Claim Missing Document
Check
Articles

PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATURRADEN Naufal Kresna Diwangkara; Suzanna Ratih Sari; R. Siti Rukayah
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 4, No 2 (2020): Jurnal arsitektur ARCADE Juli 2020
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1059.989 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v4i2.431

Abstract

Abstract: The tourism industry in the Baturraden area, can be said to be one of the most popular tourism industries in Banyumas Regency. Judging from the number of visitors, in 2017 even visitors visiting the Baturraden tourist area can be considered quite large, namely a number of 633,420 visitors where an increase of 4.86% from the previous year. The development of tourism around the Baturraden area also experienced changes along with the development of the main tourism area, namely Baturraden tourism. The spatial layout of this region also indirectly changes following the existing tourism patterns, especially areas that are in direct contact with the tourism area. Therefore, this study wants to identify the condition of the Baturraden tourist area seen from 4 indicators namely (Attraction, Amenity, Accessibility, Ancillary) in order to find out the extent to which the Baturraden tourism area has been prepared to accommodate tourist visitors who come by looking at the application of the four indicators. in the field. The method used in this research is a qualitative method with the process of finding data that is done by way of direct surveys to the field, interviews, and literature studies through books, research journals and related through internet pages. The final results of this study in the form of exposure to the identification of Baturraden Tourism area seen from 4 factors, namely Attraction, Amenity, Accessibility, and Ancillary.Keyword: Kata Baturraden Tourism Area, Baturraden Spatial Planning, Identification 4A. Abstrak: Industri pariwisata di kawasan Baturraden, dapat dikatakan sebagai salah satu industri pariwisata yang paling banyak diminati di Kabupaten Banyumas. Dilihat dari jumlah pengunjungnya, pada tahun 2017 bahkan pengunjung yang mengunjungi kawasan wisata Baturraden dapat dibilang cukup besar yaitu sejumlah 633.420 pengunjung dimana terjadi peningkatan 4,86% dari tahun sebelumnya. Perkembangan wisata disekitaran kawasan Baturraden pun turut mengalami perubahan seiring berkembangnya kawasan pariwisata induk yaitu lokawisata Baturraden. Tata ruang kawasan ini pun secara tidak langsung ikut berubah mengikuti pola pariwisata yang ada, terutama daerah yang bersinggungan langsung dengan kawasan pariwisata. Maka dari itu, penelitian ini hendak mengidentifikasi kondisi kawasan wisata Baturraden dilihat dari 4 indikator yaitu (Attraction, Amenity, Accessibility, Ancilliary) dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kawasan pariwisata Baturraden sudah disiapkan untuk mengakomodir pengunjung wisata yang datang dengan melihat pengaplikasian ke empat indikator tersebut di lapangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan proses pencarian data yang dilakukan dengan cara survey langsung ke lapangan, wawancara, dan studi literatur melalui buku, jurnal penelitian terkait maupun melalui halaman internet. Hasil akhir penelitian ini berupa paparan identifikasi kawasan Pariwisata Baturraden dilihat dari 4 faktor yaitu Attraction, Amenity, Accessibility, dan Ancilliary.Kata Kunci: Kawasan Wisata Baturraden, Tata Ruang Baturraden, Identifikasi 4A.
DAMPAK PEMBANGUNAN FLYOVER MANAHAN SOLO DITINJAU DARI AKSESIBILITAS PENGGUNA JALAN Datta Sagala Widya Prasongko; Suzanna Ratih Sari
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 3 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE November 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1033.837 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i3.222

Abstract

Abstract: The junction between the roads Jl. Adi Sucipto, Jl. MT Haryono, Jl. and Dr. Moewardi is one point of congestion that occurred in the city of Solo. The junction of these roads is the third in the area of education, sport, offices, commerce, and settlements, so that congestion can occur at any time. Solo City Government decided to build a flyover, which was given the name Flyover Manahan Solo, which connects the road to address the congestion problem that occurred. By using descriptive qualitative approach method, the author does observation and research on the impact posed Manahan Solo Flyover, in terms of how aksesibilitasnya against road users. Based on observation and the research that has been done, the results show that the road of third accessibility less well after compared with factors that affect accessibility, specifically time and distance.Keyword: Impact, Manahan Solo Flyover, Accessibility of Road UsersAbstrak: Persimpangan antara ruas Jl. Adi Sucipto, Jl. MT Haryono, dan Jl. Dr. Moewardi merupakan salah satu titik kemacetan yang terjadi di Kota Solo. Persimpangan ketiga ruas jalan tersebut berada di kawasan pendidikan, olah raga, perkantoran, perniagaan, dan permukiman, sehingga kemacetan bisa terjadi kapan pun. Pemerintah Kota Solo memutuskan untuk membangun sebuah jalan layang, yang diberi nama Flyover Manahan Solo, yang menghubungkan ketiga ruas jalan tersebut untuk mengatasi masalah kemacetan yang terjadi. Dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, penulis melakukan observasi dan penelitian terhadap dampak yang ditimbulkan Flyover Manahan Solo, ditinjau dari bagaimana aksesibilitasnya terhadap pengguna jalan. Berdasarkan observasi dan penelitian yang telah dilakukan, hasilnya menunjukkan bahwa aksesibilitas ketiga ruas jalan tersebut kurang baik setelah dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi aksesibilitas, yaitu waktu dan jarak tempuh.Kata Kunci: Dampak, Flyover Manahan Solo, Aksesibilitas Pengguna Jalan
ADAPTASI PERMUKIMAN TERDAMPAK BENCANA ROB (Studi Kasus: Kelurahan Bandengan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan) Zata Izzati Adlina; Agung Budi Sardjono; Suzanna Ratih Sari
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (841.522 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.201

Abstract

Abstract: The occurrence of climate change and environmental problems resulted changes in Bandengan urban Village’s settlements, and especially on its physical elements. Bandengan urban Village as a settlement in coastal area was threatened by the “rob” disaster, which means the phenomenon of flooding result of rising sea levels that regularly occur until now. Moreover, there are also threats from high wave disasters, abrasion, Land Subsidence, and flooding. The existence of these phenomena, bring up responses from the community to adapt and survive in the environment from the threat of its disaster. This study aims to determine the form of adaptation that has been done by the community in settlements affected by the “rob” disaster in Bandengan urban Village. The research uses qualitative methods with descriptive approaches, and uses purposefully select sampling techniques. That is by taking the research zone in an areas that are suspected of having the highest risk, and the areas with the lowest risk level from the threat of “rob” disaster in Bandengan urban Village. The analysis was only focus on the physical form of houses element within the settlement, that’s because to get the specific and comprehensive findings. The results showed that the most dominant form of adaptation was divided into three groups, that were the avoidance adaptation was done by moving to another place that was more secure or evacuate, protect adaptation was done by creating dikes and fill with soil, as well as adaptation to accommodate was done by elevating the floor and lifted up the roof of the houseKeyword: Adaptation, Settlements, “Rob” disasterAbstrak: Terjadinya perubahan iklim dan permasalahan lingkungan mengakibatkan permukiman di kelurahan Bandengan mengalami perubahan secara signifikan, khususnya pada elemen fisik permukiman. Kelurahan Bandengan sebagai permukiman di daerah pesisir terancam oleh bencana rob, yaitu fenomena banjir akibat naiknya permukaan air laut yang rutin terjadi sampai saat ini. Selain itu terdapat pula ancaman dari bencana gelombang tinggi, abrasi, Land Subsidence, dan banjir. Adanya fenomena tersebut memunculkan respon dari masyarakat untuk menyesuaikan diri dan bertahan hidup di lingkunganya dari ancaman bencana. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat pada permukiman terdampak bencana rob di Kelurahan Bandengan. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, serta menggunakan teknik sampling purposefully select. Yaitu dengan mengambil zona penelitian pada daerah yang diduga memiliki resiko tertinggi, dan daerah dengan tingkat resiko paling rendah terhadap ancaman bencana rob di Kelurahan Bandengan. Analisis yang dilakukan hanya berfokus pada bentuk fisik elemen rumah dalam permukiman, dikarenakan untuk mendapat hasil temuan secara spesifik dan komperhensif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk adaptasi yang paling dominan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu adaptasi menghindar dilakukan dengan pindah ke tempat lain yang lebih aman atau mengungsi, adaptasi melindungi dilakukan dengan membuat  tanggul dan mengurug, serta adaptasi mengakomodasi dilakukan dengan meninggikan lantai dan meninggikan atap rumah.Kata Kunci: Adaptasi, Permukiman, Bencana Rob
“SETTING AREA” PEDAGANG INFORMAL SEBAGAI PENDUKUNG AKTIVITAS DI KORIDOR JALAN KINTAMANI KOTA BATAM Helen Cia; Suzanna Ratih Sari; Agung Budi Sardjono
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 4, No 2 (2020): Jurnal arsitektur ARCADE Juli 2020
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1376.898 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v4i2.423

Abstract

Abstract: Almost every city and every country, besides having a formal sector also has an informal sector. The emergence of street vendors along the Kintamani corridor is an activity that supports the main activities taking place in the area. The main activities include worship, education, commercial and housing. The existence of street vendors trading activities has led to new activities in this road corridor where in addition to being a vehicle circulation, also a parking lot and even a place to gather and relax especially in the afternoon. Setting area aims to find out, recognize the diversity of street vendors activities and know the space needed by street vendors so that they know the pattern of setting areas that accommodate the diversity needs of street vendors as supporting activities without disturbing the main activities of the Kintamani Road corridor and the surrounding environment. The approach taken is to use a qualitative approach with a descriptive exploratory method. Interview with selected respondents based on certain criteria. Data analysis was performed by classifying the diversity of street vendors in the corridor. This area setting is expected to be able to solve city problems, street vendors themselves as perpetrators who are often evicted or forcibly moved and also the Batam city government as a policy maker so that urban spatial planning is synergized to improve the economy of the community and city.Keyword: Setting area, diversity of informal traders, supporting activity.Abstrak: Hampir setiap kota maupun setiap negara, selain mempunyai sektor formal juga mempunyai sektor informal. Kemunculan PKL di sepanjang koridor jalan Kintamani merupakan aktivitas yang mendukung kegiatan utama yang terjadi di kawasan tersebut. Kegiatan utama tersebut antara lain kegiatan ibadah, pendidikan, komersial dan perumahan. Adanya kegiatan perdagangan PKL ini menimbulkan aktivitas baru di koridor jalan ini dimana selain sebagai sirkulasi kendaraan, juga menjadi tempat parkir bahkan menjadi tempat berkumpul dan santai terutama di sore hari.Setting area bertujuan untuk mengetahui, mengenali keragamanan aktivitas PKL dan mengetahui ruang yang dibutuhkan oleh PKL sehingga mengetahui pola setting area yang mengakomodir kebutuhan keragaman PKL sebagai aktivitas pendukung tanpa mengganggu aktivitas utama dari koridor Jalan Kintamani dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif eksploratif. Wawancara pada beberapa responden yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Analisis data dilakukan dengan melakukan klasifikasi keragaman PKL yang ada di koridor jalan tersebut. Setting area ini diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan kota, PKL itu sendiri selaku pelaku yang seringkali digusur atau dipindahkan secara paksa dan juga pihak pemerintah kota Batam selaku pembuat kebijakan sehingga tercapai tata ruang kota yang saling bersinergi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan kota.Kata Kunci: Setting area, keragaman pedagang informal, pendukung aktivitas
MORFOLOGI ALUN-ALUN LASEM Rohman Eko Santoso; Suzanna Ratih Sari; R. Siti Rukayah
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 4, No 3 (2020): Jurnal Arsitektur ARCADE November 2020
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31848/arcade.v4i3.585

Abstract

Lasem is a sub-district on the east side of Rembang regency which is directly adjacent to the province of East Java. Lasem Square has existed since the kingdom era in 1513 and is constantly undergoing changes followed by a reduction in the area, function and activities therein. Along with the shrinking area and even the disappearance of the square that occurred from time to time, it is necessary to research the typology and morphology of the square to be used as a basis for revitalizing the Lasem square. This study aims to analyze the morphology of the Alun-alun Lasem, using historical reference data, books, field surveys, interviews, mapping and digitizing. In this study using descriptive qualitative analysis methods, as ingredients to add analysis based on field findings. Based on the results of this study it was found that the Typology and Morphology of the Lasem Square was influenced by government and ruling policy factors in its era. This is indicated by the changes in the square in terms of the extent, functions and activities that exist within and in the supporting area and its surroundings.
KARAKTER VISUAL GANG GAMBIRAN KAWASAN PECINAN, SEMARANG Kristiani Budi Lestari; Suzanna Ratih Sari; R. Siti Rukayah
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 5, No 1 (2021): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2021
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31848/arcade.v5i1.594

Abstract

Abstract : Chinese culture played a major role in forming the identity of the semarang city, which is seen by the Chinatown as both economic and Tionghoa cultural center in Semarang. As a result of growing economic activity, the building with Chinese architectural in Chinatown had physical changes that adjusted the needs of the region’s residents. This resulted a change in the visual quality of the Semarang Chinatown as a historic settlement in Semarang. However, observations have shown that there are still quite a few historical houses, especially in Gang Baru, Gang Gambiran, Gang Besen. The study aims to learn how houses in the Gang Gambiran as one of the corridors that still maintain traditional characteristics on the facade may affect the characteristics of space in the Semarang Chinatown. The study employed qualitative methods with the facade of buildings in Gang Gambiran as a component that affected the visual character of the region. That indicator became the guide in data collection and analysis. As a result, the visual character of the Chinatown in the Gang Gambiran as one of the corridors in Semarang Chinatown settlement was strongly influenced by a dwelling that still retained the architectural significance of China.Abstrak: Kebudayaan Tionghoa berperan besar dalam membentuk identitas kota Semarang, hal tersebut terlihat dengan adanya Kawasan Pecinan (Chinatown) sebagai kawasan sentra ekonomi yang padat dan juga pusat kebudayaan warga Tionghoa di Semarang. Akibat kegiatan ekonomi yang semakin bertumbuh, bangunan dengan ciri arsitektur Tionghoa di Pecinan mengalami perubahan fisik bangunan yang menyesuaikan dengan kebutuhan penghuni kawasan. Hal tersebut mengakibatkan perubahan kualitas karakter visual kawasan Pecinan Semarang sebagai permukiman bersejarah di Semarang. Namun, dari pengamatan yang dilakukan ditemukan masih cukup banyak bangunan, khususnya tipe hunian di dalam beberapa koridor yang masih mempertahankan bentuk fasad sesuai ciri khas arsitektur Tionghoa. Bangunan-bangunan tersebut khususnya berada di koridor Gang Baru, Gang Gambiran, Gang Besen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hunian di Gang Gambiran sebagai salah satu koridor yang masih terdapat ciri khas tradisional pada fasad bangunan dapat mempengaruhi karakteristik ruang di Kawasan Pecinan Semarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan fasad bangunan di Gang Gambiran sebagai komponen yang mempengaruhi karakter visual kawasan.  Indikator tersebut menjadi patokan di dalam pengumpulan data dan analisa. Hasil dari penelitian ini adalah karakter visual Kawasan Pecinan di Gang Gambiran sebagai salah satu koridor di Kawasan Pecinan Semarang cukup kuat dipengaruhi oleh hunian yang masih mempertahankan ciri khas arsitektur China.
KLASIFIKASI KEKUMUHAN DAN KONSEP PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN (Studi Kasus : Permukiman Lampu Satu, Merauke) Reivandy Christal Joenso; Suzanna Ratih Sari
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 4, No 2 (2020): Jurnal arsitektur ARCADE Juli 2020
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.967 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v4i2.366

Abstract

Abstract: Lampu Satu settlement is one of 12 slum areas in Merauke Regency. Based on the verification results, Lampu Satu slum settlement is the largest, which is 43.67 hectares or 39.44% of the total area of Merauke Regency slum areas. The purpose of this study is to determine the classification and concept of treatment slum settlements in the Merauke One Light settlement. The analytical method used is descriptive quantitative analysis of the characteristics of the Merauke Lampu Satu slums and measurement of the survey results based on the Minister of Public Works and Housing No. 2 of 2016 to determine the classification of slums and to analyze the concept of handling. The final results obtained in this study are the classification of Lampu Satu slums at a moderate level of slums. The concept of treatment that can be done is prevention with the socialization of licensing procedures, healthy living behaviors, waste management, fire disasters, as well as socialization of regional spatial plans. While the improvement of the quality of settlements is carried out on infrastructure and facilities that are still not by applicable standards and criteria as well as by conducting a resettlement program in settlements located in coastal zones.Keyword: classification; slums; concept of treatmentAbstrak: Permukiman Lampu Satu merupakan salah satu dari 12 lokasi kawasan permukiman kumuh pada Kabupaten Merauke. Berdasarkan hasil verifikasi, permukiman kumuh Lampu Satu merupakan yang terluas yaitu 43,67 hektare atau 39,44% dari total luas kawasan permukiman kumuh Kabupaten Merauke. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan klasifikasi kekumuhan dan merumuskan konsep penanganan permukiman kumuh pada permukiman Lampu Satu Merauke. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif deskriptif terhadap karakteristik permukiman kumuh Lampu Satu Merauke serta pengukuran terhadap hasil survei berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 2 Tahun 2016 untuk menentukan klasifikasi permukiman kumuh dan untuk menganalisis konsep penanganan. Hasil akhir yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu klasifikasi permukiman kumuh Lampu Satu pada tingkat kekumuhan sedang.  Konsep penanganan yang dapat dilakukan adalah pencegahan dengan sosialisasi terhadap prosedur perizinan, perilaku hidup sehat, pengelolaan sampah, bencana kebakaran, serta sosialisasi tentang rencana tata ruang kawasan. Sedangkan peningkatan kualitas permukiman dilakukan pada prasarana dan sarana yang masih belum sesuai standar dan kriteria yang berlaku serta dengan melakukan program permukiman kembali (resettlement) pada permukiman yang berada pada kawasan sempadan pantai.Kata Kunci: klasifikasi; permukiman kumuh; konsep penanganan
DAMPAK PARIWISATA TERHADAP TATA RUANG PERMUKIMAN Sharfina Bella Pahleva Wahyono; Suzanna Ratih Sari
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 4, No 3 (2020): Jurnal Arsitektur ARCADE November 2020
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31848/arcade.v4i3.493

Abstract

The tourism sector is currently one of the sectors that are relied upon to improve the economy of a region. Various types of tourism destinations emerge, one of which is a tourist destination that comes from settlements in the form of villages or tourist villages. This gives a variety of impacts including in terms of the social, cultural, economic, and spatial structure of the settlement. The writing of this article aims to get a theoretical foundation that can later support in solving the problem being studied and the writer can better understand the problem being studied. The method used in this paper is to review literature by gathering several journals that are relevant to the topic. The results of writing this article found that spatial changes that occur in settlements that add a new function as a place of tourism are a form of adaptation of people, people, and tourists (tour operators), with their environment in fulfilling these new functions in order to run well. The factors that influence changes in the layout of a settlement with the existence of tourism activities include type, location of tourism, and social-cultural community and tourists who visit.
FAKTOR – FAKTOR PENGARUH PREFERENSI PENGGUNA PASAR PETEROGAN SEMARANG PASCA REVITALISASI Mira Fitriana; Suzanna Ratih Sari; Siti Rukayah
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2020
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.995 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v4i1.328

Abstract

Abstract: Declining visitor interest in traditional markets is one of the problems currently faced by traditional markets. The form of government effort to maintain the existence of traditional markets is by conducting a revitalization program. Semarang Peterongan Market is one of the Semarang City public facilities located on Jl. MT. Haryono No.936, Peterongan, Kec. South Semarang. Before burned, the conditions were very poor namely slums, dirty, irregular arrangement of shanties and unavailability of parking lots. This study aimed to identify the factors that caused traders not to occupy the 2nd and 3rd floors of the Peterongan Market , identifying buyer preferences to the efforts of the revitalization program that have been carried out at the Peterongan Market and to evaluate the physical, non-physical components and infrastructure that exist in the Peterongan Market. The study used a descriptive qualitative approach. Data collection is done by means of observation and interviews with market agencies, visitors and traders. The results showed that there were factors that caused traders not to occupy the 2nd and 3rd floors, buyers were reluctant to go up to the 2nd and 3rd floors, there was worst accessibility for traders or buyers, there were obstacles in the circulation of merchandise, design and size of kiosks and booths. accommodate the needs of traders. Buyers and traders' preferences are access and circulation that can accommodate their needs in the market, design kiosks and booths that are suitable for their trade. Based on the analysis results of the Semarang Peterongan Market building evaluation analyzed with regulations that apply to the physical component, it is generally appropriate.Keyword: zoning, circulation, user preferences,revitalizationAbstrak: Menurunya minat pengunjung terhadap pasar tradisional menjadi salah satu masalah yang sedang dihadapi pasar tradisional sekarang ini. Bentuk usaha pemerintah untuk menjaga eksistensi pasar tradisional yaitu dengan melakukan program revitalisasi. Pasar Peterongan Semarang merupakan salah satu fasilitas publik Kota Semarang yang berlokasi di Jl. MT. Haryono No.936, Peterongan, Kec. Semarang Selatan. Sebelum mengalami kebakaran,kondisi pasar sangat memprihatinkan yaitu kumuh,kotror,penataan lapak yang tidak teratur serta tidak tersedianya lahan parkir.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pengaruh preferensi pengguna tentang apa saja penyebab pedagang tidak menempati lantai 2 dan lantai 3 Pasar Peterongan Semarang,mengidentifikasi preferensi pembeli terhadap upaya program revitalisasi yang sudah dilakukan di Pasar Peterongan serta mengevaluasi komponen fisik,non fisik serta prasarana yang ada pada Pasar Peterongan. Penelitian menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif . Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan dinas pasar,pengunjung serta pedagang. Hasil penelitian menunjukkan adanya faktor-faktor penyebab pedagang tidak menempati lantai 2 dan lantai 3 adalah pembeli enggan naik ke lantai 2 dan 3,tidak adanya aksesbilitas yang baik untuk pedagang maupun pembeli,terdapat kendala dalam sirkulasi barang dagangan,desain serta ukuran kios dan los tidak mengakomodasi kebutuhan pedagang. Preferensi pembeli dan pedagang cenderung dengan adanya akses serta sirkulasi yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka didalam pasar,desain kios serta los yang sesuai dengan jenis dagangan mereka. Berdasarkan hasil analisis  evaluasi bangunan Pasar Peterongan Semarang dianalisis dengan peraturan yang berlaku pada komponen fisik,umumnya sesuai.Kata Kunci: zoning,sirkulasi,preferensi pengguna,revitalisasi
PENGARUH MATERIAL KACA SEBAGAI SELUBUNG BANGUNAN TERHADAP BESAR PERPINDAHAN PANAS PADA GEDUNG DIKLAT PMI PROVINSI JAWA TENGAH Wingky Aseani; Erni Setyowati; Suzanna Ratih Sari
Jurnal Arsitektur ARCADE Vol 3, No 1 (2019): Jurnal Arsitektur ARCADE Maret 2019
Publisher : Prodi Arsitektur UNIVERSITAS KEBANGSAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (927.45 KB) | DOI: 10.31848/arcade.v3i1.202

Abstract

Abstract: Buildings in the tropical area should be able to anticipate the tropical climate well. Buildings with active systems design need to be planned in such a way that energy use in the building becomes effective and efficient, Setyowati (2015). The envelope  of the building became the front guard of radiation into the building. With the right building envelope  design, the use of energy in the building can be optimally saved. Building envelope  as a building element that enclosesit  is a wall and translucent roof or non-translucent light where most thermal and light energy moves through the element. The results show that solar radiation contributes the largest amount of heat entering the building. The concept of OTTV calculates the heat transfer from outside into a building that is conduction through infinite walls of light, sun-glass radiation, and heat conduction on glass. Large solar radiation transmitted through the building envelope is influenced by the building facade, the ratio of the glass area and the overall wall of the wall (wall to wall ratio), and the type and thickness of glass used. If the OTTV value of a building is less than or equal to 35 W / m2, then the building is in compliance with the Energy Efficient Building Terms SNI 03-6389-2011. PMI Training Center Central Java Province as the object of study is a modern building dominated by glass material. The glass used is a hot-colored glass. The result of the OTTV calculation on the East wall of the Central Java Education Center was 33.140 W / m2, on the North Wall was 33.577 W / m2, on the West wall was 41.645 W / m2, at the South wall of 30.468 W / m2. From the OTTV calculation, total OTTV value is 35,5991 W / m2, so it is concluded that the building of PMI Training Center in Central Java Province does not meet the requirement of energy-saving building based on SNI 03-6389-2011. To achieve the ideal value of OTTV energy-saving buildings based on SNI 03-6389-2011 at PMI Training Center Central Java Province, it is necessary to reduce the use of glass to 10.5% of the wall area on the western wall. From the simulation result after repairing on West side wall, total OTTV value is 32.9795 W / m2 in order that PMI Training Center of Central Java Province could fulfilled energy saving building requirement based on SNI 03-6389-2011.Keywords: Building Envelope, Glass, OTTVAbstrak: Bangunan di daerah tropis seyogyanya dapat mengantisipasi iklim tropis dengan baik. Bangunan dengan sistem aktif desain perlu direncanakan sedemikian rupa agar pemanfaatan energi didalam bangunan menjadi efisien, efektif dan hemat, Setyowati (2015). Selubung bangunan menjadi garda depan masuknya radiasi ke dalam bangunan. Dengan desain selubung bangunan yang tepat, maka pemakaian energi didalam bangunan dapat dihemat seoptimal mungkin. Selubung Bangunan sebagai elemen bangunan yang menyelubungi yaitu dinding dan atap tembus atau yang tidak tembus cahaya dimana sebagian besar energi termal dan cahaya berpindah melalui elemen tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari adalah penyumbang jumlah panas terbesar yang masuk ke dalam bangunan. Konsep OTTV menghitung perpindahan panas dari luar ke dalam bangunan yaitu konduksi melalui dinding tak tembus cahaya, radiasi matahari yang melalui kaca, dan konduksi panas pada kaca. Besar radiasi matahari yang ditransmisikan melalui selubung bangunan dipengaruhi oleh fasade bangunan yaitu perbandingan luas kaca dan luas dinding bangunan keseluruhan (wall to wall ratio), serta jenis dan tebal kaca yang digunakan. Bila nilai OTTV suatu bangunan yang dihasilkan kurang/sama dengan 35 W/m2, maka bangunan tersebut sudah sesuai dengan Syarat Bangunan Hemat Energi pada SNI 03-6389-2011. Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah sebagai objek studi adalah bangunan berlanggam modern dengan dominasi bukaan dinding bermaterial kaca. Kaca yang digunakan adalah kaca berwarna jenis Panasap. Hasil perhitungan OTTV pada dinding Timur Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah sebesar 33,140 W/m2, pada dinding Utara sebesar 33,577 W/m2, pada dinding Barat sebesar 41,645 W/m2, pada dinding Selatan sebesar 30,468 W/m2. Dari hasil perhitungan OTTV didapatkan nilai Total OTTV sebesar 35,5991 W/m2, sehingga disimpulkan bangunan Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah tidak memenuhi syarat bangunan hemat energi berdasarkan SNI 03-6389-2011. Untuk mencapai nilai ideal OTTV bangunan hemat energi berdasar SNI 03-6389-2011 pada Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah, maka perlu dilakukan pengurangan  pemakaian kaca menjadi 10,5% dari luas dinding pada dinding sisi Barat. Dari hasil simulasi setelah dilakukan perbaikan pada dinding sisi Barat, didapatkan nilai Total OTTV sebesar 32,9795 W/m2 sehingga Gedung Diklat PMI Provinsi Jawa Tengah memenuhi syarat bangunan hemat energi berdasarkan SNI 03-6389-2011.Kata Kunci: Selubung Bangunan, Kaca, OTTV