cover
Contact Name
I G. Made Krisna Erawan
Contact Email
krisnaerawan@unud.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
Animal Hospital, Faculty of Veterinary Medecine Building, Udayana University, 2nd Floor, Jalan Raya Sesetan, Gang Markisa No 6, Banjar Gaduh, Sesetan, Denpasar, Bali, Indonesia
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Jurnal Veteriner
Published by Universitas Udayana
ISSN : 14118327     EISSN : 24775665     DOI : https://doi.org/10.19087/jveteriner
Core Subject : Health,
Jurnal Veteriner memuat naskah ilmiah dalam bidang kedokteran hewan. Naskah dapat berupa: hasil penelitian, artikel ulas balik (review), dan laporan kasus. Naskah harus asli (belum pernah dipublikasikan) dan ditulis menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah ilmiah yang telah diseminarkan dalam pertemuan ilmiah nasional dan internasional, hendaknya disertai dengan catatan kaki
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 18 No 2 (2017)" : 20 Documents clear
Infeksi Microsporum canis pada Kucing Penderita Dermatitis (MICROSPORUM CANIS INFECTION IN DERMATITIS CATS) Soedarmanto Indarjulianto; Yanuartono Yanuartono; Sitarina Widyarini; Slamet Raharjo; Hary Purnamaningsih; Alfarisa Nururrozi; Nurman Haribowo; Hizriah Alief Jainudin
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.373 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.207

Abstract

Dermatitis in cats can be caused by Microsporum canis and is zoonotic. This study aims to perform clinical examination, laboratory examination, isolation, and identification of mold M. canis in cats with dermatitis. Skin scrapped from 30 cats that clinically showed lesions of dermatitis i.e. combination of alopecia, erythema, papules, pustules, scaly, and crusty were used in this study. Examination of clinical lesions and screening tests using the Wood’s lamps were performed prior to sampling. Skin scrapes samples were cultured onto Sabouraud’s dextrose agar medium, incubated at 28 ° C and colonies were identified macroscopically then stained using Lactophenol Cotton Blue for microscopic examination. Seventen of the 30 samples (56.7%) were identified as M. canis macroscopically and microscopically. The skin lesions observed in the 17 M. canis infected cats were erythema, alopecia, scaly, and crusty distributed to the ear, body, neck, back and tail of cats, respectively ABSTRAK Dermatitis pada kucing dapat disebabkan oleh Microsporum canis dan bersifat zoonotik. Penelitian ini bertujuan melakukan pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratoris, isolasi, dan identifikasi kapang M. canis pada kucing penderita dermatitis. Kerokan kulit dari 30 ekor kucing yang secara klinis menunjukkan lesi dermatitis berupa kombinasi dari alopesia, eritema, papula, pustula, bersisik, dan berkerak digunakan dalam penelitian ini. Pemeriksaan lesi klinis dan uji screening dengan lampu Wood’s dilakukan sebelum pengambilan sampel. Sampel kerokan kulit dikultur pada media Sabouraud’s dextrose agar, diinkubasi pada suhu 28°C dan diidentifikasi secara makroskopis. Koloni yang tumbuh diperiksa secara mikroskopis menggunakan pewarnaan Lactophenol Cotton Blue. Hasil penelitian menunjukkan 17 dari 30 sampel (56,7%) teridentifikasi M. canis secara makroskopis dan mikroskopis. Lesi kulit yang ditemukan pada 17 kucing positif terinfeksi M. canis menunjukkan adanya eritema, alopesia, bersisik, dan berkerak dengan lokasi penyebaran pada telinga, badan, leher, punggung atau ekor.
Pengimbuhan Minyak Jagung pada Pakan Meningkatkan Hirarki Folikuler dan Produktivitas Burung Puyuh (CORN OIL SUPLEMENTATION IN FEED INCREASE FOLICULLAR HIERARCHY AND PRODUCTIVITY OF JAPANESE QUAIL) Herinda Pertiwi; Imam Mustofa; Tatik Hernawati
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.133 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.312

Abstract

The aim of this study was to measure the effect of corn oil in feed on estrogen hormone level in blood, hierarchy follicular performance and productivity of Japanese quail. Thirty female Japanese quail were housed in caged and fed ad libitum, the birds were randomly divided into three grouped namely: Po, P1 and the (P0) was fed with commercial feed without corn oil, whereas the first test treatment (P1) was fed with commercial feed mixture containing 3% corn oil, and the second test treatment (P2) was feed with commercial feed mixture containing 6% corn oil along the study. Every day the egg production was recorded. After eight weeks, blood samples were collected from jugular vein to isolate the serum. Then all samples were sacrificed to observe the hierarchy follicular performance. Based on this study it was found that 3% and 6 % corn oil supplementation on feed (P1 and P2) did not cause any significant changes in serum estrogen concentration, and productivity, but had significant changes on hierarchy follicular. This result show that hierarchy follicular increasing due to ovarian activity optimizing induced by polyunsaturated fatty acid (PUFA)by consumed corn oil. Thus, the suplementation of corn oil can be an alternative to increase egg productivity of quail farm. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh pemberian minyak jagung dalam pakan terhadap kadar estrogen serum darah, hirarki folikular dan produktivitas burung puyuh. Sebanyak 30 ekor burung puyuh betina dibagi menjadi tiga perlakuan. Perlakuan kontrol diberi pakan komersial tanpa suplementasi minyak jagung, sedangkan perlakuan P1 dan P2 diberi pakan komersial dengan suplementasi minyak jagung sebanyak 3% dan 6%. Setiap hari dilakukan pencatatan terhadap produktivitas. Setelah delapan minggu, dilakukan koleksi sampel darah, kemudian semua burung puyuh dikorbankan nyawanya untuk mengamati hirarki folikular yang terbentuk. Pada P1 dan P2 tidak telihat perbedaan yang nyata terhadap peningkatan kadar estrogen serum darah dan produktivitas dibandingkan dengan P0, akan tetapi terlihat perbedaan nyata pada hirarki folikular yang terbentuk. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan hirarki folikular yang terbentuk terjadi karena peningkatan kinerja ovarium dipicu oleh polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang berasal konsumsi minyak jagung. Dengan demikian, suplementasi minyak jagung dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan produksi telur dalam peternakan burung puyuh.
Kombinasi Calcitriol dan Ethynil Ethyl Estradiol Meningkatkan Ekskresi Kalsium Urin dan Risiko Urolitiasis pada Tikus Ovariektomi Hartiningsih Hartiningsih; Ayu Dewi Puspitasari; Nurdysa Diliana Putri; Nurul Arifah; Wari Pawestri; Devita Anggraeni
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.684 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.239

Abstract

The high excretion of calcium (Ca) in the urine can trigger the formation of urolith. Estrogen and calcitriol decrease urinary Ca excretion. This study aims to examine the combination of calcitriol and ethinyl ethyl estradiol against Ca urinary excretion and urolithiasis risk of ovariectomized rats. Twentyfive female Wistar rats eight weeks old were divided into five groups: i) normal control (NK); ii) ovariectomized control (OVK); iii) ovariectomized + calcitriol (OVD); iv) ovariectomized + ethinyl ethyl estradiol (OVE); and v) ovariectomized + combination calcitriol and ethinyl ethyl estradiol (OVDE). Seven weeks post-ovariectomy, each rat was put in an individual metabolic cage for the study of Ca balance. At day 4 to 7 of the study, residual feed, urine, and feces were collected daily for Ca analysis. At day 8, the rats were euthanized, the left kidney were collected for histopathological examination. The results showed that combination of calcitriol and ethinyl ethyl estradiol in OVDE rats caused Ca intake and Ca intestinal absorption significantly higher, and urinary Ca excretion tended to be higher although not significantly different compared to OVK rats. Calcium excretion in OVK rat urine was higher compared to the NK rats. The kidney histopathological changes of OVK rats were not different from the NK rats. Histopathological examination of the OVDE group kidney showed protein deposition in the capsular of Bowman’s capsule and proximal tubules, atrophy of the proximal tubules, and necrosis, respectively. It is concluded that the combination of calcitriol with ethinyl ethyl estradiol in ovariectomized rats increased urinary Ca excretion and increased the risk of urolithiasis. ABSTRAK Tingginya ekskresi kalsium (Ca) dalam urin dapat menjadi pemicu terbentuknya urolit. Estrogen dan calcitriol menurunkan ekskresi Ca urin. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengkaji kombinasi calcitriol dan ethynil ethyl estradiol terhadap ekskresi Ca dalam urin dan risiko urolitiasis tikus ovariektomi. Sebanyak 25 tikus Wistar betina umur delapan minggu, dibagi menjadi lima kelompok (kontrol normal NK, kontrol ovariektomi OVK, ovariektomi + calcitriol OVD, ovariektomi + ethynil ethyl estradiol OVE, dan ovariektomi + kombinasi calcitriol dan ethynil ethyl estradiol OVDE). Tujuh minggu pascaovariektomi, setiap tikus dimasukan kandang metabolik individu untuk studi keseimbangan Ca. Pada hari ke-4 sampai 7 studi keseimbangan Ca, setiap hari sisa pakan, urin, dan feses dikumpulkan untuk analisis Ca. Pada hari ke-8 studi keseimbangan Ca, tikus dieutanasi, ginjal kiri diambil untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kombinasi calcitriol dan ethynil ethyl estradiol pada tikus OVDE menyebabkan konsumsi Ca dan absorpsi Ca intestinal nyata lebih tinggi, dan ekskresi Ca dalam urin cenderung lebih tinggi meskipun tidak berbeda nyata dibanding tikus OVK. Ekskresi Ca dalam urin tikus OVK lebih tinggi dibanding tikus NK. Gambaran histopatologi ginjal OVK terlihat tidak berbeda dengan tikus NK. Histopatologi ginjal OVDE terlihat endapan protein dalam ruang kapsuler kapsula Bowman’s dan tubulus proksimalis, tubulus proksimalis atropi, dan nekrosis. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kombinasi calcitriol dengan ethynil ethyl estradiol pada tikus ovariektomi meningkatkan ekskresi Ca urin dan meningkatkan risiko urolitiasis.
Daya Larvasida Ekstrak Daun Muda Kedondong Hutan Terhadap Haemonchus contortus Secara In-vitro (LARVICIDAL EFFECT OF SPONDIAS PINNATA LEAF EXTRACT AGAINST HAEMONCHUS CONTORTUS IN VITRO) I Gusti Komang Oka Wirawan; Wisnu Nurcahyo; Joko Prastowo; Kurniasih Kurniasih
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (123.02 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.283

Abstract

This study aimed to asses effective concentration of condensed tannins in the extract of Lannea grandis leaves (EDMKH) as larvacide anti-helminths on Haemonchus contortus. Experimental design used in this study was completely randomised design. The treatments group were administrated with 2.5%, 3.5% , and 4.5% EDMKH in the 0.2 g/mL solution, respectively. Moreover aqueduct was used for the negative control group, while 0.055% albendazole was applied to the positive control group. Variables measured were percentage of developed and undeveloped L1 in the incubation media. The data were the statistically analysed following General Linear Model format for completely randomised design. The software used in the analysis was SPSS v. 23.0 (IBM-SPSS 2015). Results showed that among the EDMKH treatments, the lowest larvacidal effect was recorded for 2.5% EDMKH treatment compared with 3.5% and 4.5% EDMKH. However, the value achieved by 2.5% EDMKH treatment was significantly higher (P<0.05) than that of negative control treatment. The highest larvacidal effect (100%) was shown by 4.5% EDMKH treatment which was not significantly different (P>0.05) from the positive control treatment. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi efektif tanin kondensasi di dalam Ekstrak Daun Muda Kedondong Hutan (EDMKH) sebagai antelmintik yang bersifat larvasida terhadap Haemonchus contortus (H. contortus) secara in-vitro. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitiam ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima perlakuan yaitu tiga perlakuan EDMKH konsentrasi: 2,5%, 3,5%, 4,5% dari 0,2 g/mL larutan tersedia, satu kelompok kontrol (-) menggunakan air suling, satu kelompok kontrol (+) menggunakan albendazole konsentrasi 0,055%. Variabel yang diukur dan dianalisis: jumlah persentase L1 yang berkembang dan tidak berkembang dalam kelompok rendaman. Data persentase daya larvasida H. contortus dari konsentrasi tanin kondensasi EDMKH secara in-vitro dianalisis menggunakan analisis varian mengikuti prosedur Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan SPSS Versi 23(IBM-SPSS 2015). Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa persentase larvasida EDMKH 2,5% nyata lebih rendah dibandingkan 3,5%, 4,5% dan albendazole 0,055% (P<0,05) tetapi lebih tinggi dari kontrol negatif. Konsentrasi efektif EDMKH terhadap larva H. contortus adalah konsentrasi 4,5%, memberikan efektivitas larvasida 100%, dan tidak berbeda nyata dengan kontrol positif (P>0,05).
Seroprevalensi dan Faktor Risiko Penularan Mycoplasma gallisepticum pada Peternakan Ayam Petelur Komersial di Kabupaten Blitar (SEROPREVALENCE AND( RISK FACTORS OF MYCOPLASMA GALLISEPTICUM INFECTION IN COMMERCIAL LAYER FARM IN BLITAR DISTRICT) Diyantoro Diyantoro; I Wayan Teguh Wibawan; Eko Sugeng Pribadi
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.237 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.211

Abstract

This study aimed to figure out the prevalence and risk factors of Mycoplasma gallisepticum (MG) infection in commercial layer farm in Blitar District. Blood samples and questionnaires were taken during December 2014 to February 2015. A total of 264 sera samples were collected from 22 commercial layer farm. Based on serum plate agglutination test, 26 sera samples were MG positive that were indicated an infection prevalence was 9.85%. The highest SRR value for MG infection was occurred in Bakung Subdistrict (SRR = 2.5). Based on Analysis of multivariate logistic regression showed that a very significant influenced risk factors of MG infection have occurred in flocking density more than 3,000 birds per flock (?2= 11.10; p= 0.001; OR= 6.1), flocking density about 1,501 to 3,000 birds per flock (?2 = 11.10; p= 0.001; OR= 6.1), bird feeding once a day (?2= 9.32; p= 0.002; OR= 0.3), house desinfection once in every two weeks (?2 =7.70; p= 0.009; OR= 1.2), house desinfection once a month or only in case (?2= 9.36; p= 0.006; OR= 3.9). It was concluded that seroprevalence of MG infection in studied area was 9,85%. the MG seroprevalence were influenced by flocking density more than 3,000 birds per flock, flocking density about 1,501 to 3,000 birds per flock, bird feeding once a day, house desinfection once every two weeks, and house desinfection once a month or only in case. ABSTRAK Mycoplasmosis merupakan salah satu penyakit paling penting yang dihadapi oleh industri perunggasan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko penularan Mycoplasma gallisepticum (MG) pada peternakan ayam petelur komersial di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Contoh darah dan kuisioner diambil selama periode Desember 2014 hingga Februari 2015. Sebanyak 264 contoh serum dikumpulkan dari 22 peternakan ayam petelur komersial. Berdasarkan uji Rapid Serum Agglutination (RSA), 26 contoh ditemukan positif MG dengan prevalensi infeksi MG di Kabupaten Blitar sebesar 9,85%. Nilai rasio risiko terbakukan (standardized risk ratio, SRR) untuk penularan MG paling tinggi adalah Kecamatan Bakung (SRR = 2,5). Hasil analisis regresi logistik multivariate didapatkan bahwa faktor yang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap terjadinya infeksi MG adalah kepadatan flok di atas 3.000 ekor ( ?2= 11,10; p= 0,001; OR= 6,1), kepadatan flok 500-1.500 ekor (?2 = 11,09; p= 0,004; OR= 3,4), pemberian pakan satu kali dalam sehari (?2= 9,32; p= 0,002; OR=0,3), penyemprotan kandang yang dilakukan satu kali dalam dua minggu (?2 = 7,70; p= 0,009; OR= 1,2),dan penyemprotan kandang yang hanya dilakukan satu kali dalam sebulan atau hanya jika terjadi kasus ?2 ( = 9,36; p= 0,006; OR= 3,9). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi infeksi MG di daerah kajian adalah 9,85%. Faktor risiko yang berpengaruh sangat nyata terhadap penularan MG antara lain jumlah ayam yang dipelihara di atas 3.000 ekor per kandang, jumlah ayam yang dipelihara sebanyak 1.501- 3.000 ekor per kandang, pemberian pakan satu kali sehari, penyemprotan kandang satu kali dalam dua minggu, dan penyemprotan kandang satu kali sebulan atau hanya jika ada kasus. Mycoplamosis is one of an important poultry diseases that should be well managed by poultry farmer in Indonesia.
Sistem Pemeliharaan Anjing dan Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Penyakit Rabies di Kabupaten Bangli, Bali (DOG REARING SYSTEM AND UNDERSTANDING LEVEL OF PEOPLE IN BANGLI, BALI TOWARD RABIES DISEASE) Elisabeth Yulia Nugraha; I Wayan Batan; I Made Kardena
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (182.6 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.274

Abstract

Rabies is a zoonotic fatal disease. The disease infects the central nervous system, known as encephalitis. This study aims were to determine the relationship between the percentage and the factors that influence the maintenance system and the level of public awareness toward rabies in Bangli Regency, Bali. A total of 140 questionnaires were distributed in 14 villages that have never been reported having cases of rabies. Interview data were analyzed using quantitative descriptive analysis and dendrogram. The results showed that a proper dog care system in Bangli associated with dog rearing conditions (100%); provided awareness of the feed (100%); the number of feeding more than one each day (91.4%); rabies vaccination status (83.6%); not keeping other rabies transmitted animals (cat) (75.7%); health inspection status (67.1%); and the number of dogs that were kept not more than one tail (55.7%). Bad dog maintenance systems associated with the type of feed given (100%); contact with other dogs (80%); and system maintenance by way of detachable dogs (73.6%). The level of public understanding in Bangli district was well connected with the mobility of dogs (88.6%); understanding of the dangers of rabies (79.3%); dog origin (79.3%); knowledge of the characteristics of rabies (74.3%); and the village of rabies free status was retained (78.6%). Poor level of public understanding related to the lack of village rules and custom rules relating to rabies (100%); lack of community participation in education programs (62.1%); and how to have dogs (52.1%). Based on the results of this study, its concluded that the maintenance system of dogs and the level of public understanding regarding rabies in Bangli are relatively good. ABSTRAK Rabies adalah penyakit zoonosis yang bersifat mematikan. Penyakit ini menyerang sistem saraf pusat atau encephalitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase dan hubungan antara faktor-faktor yang memengaruhi sistem pemeliharaan dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap penyakit rabies di Kabupaten Bangli, Bali. Jumlah responden yang diambil sebanyak 140, tersebar di 14 desa yang belum pernah dilaporkan terjadi kasus rabies. Data hasil wawancara berdasarkan kuisioner dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan dendrogram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan anjing yang baik di Kabupaten Bangli berhubungan dengan kondisi pemeliharaan anjing (100%); kesadaran memberikan pakan (100%); jumlah pemberian pakan yang lebih dari satu kali (91,4%); status vaksinasi rabies (83,6%); tidak memelihara hewan penular rabies (HPR) selain anjing (kucing) (75,7%); status pemeriksaan kesehatan (67,1%); dan jumlah anjing yang dipelihara tidak lebih dari satu ekor (55,7%). Sistem pemeliharaan anjing yang buruk berhubungan dengan jenis pakan yang diberikan (100%); berkontak dengan anjing lainnya (80%); dan sistem pemeliharaan anjing dengan cara dilepas (73,6%). Tingkat pemahaman masyarakat Kabupaten Bangli yang baik berhubungan dengan mobilitas anjing (88,6%); pemahaman mengenai bahaya rabies (79,3%); asal anjing (79,3%); pengetahuan mengenai ciri-ciri rabies (74,3%); dan status desa bebas rabies yang masih dipertahankan (78,6%). Tingkat pemahaman masyarakat yang buruk berhubungan dengan belum adanya aturan desa maupun aturan adat yang berkaitan dengan penyakit rabies (100%); kurangnya pastisipasi masyarakat dalam program penyuluhan (62,1%); dan cara memperoleh anjing (52,1%). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem pemeliharaan anjing dan tingkat pemahaman masyarakat mengenai penyakit rabies di Kabupaten Bangli tergolong baik.
Kadar Hormon Pertumbuhan Sapi Bali Lebih Rendah di Nusa Penida Daripada Daerah Bali Lainnya(LEVELS OF GROWTH HORMONE BALI CATTLE IN NUSA PENIDA LOWER THAN OTHER BALI REGIONS) Ni Ketut Suwiti; I Wayan Masa Tenaya; I Nengah Kerta Besung
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.478 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.226

Abstract

The objective of this research was to compare the levels of growth hormone in bali cattle reared in the purification of Nusa Penida with those from other regions in Bali Province. A total of 320 sera samples were collected from bali cattle reared in Nusa Penida, Klungkung, Tabanan, Buleleng and Bangli. The levels of growth hormone was determined by using sandwich Enzime Linked Immunosorbent Assay (ELISA). The results showed that a diverse levels of growth hormone in Bali cattle were observed in Bali cattle. The lowest growth hormone levels (576.4 pg/mL) was found in Bali cattle reared in Nusa Penida and the highest levels (5044.08 pg/mL) were found in the Buleleng regency. It was concluded that bovine growth hormone levels varies, depending on the regions of rared of Bali cattle. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kadar hormon pertumbuhan sapi bali yang dipelihara di wilayah pemurnian Nusa Penida dan wilayah lainnya di Provinsi Bali. Sebanyak 320 sampel serum sapi bali betina dewasa dikumpulkan dari peternakan rakyat di Nusa Penida Klungkung, Tabanan, Buleleng, dan Kabupaten Bangli. Kadar hormon pertumbuhan dideteksi dengan metode Enzime Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan, kadar hormon pertumbuhan sapi bali terendah (576,4 pg/mL) ditemukan pada sapi bali yang dipelihara di Nusa Penida, sedangkan kadar hormon tertinggi (5044,08 pg/mL) ditemukan pada sapi bali yang dipelihara di Kabupaten Buleleng. Disimpulkan bahwa kadar hormon pertumbuhan sapi bali berbeda-beda, tergantung wilayah tempat pemeliharaan sapi bali.
Keseragaman dan Kedekatan Morfometrik Ukuran Tubuh Sapi Pasundan (UNIFORMITY AND ADJACENCY MORPHOMETRICS BODY SIZE OF PASUNDAN CATTLE) Sulasmi Sulasmi; Asep Gunawan; Rudi Priyanto; Cece Sumantri; Johar Arifin
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (265.237 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.263

Abstract

Pasundan cattle is a local livestock which has distribution areas in 11 districts in west Java.. The aim of the search were to study the characteristics morfometric of body measurements and identify of body size and shapes. This research was conducted in September 2015 to January 2016. Data were collected in the survey, the location determined by purposive sampling that includes the source region of the seedlings with the largest population of cattle while random sampling. Sample of pasundan cattle were taken in 11 districts of Sumedang, Majalengka, Ciamis, Garut, Purwakarta, Indramayu, Tasikmalaya, Cianjur, Garut, Pangandaran and Sukabumi. Eigth body measurements namely height at withers, rumpt heigth, body length, hearth girth, chest width, rumpt heigth, hip width and crotch length were measured in 310 adult of pasundan cattle aged 2-3 years consists of 72 bulls and 238 cows. Data obtained were analyzed using descriptive statistical analysis, analysis of variance (ANOVA) and Principal Component Analysis (PCA) to recognize body size and shapes and to make crowd diagram of each group based on smilar body size and shapes derived from covarian matrix. Analysis of data using software MINITAB®16.1.1.0. The results showed that pasundan cows and bulls have differences of body size (height at withers, body length, chest circumference, hip height, width hip, hip hight and length of the crotch) in the all region of subpopulation. Identifier body size and shapes of the pasundan bulls shown with a body length and chest circumference. While the identifier of body size and shapes of pasundan cows were body length and heigth at withers. Based on the crowd diagram of a score of body size and shape of the cows and bulls of pasundan cattle have similarities and dissimilarities between the inter subpopulations of region. ABSTRAK Sapi pasundan merupakan ternak lokal Jawa Barat yang memiliki wilayah penyebaran di 11 kabupaten di Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap karakteristik ukuran tubuh dan penciri ukuran dan bentuk sapi pasundan di seluruh wilayah subpopulasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan Januari 2016. Pengambilan data dilakukan secara survey, lokasi ditentukan secara purposive samplingyang termasuk wilayah sumber bibit dengan populasi terbanyak sedangkan sampling ternak secara random (acak).Sampel ternak diambil di 11 kabupaten yaitu kabupaten Sumedang, Majalengka, Ciamis, Kuningan, Purwakarta, Indramayu, Tasikmalaya, Cianjur, Garut, Pangandaran, dan Sukabumi. Pengukuran ukuran-ukuran tubuh meliputi tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pinggang, lebar pinggul, dan panjang kelangkang. Jumlah sapi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 310 ekor sapi pasundan dewasa umur 2-3 tahun terdiri dari 72 ekor sapi jantan dan 238 ekor sapi betina. Data dianalisa menggunakan analisis statistik deskriptif, analisis sidik ragam dan Analisis Komponen Utama (AKU) yang kemudian divisualisasi ke dalam diagram kerumunan berdasarkan skor ukuran dan bentuk yang diturunkan dari matriks kovarian. Analisis data menggunakan software MINITAB® 16.1.1.0.Hasil menunjukkan bahwa sapi pasundan jantan dan betina memiliki ukuran tubuh (tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada, tinggi pinggul, lebar pinggul, tinggi pinggul dan panjang kelangkang) berbeda di setiap wilayah subpopulasi. Penciri ukuran tubuh dan bentuk sapi pasundan jantan ditunjukkan dengan panjang badan dan lingkar dada. Pada sapi pasundan betina penciri ukuran tubuh yaitu panjang badan dan penciri bentuk adalah tinggi gumba. Berdasarkan diagram kerumunan dari skor ukuran tubuh dan bentuk sapi pasundan jantan dan betina sebagian memiliki kemiripan dan ketidakmiripan antar wilayah subpopulasi.
Identifikasi Gen Aerolysin dan Sensitivitas Antibiotik Aeromonas Hydrophila Penyebab Kematian Tukik (Lepidochelys olivacea) di Pulau Serangan, Bali Rima Ratnanggana Prasetya; Emmanuel Djoko Poetranto; Didik Handijatno
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (141.775 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.201

Abstract

The purpose of this study was to evaluate the pathogene of Aeromonas hydrophila genes (Aerolysin) as the cause of Lepidochelys olivacea death and to perform the antibiotic sensitivity test for antibiotic that often used in order to provide the best antibiotic treatment in the field case. The method used was the identification test using primary cultures on Tryptic Soy Agar (TSA) and Mac Conkey Agar (MCA) medium, then followed by Gram staining, oxidase, catalase, and biochemical tests. Then, aerolysin genes detection was performed by using Polymerase Chain Reaction (PCR) method, while oxytetracycline, chloramphenicol, streptomycin, and kanamycin were tested for their sensitivity. From five samples of dead Lepidochelys olivacea, bleeding on the liver and intestine were observed. The identification result of bacteria was found A. hydrophila, and identified the gene encoding aerolysin. The antibiotic sensitivity test showed a sensitive category of A. hydrophila with a sensitivity level were oxytetracycline, chloramphenicol, kanamycin, and streptomycin. The main cause of Lepidochelys olivacea death in Turtle Conservation and Education Centre, Serangan Island, Bali was A. hydrophila which contains aerolysin genes, in which oxytetracycline seems to be the most effective drug for the treatment. ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan adanya gen patogen (Aerolysin) pada Aeromonas hydrophila sebagai penyebab kematian tukik penyu abu-abu serta mengetahui kepekaan obat antibiotic yang sering digunakan sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pada kasus di lapangan. Metode penelitian yang digunakan adalah uji identifikasi menggunakan kultur primer pada media Tryptic Soy Agar (TSA) dan Mac Conkey Agar (MCA), dilanjutkan uji pewarnaan Gram, uji oksidase, uji katalase, dan uji biokimiawi. Setelah itu dilakukan deteksi gen aerolysin menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR), serta dilakukan uji sensitivitas antibiotik oxytetracycline, chloramphenicol, streptomycin, dan kanamycin. Dari lima sampel tukik abu-abu yang mati, secara patologi anatomi ditemukan adanya perdarahan pada hati dan usus. Hasil identifikasi bakteri ditemukan adanya A. hydrophila serta teridentifikasi adanya gen penyandi aerolysin. Pada uji sensitivitas antibiotik terhadap A. hydrophila yang ditemukan diketahui urutan sensitivitasnya adalah oxytetracycline, chloramphenicol, kanamycin, dan streptomycin. Penyebab utama kematian tukik penyu abu-abu di Turtle Conservation and Education Centre, Pulau Serangan, Bali adalah A. hydrophila yang mengandung gen aerolysin serta obat yang paling efektif adalah oxytetracycline.
Kecernaan In Vitro Ransum Berbasis Rumput Kumpai (Hymenachne acutigluma) Fermentasi Disuplementasi Legum Berbeda(IN VITRO DIGESTIBILITY OF FERMENTED HYMENACNE ACUTIGLUMA-BASED RATIONS SUPPLEMENTED WITH DIFFERENT LEGUMES) Riswandi Riswandi; Langgeng Priyanto; Afnur Imsya; Meilia Nopiyanti
Jurnal Veteriner Vol 18 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.472 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.303

Abstract

The aim of this research was to study the effects on different supplementation legumes in the digestibility of fermented kumpai grass (Hymenachne acutigluma) based rations through in vitro technique. This study was conducted in Animal Feed and Nutrition Laboratory of Agriculture Faculty, Sriwijaya University. This study was done in 3 months. A completely randomized design with four treatments and four replicates was used in this study. The treatments were R0= 70% fermented kumpai grass + 30% concentrate + 0% legume, R1= 55% fermented kumpai grass + 7,5% lamtoro leaves + 7,5% water mimmosa + 30% concentrate, R2= 55% fermented kumpai grass + 7,5% acacia leaves + 30% concentrate , and R3=55% fermented kumpai grass + 5% lamtoro leaves + 5% acacia leaves + 5 % water mimmosa + 30% concentrate. Variables measured were dry matter digestibility, organic matter digestibility, volatile fatty acid (VFA), N-ammonia and pH. The result indicated that The adding of different legumes in the ration significantly (P<0.05) affected the dry matter digestibility, organic matter digestibility, N-ammonia and VFA. Duncan Multirange Range Test showed that treatment of control (R0) had the highest digestibility in dry matter (65,88%) and organic matter (65,34 %). The highest content of N-Ammonia, VFA was obtained in the treatment of adding lamtoro, acacia and water mimmosa (R3), namely 11 mM N-ammonia, and 158 mM VFA. It was concluded that the treatment R3 with adding lamtoro, acacia and water mimosa had the lowest digestibility but increased the ammonia and VFA of ration. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suplementasi legum yang berbeda pada ransum berbasis rumput kumpai terhadap nilai kecernaan in vitro. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Masing-masing perlakuan adalah Perlakuan R0 = Ransum Kontrol (70% rumput kumpai fermentasi + 30% Konsentrat + 0% leguminosa (kontrol), R1 = 55% rumput kumpai fermentasi + 7,5% lamtoro + 7,5% kemon air + 30 % Konsentrat, R2 = 55% rumput kumpai fermentasi + 7,5% daun akasia + 7,5% kemon air + 30 % Konsentrat, R3 = 55% rumput kumpai fermentasi + 5% lamtoro + 5% kemon air + 5% daun akasia + 30 % konsentrat. Peubah yang diamati adalah koefisien cerna bahan kering (KCBK), koefisien cerna bahan organik (KCBO), N-Amonia,Volatile Fatty Acid (VFA), dan pH. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap KCBK, KCBO), N-Amonia dan VFA, sedangkan pH tidak nyata (P>0,05). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan R0 memiliki nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik tertinggi; KCBK 65,88 %, KCBO = 65,34 %. Kandungan N-Amonia dan VFA tertinggi terdapat pada perlakuan R3 yaitu N-Amonia: 11,00 mM dan VFA: 158 mM. Simpulan dari penelitian ini adalah penambahan kombinasi daun lamtoro, kemon air, dan akasia dapat menurunkan nilai KCBK, KCBO, sedangkan kadar N-Amonia dan VFA terjadi peningkatan.

Page 1 of 2 | Total Record : 20