Iwan Fuadi
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Published : 76 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Efek Penggunaan Leg Wrapping terhadap Kejadian Hipotensi Selama Anestesi Spinal pada Pasien Seksio Sesarea Putri, Yunita Susanto; Fuadi, Iwan; Bisri, Tatang
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (674.829 KB)

Abstract

Hipotensi merupakan komplikasi tersering selama anestesi spinal dengan insidensi >80% meskipun telah diberikan cairan preloading, posisi ibu left lateral tilt, dan penggunaan vasopresor. Terdapat teknik lain untuk mencegah terjadi hipotensi, yaitu penggunaan leg wrapping yang dapat memperbaiki aliran balik vena dengan meningkatkan volume darah sentral. Penelitian ini bertujuan menilai efek penggunaan leg wrapping terhadap kejadian hipotensi selama anestesi spinal pada pasien seksio sesarea. Penelitian bersifat eksperimental acak terkontrol buta tunggal dengan randomisasi secara acak sederhana yang melibatkan 40 ibu hamil American Society of Anesthesiologists (ASA) II yang menjalani seksio sesarea dengan anestesi spinal di Central Operating Theatre (COT) lantai 3, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Juni–Juli 2015. Subjek penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu 20 subjek dengan leg wrapping dan 20 subjek tanpa leg wrapping. Tekanan darah dan laju nadi diperiksa setiap dua menit sampai bayi lahir. Data dianalisis dengan uji-t tidak berpasangan dan chi-kuadrat, nilai p<0,05 dianggap bermakna. Analisis statistik menunjukkan kejadian hipotensi pada kelompok tanpa leg wrapping 95% (19 orang) dan 0% pada kelompok dengan leg wrapping dengan perbedaan bermakna (p<0,05). Secara keseluruhan, hemodinamik kelompok dengan leg wrapping lebih stabil dibanding dengan kelompok tanpa leg wrapping. Simpulan, penggunaan leg wrapping sebelum dilakukan anestesi spinal pada pasien yang menjalani seksio sesarea menurunkan angka kejadian hipotensi.Kata kunci: Anestesi spinal, hipotensi, leg wrapping, seksio sesareaEffect of Leg Wrapping on Hypotension Incidence in Cesarean Section with Spinal AnesthesiaAbstractHypotension is the most common complication of spinal anesthesia. The incidence remains high despite adequate fluid preloading, left lateral tilt positioning, and vasopressors use. There is a technique that can be used to prevent hypotension, which is referred as leg wrapping. Leg wrapping can improve venous return by increasing central blood volume. This study aimed to compare the hypotension incidence between with and without leg wrapping during spinal anesthesia for caesarean section. The method used was single blind randomized controlled trial with simple randomization, involving 40 pregnant women ASA II, who underwent cesarean section with spinal anesthesia in COT 3rd floor Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung during the period of June–July 2015. Subjects were grouped into with leg wrapping and without leg wrapping groups with 20 subjects in each group. Blood pressure and heart rate were recorded every two minutes until the baby was born. Data were then analyzed using t-test and chi-square test with p values <0.05 considered significant. The statistical analysis showed that there were significant differences in the incidence of hypotension (p<0.05) in the group without leg wrapping , i.e. 95% (19 people), and the group with leg wrapping, i.e. 0%. Overall, hemodynamics of the leg wrapping group was more stable than the group without leg wrapping. In conclusion, leg wrapping prior to spinal anesthesia in patients undergoing cesarean section will reduce incidence of hypotension.Key words: Cesarean section, hypotension, leg wrapping, spinal anesthesia DOI: 10.15851/jap.v4n3.903
Perbandingan Efek Pemberian Analgesia Pre-emtif Parecoxib dengan Parasetamol terhadap Nyeri Pascaoperasi Radikal Mastektomi Menggunakan Numeric Rating Scale Kartapraja, Roni D.; Fuadi, Iwan; Redjeki, Ike Sri
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.994 KB)

Abstract

Mastektomi merupakan prosedur operasi pengangkatan kanker payudara yang dapat menimbulkan nyeri akut pascaoperasi, bahkan pada 20–30% pasien berlanjut menjadi sindrom nyeri kronik pascamastektomi sehingga diperlukan penatalaksanaan nyeri secara adekuat agar pasien tidak mengalami episode nyeri yang dapat mengganggu produktivitas. Tujuan penelitian ini membandingkan efek pemberian analgesia pre-emtif parecoxib dengan parasetamol dalam menurunkan nyeri pascaoperasi radikal mastektomi. Penelitian dilakukan secara prospektif single blind randomized controlled trial terhadap 30 pasien dewasa yang menjalani operasi radikal mastektomi di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung periode September–November 2014. Subjek dibagi dalam dua kelompok, analgesia pre-emtif parasetamol 1 g dan parecoxib 40 mg diberikan 30 menit sebelum sayatan pertama dilakukan. Setelah operasi selesai dicatat skala nyeri berdasarkan numeric rating scale (NRS) hingga 12 jam pascaoperasi di ruang perawatan. Analisis data menggunakan uji-t dan diolah dengan program statistical package for social science (SPSS) versi 21.0 for windows. Kelompok analgesia pre-emtif parecoxib 40 mg lebih lama membutuhkan analgetik pertolongan dan menurunkan NRS lebih rendah dibanding dengan kelompok analgesia preemtif parasetamol 1 g (p<0,05). Simpulan, parecoxib 40 mg lebih baik dibanding dengan analgesia pre-emtif parasetamol 1 g dalam menurunkan nyeri pascaoperasi radikal mastektomi berdasarkan NRS.Kata kunci: Analgesia pre-emtif, numeric rating scale, nyeri pascaoperasi, parasetamol, parecoxib, radikal mastektomiComparative Effect of Preemptive Analgesia Parecoxib with Paracetamol against Postoperative Radical Mastectomy Pain Using Numeric Rating ScaleMastectomy is a breast cancer surgery procedure that can lead to acute postoperative pain with 20–30% of patients may progress to postmastectomy chronic pain syndrome (PMPS). Therefore, it is necessary provide an adequate pain management so patients will not experience episodes of pain that can disrupt their productivity. The purpose of this study was to compare the effect of preemptive analgesia parecoxib with paracetamol in reducing radical mastectomy postoperative pain.The study was a prospective single blinded randomized controlled clinical trials on 30 adult patients who underwent radical mastectomy surgery in Dr. Hasan Sadikin General Hospital between September and November 2014. Subjects were divided randomly into two groups, 1 gram paracetamol preemptive analgesia and 40 miligram parecoxib which given 30 minutes before the first incision has been made. After the surgery was completed, we record the pain scale using the numeric rating scale (NRS). The data were recorded starting from the recovery room to 12 hours postoperative in the ward. Statistical analysis was performed using the t-test with statistical package for social science (SPSS) version 21.0 for Windows software. The results showed that the 40 miligram parecoxib preemptive analgesia group required longer rescue analgesics and lowerNRS than 1 gram paracetamol preemptive analgesia (p<0.05). In conclusion, 40 miligram parecoxib preemptive analgesia is better than 1 gram paracetamol preemptive analgesia in reducing radical mastectomy postoperative pain according to numeric rating scale.Key words: Numeric rating scale, paracetamol, parecoxib, postoperative pain, preemptive analgesia, radical mastectomy DOI: 10.15851/jap.v4n2.825
Perbandingan Efek Pencegahan Magnesium Sulfat dengan Petidin Intravena terhadap Kejadian Menggigil Selama Operasi Reseksi Prostat Transuretra dengan Anestesi Spinal Fuadi, Iwan; Bisri, Tatang; Gunadi, Mariko
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 3, No 3 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.096 KB)

Abstract

Gangguan termoregulasi berupa menggigil sering terjadi selama operasi dengan anestesi spinal. Tujuan penelitian ini membandingkan efek pencegahan kejadian menggigil selama operasi reseksi prostat transuretra dalam anestesi spinal antara MgSO4 dan petidin. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda pada 42 pasien dengan status fisik American Society of Anesthesiologist (ASA) II atau III, usia 60−70 tahun yang menjalani operasi reseksi prostat transuretra di kamar operasi bedah sentral Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Maret–September 2014. Pasien dibagi dalam kelompok MgSO4 dan kelompok  petidin. Data karakteristik, kejadian menggigil, suhu tubuh inti, monitoring tanda vital, dan efek samping dicatat. Hasil penelitian menunjukkan efek pencegahan kejadian menggigil kelompok MgSO4 lebih baik dibanding dengan kelompok petidin dan kejadian menggigil di kamar operasi 4/21 vs 9/21, sedangkan di ruang pemulihan kejadian menggigil sama pada kedua kelompok (1/21). Simpulan penelitian ini menunjukkan pemberian MgSO4 intravena sebelum anestesi spinal secara klinis mengurangi kejadian menggigil selama operasi dan memiliki efek pencegahan menggigil yang lebih baik dibanding dengan petidin.Kata kunci: Anestesi spinal, menggigil, MgSO4, petidinComparison of Anti-Shivering Effect of Intravenous Magnesium Sulfate with Pethidine during Transurethral Resection of the Prostate under Spinal AnesthesiaShivering, as a result of impaired thermoregulatory, is frequent during surgery under spinal anesthesia. The purpose of this study was to compare the anti-shivering effect between intravenous MgSO4 and pethidine during transurethral resection of the prostate under spinal anesthesia.This study was a randomized double-blind controlled trial in 42 patients with American Society of Anesthesiologist (ASA) physical status II or III, aged 60−70 years who underwent transurethral resection of the prostate at the central operating theater of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung within March–September 2014. The patients were divided into MgSO4 group and pethidine group. Characteristics of data, the incidence of shivering, body core temperature, vital signs monitoring, and adverse events were recorded. Antishivering effect of MgSO4 was better compared to pethidine, with the incidence of shivering in operating theatre was 4/21 vs 9/21. However, in the recovery room, the incidence of shivering was the same for both groups (1/21). It is concluded that the administration of intravenous MgSO4 before spinal anesthesia clinically reduces the incidence of shivering during surgery and has a better anti-shivering effect compared to intravenous pethidine.Key words: MgSO4, pethidine, shivering, spinal anesthesia DOI: 10.15851/jap.v3n3.609
Gambaran Kontaminasi Bakteri pada Sirkuit Pernapasan Anestesi di Ruang Operasi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Bulan Agustus 2015 Suryadi, Suryadi; Fuadi, Iwan; Sitanggang, Ruli Herman
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 5, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (602.025 KB) | DOI: 10.15851/jap.v5n1.1001

Abstract

Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung memakai sirkuit pernapasan dalam melakukan tindakan anestesi di ruang operasi. Sirkuit tersebut digunakan berulang dan diganti setiap 24 jam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kontaminasi bakteri pada sirkuit pernapasan anestesi. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif observasional secara cross–sectional. Sebanyak 102 sampel dari 51 sirkuit pernapasan anestesi diperiksa kultur bakteri sebelum dan sesudah digunakan pada ruang operasi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung selama 3 hari pada bulan Agustus 2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode apus pada konektor Y sirkuit pernapasan anestesi sebelum dan sesudah digunakan dalam 24 jam. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada kontaminasi bakteri pada sirkuit pernapasan anestesi sebelum digunakan pada ruang operasi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kontaminasi bakteri pada sirkuit pernapasan anestesi sesudah digunakan pada ruang operasi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah 25,49%. Gambaran pola bakteri yang teridentifikasi adalah bakteri Micrococcus spp., Bacillus spp., Streptococcus viridans, Serratia marcescens, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus hominis, dan Staphylococcus saprophyticus. Simpulan penelitian ini adalah tidak ditemukan kontaminasi bakteri pada sirkuit pernapasan anestesi sebelum digunakan dan ditemukan kontaminasi bakteri pada sirkuit pernapasan anestesi sesudah digunakan pada ruang operasi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.Kata kunci: Gambaran pola bakteri, kontaminasi bakteri, sirkuit pernapasan anestesi Description of Bacteria Contamination in Anesthesia Breathing Circuit in Operating Room Dr. Hasan Sadikin Bandung General Hospital in August 2015Breathing circuits have been used repeatedly to perform anesthesia in the operating theater of Dr. Hasan Sadikin General Hospital with a replacement interval of every 24 hours. This study was conducted to determine the contamination of bacteria in the anesthesia breathing circuits. This was an observational descriptive cross–sectional study on 102 samples from 51 anesthesia breathing circuits. These samples were cultured before and after the use of breathing circuit in the operating room of Dr. Hasan Sadikin General Hospital for 3 days in August 2015. Sampling was performed using swab method at the Y connector of anesthesia breathing circuit before and after use within a period of 24 hours. The results showed that no bacterial contamination was found in the anesthesia breathing circuit before use in the operating theatre of Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung. Bacterial contamination of anesthesia breathing circuit after use was 25.49%. The bacteria identified were Micrococcus spp., Bacillus spp., Streptococcus viridans, Serratia marcescens, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus hominis and Staphylococcus saprophyticus. It is concluded that no bacterial contamination of anesthesia breathing circuit before use; however, bacterial contamination was found after the use of anesthesia breathing circuits in the operating theatre of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung.Key words: Anesthesia breathing circuits, bacterial contamination, description of the bacteria 
Syok Indeks dan Skor APACHE II pada Pasien yang Meninggal di GICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2016 Damayanti, Eka; Indriasari, Indriasari; Fuadi, Iwan
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (718.334 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n1.1285

Abstract

Sistem skoring untuk menilai prognosis dan mortalitas merupakan bagian penting dalam perawatan di General Intensive Care Unit (GICU). Sistem skoring yang lazim digunakan adalah acute physiological and chronic health evaluation (APACHE II), namun sistem ini memiliki kelemahan yang berkaitan dengan banyaknya variabel yang digunakan. Syok indeks (SI) merupakan modalitas yang baik untuk memprediksi mortalitas yang dibuktikan dalam beberapa penelitian baik di Instalasi Gawat Darurat (IGD) maupun GICU. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka SI dan skor APACHE II pada pasien yang meninggal di GICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari sampai Desember 2016. Penelitian dilakukan selama bulan Agustus 2017. Metode yang digunakan adalah deskriptif observasional retrospektif terhadap 198 subjek penelitian yang diambil di bagian rekam medis. Penelitian ini memperoleh angka SI berkisar 0,51-2,29 dengan median 1,08. Jumlah pasien dengan angka SI <9 sebanyak 27 pasien (13,6%) dan SI ≥9 sebanyak 171 pasien (86,4%). Skor APACHE II berkisar 5–44 dengan median 28. Jumlah pasien dengan skor APACHE II <25 sebanyak 64 pasien (32,3%), 25-35 sebanyak 114 pasien (57,6%) dan >35 sebanyak 20 pasien (10,1%). Lama perawatan yang lebih pendek didapatkan pada pasien dengan SI dan APACHE II yang tinggi mengindikasikan bahwa makin tinggi skor SI dan APACHE II makin tinggi pula angka mortalitas.Kata kunci: Acute physiological and chronic health evaluation II, general intensive care unit, syok indek
Gambaran Tata Cara dan Angka Keberhasilan Penyapihan Ventilasi Mekanik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Sitorus, Richard Pahala; Fuadi, Iwan; Zulfariansyah, Ardi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (552.472 KB) | DOI: 10.15851/jap.v4n3.897

Abstract

Penyapihan ventilasi mekanik adalah suatu proses pelepasan bantuan ventilator yang dilakukan secara bertahap atau langsung oleh seorang dokter Intensive Care Unit (ICU). Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran tata cara dan angka keberhasilan penyapihan ventilasi mekanik yang dilakukan di ICU Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Metode penelitian ini adalah deskriptif observasional prospektif dan merupakan studi cross sectional. Penelitian ini melibatkan 50 pasien yang dirawat di ICU RSHS Bandung pada bulan Juli–September 2015. Data dicatat dan dikelompokkan sesuai dengan variabel karakteristik tata cara dan angka keberhasilan penyapihan ventilasi mekanik. Hasil penelitian ini menunjukkan tata cara penyapihan ventilasi mekanik yang paling banyak dilakukan adalah once daily trial of T piece sebanyak 22 pasien (44%) kemudian continous positive airway pressure (CPAP) sebanyak 40%, intermittent trial of T-piece sebanyak 10%, dan pressure support ventilation (PSV) 6%. Angka keberhasilan penyapihan ventilasi mekanik sebanyak 44 orang (88%) dan angka kegagalan penyapihan ventilasi mekanik adalah sebanyak 6 orang (12%) sehingga harus dilakukan re-intubasi. Tata cara penyapihan ventilasi mekanik yang paling banyak digunakan di ICU RSHS Bandung adalah once daily trial of T piece dan angka keberhasilan penyapihan ventilasi mekanik sebesar 88%.Kata kunci: Angka keberhasilan, tata cara penyapihan, ventilasi mekanikProcedures and Success Rate of Mechanical Ventilation Weaning in Intensive Care Unit of Dr. Hasan Sadikin General Hospital BandungAbstractMechanical ventilation weaning is a process of withdrawing ventilator assistance gradually or immediately by Intensive Care Unit (ICU) physicians. This study aimed to describe the procedure and the success rate of mechanical ventilation weaning performed at the ICU of Dr. Hasan Sadikin General Hospital (RSHS) Bandung. This was a cross-sectional descriptive prospective observational and study involving 50 patients treated at the ICU of RSHS Bandung during the period of July to September 2015. Data were recorded and classified in accordance with the variable characteristics of the procedure and the success rate of mechanical ventilation weaning. The results indicated that the most widely used mechanical ventilation weaning procedures were T-piece once daily trial in 22 patients (44%), continous positive airway pressure (CPAP) in 40%, T-piece intermittent trial in 10%, and pressure support ventilation (PSV)in 6%. Mechanical ventilation weaning success rate was 88% and the failure rate was 12% (6 patients) which required re-intubation. The most widely used procedure for mechanical ventilation weaning at the ICU of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung is T-piece once daily trial and the mechanical ventilation weaning success rate is 88%.Key words: Mechanical ventilation, success rate, weaning procedure  
Perbandingan Chula Formula dengan Auskultasi 5 Titik terhadap Kedalaman Optimal Pipa Endotracheal pada Anestesi Umum di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Ariestian, Erick; Fuadi, Iwan; Maskoen, Tinni T.
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (875.176 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n1.1286

Abstract

Kedalaman pipa endotracheal (ETT) yang optimal menjadi salah satu perhatian utama karena komplikasi terkait dengan malposisi ETT. Auskultasi 5 titik merupakan metode yang digunakan dalam menentukan kedalaman ETT. Namun, teknik tersebut masih memiliki potensi  malposisi ETT. Penggunaan chula formula terbukti dapat digunakan untuk menentukan kedalaman ETT yang optimal. Penelitian ini bermaksud menilai ketepatan kedalaman yang optimal penempatan ETT setelah dilakukan intubasi endotrakea menggunakan chula formula dibanding dengan tektik auskultasi 5 titik. Penelitian ini merupakan penelitian prospektif analitik komparatif yang dilakukan pada 48 orang pasien berusia ≥18 tahun, status fisik American Society of Anesthesiology (ASA) I–II di ruang bedah terjadwal RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Oktober 2017. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok penentuan kedalaman ETT menggunakan teknik auskultasi 5 titik dan kelompok yang dilakukan menggunakan chula formula. Dilakukan penilaian jarak ujung ETT terhadap carina menggunakan fiberoptic bronchoscope (FOB). Hasil penelitian ini menunjukkan kedalaman optimal ETT menggunakan chula formula lebih baik dibanding dengan teknik auskultasi 5 titik. Analisis statistik menggunakan uji Exact Fisher.  Hasil analisis menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik (p<0,05). Simpulan penelitian ini adalah penggunaan chula formula menghasilkan kedalaman ETT yang lebih optimal.Kata kunci: Auskultasi 5 titik, bronkoskopi fiberoptik, chula formula, intubasi endotrakea, kedalaman ETT
Insidensi dan Faktor Risiko Hipotensi pada Pasien yang Menjalani Seksio Sesarea dengan Anestesi Spinal di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Rustini, Rini; Fuadi, Iwan; Surahman, Eri
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 1 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.485 KB) | DOI: 10.15851/jap.v4n1.745

Abstract

Hipotensi merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah tindakan anestesi spinal pada pasien seksio sesarea. Hipotensi terjadi akibat blokade simpatis terhadap aktivitas vasomotor pembuluh darah serta penekanan aorta dan vena kava inferior oleh uterus yang membesar terutama pada saat pasien telentang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui insidensi hipotensi dan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipotensi pada pasien yang menjalani seksio sesarea dengan anestesi spinal di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian observasional potong lintang (cross sectional) ini dilakukan pada 90 subjek pasien yang menjalani seksio sesarea dengan anestesi spinal pada periode bulan April–Mei 2015. Pengolahan data dengan analisis univariabel untuk melihat gambaran proporsi variabel masing-masing yang disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan insidensi hipotensi 49%. Faktor risiko yang menyebabkan hipotensi maternal menunjukkan hasil yang tidak signifikan berhubungan dengan kejadian hipotensi (p>0,05). Perbedaan insidensi hipotensi maternal setelah tindakan anestesi spinal dan faktor risiko yang memengaruhinya dengan penelitian sebelumnya karena perbedaan jumlah sampel penelitian, perbedaan definisi hasil yang digunakan, perbedaan tempat penelitian, dan perbedaan metode pengumpulan data.Kata kunci: Anestesi spinal, faktor risiko, hipotensi, insidensi, seksio sesareaIncidence and Risk Factors of Hypotension in Patients Undergoing Cesarean Section with Spinal Anesthesia in Dr. Hasan Sadikin General Hospital BandungAbstractThe most common serious complication associated with spinal anesthesia for C-section is hypotension. These hemodynamic changes result from a blockade of sympathetic vasomotor activity that is accentuated by the compression of the aorta and inferior vena cava by the gravid uterus when the patient is in the supine position. The purpose of this study was to describe the incidence of hypotension in patients undergoing cesarean section with spinal anesthesia in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung and to obtain a description of risk factors associated with the incidence of hypotension. A cross–sectional observational study was conducted on 90 subjects consisting of patients undergoing cesarean section with spinal anesthesia during the period of April–May 2015. The data processing performed was the univariable analysis to see the picture of the proportion of each variable, which were presented descriptively. The results showed 49% incidence of hypotension. There was an insignificant association between the risk factors of maternal hypotension after spinal anesthesia for cesarean section insignificant association with the incidence of hypotension (p>0.05). Differences in the incidence of maternal hypotension after spinal anesthesia and risk factors as stated in this study when compared to previous studies are due to differences sample size, definitions, place, and data collection methods.Key words: Cesarean section, hypotension, incidence, risk factors, spinal anesthesia DOI: 10.15851/jap.v4n1.745
Sindrom Burnout pada Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Sutoyo, Dessy; Kadarsah, Rudi Kurniadi; Fuadi, Iwan
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (912.559 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n3.1360

Abstract

Sindrom burnout didefinisikan sebagai kelelahan kronik yang mencakup tiga komponen, yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan berkurangnya kepuasan terhadap pencapaian pribadi. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berisiko tinggi mengalami kelelahan dan sindrom burnout akibat beban kerja yang tinggi yang dihadapi baik dalam hal melakukan pelayanan dalam bidang anestesi dan beban dalam pendidikannya. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kejadian sindrom burnout pada peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kuesioner yang dilakukan pada peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unpad yang masih aktif dan memberikan pelayanan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan April 2018 sebanyak 89 orang. Dilakukan penilaian menggunakan kuesioner yang mencakup data demografik, pendidikan dan pekerjaan, pencapaian prestasi pribadi, serta maslach burnout inventory yang sudah diterjemahkan. Hasil penelitian didapatkan angka kejadian sindrom burnout pada peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unpad adalah 44%. Simpulan penelitian ini adalah angka kejadian sindrom burnout pada peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unpad cukup tinggi, yaitu 44%.  Kata kunci: Depersonalisasi, kelelahan emosional, maslach burnout inventory, peserta PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif, sindrom burnoutBurnout Syndrome among Anesthesiology Residents in Universitas PadjadjaranBurnout syndrome is defined as chronic exhaustion that is characterized by emotional exhaustion, depersonalization, and a sense of low professional accomplishment. The main component of this syndrome is emotional exhaustion. Residents who are being trained in anesthesiology and intensive therapy  department have s high risk to exhaustion that will lead to burnout syndrome due to stressful environment and high work load in both medical service and medical education. The purpose of this study was to assess the incidence of burnout syndrome among residents in Anesthesiology and Intensive Therapy Department, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran. This was a cross-sectional descriptive study on 89 residents that was performed in April 2018. Assessment was performed using a questionnaire on demographic, education, personal achievement, and medical service data as well as the translated Maslach Burnout Inventory to reveal the incidence of burnout syndrome among residents of Anesthesiology and Intensive therapy department, faculty of medicine, Universitas Padjadjaran. From the analysis, it was discovered that 44% of the residents experienced burned out syndrom. In conclusion, the incident of burn out syndrome among residents of Anesthesiology and Intensive Therapy Department, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran is high. Key words: Anesthesiology and intensive care residents, burnout syndrome, depersonalization, emotional exhaustion, Maslach burnout inventory
Gambaran Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation (APACHE) II, Lama Perawatan, dan Luaran Pasien di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Tahun 2017 Pamugar, Bramantyo; Pradian, Erwin; Fuadi, Iwan
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (850.734 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n3.1344

Abstract

Skor acute physiologic and chronic health evaluation (APACHE) II, lama perawatan, dan luaran pasien merupakan indikator penting di Intensive Care Unit (ICU). Ketiga indikator ini dapat berbeda dari satu dengan tempat lain. Ketiga indikator ini dapat dibandingkan di tempat lain untuk meningkatkan pelayanan ICU. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran skor APACHE II, lama perawatan, dan angka mortalitas pada pasien yang dirawat di ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2017. Metode yang digunakan adalah deskriptif observasional yang dilakukan secara retrospektif terhadap 303 objek penelitian. Objek penelitian diambil di bagian rekam medis pada bulan April 2018. Penelitian ini memperoleh hasil skor APACHE II berkisar 0−56  dengan rerata 16,68, angka mortalitas sebesar 130 (42,3%), dan lama perawatan berkisar 2−79 hari dengan rerata 9,89 hari. Data skor APACHE II terhadap angka kematian berbeda dengan Amerika Serikat yang dapat dikarenakan perbedaan acuan prediksi mortalitas, underestimation derajat keparahan pasien cedera kepala, bias yang disebabkan oleh penatalaksanaan pasien pre-ICU, dan satu waktu pemeriksaan skor APACHE II.Kata kunci: APACHE II, ICU, lama perawatan, luaran pasienOverview of Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation (APACHE) II, Length of Stay, and Patient Outcome in the Intensive Care Unit of Dr. Hasan Sadikin General Hospital in 2017The APACHE II score, length of stay, and patient outcome are important indicators in Intensive Care Unit (ICU). Those indicators could be different from one place to another and can be compared to increase the quality of health services in ICU. The purpose of this study was to describe acute physiologic and chronic health evaluation (APACHE) II, length of stay, and mortality rate of patients at the ICU of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from January 1 to December 31, 2017. This was a retrospective descriptive observational study on 303 patient medical records. It was revealed that the APACHE score was ranging from 0−56 (mean =16.68); the mortality rate was 42.9% (n=130); and the length of stay was 2−79 days (mean 9.89 days). This suggests a gap in these indicators between Dr. Hasan Sadikin General Hospital and hospitals in the United States of America which may be due to differences in the the standard that is used to predict the mortality rate, underestimation of severity of head injury, treatment before admission to ICU, and single time assessment of APACHE II.Key words: APACHE II, ICU, length of stay, outcome
Co-Authors - Elvidiansyah - Elvidiansyah A Himendra Wargahadibrata A Himendra Wargahadibrata A. Hmendra Wargahadibrata A. Muthalib Nawawi A. Muthalib Nawawi A.A. Ketut Agung Cahyawan W Abdul Muthalib Nawawi Abdul Muthalib Nawawi Abdul Rahman Abdul Rahman Aisyah Ummu Fahma Andre Aditya Andy Hutariyus Ardhana Risworo Anom Yuswono Ardhana Risworo Anom Yuswono Ardi Zulfariansyah Ardi Zulfariansyah Ardi Zulfariansyah Ari Saptadi Ari Saptadi Ariestian, Erick Army Zaka Anwary Arna Fransisca Arsy Felisita Dausawati Arsy Felisita Dausawati Asyer Asyer Bisri, Tatang https://scholar.google.co.id/citations?u Bona Akhmad Fithrah Bramantyo Pamugar Defri Aryu Dinata Defri Aryu Dinata, Defri Aryu Dessy Sutoyo Dewi Ramadani Dewi Ramadani Dewi Yulianti Bisri Dian Novitasari Dian Novitasari Dimas Rahmatisa Dini Handayani Putri Dzulfikar D. L. Hakim Eka Damayanti Eri Surahman Eri Surahman Eri Surahman Erick Ariestian Erwin Pradian Erwin Pradian Eva Srigita Tari Ezra Oktaliansah Fahma, Aisyah Ummu Fardian Martinus Ferra Mayasari Firdaus, Riyadh Fithrah, Bona Akhmad Fitri Sepviyanti Sumardi Fitri Sepviyanti Sumardi Hamzah Hamzah Hansen Wangsa Herman Hidayat, Dede A Hunter D. Nainggolan Hunter D. Nainggolan Ike Sri Redjeki Ike Sri Redjeki Indra Wijaya Indriasari Indriasari Iwan Abdul Rachman Jimmy Setiadinata Jimmy Setiadinata, Jimmy Kartapraja, Roni D. Lukman Hidayat M Andy Prihartono M Sofyan Harahap M. Erias Erlangga Mariko Gunadi Mariko Gunadi Martinus, Fardian Maulana Muhammad Maulana Muhammad, Maulana Mayasari, Ferra MM Rudi Prihatno Monika Widiastuti Muhammad Adjie Pratama Nency Martaria Nurmala Dewi Maharani Nyiemas Moya Zamzami Pamugar, Bramantyo Pison, Osmond Muvtilof R, Tubagus Yuli Radian Ahmad Halimi Rahmadsyah, Teuku Rahordjo, Sri Richard Pahala Sitorus Rini Rustini Riyadh Firdaus Roni D. Kartapraja Rudi Kurniadi Kadarsah Ruli Herman Sitanggang S, Achmad Afif Saleh, Siti Chasnak Setiawan Setiawan Sitanggang, Ruli H. Siti Chasnak Saleh Sitorus, Richard Pahala Sri Rahardjo Sri Rahardjo Sri Rahardjo Sri Rahardjo Sudadi Sudadi Suryadi Suryadi Suryadi Suryadi Sutoyo, Dessy Tantarto, Tamara Tatang Bisri Tatang Bisri Tatang Bisri Tatang Bisri Theresia C. Sipahutar Theresia C. Sipahutar Theresia Monica Rahardjo Theresia Monica Rahardjo Thomas Thomas Tinni T. Maskoen Tinni T. Maskoen Tinni T. Maskoen Tubagus Yuli R Wargahadibrata, A. Hmendra Wenny Oktivia Yunita Susanto Putri Yunita Susanto Putri Zamzami, Nyiemas Moya