Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan

Anemia and its Associated Factors Among Women of Reproductive Age in Horticulture Area Yushananta, Prayudhy; Anggraini, Yetti; Ahyanti, Mei; Sariyanto, Iwan
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 6, No 2: June 2021
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1402.425 KB) | DOI: 10.30604/jika.v6i2.498

Abstract

Anemia continues to be an important and widespread public health problem, so it must be addressed. About 1.74 (1.72-1.76) billion people worldwide suffer from anemia, especially children under five, women of reproductive age (WRA), and pregnant women. As many as 500 million WRA suffer from anemia; this will impact the loss of productivity due to decreased work capacity, cognitive impairment, susceptibility to infections, and increased risk of complications in pregnancy and childbirth. This study analyzes the risk factors for anemia in women of reproductive age (15-59) who work in horticultural agriculture. The study was conducted with a cross-sectional design involving 160 participants from three main centers of horticultural agriculture in West Lampung Regency. SPSS was used for Chi-square analysis, Odds Ratio, and Logistic Regression (alpha = 0.05). The results showed that the prevalence of anemia in women of reproductive age who worked in horticultural agriculture was 27.5%. The study also identified three risk factors for anemia: poor nutritional status (AOR = 24.53; 95% CI 5.59-107.70), lack of protein intake (AOR = 28.01; 95% CI 6.97- 112.52), and less intake of high iron vegetables (AOR = 6.13; 95% CI 1.79-21.01). Nutritional interventions should emphasize increasing protein, iron, and vitamins through improved diet, fortification efforts, and iron supplementation.Abstrak: Anemia masih terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting dan meluas, sehingga harus ditangani. Sekitar 1,74 (1,72-1,76) miliar penduduk dunia menderita anemia, terutama anak balita, wanita usia subur (WUS) dan wanita hamil. Sebanyak 500 juta WUS menderita anemia, iniakanberdampak pada hilangnya produktivitas karena penurunan kapasitas kerja, gangguan kognitif, dan kerentanan terhadap infeksi, serta meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan persalinan. Penelitian bertujuan menganalisis faktor risiko anemia pada wanita usia subur (15-59) yang bekerja pada pertanian hortikultura. Penelitian dilakukan dengan rancangan cross sectional, melibatkan 160 orang partisipan dari tiga sentra utama pertanian hortikultura di Kabupaten Lampung Barat. SPSS digunakan untuk analisis Chi-square, Odds Ratio, dan Logistic Regression (alpha=0,05). Hasil penelitian mendapatkan prevalensi anemia pada wanita usia subur yang bekerja pada pertanian hortikultura sebesar 27,5%. Penelitian juga mendapatkan tiga faktor risiko untuk anemia: status gizi yang kurang baik (AOR=24,53; 95%CI 5,59-107,70), kurang asupan protein (AOR=28,01; 95%CI 6,97-112,52), dan kurang asupan sayuran tinggi zat besi (AOR=6,13; 95%CI 1,79-21,01). Intervensi gizi harus menekankan pada peningkatan asupan protein, zat besi dan vitamin, baik melalui perbaikan menu makanan, upaya fortifikasi dan suplementasi tablet Fe.
Utilization of Banana Pith Starch From Agricultural Waste As A Cationic Coagulant Yushananta, Prayudhy; Ahyanti, Mei
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 7, No 1: March, 2022
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (682.169 KB) | DOI: 10.30604/jika.v7i1.856

Abstract

The coagulation method is the most commonly used in water treatment. However, long-term use of chemical coagulants can increase the risk of Alzheimer's disease and neurotoxicity, in addition to harming organisms, lowering the pH of the water, corrosion of pipes, and the use of high doses of chlorine. The study synthesized banana pith starch from agricultural waste as a cationic coagulant for river water treatment. Banana pith starch was modified by grafting cations from GTA (3-Chloro-2-hydroxypropyl trimethyl ammonium chloride) into the backbone structure of starch using microwave radiation. Performance tests were carried out on variations in dose (4), speed (3), and stirring time (3). Parameters tested were turbidity, TDS, and color, with four replications. The study found that the synthetic cationic coagulant could reduce turbidity up to 94.4%, while the color and TDS were 87.46% and 57.33%, respectively. The various treatments seemed to work on all test parameters (p less than 0.05). However, the most effective treatment was at a dose of 300 ppm, a stirring speed of 200 rpm, for 5 minutes. Research has proved that banana pith starch can be modified into an effective cationic coagulant to remove colloid compounds in water.Abstrak: Saat ini metode koagulasi merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pengolahan air. Namun, penggunaan koagulan kimia jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer danneurotoksik, selain juga merugikan organisme, pH air menjadi rendah, korosi pipa, penggunaan clorin dosis tinggi. Penelitian bertujuan memanfaatkan pati empulur pisang dari limbah pertanian, sebagai koagulan kationik untuk pengolahan air sungai. Modifikasi pati empulur pisang dilakukan dengan cara mencangkokkan kation dari GTA (3-Chloro-2-hydroxypropyl trimetil amonium klorida) ke dalam struktur tulang punggung pati, menggunakan radiasi gelombang mikro. Pengujian kinerja dilakukan pada variasi dosis (4), kecepatan (3), dan waktu pengadukan (3). Parameter yang diuji adalah kekeruhan, TDS, dan warna, dengan empat kali ulangan. Penelitian mendapatkan bahwa koagulan kationik hasil sintesis mampu mereduksi kekeruhan hingga 94,4%, sedangkan warna dan TDS sebesar 87,46% dan 57,33%. Ragam perlakuan terlihat bekerja pada semua parameter uji (p kurang dari 0,05). Namun begitu, perlakuan paling efektif pada dosis 300 ppm, kecepatan pengadukan 200 rpm, selama 5 menit. Penelitian telah berhasil membuktikan bahwa pati empulur pisang dapat dimodifikasi menjadi koagulan kationik yang efektif untuk menghilangkan senyawa koloid dalam air.