Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search
Journal : Jurnal Kesehatan Andalas

Perbedaan Sensitivitas Kuman Pseudomonas Aeruginosa Penyebab Infeksi Nosokomial Terhadap Beberapa Antibiotika Generik dan Paten Ayu Andrian Putri; Roslaili Rasyid; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 3 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i3.112

Abstract

AbstrakInfeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit, terjadi sesudah 72 jam perawatan pada pasien rawat inap dan bisa juga pada pasien yang dirawat lebih lama dari masa inkubasi suatu penyakit. Menurut penelitian, salah satu kuman penyebab infeksi nosokomial adalah Pseudomonas aeruginosa. Tingginya biaya kesehatan yang bersumber dari obat sebenarnya bisa ditekan secara signifikan jika pasien menggunakan obat generik. Namun telah terjadi salah persepsi di kalangan masyarakat luas bahwa obat generik adalah obat kelas dua yang khasiatnya kurang dibandingkan dengan obat paten. Beberapa penelitian juga sudah membuktikan bahwa efektivitas dari obat generik dan paten adalah sama. Tujuan penelitian ini untuk melihat dan membandingkan zona bebas kuman Pseudomonas aeruginosa penyebab infeksi nosokomial setelah pemberian antibiotika generik dan paten.Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni 2013 - Desember 2013 di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Andalas. Penelitian menggunakan 24 sampel biakan kuman P. aeruginosa dari pasien infeksi nosokomial di RSUP dr. M. Djamil Padang yang ditentukan berdasarkan rumus simple random sampling menggunakan metode difusi cakram Kirby-Bauer dan dihitung zona bebas kuman terhadap 4 antibiotika generik dan paten yang diuji.Dari hasil penelitian ditemukan amoxicillin dan eritromisin generik dan paten tidak menghasilkan zona bebas kuman, zona bebas kuman dari 3 sampel yang diuji dengan kloramfenikol generik lebih besar daripada yang paten sedangkan 21 sampel sisanya sebaliknya, dan zona bebas kuman dari 8 sampel yang diuji dengan siprofloksasin generik lebih besar daripada yang paten sedangkan 16 sampel sisanya sebaliknya.Setelah dilakukan analisis statistik menggunakan SPSS dengan uji T-test independen menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara sensitivitas kuman Pseudomonas aeruginosa penyebab infeksi nosokomial terhadap kloramfenikol dan siprofloksasin generik dan paten. Sedangkan resistensi yang terjadi pada amoxicillin dan eritromisin diduga dipengaruhi oleh pemberian antibiotik.Kata kunci: Pseudomonas aeruginosa, infeksi nosokomial, sensitivitas, antibiotika generik dan patenAbstractNosocomial infections are infections acquired in hospitals, occurred after 72 hours of treatment in hospitalized patients and could also in patients treated for longer than the incubation period of a disease. According to research, one of the causative organism of nosocomial infection is Pseudomonas aeruginosa. The high cost of health care is actually derived from the drug can be suppressed significantly if patients use generics. But, there has been a wrong perception among the public that generic drugs are the properties of two classes of drugs less than branded name medicine. Some of studies proved that the effectiveness of generic drugs and patent are the same. The goal was to see and compare the germ-free zone of Pseudomonas aeruginosa causing nosocomial infection after given the antibiotics generic and branded name. The experiment was conducted from June 2013 to December 2013 at the Microbiology Laboratory of the Andalas University. The experiment used 24 sample of P. aeruginosa from nosocomial infection patient in RSUP Dr. M. Djamil Padang that determinded by simple random sampling formula and used Kirby-Bauer diffusion method then counted the free zone germ towards 4 antibiotics generic and branded name. From the results founded that generic and branded name of amoxicillin and erythromycin did not have results of germ-free zone, the germ-free zone of 3 sample that tested with generic kloramfenikol is bigger than the branded name and the less are the other way and the germ-free zone of 8 sample that tested with generic siprofloksasin is bigger than the branded name and the less are the other way.After doing statistical analysis using SPSS through the independent T-test showed that there was no significant difference between the sensitivity of Pseudomonas aeruginosa causes of nosocomial infections between generic and branded name of chloramphenicol and ciprofloxacin. Whereas about the resistance in amoxicillin dan eritromisin assumed because the influenced by irrasional antibiotics given in hospital and the prescription from the doctor.Keywords: Pseudomonas aeruginosa, nosocomial infection, sensitivity, generic and branded name antibiotic
Hubungan Lama Paparan Sinar Matahari dengan Kadar 8-Hydroxy-2’-Deoxyguanosine Urin pada Remaja Perempuan Rani Aulia Dwi Nanda; Rahmatini Rahmatini; Ilmiawati Ilmiawati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 9, No 1S (2020): Online January 2020
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v9i1S.1161

Abstract

Salah satu bentuk predominan dari lesi oksidatif yang diinduksi oleh radikal bebas adalah 8-hidroksi-deoksiguanosin (8-OHdG). Paparan sinar matahari pada sel, terutama sel kulit dapat menyebabkan reaksi fotooksidasi yang terjadi akibat pelepasan reactive oxygen species (ROS). Lama paparan sinar matahari merupakan salah satu faktor penentu berapa banyak sel kulit yang mengalami stres oksidatif. Tujuan: Menganalisis hubungan lama paparan sinar matahari dengan kadar 8-OHdG urin pada remaja perempuan. Metode: Ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional dilakukan pada populasi mahasiswi Pendidikan Dokter Universitas Andalas dengan teknik systematic random sampling (n = 110). Lama paparan sinar matahari diperoleh melalui kuesioner dan kadar 8-OHdG diukur dengan metode ELISA. Analisis data dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil: Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 20,6 ± 1,23 tahun, rerata lama paparan sinar matahari didapatkan sebesar 49,01 ± 36,96 menit. Rerata kadar 8-OHdG pada subjek adalah 40,75 ± 39,62 ng/ml. Analisis bivariat menunjukkan bahwa lama paparan sinar matahari tidak berhubungan dengan kadar 8-OHdG urin (p = 0,396). Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara lama paparan sinar matahari dengan kadar 8-OHdG urin pada remaja perempuan.
Sensitivitas Bakteri Penyebab Sepsis Neonatorum terhadap Meropenem di Neonatal Intensive Care Unit dan Perinatologi RSUP DR M Djamil Padang Padang Tahun 2012 Susan Insani Putri; Aziz Djamal; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 3 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i3.181

Abstract

AbstrakSepsis neonatorum merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada neonatus. Manifestasi klinis sepsis neonatorum stadium dini tidak spesifik sehingga sulit dibedakan dari masalah neonatus lainnya. Meropenem merupakan antibiotika lini ketiga dengan ultra broad spectrum. Meropenem banyak digunakan dibeberapa instalasi RSUP DR M Djamil Padang terutama di bagian perinatologi dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) untuk mengobati infeksi berat seperti sepsis. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Desember 2013 di bagian Rekam Medik RSUP DR M Djamil Padang. Tujuannya untuk mengetahui bakteri penyebab sepsis neonatorum serta sensitivitasnya terhadap meropenem. Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang bersifat cross-sectional. Dari hasil penelitian ditemukan bakteri penyebab sepsis neonatorum adalah Klebsiella sp. (79.2%) diikuti oleh Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aerogenosa masing-masing sebanyak (5.7%), E. coli sebanyak (3.8%), Proteus mirabilis, Staphylococcus epidermidis serta Streptococcus alfa hemoliticus masing-masing (1.9%). Persentase sensitivitas bakteri penyebab sepsis neonatorum terhadap meropenem sebesar 77.4%. Disimpulkan bahwa bakteri penyebab terbanyak pada sepsis neonatorum adalah Klebsiella sp dan sensitivitas bakteri terhadap meropenem masih baik.Kata kunci: Sepsis neonatorum, bakteri penyebab, meropenemAbstractSepsis neonatorum is one of the diseases that cause the highest number of deaths in neonatal period. Because clinical manifestations of early onset sepsis neonatorum is not specific, it is quite difficult to differentiate it from other neonatal problems. Meropenem is a third line antibiotics with ultra-broad spectrum. It is widely used in many installations at RSUP DR M. Djamil especially in the section of perinatology and Neonatal Intensive Care Unit (NICU) to treat severe infections such as sepsis. This research was conducted from June 2013 until December 2013 at Medical Record Section of RSUP DR M. Djamil Padang. The goal of this research is to discover which bacterium causes sepsis neonatorum and its sensitivity to meropenem. This research is a cross-sectional descriptive study. According to the research result, bacteria that cause sepsis neonatorum are Klebsiella sp. (79.2%), Staphylococcus aureus (5.7%), Pseudomonas aerogenosa (5.7%), E. coli (3.8%), Proteus mirabilis (1.9%), Staphylococcus epidermis (1.9%) and Streptococcus alfa hemoliticus (1.9%). These bacteria has 77.4% sensitivity to meropenem. It can be concluded that the bacteria which cause the highest number of sepsis neonatorum cases is Klebsiella sp. and still has good sensitivity to meropenem.Keyword: Sepsis neonatorum, bacteria, meropenem
Pengaruh Pemberian Aspartam terhadap Kadar Low-Density Lipoprotein dan High-Density Lipoprotein pada Tikus Wistar Diabetes Melitus Diinduksi Aloksan Revivo Rinda Pratama; Eti Yerizel; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 3 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i3.172

Abstract

AbstrakAspartam telah disetujui oleh FDA untuk dikonsumsi. Konsumsi pemanis buatan ini menggunakan dosis ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu 50 mg/kgBB. Individu dengan diabetes melitus kemungkinan menjadi antusias terhadap adanya aspartam. Aspartam dapat mempengaruhi metabolisme profil lipid. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian aspartam terhadap kadar LDL dan HDL tikus diabetes melitus diinduksi aloksan. Ini merupakan penelitian eksperimental dengan randomized post test only control group design. Subjek penelitian adalah 15 ekor tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, dan kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok terdiri dari lima (5) ekor tikus. Pemberian aspartam (dosis 315 mg/kgBB tikus) diberikan kepada kelompok perlakuan selama empat (4) minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian aspartam pada tikus diabetes melitus diinduksi aloksan berpengaruh terhadap penurunan kadar LDL dan peningkatan kadar HDL. Kadar LDL pada kelompok kontrol positif adalah 30 ± 2 mg/dl, pada kelompok perlakuan adalah 24 ± 2 mg/dl. Sedangkan kadar HDL pada kelompok kontrol positif adalah 19 ± 1 mg/dl, pada kelompok perlakuan adalah 22 ± 1 mg/dl. Terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar LDL dan HDL antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemberian aspartam pada tikus diabetes melitus diinduksi aloksan berpengaruh terhadap penurunan kadar LDL dan peningkatan kadar HDL.Kata kunci: aspartam, diabetes melitus, LDL, HDLAbstractAspartame has been approved by the FDA for consumption. Consumption of artificial sweeteners is using ADI (Acceptable Daily Intake) dose which is 50 mg/kg. Individuals with diabetes mellitus would likely be enthusiastic consumers of aspartame. Aspartame can influence the metabolism of lipid profile. The purpose of this study was to determine the effect of aspartame on levels of LDL and HDL at rats with diabetes mellitus induced by alloxan. The research is experimental research with randomized post test only control group design. The subjects were 15 male Wistar rats those were divided into three groups: a negative control group, a positive control group, and the treated group. Each group consists of five (5) male rats. Administration of aspartame (dose of 315 mg/kg rat) was administered to the treatment group for four (4) weeks. The results showed that administration of aspartame in rats with diabetes mellitus induced by alloxan was influenced the decreased in LDL levels and increased in HDL levels. The LDL levels in positive control group was 30 ± 2 mg/dl, in the treatment group was 24 ± 2 mg/dl. While the levels of HDL in positive control group was 19 ± 1 mg/dl, in the treatment group was 22 ± 1 mg/dl. There is a significant difference in the levels of LDL and HDL between the positive control group with the treatment group. The conclusion of this research are the administration of aspartame in rats with diabetes mellitus induced by alloxan influenced the decreased in LDL levels and increased in HDL levels.Keywords: aspartame, diabetes mellitus, LDL, HDL
Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Petugas Imunisasi terhadap Praktik Penyimpanan dan Transportasi Vaksin Imunisasi di Tingkat Puskesmas Kota Padang Tahun 2014 Nadia Rahmah; Putri Sri Lasmini; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i3.386

Abstract

Abstrak Rantai dingin sangat penting dipertahankan selama distribusi dan penyimpanan vaksin untuk mencapai efektifitas vaksin. Petugas Imunisasi di layanan primer harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai transportasi dan penyimpanan vaksin. Penelitian dilaksanakan di seluruh puskesmas Kota Padang padaMaret 2014, dengan menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel adalah 21petugas imunisasi dengan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Hasil penelitian didapatkan responden dengan pengetahuan yang baik tentang penyimpanan dan transportasi vaksin sebesar 61,9% dan praktik penyimpanan dan transportasi vaksin di Puskesmas yang baik sebesar 61,9%. Berdasarkan uji statistik, didapatkan tidak adanya hubungan umur, tingkat pendidikan, masa kerja dan pengalaman pelatihan petugas imunisasi dengan praktik penyimpanan dan transportasi vaksin di Puskesmas tetapi terdapat hubungan pengetahuan petugas dengan praktik. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa tidak terdapatnya hubungan karakteristik petugas imunisasi dengan praktik penyimpanan dan transportasi vaksin dan terdapatnya hubungan bermakna antarapengetahuan petugas dengan praktik penyimpanan dan transportasi vaksin di Puskesmas Kota Padang.Kata kunci: karakteristik, pengetahuan, penyimpanan, transportasi vaksinAbstract Preserving the cold chain during distribution and storage is critical to achieve the effectiveness of the vaccine. Immunization workers in primary health care should have a good knowledge and understanding about the handling and storage of the vaccine. The experiment was conducted in all health centers Padang in 2014 March, using a crosssectional design. Total samples 21 immunization workers with total sampling. The data was collected using questionnaires and observation. The results showed respondents with good knowledge about vacci ne storage and handling of 61.9% and vaccine storage and handling practices in health centers of 61.9% which is good. Based on statistical tests, found no rellation between age, education, years of working and training experience of immunizationworkers with vaccine storage and handling practices in health care but a significant correlation between knowledge with practice. Based on the results of the study concluded that the absence of the relations between characteristic immunization workers with vaccine storage and handling practices and a significant correlation between knowledge workers with practical storage and handling of vaccines at the health center of Padang.Keywords: characteristics, knowledge, storage, handling of vaccines
Hubungan Pemakaian Fenobarbital Rutin dan Tidak Rutin Pada Anak Kejang Demam dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Sara Fadila; Nadjmir Nadjmir; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.95

Abstract

AbstrakKejang demam akan berulang 62,2% serta memiliki tingkat kejadian epilepsi 2-5%. Oleh karena itu dibutuhkan pengobatan yang adekuat untuk mencegah terjadi kejang demam dengan pemberian fenobarbital rutin setiap hari selama 1-2 tahun. Efek samping fenobarbital yaitu hiperaktifitas, iritabilitas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pemakaian fenobarbital rutin dan tidak rutin pada anak kejang demam dengan ADHD. Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain cross sectional yang dilakukan pada 32 orang sampel, terdiri dari 16 penderita kejang demam yang mengonsumsi fenobarbital rutin dan 16 penderita kejang demam yang mengonsumsi fenobarbital tidak rutin. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara berdasarkan kuisioner SPPAHI dan diolah dengan uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian didapatkan (1) Anak kejang demam bertempat tinggal di kota Padang yang memakai fenobarbital di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah 134 orang (2) kejadian ADHD lebih banyak terjadi pada anak kejang demam yang rutin memakai fenobarbital dan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna (p value<0,05) (3) kejadian ADHD lebih banyak terjadi pada anak kejang demam yang rmemakai fenobarbital >1 tahun dan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna (p value<0,05). Dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian fenobarbital rutin dan tidak rutin pada anak kejang demam dengan ADHD.Kata kunci: Fenobarbital, kejang demam, ADHDAbstractRecurrent febrile seizures will have a rate of 62.2% and 2-5% incidence of epilepsy. Therefore, it needs adequate treatment to prevent febrile seizures with phenobarbital administration routine every day for 1-2 years. Phenobarbital side effects are hyperactivity, irritability. The purpose of this study to determine the correlation of the use of continous and uncontinous phenobarbital in febrile seizures children with ADHD. This research using observational analytic cross sectional design performed on 32 samples, consisting of 16 patients with febrile seizures regularly taking phenobarbital daily and 16 patients with febrile seizures do not routinely taking phenobarbital. This study is based on interviews conducted with questionnaires SPPAHI and processed with statistical chi-square test with a confidence level of 95%.The results showed (1)Children of febrile seizures residing in the city of Padang who taking phenobarbital in Dr. M. Djamil Padang is 134 people (2)the incidence of ADHD is more common in children whose continous taking phenobarbital and there is a statistically significant relationship (p value <0.05) (3) incidence of ADHD is more common in children whose taking phenobarbital >1 year and there is a statistically significant relationship (p value <0.05)The conclusion of this study that there is a significant association between the use of continous and uncontinous phenobarbital in febrile seizures children with ADHD.Keywords: Phenobarbital, febrile seizure, ADHD
Koreksi: Hubungan Lama Paparan Sinar Matahari dengan Kadar 8-Hydroxy-2’-Deoxyguanosine Urin pada Remaja Perempuan Rani Aulia Dwi Nanda; Rahmatini Rahmatini; Cimi Ilmiawati; Mohamad Reza
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 9, No 1 (2020): Online March 2020
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v9i1.1852

Abstract

Salah satu bentuk predominan dari lesi oksidatif yang diinduksi oleh radikal bebas adalah 8-hidroksi-deoksiguanosin (8-OHdG). Paparan sinar matahari pada sel, terutama sel kulit dapat menyebabkan reaksi fotooksidasi yang terjadi akibat pelepasan reactive oxygen species (ROS). Lama paparan sinar matahari merupakan salah satu faktor penentu berapa banyak sel kulit yang mengalami stres oksidatif. Tujuan: Menganalisis hubungan lama paparan sinar matahari dengan kadar 8-OHdG urin pada remaja perempuan. Metode:  Ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional dilakukan pada populasi mahasiswi Pendidikan Dokter Universitas Andalas dengan teknik systematic random sampling (n = 110). Lama paparan sinar matahari diperoleh melalui kuesioner dan kadar 8-OHdG diukur dengan metode ELISA. Analisis data dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil: Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 20,6 ± 1,23 tahun, rerata lama paparan sinar matahari didapatkan sebesar 49,01 ± 36,96 menit. Rerata kadar 8-OHdG pada subjek adalah 40,75 ± 39,62 ng/ml. Analisis bivariat menunjukkan bahwa lama paparan sinar matahari tidak berhubungan dengan kadar 8-OHdG urin (p = 0,396). Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara lama paparan sinar matahari dengan kadar 8-OHdG urin pada remaja perempuan.Kata kunci: 8-OHdG urin, lama paparan sinar matahari, stres oksidatif
Gambaran Elektrolit dan Gula Darah Pasien Kejang Demam yang Dirawat di Bangsal Anak RSUP Dr. M. Djamil Periode Januari 2010 - Desember 2012 Khairunnisa Imaduddin; Iskandar Syarif; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 2, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v2i3.146

Abstract

AbstrakKejang demam merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak. Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada saat anak demam akibat proses ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada suhu rektal >38 C. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran elektrolit dan gula darah pada pasien kejang demam yang dirawat di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan metode retrospektif dengan mengambil data dari bagian rekam medis RSUP Dr. M.Djamil. Sampel penelitian adalah seluruh pasien kejang demam yang dirawat di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil periode Januari 2010 - Desember 2012 yang memenuhi kriteria inklusi. Dari 173 kasus kejang demam, terdapat 51 kasus yang memenuhi kriteria sampel penelitian. Sebagian besar sampel merupakan kejang demam pertama (76,5%). Kejang demam kompleks didapatkan sebesar 64,7%. Kasus kejang demam terbanyak terjadi pada kelompok usia ≥6 bulan < 2 tahun yaitu sebesar 51%. Kejang demam lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1. Penelitian menunjukkan penurunan nilai natrium serum (n=46, 80,4%), dan kalsium serum (n=30, 63,3%), nilai kalium serum normal (n=46, 76,1%), dan peningkatan nilai gula darah sewaktu (n=45, 57,8%). Pada pasien kejang demam ditemukan penurunan nilai natrium dan kalsium serum, nilai kalium serum normal, dan peningkatan nilai gula darah sewaktu. Diharapkan penelitian yang akan datang memiliki jumlah sampel yang lebih besar untuk mengetahui gambaran elektrolit dan gula darah pada pasien kejang demam.Kata kunci: kejang demam, natrium serum, kalium serum, kalsium serum, gula darah sewaktuAbstractFebrile seizure is the most common neurological disorder found in children. Febrile seizure is seizure that occurs while the children have fever caused by extracranial process. It occurs in rectal temperature >38 C. This research aim to describe the electrolytes and blood glucose in patients with febrile seizure who were treated at the pediatric's ward of Dr. M. Djamil general hospital. From 173 cases of febrile seizures, there are 51 cases that meet the criterias of the research sample. Most of the research samples are first febrile seizure (76.5%). Complex febrile seizure occurred in 64.7%. Most cases of febrile seizures occurred in the age group ≥ 6 months - <2 years, about 51%. Febrile seizures are more common in males than females with the ratio 1.4:1. The research shows decrease serum sodium (n = 46, 80.4%), and serum calcium (n = 30, 63.3%), normal serum potassium (n = 46, 76.1%), and increase non-fasting blood glucose level (n = 45, 57.8%). The patients with febrile seizure show decrease serum sodium and calcium, normal serum potassium, and increase non-fasting blood glucose level. Expected future studies have a lot of samples in determining the electrolytes and blood glucose in patients with febrile seizure.Keywords: febrile seizures, serum sodium, serum potassium, serum calcium, non-fasting blood glucose level
Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Rambutan (Nephelium lappaceum L.) sebagai Larvasida Alami pada Larva Nyamuk Aedes aegypti Zulhar Riyadi; Julizar Julizar; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i2.807

Abstract

Metode pengendalian vektor yang sering digunakan hingga saat ini adalah larvasida sintetik temephos. Saat ini di beberapa daerah telah terjadi resistensi larva Aedes aegypti terhadap temephos, sehingga diperlukan larvasida alami sebagai alternatif. Ekstrak etanol biji rambutan (Nephelium lappaceum L.) mengandung senyawa flavonoid yang bersifat racun pernafasan sehingga dapat membunuh larva Aedes aegypti. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol biji rambutan sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti. Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan Post Test Only Group Design. Populasi dalam penelitian adalah larva Aedes aegypti instar III atau IV yang diperoleh dari telur yang dikoleksi dari rumah warga di Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur. Data penelitian dianalisis menggunakan uji Kruskal wallis dan uji signifikansi Mann-whitney, serta analisis probit untuk mendapatkan LC50 dan LC90. Hasil penelitian menunjukkan (1) konsentrasi terendah ekstrak etanol biji rambutan yang efektif membunuh larva Aedes aegypti adalah konsentrasi 4%, (2) LC50 dan LC90 dari ekstrak etanol biji rambutan adalah 0,975% dan 3,473%, (3) persentase kematian larva setelah dipaparkan temephos 0,012 mg/L adalah 83,75%. Simpulan penelitian ini adalah ekstrak etanol biji rambutan (Nephelium lappaceum L.) 4% terbukti lebih efektif dibandingkan dengan temephos 0,012 mg/L terhadap kematian larva Aedes aegypti di Kelurahan Jati, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang.
Karakteristik Pasien Hipertensi di Bangsal Rawat Inap SMF Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013 Bagus Sedayu; Syaiful Azmi; Rahmatini Rahmatini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i1.192

Abstract

AbstrakHipertensi merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Sekitar 95% hipertensi adalah hipertensi primer dan 5% adalah hipertensi sekunder. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien hipertensi di bangsal rawat inap SMF penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan observasional. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik periode 1 Januari sampai31 Desember 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling dan didapatkan 143 sampel. Dari hasil penelitian, didapatkan 97.9% adalah pasien hipertensi primer dan sisanya hipertensi sekunder. Persentase kelompok usia ≥ 60 tahun didapatkan paling banyak, yaitu 37.1%. Dari jenis kelamin, wanita lebih banyak dari pria, yaitu 64.3%.59.4% hipertensi adalah derajat II dan sisanya hipertensi derajat I. Amlodipin merupakan obat antihipertensi yang sering digunakan dengan persentase 31.6%. Gagal jantung merupakan komplikasi yang paling sering didapat dengan persentase 36,1%. Kesimpulan penelitian ini adalah sebagian besar pasien hipertensi adalah hipertensi primer, kelompok terbanyak usia ≥ 60 tahun, wanitalebih banyak daripada pria, hipertensi derajat II lebih banyak, amlodipin paling banyak digunakan, dan gagal jantung merupakan komplikasi yang paling seringKata kunci: hipertensi, karakteristik hipertensi, gagal jantungAbstractHypertension is one of the non-communicable disease that grow health problems in Indonesia. Approximately 95% of hypertension is essential hypertension and 5% is secondary hypertension. The objective of this research was to investigate characteristic of hypertensive patient in hospitalization ward functional medical staff internal medicine department of RSUP Dr. M. Djamil Padang in 2013. The research methods used was descriptive with observational approach. Sample collection was conducted by using secondary data from medical records period January 1st until December 31th, 2013. Sampling was conducted with a total sampling and obtained 143 samples.From the research, obtained that 97.9%is patient with primary hypertension and the rest is secondary hypertension. The percentage of the agegroup ≥ 60 years is earned the most,that is 37.1%. By gender, women is more than men is 64.3%. 59.4% hypertension is stage II and the rest is stage I hypertension. Amlodipine is antihypertensive drugs that often used with a percentage of 31.6%. Heart failure is a complication that is the most often obtained with a percentage of 36.1%.The conclusion of this research is majority of hypertensive patients is primary hypertension, group age ≥ 60 years is the most, women is more than man, more stage II hypertension, amlodipin is the most used, and heart failure is he most often complication.Keywords: hypertension, characteristic of hypertension, heart failure