Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga

Persepsi Masyarakat Kecamatan Terangun Kab. Gayo Lues Terhadap Tanggung Jawab Nafkah Bagi Pasangan Pisah Rumah Ali Abubakar; Rispalman Rispalman; Nurbaiti Baiti
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 4, No 1 (2021): EL-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v4i1.8565

Abstract

Nafkah merupakan salah satu bagian pondasi tegaknya hubungan rumah tangga yang baik. Kewajiban nafkah ini dibebankan kepada suami terhadap isteri. Suami dalam keadaan bagaimanapun wajib memenuhi hak nafkah isterinya. Kewajiban nafkah tersebut akan putus ketika hubungan keduanya benar-benar putus. Dalam beberapa kasus, ditemukan suami yang tidak menunaikan kewajibannya terhadap isteri karena pisah rumah, hal ini seperti terjadi di Kecamatan Terangun Kab Gayo Lues. Untuk itu, yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap tanggung jawab nafkah pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues, dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tanggung jawab nafkah pasangan pisah rumah pada masyarakat Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, adapun jenis penelitian ini adalah analisis-deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap tanggung jawab nafkah bagi pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun ialah suami masih tetap bertanggung jawab atas nafkah isteri. Sejauh pernikahan mereka belum putus, sejauh itu pula suami wajib di dalam memenuhi nafkah isteri. Kasus pasangan pisah rumah di Kecamatan terangun Kabupaten Gayo Lues dipengaruhi oleh faktor suami berpoligami, tidak mendapatkan restu dari istri, suami melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keuangan atau faktor ekonomi keluarga, nikah muda, atau selingkuh, pertengkaran dan suami kasar, poligami, dan juga pasangan muda. Kasus-kasus pasangan pisah rumah di Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues menunjukkan bukan karena kesalahan isteri, namun kesalahan suami. Kondisi tersebut tidak merubah kedudukan suami sebagai pihak yang masih bertanggung jawab penuh terhadap nafkah isterinya. Oleh sebab itu, suami yang tidak menunaikan tanggung jawab nafkah sebagaimana terjadi di dalam masyarakat Kecamatan Terangun cenderung tidak sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hukum Islam.
Pengabaian Nafkah dalam Proses Perceraian di Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah Jamhuri Ungel; Rispalman Rispalman; Taufiq Hidayat
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 3, No 2 (2020): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v3i2.7678

Abstract

Penelitian ini dilatar belakangi oleh sebuah permasalahan rumah tangga dimana suami tidak menunaikan kewajibannya memberi nafkah kepada istri selama proses perceraian berlangsung hingga istri terhalang untuk mendapatkan hak yang semestinya diterimanya. Seharusnya, nafkah harus terus diberikan oleh suami kepada istrinya hingga resmi putusnya perceraian di depan Pengadilan. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua persoalan pokok, yaitu apa saja yang menjadi faktor pengabaian nafkah dalam proses perceraian dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pengabaian nafkah dalam proeses perceraian. Untuk memperoleh jawaban dari persoalan tersebut, Peneliti menggunakan metode penelitian lapangan (field research), dengan pendekatan kualitatif dan dianalisis menggunakan analisis deskriftif. Berdasarkan kajian dan penelaahan yang peneliti lakukan, setidaknya ada 5 faktor yang menjadi penyebab terjadinya pengabaian nafkah dalam proses perceraian, diantaranya adalah faktor kurangnnya pemahaman agama, faktor kurangnya tanggung jawab suami terhadap istri, faktor ekonomi, faktor tidak ada keserasian antara suami istri dan faktor kejenuhan antara suami istri. Hukum Islam memandang bahwa semua faktor yang menjadi alasan pengabaian nafkah dalam proses perceraian tidaklah dibenarkan. Perihal ketidakmampuan suami untuk memberikan nafkah karena faktor ekonomi menjadi sebuah pengecualian karena tidak dibebankan kepada seseorang sebuah kewajiban melainkan atas kesanggupannya. Suami yang tidak memberikan nafkah selama masa perceraian dapat menjadi hutang baginya dan harus dibayarkan. Namun apabila istri merelakan hutang tersebut tidak dibayarkan oleh suaminya, maka suaminya terbebas dari hutang.