Claim Missing Document
Check
Articles

Aesthetics of Prajuritan Dance in Semarang Regency Jazuli, Muhammad
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 15, No 1 (2015): (EBSCO, DOAJ & DOI Indexed, June 2015)
Publisher : Department of Drama, Dance, and Musik (Sendratasik), Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v15i1.3692

Abstract

The scarcity of aesthetic study of traditional arts has evoked my intention to promote a model of aesthetic study in dance performance. The focus of this research is the aesthetics of Prajuritan dance in Semarang  regency. The aesthetics were founded on dance choreography and cultural value systems, which grow and develop in the community of Semarang regency. Dances choreography includes dance background, form, shape, theme, number and formation of dancers, moves, musical accompaniment, make-up and costume, and dance floor patterns. Cultural value systems include communicating stories, expressed symbols, function and meaning of Prajuritan dance for its supporting community. The stories were derived from the heroic tale of Prince Sambernyawa (KGPAA, king Mangkunegara I in Mangkunagaran royal palace, Surakarta) when he rebelled against the arbitrary Dutch colonialists, with his famous spell, “tiji tibeh (mukti siji mukti kabeh – being prosperous for one and all)” and Three Dharma of soldiers, namely “rumangsa melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sarisa hangrasa wani, which means having sense of belonging, protection, and awareness to bravely do whatever to defend  his nation and country. Therefore, Prajuritan dance brings the mission to evoke sense of courage, discipline, and responsibility for the young generation.    
Nilai-nilai Piil Pesenggiri pada Tari Melinting di Desa Wana Lampung Timur Juwita, Dwi Tiya; Cahyono, Agus; Jazuli, Muhammad
Catharsis Vol 6 No 1 (2017)
Publisher : Catharsis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/catharsis.v6i1.17035

Abstract

Tari Melinting merupakan tari tradisional Lampung.ciri khas kebudayaan Lampung Timur yang sampai saat ini masih terus dilestarikan oleh masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan implementasi nilai-nilai Piil Pesenggiri pada tari Melinting. Penelitian ini menggunakan pendekatan interdisiplin dengan melibatkan disiplin ilmu Antropologi Seni dan Sosiologi Seni. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data terdiri dari observasi, wawancara, dan studi dokumen. Teknik keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. Teknik analisis data dilakukan dengan cara mereduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, nilai-nilai Piil Pesenggiri yang diimplementasikan pada tari Melinting tertuang ke dalam piil, nemui nyimah, nengah nyappur, bajuluk beadek, dan sakai sambaian. Nilai-nilai tersebut antara lain, nilai religius, harga diri, kerja keras, sopan santun, toleransi, komunikatif, intelektual, kebersamaan, kesamaan, menghargai alam, prestise, tanggung jawab, tolong menolong, adil, dan bijaksana. Melinting dance is a hallmark of East Lampung culture that today, still continues to be preserved by it local community. This thesis aims to discover the symbolic meaning and the Piil Pesenggiri values inside of Melinting dance. The research uses an interdisciplinary approach involving Anthropology and Sociology of Art dicipline of science. The method used is a qualitative method. Data collection techniques consist of observation, interview and document study. Data authenticity technique used triangulation techniques. Data analysis technique is conducted by reducing the data, presenting the data, and drawing conclusions. The researching results shows that, the values of Piil Pesenggiri implemented on Melinting dance implied inside the piil, nemui nyimah, nengah nyappur, bajuluk beadek, and sakai sambaian. Those values are the religiouness, dignity, hard work, good manners, tolerance, communicative, intellectual, togetherness, equality, respect for nature, prestige, responsibility, helping each other, fair, and wise.
Oral Tradition as a Medium of Inheriting Dramatari Wayang Topeng in Padepokan Seni Topeng Asmarabangun, Malang, Indonesia Rahayuningtyas, Wida; Jazuli, Muhammad
The Journal of Educational Development Vol 6 No 3 (2018): October 2018
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jed.v6i3.24285

Abstract

Masked performance depicting various characters in Panji stories from Java is called Mask Puppet Dance-Drama (Dramatari Wayang Topeng or DWT for short). Panji stories consist of a collection of stories from the Kediri Kingdom themed heroism and love with Panji Asmarabangun and Dewi Sekartaji as the main characters. As the nation's cultural successor, many younger generations have not known the DWT performance. This can threaten the preservation of DWT as one of the nation's cultural heritages to be preserved. This study aimed to examine the process of the DWT inheritance in Asmarabangun Mask Art Gallery (Padepokan Seni Topeng Asmarabangun) through oral tradition. This research was based on the theory of social construction in which a process of meaning done by each individual to himself consists of the process of externalization, internalization, and objectivization. This study used a qualitative method. Data were obtained through observation, interviews, and documentary studies. The data were analyzed using Milles & Huberman's theory of data reduction, presentation and verification. The result of data analysis shows that oral tradition in DWT inheritance process occurs institutionally which requires a process of meaning making by every individual to himself which consists of externalization, internalization and objectivization process. In the process, people can learn about the material either directly or indirectly. People get information and interact to achieve certain goals. The tradition is inherited through the process of seeing, listening, and doing.
Perkembangan Kesenian Jaran Jenggo Aswo Kaloko Joyo Generasi Ke-6 Sampai Generasi Ke-7 Desa Solokuro Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Wulandari, Ayu; Jazuli, Muhammad
Jurnal Seni Tari Vol 7 No 1 (2018): Vol 7 No 1 (2018)
Publisher : Jurnal Seni Tari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (753.996 KB) | DOI: 10.15294/jst.v7i1.22896

Abstract

Kesenian Jaran Jenggo merupakan kesenian arak-arakan pengantin khitanan dengan menggunakan kuda atau jaran yang diiringi musik jedor. Kesenian Jaran Jenggo mulai mengembangkan diri dari generasi ke-6 hingga kini memasuki generasi ke-7 akibat perubahan sosial yang terjadi karena tuntutan aspek pola pikir modern, pendidikan, dan ekonomi. Menjadikan Kesenian Jaran Jenggo Aswo Kaloko Joyo membuat inovasi bentuk kesenian agar tidak monoton. Perubahan inilah yang memotivasi Kesenian Jaran Jenggo Aswo Kaloko Joyo mengembangkan bentuknya. Tujuan penelitian untuk mengetahui perkembangan bentuk Kesenian Jaran Jenggo Aswo Kaloko Joyo dari generasi ke-6 sampai generasi ke-7. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan Sosiologi Seni untuk mengkaji pengaruh perkembangan masyarakat kepada seniman dalam menciptakan bentuk Kesenian Jaran Jenggo agar  terlihat lebih menarik. Perubahan sosial, membuat Kesenian Jaran Jenggo akhirnya mulai bangkit dengan inovasi bentuk seperti gerak, iringan, kostum dan rias, bahkan penambahan tahapan yaitu berupa tahap pamitan yang diawali pada Generasi ke-6 hingga menjadi bentuk baru dan dilanjutkan serta dikembangkan kembali hingga saat ini memasuki Generasi ke-7. Kesenian Jaran Jenggo Aswo Kaloko Joyo telah menemukan tingkat pemikiran yang cukup matang dalam menghadapi tantangan perubahan, dengan adanya perkembangan membuat Kesenian Jaran Jenggo tetap harus selalu meningkatkan mutu dan kualitas bentuk kesenian yang mereka miliki
PERKEMBANGAN KESENIAN JARAN JENGGO ASWO KALOKO JOYO GENERASI KE-6 SAMPAI GENERASI KE-7 DESA SOLOKURO KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN Wulandari, Ayu; Jazuli, Muhammad; Malarsih, Malarsih
Indonesian Journal of Conservation Vol 7, No 1 (2018): IJC
Publisher : Badan Pengembang Konservasi UNNES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/ijc.v7i1.18997

Abstract

Jaran Jenggo art is a circumcision dress art procession using a horse or jaran accompanied by jedor music. Jaran Jenggo art began to develop from the 6th generation to the 7th generation which has been implemented because of various aspects of modern thought, education and economics Making Jaran Jenggo Art Aswo Kaloko Joyo makes art form innovation so that it is not monotonous. It is this change that motivates. Jaran Jenggo Aswo Kaloko Joyo developed the form. The aim of the study was to find out the development. Jaran Jenggo Aswo Art Kaloko Joyo from the 6th generation to the 7th day. This study uses qualitative methods through the Sociology of Arts approach to encode the development of society towards artists in the creation of films. Jaran Jenggo to make it look more attractive. Social change, making Jaran Jenggo Art finally began to rise with innovative forms, accompaniment, costumes and make-up, even to the stage that consisted of the farewell stage which began in the 6th Generation to become a new form and developed until the 7th generation ofization. Jaran Jenggo Art Aswo Kaloko Joyo has found a country that is mature enough in the mood, with the development that creates Jaran Jenggo still has to improve the quality and quality of the art they have.
KESENIAN SILAKUPANG GRUP SRIMPI: PROSES KREATIVITAS KARYA DAN PEMBELAJARAN DI KABUPATEN PEMALANG Dhien Hayati, Nur Lintang; Jazuli, Muhammad; Florentinus, Totok Sumaryanto
Catharsis Vol 5 No 1 (2016)
Publisher : Catharsis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Silakupang merupakan sebuah inovasi atas hasil dari kreativitas seniman yang diwacanakan sebagai identitas kesenian daerah oleh Disbudpar Pemalang. Silakupang merupakan kolaborasi dari empat kesenian yaitu Sintren, Laes, Kuntulan dan Kuda Kepang. Pengamatan di lapangan  menunjukan  bahwa  terdapat  sebuah  sanggar  seni  yang  aktif  berkreasi  dalam mengembangkan kesenian Silakupang yaitu sanggar Srimpi. Masalah penelitian ini adalah  kreativitas seperti apa yang terbentuk pada kesenian Silakupang? dan bagaimana proses pembelajaran kesenian Silakupang dalam grup Srimpi? Pendekatan yang dipakai dalam penelitian adalah interdisiplin yang melibatkan disiplin ilmu musikologi dan pendidikan. Kajian musikologi digunakan untuk mengkaji proses kreativitas pada kesenian Silakupang grup  Srimpi,  sedangkan  disiplin  ilmu  pendidikan  untuk  melihat  proses  pembelajaran kesenian Silakupang di sanggar Srimpi. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pemusatan pada metode riset lapangan. Lokasi penelitian di Kecamatan Ampelgading Pemalang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumen. Teknik keabsahan data secara utama menggunakan triangulasi sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi dan analisis data interaktif. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, ditemukan kreativitas karya pada garapan grup Srimpi yang terletak pada musik pengiring pertunjukan, menciptakan lagu baru, dan penyajian  yang  menarik.  Kedua,  proses  pembelajaran  meliputi  tujuan,  materi,  metode, media belajar  dan evaluasi.
MAKNA NYANYIAN MA’ZANI BAGI MASYARAKAT PETANI DI DESA RURUKAN KOTA TOMOHON Pandaleke, Stefanny Mersiany; Jazuli, Muhammad
Catharsis Vol 5 No 1 (2016)
Publisher : Catharsis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena berkesenian masyarakat petani di desa Rurukan menjadi hal unik yang jarang ditemui di daerah lain. Ma’zani sebagai kegiatan bernyanyi masyarakat petani masih digunakan dalam aktivitas hidup sehari-hari, khususnya dalam kegiatan bertani. Dipercaya melalui   interaksi   masyarakat   petani   dengan   menggunakan   nyanyian   Ma’zani   dapat menyuburkan tanaman dan mendatangkan hasil panen yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami makna nyanyian Ma’zani bagi masyarakat petani di desa Rurukan. Metode yang digunakan kualitatif dengan pendekatan sosiologi. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik keabsahan data menggunakan teknik triangulasi dan teknik analisis data yang digunakan mengikuti langkah analisis model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna nyanyian Ma’zani bagi masyarakat petani di desa Rurukan terbentuk melalui proses interaksi sosial masyarakat dan disempurnakan dalam penggunaan Ma’zani sehari-hari. Masyarakat petani memaknai  nyanyian  Ma’zani  sebagai  nyanyian  yang  menghubungkan  manusia  dengan Tuhan dan manusia dengan sesama.
Aesthetics of Prajuritan Dance in Semarang Regency Jazuli, Muhammad
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol 15, No 1 (2015): June 2015
Publisher : Department of Drama, Dance and Music, FBS, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v15i1.3692

Abstract

The scarcity of aesthetic study of traditional arts has evoked my intention to promote a model of aesthetic study in dance performance. The focus of this research is the aesthetics of Prajuritan dance in Semarang  regency. The aesthetics were founded on dance choreography and cultural value systems, which grow and develop in the community of Semarang regency. Dances choreography includes dance background, form, shape, theme, number and formation of dancers, moves, musical accompaniment, make-up and costume, and dance floor patterns. Cultural value systems include communicating stories, expressed symbols, function and meaning of Prajuritan dance for its supporting community. The stories were derived from the heroic tale of Prince Sambernyawa (KGPAA, king Mangkunegara I in Mangkunagaran royal palace, Surakarta) when he rebelled against the arbitrary Dutch colonialists, with his famous spell, “tiji tibeh (mukti siji mukti kabeh – being prosperous for one and all)” and Three Dharma of soldiers, namely “rumangsa melu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sarisa hangrasa wani, which means having sense of belonging, protection, and awareness to bravely do whatever to defend  his nation and country. Therefore, Prajuritan dance brings the mission to evoke sense of courage, discipline, and responsibility for the young generation.    
Makna Simbolik Pertunjukan Tari Topeng Klana Cirebon Gaya Palimanan Martino, Tio; Jazuli, Muhammad
Jurnal Seni Tari Vol 8 No 2 (2019): Kajian Tekstual dan Kontekstual Tari Nusantara
Publisher : Department of Drama, Dance, and Music Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.061 KB) | DOI: 10.15294/jst.v8i2.30688

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan makna simbolik pertunjukan Tari Topeng Klana Cirebon. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika. Data diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang diabsahkan dengan triangulasi, kemudian dianalisis menggunakan tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan. Hasil penelitian menunjukan makna Tari Topeng Klana terdapat pada elemen penari, gerak representatif, gendhing gonjing, busana, properti (ules, kedok, gantungan), sesaji dan lakon. Pemaknaan berasal dari masyarakat atau penonton dan seniman setempat. Penonton menginterpretasi Tari Topeng Klana Cirebon sebagai konotasi angkara murka dan wujud amarah. Seniman memaknai Tari Topeng Klana menjadi tiga interpretasi, yaitu 1) Manusia yang berada pada puncak kematangan fisik, psikis, dan pola pikir. 2) Semangat mencapai tujuan hidup dengan memegang teguh pedoman agar jauh dari ketersesatan. 3) Manusia dalam mencapai dan menetapkan suatu tujuan manusia selalu bertindak dengan penuh pertimbangan. Interpretasi masyarakat yang bertentangan dengan seniman setidaknya dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu 1) ketidaktahuan masyarakat, 2) penghayatan yang kurang mendalam, 3) feferensi masyarakat dalam menginterpretasi berdasarkan pengetahuan yang populer di lingkungannya, serta 4) faktor seniman.
JEMEK SUPARDI: BERPOLITIK MELALUI KARYA PANTOMIM sabri, indar; Jazuli, Muhammad; Sumaryanto, Totok; Abdillah, Autar
GETER Vol 2, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keterlibatan seniman di dunia politik sebagai legislatif sejak era reformasi di Republik Indonesia kian marak. Keberadaan seniman dianggap representatif sebagai salah satu perwakilan dari masyarakat oleh partai politik, keterlibatan seniman dalam dunia politik peraktis terkadang menimbulkan berbagai pertanyaan tentang kesenimannya itu sendiri. ?Seni yang terlibat?dapat diartikan sebagai seni yang memiliki garis lurus yang tegas antara karya dan laku atau menciptakan  karya yang bertema politik, sedangkan kehidupan peraktis sehari-hari seniman justru apolitis. Jemek Supardi merupakan salah satu seniman yang banyak menciptakan karya-karya bertemakan politik namun tidak terjun dalam dunia politik praktis. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, dokumen dan wawancara yang dipaparkan secara diskriptif. hasil yang didapat adalah sejak Indonesia memasuki era reformasi 1997 hingga saat ini, Jemek Supardi banyak menciptakan karya-karya yang bertemakan politik.Kata kunci : Jemek Supardi, Pantomim, Politik