adalah masih minimnya gaji PNS sehingga kemungkinan besar tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya apabila berpoligami. Adapun cara mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan poligami bagi PNS adalah hendaknya pemerintah memperketat ijin poligami bagi PNS dan lebih tegas dalam memberi sanksi kepada pelaku poligami yang tidak sesuai dengan peraturan.
PERJANJIAN BOT (BUILD OPERATE AND TRANSFER) ANTARA PT. SEAWORLD INDONESIA DENGAN PT PEMBANGUNAN JAYA ANCOL Tbk Chandra Adcha Mita, Arasina; Heniyatun, Heniyatun
Varia Justicia Vol 11 No 2 (2015): Vol 11 No. 2 Oktober 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.451 KB)

Abstract

Cooperation Cooperation BOT build operate and transfer (BOT) is a form of cooperation agreements carried out between holders of land rights to the investor which holders of land rights would entitle the investor to erect a building for the duration of the agreement to transfer ownership of the building to holders of land rights after a period ofwake up in order to deliver an end. One form of the agreement made by PT. Jaya Ancol construction with vehicle manager of Sea World for 20 years ended 20 September 2014. This thesis entitled "Agreement Bot (Build Operate And Transfer) between PT.Seaworld Indonesia with PT Building Jaya Ancol Tbk ". The purpose of this study was to determine the problems that arise in the implementation of BOT agreement between PT. Sea Wold Indonesia with PT. Jaya Ancol Tbk development and how its completion. The research method using normative juridical approach. Materials research using primary and secondary data, specifications research using descriptive analytical research, libraries and research tools using interviews, interview techniques and research data analysis method by means of qualitative methods. Based on the research that the differences in perception by each of the parties to cause problems in the BOT agreement. PT. Jaya Ancol development assume that the clause 8 subsection 5 of the Agreement between PT. Development Jaya Ancol Tbk and Sea World considers that the current agreement expires, PT. Sea World Indonesia handing back land and building project to PT. Jaya Ancol Tbk development, including supporting infrastructure and its management rights. The guidelines are used as Sea World Indonesia is clause 8 subsection  6 which states PT. Sea World Indonesia, have a perception extend the management for a maximum of 20 years, and shall notify in writing the Jaya Ancol no later than one year agreement period expires. PT. Sea World is obliged to hand over the building and its assets to PT. Development Jaya Ancol Tbk because the agreement has expired according to the agreement specified in the agreement. The decision of Supreme Court of Supreme Court (MA) concerning a dispute between PT. Development Jaya Ancol Tbk and PT. Sea World Indonesia resulted in the decision that the Supreme Court granted the petition of the Petitioners stating that the extension does not apply immediately or automatic but conditional can be extended with a new agreement that was agreed Petitioner and Respondent Convention Convention.  Respondent punish the Convention to submit the building, including equipment, facilities and other inventory items.
Regulasi Pengelolaan Likuiditas Bank melalui Kewajiban Penerapan Net Stable Funding Ratio (NSFR) sebagai Upaya Menciptakan Perbankan yang Sehat Handayani, Tri; Abubakar, Lastuti
Varia Justicia Vol 14 No 1 (2018): Vol 14 No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.507 KB) | DOI: 10.31603/variajusticia.v14i1.2039

Abstract

Pengalaman krisis tahun 2008 menunjukkan bahwa permodalan yang kuat tidak menjamin Bank mampu bertahan menghadapi krisis. Kesulitan yang dihadapi sebagian besar Bank pada saat itu disebabkan antara lain oleh ketidakmampuan Bank dalam memenuhi standar terkait prinsip dasar pengukuran dan penerapan manajemen risiko likuiditas. Oleh karena itu kerangka Basel III yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) menyempurnakan kerangka permodalan yang ada (Basel II). Berdasarkan ketetntuan Basel III setiap Bank diwajibkan memenuhi Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang diharapkan dapat memperkuat sisi kesehatan dan daya tahan individual bank dalam menghadapi krisis. Sebagai tindak lanjut kewajiban penerapan NSFR, OJK telah menerbitkan POJK No: 50/POJK.03/2017 Tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih yang bertujuan mengurangi risiko likuiditas terkait sumber pendanaan untuk jangka waktu yang lebih panjang dengan mensyaratkan bank untuk mendanai aktivitas dengan sumber dana stabil yang memadai dalam rangka memitigasi risiko kesulitan pendanaan pada masa depan. tulisan ini akan mengkaji dan mengalisis aspek hukum terkait kewajiban pemenuhan NSFR sebagai upaya pengelolaan likuiditas Bank dan implikasi yuridisnya terhadap pengawasan Bank sebagai upaya menciptakan perbankan yang sehat. Penelitian bersifat deskriptif analitis, yaitu membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengani fakta-fakta. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative dengan pendekatan Undang – Undang (Statue approach) dan pendekatan konsep (Conceptual Approach). Kewajiban pemenuhan NSFR sebagai upaya pengelolaan likuiditas ini merupakan bagian dari pengawasan mikroprudensial yang menjadi kewenangan OJK, yang juga berkaitan dengan kebijakan makroprudensial yang menjadi kewenangan Bank Indonesia. Dalam hal Bank mengalami kesulitan likuiditas, maka Bank Indonesia sebagai lender of the last resort.
ASAS KESALAHAN DALAM STATUTA ROMA Basri, Basri
Varia Justicia Vol 11 No 1 (2015): Vol 11 No. 1 Maret 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (127.815 KB)

Abstract

Asas kesalahan adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana.Pertanggungjawaban pidana (mens rea), adalah menunjuk kepada unsur-unsurpembuat delik, yaitu mengenai sikap batin pelaku perbuatan pidana. Jadi menyangkutsegi subjektif dari si pembuat. Asas dalam pertanggungjawaban pidana adalah “tidakdipidana jika tidak ada kesalahan”. Jadi, pokok persoalan dalam pertanggungjawabanpidana adalah kesalahan si pembuat. Tentang asas kesalahan dalam Statuta Romadapat dilihat pada rumusan Pasal 30 yang mengatur masalah kesalahan (mens rea),yaitu “elemen mental”. Jadi berkaitan dengan unsur subjektif daripertanggungjawaban pidana. Dari Pasal 30 ini ada beberapa hal yang dapat diketahui,yaitu: (1) Seseorang akan dipertanggungjawabkan dan dapat jatuhi pidana untukkejahatan yang berada dalam jurisdiksi Pengadilan jika elemen mental telah dilakukandengan sengaja (intent) dan dengan sepengetahuan (knowledge). (2) Seseorangdikatakan sengaja apabila: (a), dalam hubungan dengan perbuatan orang itubermaksud untuk melakukan perbuatan tersebut, (b) dalam hubungan dengan akibat,orang itu bermaksud untuk menimbulkan akibat itu atau menyadari bahwa akibat akanterjadi dari kejadian tersebut, dan (3) Dengan sepengetahuan berarti kesadaran bahwaada keadaan atau konsekuensi akan terjadi dalam peristiwa itu.
KEPASTIAN HUKUM PENGGADAIAN HARTA BERSAMA TANPA IZIN DARI SALAH SATU PASANGAN DALAM PERKAWINAN (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH SYAR’IYAH NOMOR :0049/Pdt.G/2014/Ms-Aceh) Erwinsyahbana, Tengku; Valini Tanjung, Vivi Lia
Varia Justicia Vol 13 No 1 (2017): Vol 13 No. 1 Maret 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.566 KB)

Abstract

Seseorang yang menguasai barang bergerak, dianggap sebagai pemilik, apabila berhutang kepada lembaga gadai, maka barang bergerak yang dikuasai dapat dijadikan sebagai jaminan bagi pelunasan hutangnya. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, ditentukan bahwa jika seorang suami atau isteri, bermaksud melakukan perbuatan hukum yang objeknya terkait dengan harta bersama, maka perbuatan hukum tersebut harus didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak. Ironisnya dalam praktik penggadaian yang objeknya adalah harta bersama, maka persetujuan seperti yang dimaksudkan tidak pernah diminta-kan. Kenyataan yuridis seperti ini menarik untuk diteliti dan dianalisis, yang tujuannya adalah untuk mengetahui kepastian hukum pelaksanaan gadai yang objeknya adalah harta bersama. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, yang bersifat deskriptif. Data penelitian berupa data sekunder, sehingga metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumen, sedangkan analisisnya dilakukan secara yuridis kualitatif. Dalam hasil penelitian disimpulkan bahwa gadai terhadap harta bersama dalam perkawinan tanpa adanya persetujuan pasangan suami isteri adalah batal demi hukum, oleh sebab itu disarankan agar pemerintah segera memper-baharui aturan hukum demi menjamin kepastian hukum terhadap pelaksanaan gadai.
PELAKSANAAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN OLEH PRESIDEN PASCA AMANDEMEN UUD 1945 (STUDI PERIODE 2004-2009) Susanto, Edy; Budiharto, Budiharto; Suharso, Suharso; Sintha Dewi, Dyah Adriantini
Varia Justicia Vol 10 No 2 (2014): Vol 10 No. 2 Oktober 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.433 KB)

Abstract

Dalam praktik ketatanegaraan yang terjadi, fenomena yang berjalan selama empat dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan pengaturan sistem bernegara yang lebih berat ke lembaga eksekutif (executive heavy). Posisi presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan yang tidak jelas batasan wewenangnya dapat berkembang ke arah yang negatif berupa penyalahgunaan wewenang. Kekuasaan pemerintahan yang ada pada presiden, atau biasa disebut dengan kekuasaan eksekutif, merupakan konsekuensi dianutnya sistem pemerintahan presidensil oleh UUD 1945. Studi ini ingin menjadi bagian dari wacana tentang kekuasaan pemerintahan oleh Presiden dan kekuasaannya sebagai Kepala Negara. Dalam studi ini dipaparkan dan dianalisis kekuasaan pemerintahan dan Presiden sebagai Kepala Negara, yang secara normatif didasarkan pada UUD1945 pasca amandemen Metode penelitian yang digunakan dalam studi atau penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menekankan pada penelitian pustaka. Penelitian pustaka berarti akan lebih banyak menelaah dan mengkaji bahan hukum yang diperoleh dari penelitian pustaka saja dan tidak diperlukan penyusunan atau perumusan hipotesis. Penelitian tersebut dapat dilakukan terutama terhadap hukum primer dan skunder sepanjang bahan-bahan tadi mengadung kaidah-kaidah hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 selesai. Namun dengan telah diselesaikannya reformasi konstitusi, muncul gejala dominasi Legislatif setelah reformasi digulirkan sampai saat ini menunjukkan tanda-tanda kecenderungan penyimpangan kekuasaan oleh lembaga perwakilan dan bertendensi lemahnya lembaga eksekutif. Adapun solusi terhadap hambatan tersebut, sebagai langkah nyata di Indonesia dalam hal sistem pemerintahan sesudah perubahan UUD 1945 harus menerapkan sistem presidensil, bukan dimaksudkan sebagai suatu bentuk campuran. Lebih-lebih karena pada saat ini (setelah perubahan UUD 1945) dan kedepan. Presiden disatu pihak dipilih langsung, dan dipihak lain tidak lagi bertanggungjawab kepada MPR, maka sistem presidensil di Indonesia menjadi lebih murni.
ANALISIS PERIZINAN PENDIRIAN ALFAMART DAN DAMPAK NEGATIF TERHADAP PERUSAHAAN PERORANGAN DI SEKITARNYA Niko Hasbi, Ghassan; Dina Maulaya Adhisyah, Siti Vickie; Irmawan, Achmat
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.926 KB)

Abstract

Perkembangan teknologi dan pertumbuhan perekonomian di Indonesia sekarang ini, menjadikan perusahaan-perusahaan waralaba lokal semakin berkembang pesat diantaranya Alfamart dan Indomaret. Pesatnya pertumbuhan penjualan sistem waralaba disebabkan faktor popularitas franchise.  Hal ini tercermin dari kemampuannya untuk menawarkan suatu bidang usaha yang probabilitas keberhasilannya tinggi. Namun keberhasilan ini tentu tidak lepas dari dampak negatif yang timbul terhadap perusahaan perorangan disekitarnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa adanya jarak yang sangat berdekatan antar minimarket bisa berdampak negatif karena mereka akan berlomba-lomba untuk mendapatkan konsumen yang banyak dengan cara program diskon melalui kartu anggota (member card) dan program diskon produk pada bulan-bulan tertentu, sehingga efeknya juga akan berdampak pada pengusaha kecil di sekitar minimarket , karena dengan modal yang kecil tidak akan bisa bersaing dengan minimarket tersebut. Ini merupakan salah satu indikator persaingan tidak sehat yaitu persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha dimana yang melihat kondisi pasar yang tidak sehat (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat). Upaya pemerintah Kota Magelang untuk mengatasi semakin banyaknya toko modern  maka dikeluarkan kebijakan dari Walikota yaitu dengan membatasi jumlah toko modern di Kota Magelang yaitu hanya 20 gerai. Hal ini tentu saja sangat membantu pedagang kecil atau perusahaan perseorangan yang ada di Kota Magelang. Selain itu juga digalakkan program kemitraan usaha antara toko modern dengan UMKM yang ada di wilayah Kota Magelang dalam hal kerjasama pemasaran yaitu dalam bentuk (1)Memasarkan barang produk UMKM yang dikemas atau dikemas ulang (repacking) dengan merek pemilik barang, toko modern atau merek lain yang disepakati dalam rangka meningkatkan nilai jual barang(2) Memasarkan produk hasil UMKM melalui etalase atau outlet dari toko modern. Serta dikeluarkan kebijakan yang baru-baru ini dilaksanakan yaitu bahwa toko modern tidak boleh buka selama 24 jam, maka jika ada toko modern yang masih  memasang tanda buka 24 jam akan dicopot oleh Satpol PP. Hal ini dimaksudkan karena di Kota Magelang terdapat pasar tradisional yang buka di malam hari (pasar malam) sehingga memberikan peluang bagi para pedangang di pasar tradisional untuk lebih meningkatkan penghasilannya.
Back Matter Edhita Praja, Chrisna Bagus
Varia Justicia Vol 14 No 1 (2018): Vol 14 No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.71 KB)

Abstract

IMPLEMENTASI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI DOKTER/ DOKTER GIGI YANG TIDAK MEMBUAT REKAM MEDIK SESUAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN Hariyono, Totok; Susila, Agna
Varia Justicia Vol 11 No 2 (2015): Vol 11 No. 2 Oktober 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.451 KB)

Abstract

Dokter dan dokter gigi adalah dokter , dokter spesialis dokter gigi, dan dokter spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran baik di dalam maupun luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak dan kewajiban dokter/ dokter gigi diatur dalam UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, diantaranya tentang rekam medik. Salah satu kewajiban dokter/  dokter gigi adalah membuat Rekam Medik. Pasien mempunyai hak untuk memperoleh isi rekam medik. Mengabaikan rekam medik akan berakibat sanksi pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 79 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Oleh karena itulah Penulis melakukan karya ilmiah dengan judul “ Implementasi pertanggungjawaban pidana bagi dokter/dokter gigi yang tidak membuat rekam medik sesuai UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran”. Rumusan masalah dalam karya ilmiah ini yang pertama Apakah  Rekam medik di Rumah Sakit Tingkat II dr Soedjono Magelang telah dilaksanakan sesuai UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ? kedua Bagaimana pertanggungjawaban  pidana bagi dokter / dokter gigi yang tidak membuat Rekam medik sesuai dengan UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ? yang ketiga Apa saja langkah yang telah dilakukan oleh kepala Rumah sakit tingkat II dr Soedjono Magelang agar Rekam medik berjalan sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ? Karya ilmiah ini menggunakan metode normative empiris untuk mengetahui apakah hukum positif masih sesuai atau tidak dalam pelayanan kedokteran. Spesifikasi karya ilmiah ini adalah deskriptif analitik. Data diperoleh dari data primer dan sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan dan wawancara dan obeservasi langsung di lapangan. Hasil karya ilmiah ini adalah sanksi pidana bagi dokter / dokter gigi yang tidak membuat rekam medik tidak bisa dilaksanakan karena syarat – syarat untuk dapat dipidananya seseorang tidak terpenuhi. Dokter/dokter gigi melaksanakan ketentuan Undang-Undang, rumusan Pasal 79  UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran belum jelas maksudnya dan hubungan dokter /dokter gigi dengan pasien diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya Pasal 79 perlu direvisi agar tidak menimbulkan kekacauan pengaturan hukum dalam pelayanan kesehatan.

Page 1 of 17 | Total Record : 165