Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut

PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI (Light Strengthening on Lift Net with Conical Reflectors to Squid Catch Improvement) Supriono Ahmad; Gondo Puspito; M. Fedi A. Sondita; Roza Yusfiandayani
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 4 No. 2 (2013): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (838.387 KB) | DOI: 10.29244/jmf.4.2.163-173

Abstract

ABSTRACTStudy of light strengthening on lift net with conical reflectors was conducted in Kao Bay waters. Three units of lift net were operated 14 nights at the full moon condition. Every lift nets were completed with three different kind of lamp cover, called tudung, reflector αr23,3o and αr32,6o. Fishing operation time of lift net were divided into two intervals of time i.e 20.00-01.00 and 01.00-05.00 WIT (East Indonesian Timezone). Total yield of lift net with reflector αr23,3o was 5.774 kg (41,45%), while that of the lift net with reflector αr 32,6o was 4.977 kg (35,72%), and that of total yield of the lift net with tudung was 3.180 kg (22,83 %). Fishing operation time of lift net at 01.00-05.00 WIT (East Indonesian Timezone) produced 12.661 kg (91 %) weight of total catch, higher than fishing operation of lift net at 20.00-01.00 am that produced 1.270 kg (9 %) weight of total catch. However, statistical analysis concluded that design of the reflector did not significantly affect the catch per trip (Pvalue > 0,05) while fishing time significantly affected the catch per trip (Pvalue < 0,05).Key words: Kao Bay, light, reflector, squid-------ABSTRAKPenelitian tentang pengaruh penguatan cahaya pada bagan dengan reflektor kerucut terhadap hasil tangkapan cumi-cumi dilakukan di perairan Teluk Kao. Tiga unit bagan dioperasikan selama 14 malam pada saat kondisi terang bulan. Masing-masing bagan dilengkapi penutup lampu berbeda, yaitu tudung standar, reflektor kerucut αr23,3o dan αr32,6o. Setiap pengoperasian bagan dibagi dalam dua interval waktu, yaitu antara 20.00-01.00 WIT dan 01.00-05.00 WIT. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan reflektor αr23,3o memberikan hasil tangkapan cumi-cumi paling banyak dengan bobot total 5.774 kg (41,45%), sedangkan bagan dengan reflektor αr32,6o seberat 4.977 kg (35,72%), dan bagan dengan tudung 3.180 kg (22,83%). Pengoperasian bagan pada interval waktu penangkapan 01.00-05.00 WIT menghasilkan bobot tangkapan 12.661 kg (91%), atau lebih tinggi dari interval waktu penangkapan 20.00-01.00 WIT (1.270 kg) atau 9% dari total hasil tangkapan. Namun hasil uji statistik menyimpulkan bahwa faktor tudung tidak berpengaruh nyata terhadap tangkapan cumi-cumi per trip sedangkan faktor interval waktu penangkapan berpengaruh nyata (Pvalue = 0,05).Kata kunci: Teluk Kao, cahaya, reflektor, cumi-cumi
KRITERIA ALOKASI TANGKAPAN TUNA UNTUK KOMISI TUNA SAMUDERA HINDIA (IOTC) . Darmawan; Aditya Setianingtyas; M. Fedi A. Sondita
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 9 No. 2 (2018): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.936 KB) | DOI: 10.29244/jmf.9.2.133-144

Abstract

ABSTRACTCatch allocation scheme generally establish based on country’s historic catch data.  Growing membership from coastal states in the Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), raise issue about the importance of geographical position in determining a catch allocation criteria.  In 2009, Scientific Committee of IOTC estimated that landings of yellowfin tuna and bigeye tuna had nearly or even exceeded its maximum sustainable yield (MSY).  Therefore, in 2010, IOTC adopted resolution to establish a system and criteria on allocation of catch for yellow fin and bigeye tuna and invited member countries to submit proposal. Indonesia proposes criteria on historic catch, economic dependency toward tuna, coastal state status, bio-ecological significance of the fishing ground, IOTC membership and level of compliance. Japan, which represents the state long-distance fishing, proposes historic catch, sustainable management plan, IOTC membership, level of compliance, financial contribution, contribution to research and data collection, and utilization of allocated quota.Objective of the research is to analyse comparation of both proposals with regards to coastal states’ rights and jurisdiction in accord with UNCLOS 1982 and resource management rights concept in Schlager and Ostrom (1992).  The research used a qualitative approach in which literature and report reviews had been conducted as data collection method, strengthened with depth interviews of resource persons, particularly Indonesia’s delegates and other relevant parties. Data obtained were analyzed descriptively using simulation calculations according to the proposed criteria. Results show that Indonesian proposed criteriaprovide advantages for coastal states, but will be disadvantaged for Japan and other distant fishing countries.  It needs an approach and further deliberation to reach agreement on tuna catch allocation criteria in the IOTC.Keywords: catch allocation criteria, coastal states, management rights ABSTRAKSkema alokasi kuota tangkapan seringkali ditentukan berdasarkan catatan sejarah hasil tangkapan armada tiap negara. Meningkatnya keanggotaan Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang berasal dari negara pantai di Samudera Hindia, menjadikan kriteria alokasi tangkapan berdasarkan posisi geografis menjadi isu yang sangat penting.  Pada tahun 2009, stok tuna sirip kuning (yellowfin) dan tuna mata besar (bigeye) di Samudera Hindia diduga telah mendekati atau bahkan melebihi perkiraan nilai maximum sustainable yield (MSY) nya.  Oleh sebab itu tahun 2010, IOTC mengeluarkan resolusi untuk menyusun sistem dan kriteria alokasi tangkapan dan meminta usulan proposal. Kriteria yang diusulkan Indonesia meliputi sejarah penangkapan, ketergantungan ekonomi terhadap tuna, posisi negara pantai, signifikansi perairan negara, keanggotaan IOTC dan tingkat kepatuhan. Adapun Jepang yang mewakili negara penangkap ikan jarak jauh mengusung kriteria sejarah penangkapan, rencana perikanan berkelanjutan, keanggotaan IOTC, tingkat kepatuhan, kontribusi keuangan, kontribusi pada riset dan pendataan serta tingkat pemanfaatan alokasi kuota. Penelitian ini bertujuan membandingkan kriteria kedua usulan tersebut dari sudut pandang hak-hak negara pantai dalam konvensi hukum laut internasional dan konsep kepemilikan sumber daya ikan (Schlager dan Ostrom 1992). Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dimana data dan informasi diperoleh melalui kajian pustaka dan wawancara terhadap ketua atau anggota delegasi Indonesia serta pihak-pihak terkait lainnya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan simulasi perhitungan sesuai kriteria yang diusulkan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang diusulkan Indonesia lebih menguntungkan bagi Indonesia, tetapi membuat Jepang dan negara penangkap ikan jarak jauh sulit untuk menerimanya. Diperlukan pendekatan dan diskusi lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan kriteria alokasi tangkapan tuna di IOTC.Kata kunci: kriteria alokasi tangkapan, negara pantai, hak pengelolaan