Claim Missing Document
Check
Articles

MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PENERAPAN PIDANA PENGEMBALIAN ANAK KEPADA ORANG TUA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Syarwani, Mohd.Din, Suhaimi.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.517 KB)

Abstract

Abstract-Generally, a juvenile criminal is a kind of ignorance and lack of monitoring and responsibility of the parents itself, in criminal juvenile justice system the perpetrator as the juvenile hence the existence is not only as the object but also subject, justification of criminal law putting back the child under parents guardian in justice system can be questioned as no mechanism on the monitoring. This research aims to explore how the mechanism of monitoring on the child sentenced to the return to the parents, whether the punishment of it based on the aim of punishment in criminal justice system, the research aims to know the mechanism of the monitoring, the aim of giving the child back to the parents in relation to the aim of the punishment in the system. This is preskriptive research. The research shows that the mechanism of monitoring on the juvenile convicted is returning back to the parents in criminal justice system is done through the sentence of probation and monitoring punishment. It shows that judges assumes that the punishment of monitoring is a punishment, in fact the laws regulating the mechanism of monitoring systematically on the child as a criminal sentenced the kind of punishment especially giving them back to the parets that can have its own understanding. In their community, meaning that the normative law enforcement that is substantively open the mindset or that they cannot be punished as they are under age criminal then their behavior cannot be prevented by criminal law. It is recommended that the mechanism of monitoring should be regulated in the laws for monitoring in order to realize the child as smart generations hence maximal juvenile court can be avoided on them in every case and there is a necessary of attention of stakeholders. Keywords: Monitoring Mechanism, Actions Abstrak: Pada umumnya anak melakukan kejahatan disebabkan kelalaian dan kurangnya pengawasan dari orang tua itu sendiri, dalam sistem peradilan pidana anak pelaku kejahatan dianggap sebagai anak nakal sehingga keberadaannya tidak saja sebagai subjek tetapi juga objek, maka justifikasi hukum pidana mengembalikan anak kepada orang tua sebagai bentuk tindakan (maatregel) dalam sistem peradilan pidana dapat dipertanyakan, karena belum tersedia mekanisme yang jelas tentang sistem pengawasan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pengawasan terhadap anak yang dijatuhkan tindakan (maatregel) dikembalikan kepada orang tua dan tujuan dikembalikan anak kepada orang tua dikaitkan dengan tujuan pemidanaan dalam sistem peradilan. Metode penelitian yang digunakan penelitian perskriptif, hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan terhadap anak yang dikembalikan kepada orang tua dalam sistem peradilan pidana dilakukan melalui pidana bersyarat dan pidana pengawasan, ini menunjukkan bahwa hakim mengasumsikan pidana tersebut sebagai bentuk pengawasan, padahal dalam undang-undang belum ada pengaturan mekanisme pengawasan secara sistematis terhadap anak, tindakan (maatregel) demikian memiliki pemahaman tersendiri dalam komunitas anak artinya penegakan norma hukum secara substantif akan membuka ruang pemikiran atau stagment pada anak-anak bahwa mereka tidak dapat dikenakan pidana (straf) karena masih dibawah umur. Disarankan agar mekanisme pengawasan diatur sedemikian rupa dalam perundang-undangan tentang sistem pengawasan, demi mewujudkan anak sebagai generasi cerdas maka peradilan semaksimal mungkin menghindari penahakan terhadap anak dalam penanganan kasus serta pentingnya atensi seluruh stackholder. Kata kunci :Mekanisme pengawasan, Tindakan
KEABSAHAN HONORARIUM ADVOKAT DALAM MENANGANI KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Sayyid Mahfudh Zikri; Dahlan Ali; Suhaimi Suhaimi
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 3: Agustus 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (161.8 KB)

Abstract

Abstract: Advocates including noble profession because it provides such services be giving advice and legal counsel for and on behalf of his client about a case. A lawyer assigned to assist his clients naturally obtain payment for his services (legal fee or honorarium). This study aims to determine the validity of the fees lawyers are derived from money laundering and know the standard fee arrangements in the Advocate Law. This study was a descriptive analytical approach normative juridical aspects. Primary data were collected through a review of the literature relevant to the discussion of the thesis. Secondary data was collected through interviews with informants. The collected data is processed and analyzed by descriptive qualitative and then compared. Based on the results of research and discussion, the setting of the fees lawyers are derived from money laundering included in the explanation of Article 5 Money Laundering Law. Therefore, discussion of the advocate who received honorarium from clients domiciled defendant TPPU cases, so in this case must be tested and assessed using the parameters of their errors as well as the ability to be responsible. Moreover, the Advocate Law stipulates that lawyers who defend clients, both inside and outside the court is entitled to receive fees or honoraria. This is related to retention rights, namely the right to not return the papers held before the honorarium paid in advance. Including using the right to threaten retention and reduce capacity as an advocate in defending and protecting its clients.Keywords : Legal free, honorarium, advocate, money laundering. Abstrak: Advokat termasuk profesi mulia karena memberikan jasa berupa menjadi pemberi nasehat dan kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya tentang suatu perkara. Seorang advokat yang bertugas membantu kliennya sudah sewajarnya memperoleh pembayaran untuk jasanya (legal fee atau honorarium). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan honor advokat yang bersumber dari tindak pidana pencucian uang dan mengetahui pengaturan honornya dalam UU Advokat. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan aspek yuridis normatif. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelaahan kepustakaan yang relevan dengan pembahasan tesis. Sedangkan data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan informan. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kemudian dikomparasikan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pengaturan mengenai honor advokat yang bersumber dari tindak pidana pencucian uang termasuk dalam penjelasan Pasal 5 UU TPPU. Oleh karena itu, pembahasan mengenai advokat yang menerima honorarium dari klien yang berkedudukan sebagai terdakwa kasus TPPU, maka dalam hal ini harus diuji dan dikaji menggunakan parameter adanya kesalahan serta kemampuan untuk bertanggung jawab. Selain itu, UU Advokat mengatur bahwa advokat yang membela klien, baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan berhak menerima uang jasa atau honorarium. Hal ini berhubungan dengan hak retensi, yakni hak untuk tidak mengembalikan surat-surat yang dipegang sebelum honorariumnya dilunasi terlebih dahulu. Termasuk menggunakan hak retensi untuk mengancam dan mengurangi kapasitas sebagai advokat dalam membela dan melindungi kliennya.Kata kunci : Keabsahan, honorarium, advokat, pencucian uang.
NARAPIDANA NARKOBA DENGAN NARAPIDANA LAIN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh). Yusri, Mohd. Din, Suhaimi.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 3: Agustus 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.42 KB)

Abstract

Abstract: Law No. 12 Year 1995 regarding Correctional, especially those governing the placement of inmates, namely Article 12 paragraph (1) states in order to provide guidance to inmates in prison is done on the basis of the classification of age, sex, length of sentence imposed, the type of crime and criteria another according to the needs or developmental coaching. The purpose of this study was to determine and explain the reality of drug incorporation inmate placement in the statutory provisions in Class IIA Penitentiary Banda Aceh. The formulation of the article is not made clear in the form of sanctions to prison who do not comply with the provisions of article in question. Merger placement drug inmates in prison Class IIA Banda Aceh due to various factors, giving rise to a variety of impacts on the development of inmates, for example, the resedivis and prisonisasi. It is recommended that the placement of inmates in prison are grouped based on certain criteria according to the rules, as well as the limits and system development patterns that differ between specific inmate drug with other common inmates. Keywords: Surviving the placement of prisoners. Abstrak: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, khususnya yang mengatur tentang penempatan narapidana yaitu Pasal 12 ayat (1) menyatakan dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lain sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan kenyataan penggabungan penempatan narapidana narkoba dalam ketentuan perundang-undangan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh. Rumusan pasal tersebut tidak memberikan ketegasan berupa sanksi kepada Lembaga Pemasyarakatan yang tidak memenuhi ketentuan pasal yang dimaksud. Penggabungan penempatan narapidana narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Banda Aceh disebabkan karena berbagai faktor, sehingga menimbulkan berbagai dampak terhadap pembinaan narapidana, contohnya terjadinya resedivis dan prisonisasi. Disarankan agar penempatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu sesuai peraturan, serta memberikan pembatasan dan sistem pola pembinaan yang berbeda antara narapidana khusus narkoba dengan narapidana umum lainya. Kata kunci : Penggabungan penempatan narapidana.
PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAMMENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. M. Jabir, Suhaimi, Syarifuddin Hasyim,
Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 3: Agustus 2015
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.112 KB)

Abstract

Abstract:Homicide is ruled in Article 338 of the Indonesian Penal Code and in order to punish a killer, there should be evidence. One of the evidences is obtained from experts as worded in Article 184 of the Indonesian Criminal Procedure Law in the form of visum et repertum. However, in developing it investigators are facing obstacles.This research aims to explore the relationship between visum et repertum by forensic unit with investigators and the proving of the crime, constraints faced by the police unit in making it at the crime, and efforts done by the investigators of police station of Banda Aceh towards the obstcales in probing the crime. Keywords :investigators, visum et repertum, homicide. Abstrak: Kejahatan terhadap nyawa khususnya pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP dalam proses peradilan untuk menjatuhkan pidana bagi pelaku diperlukan adanya pembuktian. Salah satu alat bukti dimaksud adalah keterangan ahli sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP dalam bentuk visum et repertum. Namun demikian, dalam pembuatan visum et repertum penyidik juga mengalami banyak kendala dan hambatan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan kaitan antara pembuatan visum et repertum oleh pihak kedokteran kehakiman dengan penyidik dan pembuktian suatu tindak pidana pembunuhan, hambatan yang dihadapi satuan reskrim dalam pembuatan visum et repertum pada pembuktian tindak pidana pembunuhan dan upaya yang dilakukan oleh penyidik Reskrim Polresta Banda Aceh terhadap hambatan yang dihadapi dalam mengungkapkan tindak pidana pembunuhan. Kata kunci :Penyidik, visum et repertum,danpembunuhan.
PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PUTUSAN PIDANA DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jantho) Apriyanti, Dahlan Ali, Suhaimi.
Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 4: November 2014
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (434.424 KB)

Abstract

Abstract : The Criminal Justice Procedure Law and the Supreme Court Directive of Republic of Indonesia Number 7, 1985 regulates the Guidance for the Implementation of Monitoring and Watching Judges Duties requiring the existence of active judge after the guilty decision to correct directly towards the prisoners during their punishment. The research shows that the role of judges who monitor and watch the prisoners as ruled in Article 277 to article 285 of the Criminal justice procedure Law and the Supreme Court Directive Number 7, 1985 still limited in terms of control towards the report by the prisoners made and reported by the Head of Correctional Institution. It is recommended that in terms of the well implementation from the duties and roles of the judges, there should be the role of the judges of monitoring and watching not only to monitor and watch the prisoners that has been convicted but also to control them who have been accomplishing the punishment that is outside the correctional institution in terms of avoiding the repetition of the crime commission. Key Words: Monitoring and Watching the Conviction. Abstrak : Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 7 Tahun 1985 mengatur tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat yang menghendaki adanya hakim yang aktif sesudah putusan dijatuhkan untuk mengoreksi secara langsung terhadap narapidana selama mereka mengalami pemidanaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran hakim pengawas dan pengamat sebagaimana diatur dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 285 KUHAP dan SEMA No. 7 Tahun 1985 masih terbatas dalam pelaksanaan kontrol terhadap hasil laporan narapidana yang dibuat dan disampaikan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakat, peran dimaksud dilakukan untuk menghindari tidak terjadinya kesalahpahaman antara hakim pengawas dan pengamat dengan petugas lembaga pemasyarakatan. Hambatan yang ditemui selain undang-undang tidak mengatur secara jelas hak dan wewenang dan sanksi hakim pengawas dan pengamat, Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan dan pengamatan, seharusnya peran hakim pengawas dan pengamat tidak hanya sebatas mengawasi dan mengamati narapidana yang telah memperoleh putusan hukum tetap tapi hendaknya juga mengamati narapidana yang telah keluar dari lembaga pemasyarakatan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengulangan tindak pidana. Perlu adanya ketentuan yang lebih jelas mengenai hakim pengawas dan pengamat, dan menunjukkan hakim pengawas dan pengamat tidak dibatasi satu orang untuk masing-masing wilayah hukum Pengadilan Negeri. Kata Kunci: Pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pidana.
PERAN DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN MOBILITAS PENDUDUK KOTA LANGSA DALAM MENGAWASI PENERAPAN UPAH LEMBUR DAN WAKTU CUTI MINGGUAN PADA PERUSAHAAN PERSEORANGAN WARUNG KOPI DI KOTA LANGSA Faisal Adami; Suhaimi Suhaimi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan pengawasan terhadap upah lembur dan waktu cuti mingguan di Kota Langsa, dan kendala dalam melakukan pengawasan, serta upaya Dinas sosial tenaga kerja dan mobilitas penduduk Kota Langsa dalam merealisasi penerapan upah lembur dan waktu cuti mingguan pada perusahaan perseorangan warung kopi di Kota Langsa. Data dalam penulisan artikel ini diperoleh dengan dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca perundang–undangan, buku, doktrin dan artikel. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang berhubungan dengan penelitian ini melalui wawancara dan kuisoner tertutup dengan responden dan informan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa instansi terkait melakukan pengawasan terhadap upah lembur dan waktu cuti mingguan di beberapa perusahaan Kota Langsa, tetapi pengawasan tidak dilakukan secara maksimal, dan kendala dalam melakukan pengawasan disebabkan karena minimnya anggaran, kurang personil, serta hanya terfokus pada perusahaan yang menyediakan karyawan relatif banyak. Upaya instansi terkait dalam merealisasi penerapan upah lembur dan waktu cuti mingguan yaitu melalui proses penyuluhan perundang-undangan, melakukan pengawasan, serta dilanjutkan dengan tindakan represif berupa pemberhentian kegiatan usaha kepada pengusaha yang melanggar kewajibannya berdasarkan hasil evaluasi dari kegiatan  pengawasan. Disarankan untuk menambah personil agar mudah melaksanaan pengawasan serta menerapkan hukuman tegas berupa pemberhentian izin usaha apabila terjadi pelanggaran norma kerja dari hasil pengawasan pada perusahaan persorangan warung kopi Kota Langsa.
TATA CARA PEMBERIAN HAK PAKAI ATAS TANAH (Studi Kasus Pemberian Hak Pakai Kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Di Kota Sabang) Ula Safriati; Suhaimi Suhaimi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Pasal 50 Peraturan Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 disebutkan bahwa permohonan Hak Pakai harus melampirkan akta pendirian atau peraturan pendiriannya, untuk data yuridis melampirkan sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah yang sudah dibeli dari pemerintah, akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat bukti perolehan tanah lainnya. Dalam lampiran data yuridis salah satu yang harus dilampirkan ialah surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah, akan tetapi tanah yang diberikan hak pakai tersebut tidak dialukan pembebasan hak atas tanah terlebih dahulu serta tidak diberikan ganti kerugian dalam bentuk apapun. Tujuan penuliasan ini untuk menjelaskan tata cara pemberian Hak Pakai yang diberikan kepada Kementerian Pertahanan RI apakah telah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlakudi serata melihat akibat hukum yang ditimbulkan dari pemberian hak pakai tersebut. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian Yuridis-Normatif atau penelitian kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang mengkaji kaidah-kaidah hukum yang dipilih sebagai bahan penelitian ini atau kajian ini. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pembebasan tanah serta ganti rugi atas tanah untuk keperluan intansi pemerintah tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dimana tidak diimplementasikannya Pasal 2 Ayat (2), Pasal 3, Pasal 12, Pasal 13, Keputusan Presiden RI Nomor 55 Tahun 1994 dan Pasal 16 ayat (4) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994. Diharpakan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional agar melakukan peninjaun kembali Hak Pakai atas nama Kementerian Pertahanan RI dengan Sertifikat Nomor. 11 dan Nomor. 12 tahun 1994 dengan luas ±453,13 Ha yang terletak di Kecamatan Cor Bak’U, Kota sabang. Dan kepada Kementerian Pertahanan agar melakukan pembabasan hak atas tanah serta memberikan ganti kerugian sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PENGELOLA WARUNG INTERNET YANG MEMBIARKAN AKSES SITUS PORNOGRAFI DI KOTA BANDA ACEH Putri Ramadhani; Suhaimi Suhaimi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 64 Tahun 2010 tentang Pengawasan dan Petunjuk Operasional Kegiatan Usaha Jasa Layanan Internet disebutkan bahwa Pengusaha/pengelola/penyedia jasa usaha warung internet dilarang menyediakan atau membiarkan pengguna jasa internet untuk membuka situs porno atau yang mengandung unsur pornografi, perjudian, transaksi narkoba atau perbuatan lainnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun dalam kenyataanya warung internet internet masih membiarkan pengguna untuk mengakses situs pornografi. Tujuan penulisan artikel ini ialah untuk menjelaskan bagaimana penerapan sanksi administratif terhadap pengelola warung internet yang masih membiarkan akses situs pornografi dan penyebab warung internet yang masih membiarkan akses pornografi. Untuk memperoleh data yang bersifat teoritis dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dengan mempelajari literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan sanksi administratif terhadap para pengelola warung internet yang masih membiarkan pengguna mengakses situs pornografi hanya sebatas pada teguran pertama yaitu teguran secara tertulis. Penyebab warung internet membiarkan pengaksesan situs pornografi disebabkan pengelola warung internet yang lebih mengutamakan keuntungan finansial, tidak adanya tempat pengaduan bagi masyarakat, dan kurangnya sosialisasi oleh Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik. Disarankan kepada instansi pemerintah, khususnya Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Banda Aceh untuk meningkatkan penyebarluasan atau sosialisasi sanksi administratif terkait akses situs pornografi kepada pengelola warung internet dan menerapkan sanksi secara tegas. Kemudian disarankan kepada masyarakat pengguna warung internet untuk ikut berperan dalam mengawasi penerapan sanksi terhadap pengelola warung internet yang membiarkan akses situs pornografi.
Pelaksanaan Pengawasan Organisasi Profesi Apoteker Terhadap Pelaksanaan Tugas Apoteker Di Kota Banda Aceh Azika Zena Amelia; Suhaimi suhaimi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 58 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerja Kefarmasian menyatakan bahwa Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta organisasi profesi kefarmasian membina dan mengawasi pelaksanaan dan pekerjaan kefarmasian. Namun dalam prakteknya, pelaksanaan pengawasan belum dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan dan mengetahui pelaksanaan pengawasan apoteker di Kota Banda Aceh, hambatan dalam pelaksanaan pengawasan apoteker di Kota Banda Aceh yang tidak berjalan sesuai dengan aturan, dan mengetahui upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Data yang digunakan dalam penulisan ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan diperoleh dari bahan bacaan seperti buku-buku, Peraturan Perundang-Undangan, pendapat para ahli, dan sumber internet, penelitian lapangan dengan mengadakan wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian ini menunjukkan pengawasan yang dilakukan organisasi Ikatan Apoteker Indonesia terhadap perilaku apoteker dalam menjalankan tugasnya di apotek belum berjalan optimal, disebabkan terdapatnya beberapa hambatan bagi para pengawas dalam melakukan tugasnya. Hambatan-hambatan yang dihadapi para instansi pengawas salah satunya adalah hambatan yang timbul dari pihak instansi itu sendiri, yaitu mengenai minimnya ketersediaan dana dan mengakibatkan pelaksanaan pengawasan, serta tenaga terbatas juga merupakan hambatan bagi IAI. Minimnya petugas pengawasan, sehingga sering terjadi kesulitan dalam pengawasan yang dilakukan di lapangan. Disarankan kepada organisasi IAI untuk serius dan rutin dalam melakukan pengawasan terhadap apoteker, disarankan kepada apoteker sebagai pihak dari apotek untuk memberikan informasi,edukasi yang jelas kepada konsumen, disarankan kepada konsumen dalam melakukan pembelian obat agar lebih cerdas dalam mengetahui hak-haknya sebagai konsumen, disarankan kepada pemerintah yaitu Dinas Kesehatan agar selalu rutin mengawasi apoteker dan memberikan peringatan tegas serta pencabutan izin praktek kepada apotek yang melakukan pelanggaran.
Pemenuhan Hak Rekreasional Terhadap Narapidana Anak Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Banda Aceh Zulyani Mahmud; Zahratul Idami; Suhaimi Suhaimi
Media Iuris Vol. 4 No. 2 (2021): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v4i2.26478

Abstract

This article discusses and describes the task of the Banda Aceh Special Development Institute (LPKA) in providing guidance and fulfilling the rights of children in lpka. Law No. 11 of 2012 on the child criminal justice system in Article 3 states that every child in the criminal justice process has the right to conduct recreational activities, but in fact the fulfillment of children’s recreational rights has not been carried out to the maximum while in LPKA. The research method used is empirical juridical research method. The results showed the granting of Recreational Rights has not been running optimally, from within the LPKA is done by giving a schedule of play to students on holidays, activities carried out are playing volleys and playing musical instruments, activities outside lpka is to be a guest at discussion events held by other parties. not clearly regulated how the granting of recreational rights, the granting of recreational rights is done only on the basis of the policy of the Head of LPKA. Inhibitory factors in the absence of a special budget for the granting of recreational rights.Keywords: Fullfillment; Right; Recreational; Child Prisioner.Artikel ini membahas dan menganilis tugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Banda Aceh dalam memberikan pembinaan dan mempenuhi hak-hak anak di dalam LPKA, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dalam Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak melakukan kegiatan rekreasional, Namun dalam faktanya pemenuhan hak rekreasional anak belumlah terlaksana dengan maksimal selama di LPKA. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukan pemberian Hak Rekreasional belum berjalan maksimal, dari dalam LPKA dilakukan dengan cara memberikan jadwal bermain kepada anak didik di hari libur, kegiatan yang dilakukan adalah bermain volley dan bermain alat musik, kegiatan di luar LPKA yaitu menjadi tamu pada acara-acara diskusi yang di selenggarkan pihak lain. tidak diatur secara jelas bagaimana pemberian hak rekreasional tersebut, pemberian hak rekreasional dilakukan hanya atas dasar kebijakan Kepala LPKA. Faktor Penghambat tidak adanya anggaran khusus untuk pemberian hak rekreasional.Kata Kunci: Pemenuhan; Hak; Rekreasional; Narapidana Anak.