cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
BULETIN OSEANOGRAFI MARINA
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 20893507     EISSN : 25500015     DOI : -
Core Subject : Science,
Buletin Oseanografi Marina (BULOMA) adalah jurnal yang menginformasikan hasil penelitian dan telaah pustaka tentang aspek Oseanografi, Ilmu Kelautan, Biologi Laut, Geologi Laut, Dinamika Laut dan Samudera, Estuari, Kajian Enerji Alternatif, Mitigasi Bencana, Sumberdaya Alam Pesisir, Laut dan Samudera.
Arjuna Subject : -
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina" : 11 Documents clear
Rasio Organik Karbon Terhadap Fosfor Dalam Sedimen Di Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang Lilik Maslukah; Sri Yulina Wulandari; Aryani Yasrida
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.535 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15740

Abstract

Sedimen dasar diambil dari estuari Banjir Kanal Barat Semarang. Metode pengabuan digunakan untuk menentukan  karbon organik dan fosfor organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi karbon organik berkisar antara 0,07-0,71% dengan nilai rerata 0,34% dan konsentrasi fosfor organik antara 1,0-3,4 µmol.gr-1dengan nilai rerata 1,98 µmol.gr-1. Hasil perhitungan rasio OC/OP menunjukkan kisaran 2,3-358 dengan nilai rerata 169. Sumber utama material organik dalam sedimen berasal dari daratan dan unsur P lebih reaktif daripada karbon. Keberadaan OC tidak langsung menentukan distribusi OP. Selain organik karbon, distribusi OP dipengaruhi oleh jenis sedimen dan parameter lain seperti arus dan kedalaman. The bottom of sediment is taken from the estuary Banjir Kanal Barat, Semarang. Spying method used to determine organic carbon and the organic phosphorus. The results showed that the concentration of organic carbon ranged between 0.07-0.71 %  with an average value 0,34% and concentration of organic phosphorus between 1,0-3,4 µmol.gr-1 with an average value 1,98 µmol.gr-1. OC / OP ratio calculation results show the range of 2,3-358 with mean value 169. The main source of organic material in the sediment comes from the teresstrial and the P element is more reactive than carbon. The existence of OC indirectly determines the distribution of OP. In addition to organic carbon, the OP distribution is influenced by sedyment type and other parameters such as current and depth.
Biomassa dan Estimasi Simpanan Karbon pada Ekosistem Padang Lamun di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Kepulauan Karimunjawa Retno Hartati; Ibnu Pratikto; Tria Nidya Pratiwi
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.963 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15746

Abstract

Isu blue carbon telah menjadi perhatian dunia, melalui konsep UNEP 2009 yang telah memasukan vegetasi padang lamun sebagai penyerap karbon di lautan. Penyerapan karbon yang disimpan melalui sedimen dan jaringan pada lamun dalam bentuk biomassa. Penelitian yang dilakukan di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Karimunjawa bertujuan untuk melihat tingkat kerapatan, tutupan  dan penyerapan karbon yang tersimpan dalam biomassa jaringan lamun (akar, rhizoma dan daun). Kerapatan serta tutupan lamun diukur dengan melakukan sampling lapangan menggunakan metode transek kuadrat 1m x 1m, identifikasi jenis lamun melihat panduan dari buku seagrasswatch. Hubungan kerapatan, biomassa dilakukan untuk melihat nilai kandungan karbon pada lamun. Sampling kerapatan, tutupan lamun dan nilai biomassa dilakukan pada semua titik, sedangkan untuk analisa karbon pada metode pengabuan dilakukan pada titik 50 m yang kemudian dikonversikan dengan nilai biomassa pada titik lainnya. Hasil pada penelitian ini ditemukan 8 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, dan Halophila decipiens. Cymodocea rotundata mendominasi dikedua lokasi dengan kerapatan mencapai 1030 ind/m2. Nilai biomassa dibawah substrat (554,54 gbk/m2) lebih besar dibandingkan nilai biomassa diatas substrat (342,72 gbk/m2) diikuti nilai kandungan karbon dibawah substrat (193,31 gC/m2) yang lebih besar dibandingkan nilai kandungan karbon diatas substrat (119,99 gC/m2). Total kandungan karbon pada lokasi Pulau Menjangan Kecil adalah 32,18 ton karbon/ha dan Pulau Sintok adalah 4,18 ton karbon/ha. Blue carbon issue has become worldwide attention, UNEP through the concept of 2009 which has been to include vegetation seagrass beds as an absorbent of carbon in the ocean. The absorption of carbon that is stored through sediment and tissue in seagrass beds in the form of biomass. Research conducted on the island of Menjangan Kecil and island Sintok, Karimunjawa is to look at the level density, covering and absorption of carbon which is in biomass tissue seagrass ( the root, rhizoma and leaves ). Cover of seagrass density was measured by sampling the field using transect method 1m x 1m squares, identification of types of seagrass guidance from seagrasswatch book. Relationships density, biomass is made to see the value of the carbon content in the seagrass. Sampling density, seagrass cover and biomass values performed on all points, while carbon analysis on ashing method performed at the point of 50 m which is then converted to the value of biomass at another point. The results of the present study found 8 species of seagrasses that Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, and Halophila decipiens. Cymodocea rotundata dominate in both locations with densities reaching 1030 ind/m2. Value biomass below the substrate (554.54 gbk/m2) indicates a value greater than the value of the biomass above the substrate (342.72 gbk/m2) followed by the value of the carbon content below the substrate (193.31 gC/m2) which is greater than the value carbon content above the substrate (119.99 gC/m2). Total carbon content in locations Menjangan Kecil Island is 32.18 tons of carbon and Sintok island was 4.18 tons of carbon.
Pengukuran Sistem Karbon Dioksida (Co2) Sebagai Data Dasar Penentuan Fluks Karbon Di Perairan Jepara Indra Budi Prasetyawan; Lilik Maslukah; Azis Rifai
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1330.86 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15736

Abstract

Sistem CO2 dalam perairan adalah dalam bentuk gas (CO2), asam bikarbonat, ion bikarbonat dan ion karbonat. Jumlah total dari semua bentuk sistem CO2 disebut konsentrasi total CO2 [∑CO2] dan sering disebut karbon anorganik terlarut (Dissolved Inorganic Carbon/DIC). Keberadaan karbon anorganik ini berperan penting dalam reaksi kimiawi di dalam perairan. Pertukaran (fluks) karbon anorganik juga berperan penting dalam mengontrol pH di laut dan juga menentukan perairan sebagai source karbon (sumber) atau sink karbon (penyimpan). Perbedaan tekanan parsial karbon menentukan pertukaran antara atmosfir dan lautan. Untuk mengetahui variabilitas pertukaran CO2 antara laut dan atmosfer diperlukan pengukuran sistem CO2. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengkaji distribusi spasial karbon anorganik terlarut di Perairan Jepara dan hubungannya dengan faktor-faktor fisika-kimia perairan yang meliputi suhu, pH, alkalinitas, salinitas dan DO. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Pengukuran karbon anorganik terlarut, alkalinitas dan oksigen terlarut menggunakan metode titrasi. Hasil analisa data ditampilkan dalam bentuk peta sebaran dengan menggunakan program ArGIS. Berdasarkan hasil penelitian di Perairan Jepara diperoleh kesimpulan sebagai berikut bahwa semua stasiun kecuali stasiun 11 memiliki nilai temperatur berkisar antara 29 – 300C, hal ini dikarenakan pengukuran berada di perairan terbuka dan dekat dengan daratan sehingga energi matahari lebih efektif meningkatkan temperatur air laut. Nilai salinitas terendah berada di Stasiun 1 yang letaknya berada di mulut muara Sungai Serang dengan nilai 28.70/00, hal ini di karenakan adanya masukan air tawar yang memiliki salinitas yang rendah.Kandungan DO yang rendah berkisar 2.4 ppm – 2.56 ppm dikarenakan masuknya bahan-bahan organik ke perairan Jepara sehingga membutuhkan oksigen yang banyak untuk menguraikannya.Dari hasil analisis di laboratorium terhadap 12 sampel air laut Perairan Jepara, menunjukkan bahwa kandungan CO2 berkisar antara 4.6 ppm – 24.1 ppm. Stasiun 1 dan Stasiun 2 yang terletak di dekat muara Sungai Serang memiliki kandungan CO2 yang lebih besar dibandingkan Stasiun-Stasiun lainnya.  CO2 in the water system is in gaseous form (CO2), the bicarbonate acid, bicarbonate ions and carbonate ions. The total amount of all forms of the CO2 system called total concentration of CO2 [ΣCO2] and is often called the dissolved inorganic carbon (Dissolved Inorganic Carbon / DIC). The existence of inorganic carbon plays an important role in the chemical reactions in the water. Exchange (flux) inorganic carbon is also important in controlling pH in the ocean and also determines the waters as a source of carbon (sources) or a carbon sink (storage). Differences partial pressure of carbon determines the exchange between the atmosphere and oceans. To determine the variability of the exchange of CO2 between the ocean and atmospheric CO2 system measurement required. The main objective of this study is to examine the spatial distribution of dissolved inorganic carbon in the waters of Jepara and its association with factors physico-chemical marine waters of pH, alkalinity, salinity and chlorophyll. The method used in this research is quantitative. Measurement of dissolved inorganic carbon, alkalinity and dissolved oxygen using titration methods. Results of analysis of the data shown in the form of distribution maps using ARGIS program. Based on the result of research of Jepara Waters, inferred that all Stations except Station 11 has temperature value ranged 29 – 300C, it is caused that the measurements conducted in open ocean and close to land therefore sun energy more effective to increase sea water temperature. The lowest salinity at the Station 1 located at the mouth of Serang River is 28.70/00, it is caused by the existence of river discharge which has low salinity. The low DO ranged 2.4 ppm – 2.56 ppm caused by the input of organic materials into Jepara Waters. According to analysis result at the laboratorium to 12 water samples in the Jepara Waters, showing the value of CO2 ranged from 4.6 ppm – 24.1 ppm. Station 1 and Station 2 that are located at the river mouth contain higher CO2 than the other stations. 
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Padina sp. Dari Perairan Bandengan Jepara Dengan Metode Transfer Elektron Jelita Rahma Hidayati; Ali Ridlo; Rini Pramesti
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (622.165 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15742

Abstract

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat atau mencegah reaksi oksidasi. Antioksidan sintetik kurang aman bagi kesehatan karena bersifat karsinogen, sehingga diperlukan sumber antioksidan alami seperti Padina sp. yang mengandung senyawa bioaktif seperti fenolat, klorofil a, karotenoid dan β-karoten. Padina sp. diambil dari Perairan Bandengan Jepara dan dikeringkan dengan Solar Tunnel Dryer (STD) selama 3 hari. Sampel dimaserasi secara bertingkat dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol lalu diuapkan dengan rotary evaporator. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl) sebagai radikal bebas. Nilai IC50digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada sampel yang diinkubasi selama 30 menit dan diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 514 nm. Kandungan total fenolat diuji menggunakan larutan Folin-Ciocalteu dengan asam galat sebagai standar yang diukur pada panjang gelombang 725 nm. Kandungan klorofil a diukur pada panjang gelombang 663 nm dan 645 nm sedangkan karotenoid diukur pada panjang gelombang 480 nm. Hasil penelitian menunjukkan nilai IC50  terbaik dicapai ekstrak etil asetat yaitu 137,02 ppm, diikuti ekstrak n-heksana 1234,41 ppm dan ekstrak metanol 1554,45 ppm. Kandungan total fenolat tertinggi dicapai pada ekstrak etil asetat yaitu 12,09 mg GAE/g sampel, diikuti ekstrak n-heksana 9,32 mg GAE/g sampel dan ekstrak metanol 0,22 mg GAE/g sampel. Kandungan klorofil a tertinggi dicapai ekstrak etil asetat yaitu 2,67 mg/g sampel , diikuti ekstrak metanol 0,39 mg/g sampel dan ekstrak n-heksana 0,30 mg /g sampel. sampel). Kandungan karotenoid tertinggi dicapai ekstrak etil asetat yaitu 5,37 µ mol/g sampel, diikuti ekstrak n-heksana 1,85 µ mol/g sampel dan ekstrak metanol 0,53 µ mol/g sampel. Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antioksidan kategori sedang dan ekstrak metanol serta n-heksana memiliki aktivitas antioksidan kategori sangat lemah. Antioxidant are the compounds capable to inhibit and prevent oxidation reaction. Synthetic antioxidant less safe for health because it is a carsinogen, so required source of natural antioxidant as Padina sp. that contains bioactive compounds as fenolat, chlorophyll a, carotenoid and β-caroten. Padina sp was taken from Bandengan water Jepara and dried with Solar Tunnel Dryer (STD) during 3 days. Macerated sample were stratified with n-heksana, ethyl acetate and methanol then evaporated with a rotary evaporator. The antioxidant activity was determined using a DPPH solution (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl) as free radicals. IC50 value used to determine the antioxidant activity of sample were incubated for 30 minutes and measured at wavelength 514 nm. Total phenolic content tested by the Folin-Ciocalteu solution with gallic acid as standard and measured at a wavelength of 725 nm, while the chlorophylls a content were measured at a wavelength of 663 nm and 645 nm and carotenoids were measured at a wavelength of 480 nm. The results showed best IC50 is achieved by ethyl acetat extract 137,02 ppm, followed by n-heksana extract 1234,41 ppm and methanol extract 1554,45 ppm.The highest total phenolic content is achieved by ethyl acetat extract 12,09 mg GAE/g sample, followed by n-heksana extract 9,32 mg GAE/g sample and methanol extract 0,22 mg GAE/g sample. The highest chlorophyll a content is achieved by ethyl acetat extract 2,67 mg/g sample, followed by methanol extract 0,39 mg/g sample and n-heksana extract 0,30 mg/g sample. The highest carotenoids content is achieved by ethyl acetat extract 5,37 μmol/g sample, followed by n-heksana extract 1,85 μmol/g sample and  methanol extract 0,53 μmol/g sample. Eethyl acetate extract categorized as medium antioxidant activity and methanol and n-heksana extracts categorized as very weak antioxidant activity.
Peramalan Tinggi dan Periode Gelombang Signifikan Di Perairan Dangkal (Studi Kasus Perairan Semarang) Alfi Satriadi; Harmon Prayogi
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.298 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15737

Abstract

Gelombang menjalar dari perairan dalam menuju perairan dangkal. Penjalaran gelombang merupakan bentuk dari adanya gangguan pada suatu medium, dalam hal ini medium air. Salah satu bentuk dari gangguan tersebut adalah gaya gesek angin. Sehingga arah dan kecepatan angin dapat digunakan untuk menentukan tinggi dan periode gelombang yang dihasilkan. Metode Sverdrup, Munk, dan Bretschneider (SMB) digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan tinggi dan periode gelombang signifikan di perairan dangkal khususnya perairan Semarang. Data angin yang digunakan untuk meramalkan tinggi dan periode gelombang diperoleh dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) selama 10 tahun (2007-2016). Koreksi durasi dilakukan untuk mendapatan data angin rata-rata setiap jam. Selanjutnya melakukan koreksi stabilitas dan menentukan nilai wind stress factor dimana nilai ini, fetch efektif, dan kedalaman perairan digunakan untuk mendapatkan nilai tinggi dan periode gelombang signifikan. Hasil penelitian menunjukan arah angin dominan pada musim Timur, musim Peralihan II, dan musim Barat menuju ke arah Tenggara. Sedangkan arah angin dominan pada musim Peralihan I menuju ke arah Selatan. Musim Barat memiliki variasi kecepatan angin lebih tinggi dari ketiga musim lainnya. Demikian pula, tinggi dan periode gelombang signifikan pada musim Barat adalah tertinggi dengan nilai 1,227 meter dan 5,175 detik. Sebaliknya, pada musim Peralihan II memiliki tinggi dan periode gelombang signifikan terendah dengan nilai 0,577 meter dan 3,391 detik. Tinggi dan periode gelombang signifikan di perairan Semarang sangat dipengaruhi oleh angin muson. Ocean waves propagation from depth water into shallow water has been becoming important aspect to determine waves characteristic. In particular, waves is manifestation of energy, such as wind stress in this case, that is transferred into a medium. Moreover, wind speed and direction can be used to predict significant wave height and period.Sverdrup, Munk, and Bretschneider (SMB) method are employed to predict significant wave height and period at Semarang waters. This method is based on wind data, speed and direction, to forecast where the data used in this research were collected from European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) from 2007 to 2016. Data Corrections were applied in this research including duration and stability correction. As a result, from this correction, wind stress factor was established to compute significant wave height and period. The result showed that in East season, First Transitional season, and West season, wind direction was dominated from the Southeast. Differently, wind blew to the South dominated in Second Transitional season. West season had significantly high wind speed variation compared to other seasons. In addition, It had 1,227 meter of significant wave height and 5,175 second of significant wave period. On the contrary, Second Transitional season had lowest significant wave height and periods, 0,577 meter and 3,391 second respectively.
Komposisi Echinodermata Di Rataan Litoral Terumbu Karang Pantai Krakal, Gunung Kidul,Yogyakarta Ken Suwartimah; Dwi Saniscara Wati; Hadi Endrawati; Retno Hartati
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (502.512 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15743

Abstract

Echinodermata merupakan salah satu komponen penting dalam hal keanekaragaman fauna di daerah terumbu karang. Hal ini karena terumbu karang berperan sebagai tempat berlindung dan mencari makan bagi fauna Echinodermata. Salah satu penyebaran biota ini adalah di perairan rataan terumbu karang Pantai Selatan di Pantai Krakal, Gunung Kidul, Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui species dan kelimpahan Echinodermata di Pantai Krakal, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode transek kuadrat dengan ukuran 1m2. Hasil pengamatan ditemukan beberapa species dari 3 kelas dari filum Echinodermata, antara lain 3 species dari kelas Echinoidea, 3 species dari kelas Ophiuroidea, dan 1 species dari kelas Asteroidea. Hasil penelitian menunjukkan kelimpahan individu tertinggi penelitian adalah Ophiocoma scolopendrina (4.01 ind. /m2) dan terendah adalah Archaster typirus ( 1 ind. /m2). Echinodermata is a important ecosystem component in terms of the diversity of fauna in the coral reefs. This is because the coral reefs act as a refuge and feeding ground for the fauna of the Echinoderms. One of echinoderm habitat is reef flat waters of Krakal Beach, Gunung Kidul, Jogjakarta. The purpose of this research is identify and determine the abundance of Echinoderms. Purpossive sampling method was applied. The samples were taken using 1m2 transect squares. There were 3 classes of Echinodermata found, i.e. 3 species of Echinoidea, 3 species of Ophiuroidea, and 1 species of Asteroidea. The result showed that the highest was Ophiocoma scolopendrina (4,01 ind./m2 and the lowest was Archaster typirus (1 ind./m2)
Kombinasi Data Altimetri Satelit Jason-1 & Envisat Untuk Memantau Perubahan Permukaan Laut Di Indonesia Hariyadi Hariyadi; Jarot Marwoto; Eko Yulihandoko
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.151 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15738

Abstract

Dinamika lautan di Indonesia merupakan salah satu kunci variasi iklim di kawasan Asia. Variasi iklim ini terkait dengan fenomena El Nino dan La Nina. Salah satu indikator fenomena tersebut adalah dengan adanya perubahan permukaan laut (Sea Level Anomaly). Satelit altimetri yang dapat menyediakan data secara menerus dan berkelanjutan dapat digunakan untuk mengamati dinamika lautan. Penggabungan data satelit Jason-1 dan Envisat ditujukan untuk mengatasi resolusi spasial dari tracking tiap satelit. Pengabungan dan prosesing data Jason-1 dan Envisat digunakan untuk menentukan perubahan Sea Level Anomaly (SLA) pada titik-titik pengamatan di Laut Bangka, Laut Banda, Lautan Pasifik dan Laut Timor. Titik-titik tersebut mewakili dari Arus Monsoon Indonesia dan Arus Lintas Indonesia. Hasilnya terjadi perubahan nilai SLA yang dapat dikaitkan dengan fenomena El Nino. The dynamics of the oceans in Indonesia is one of the key climate variations in Asia. These climate variations are related to the phenomenon of El Nino and La Nina. One indicator of the phenomenon is with the change of sea level (Sea Level Anomaly). The existence of altimetry satellites that can provide continuous and continuous data can be used to observe the dynamics of the oceans. Jason-1 and Envisat satellite data aggregation is intended to address the spatial resolution of tracking of each satellite. Jason-1 and Envisat data consolidation and processing are used to determine the Sea Level Anomaly (SLA) changes at observation points in the Bangka Sea, Banda Sea, Pacific Ocean and Timor Sea. These points represent from the Indonesian Monsoon Flow and the Indonesian Cross Flow. The result is a change in the value of SLA that can be attributed to the El Nino phenomenon.
Pertumbuhan Karang Lunak Sarcophyton sp. yang Dibudidayakan di Teluk Awur, Jepara Diah Permata Wijayanti; Ayu Charismawaty; Elis Indrayanti; Agus Trianto
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (641.011 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15744

Abstract

Upaya budidaya karang lunak di Indonesia masih kurang berkembang, terutama karang lunak yang bernilai jual tinggi. Sarcophyton adalah salah satu karang lunak yang sering dimanfaatkan sebagai pengisi akuarium. Namun seringkali produk yang dipasarkan berasal dari alam. Penemuan berbagai manfaat Sarcophyton sebagai kandidat bahan obat, turut menurunkan keberadaan keberadaan Sarcophyton di alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan kelangsungan hidup fragmen karang lunak Sarcophyton sp. di perairan Teluk Awur, Jepara. Eksperimen dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Penelitian menggunakan fragmen dengan luas awal ≈10-12 cm2 dan >12-15 cm2. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup karang lunak Sarcophyton sp. berkisar antara 63,64–77,78%. Pertumbuhan tertinggi ditemukan pada fragmen dengan luas awal ≈10-12 cm2 yakni sebesar 74,68±19,84 cm2 dengan laju pertumbuhan total 0.47 cm2/hari. Pertumbuhan terendah terlihat pada fragmen dengan luas awal >12-15 cm2 yakni sebesar 60,41±22,96 cm2 dengan laju pertumbuhan total 0.38 cm2/hari. Ukuran luas awal fragmen ≈10-12 cm2 memiliki pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan fragmen karang lunak dengan ukuran  luas awal >12-15 cm2. Efforts to soft coral cultivation in Indonesia are still underdeveloped, especially soft corals with high selling value. Sarcophyton is one of the soft coral that is often used as an aquarium ornament. But often the marketed products come from nature. The discovery of various benefits of Sarcophyton as a candidate ingredient of drugs, helped reduce the existence of Sarcophyton in nature. This study aims to determine the growth and survival of soft coral fragments Sarcophyton sp. in the waters of Awur Bay, Jepara. The experiment was performed using a complete randomized design. The study used fragments with an initial area ≈10-12 cm2 and >12-15 cm2. The results showed the soft coral survival rate of Sarcophyton sp. ranged from 63.64 to 77.78%. The highest growth was found in fragments with an initial area of ≈10-12 cm2i.e of 74.68 ± 19.84 cm2 with a total growth rate of 0.47 cm2 / day. The lowest growth was seen in fragments with an initial area of > 12-15 cm2, which was 60.41 ± 22.96 cm2 with a total growth rate of 0.38 cm2 / day. The size of the initial fragment ≈10-12 cm2 has a larger growth compared to soft coral fragments with an initial baseline size > 12-15 cm2.
Studi Kandungan Bahan Organik Pada Beberapa Muara Sungai Di Kawasan Ekosistem Mangrove, Di Wilayah Pesisir Pantai Utara Kota Semarang, Jawa Tengah Endang Supriyantini; Ria Azizah Tri Nuraini; Anindya Putri Fadmawati
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (465.84 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15739

Abstract

Bahan organik adalah kumpulan senyawa - senyawa organik kompleks yang telah mengalami proses dekomposisi oleh organisme pengurai, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi. Bahan organik merupakan sumber nutrient yang penting, yang sangat dibutuhkan oleh organisme laut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis parameter kandungan bahan organik meliputi BOD5 (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Suspended Solid) dan TOM (Total Organic Matter) dan menentukan tingkat pencemaran bahan organik berdasarkan baku mutu pada beberapa muara sungai di kawasan ekosistem mangrove, di wilayah pesisir pantai Utara Kota Semarang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, sedangkan penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive sampling method dan untuk pengambilan sampel air menggunakan metode sample survey method. Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan parameter bahan organik selama penelitian di semua lokasi adalah BOD (3,77 – 15,13 mg/L), COD (20,33 – 140,67 mg/L), TSS (1,33 – 13,67 mg/L), TDS (818,33 – > 2.000 mg/L) dan TOM (10,73 – 50 mg/L). Secara umum kandungan COD dan TSS di Maron dan Trimulyo sudah melewati ambang batas baku mutu menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air Limbah, sedangkan untuk kandungan BOD, TSS dan TOM belum melampaui ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. The organic material is set of complex organic compounds that have developed in decomposition process by decomposing organisms, both in the form of topsoil of humification as well as inorganic compounds of mineralization. Organic materials are an important source of nutrients, which are needed by aquatic organisms. This study aimed to analyze the organic material content BOD5 (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Suspended Solid) and TOM (Total Organic Matter) and determine the level of pollution of organic materials based on quality standard on some estuaries of the mangrove ecosystem, in North Coast of Semarang. This study carried out in April 2015. A method used in this research is descriptive method, whereas the determination of research location used purposive sampling method and the method intake of the water sample used the sample survey method. The results showed that the content of organic material parameters during the research in all locations are BOD (3.77 to 15.13 mg/L), COD (20.33 to 140.67 mg/L), TSS (1.33 - 13, 67 mg/L), TDS (818.33 - > 2.000 mg/L) and TOM (10.73 – 50 mg/L). In general the content of COD at Maron and Trimulyo, and TDS content Mangkang Wetan, Maron and Trimulyo are already passed the quality standard according to the Decree of the Minister of State for Population and the Environment No. 2 of 1988 on Wastewater quality standard, whereas for the content of BOD, TSS and TOM has not exceeded the limit of quality standards which are established by the Decree of the Minister of State for Population and the Environment No. 51 of 2004.
Deteksi Logam Berat di Kawasan Wilayah Pesisir Semarang Chrisna Adhi Suryono; Baskoro Rochaddi
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.866 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15745

Abstract

Logam berat telah ditemukan di wilayah pesisir Tugu baik dalam sedimen laut, airtanah dan air laut di daerah pesisir Tugu Semarang.  Enam logam berat seperti (As, Hg, Cr, Pb, Cu and Fe) telah di teliti.  Secara nyata terlihat bahwa logam (As, Hg, Cr, Pb, Cu and Fe) menurun konsentrasinya dari sedimen, air laut dan airtanah, dan konsentrasi tertinggi terdapat dalam sedimen laut dan terendah terdapat pada airtanah.  Peningkatan aktifitas reklamasi, buangan air limbah baik dari industri maupun pemukiman kemungkinan menyebabkan peningkatan logam berat di wilayah pesisir Tugu Semarang. Logam berat telah ditemukan di wilayah pesisir Tugu baik dalam sedimen laut, airtanah dan air laut di daerah pesisir Tugu Semarang.  Enam logam berat seperti (As, Hg, Cr, Pb, Cu and Fe) telah di teliti.  Secara nyata terlihat bahwa logam (As, Hg, Cr, Pb, Cu and Fe) menurun konsentrasinya dari sedimen, air laut dan airtanah, dan konsentrasi tertinggi terdapat dalam sedimen laut dan terendah terdapat pada airtanah.  Peningkatan aktifitas reklamasi, buangan air limbah baik dari industri maupun pemukiman kemungkinan menyebabkan peningkatan logam berat di wilayah pesisir Tugu Semarang.

Page 1 of 2 | Total Record : 11