Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search
Journal : Bandung Conference Series: Pharmacy

Review Sediaan Hair Tonic Herbal dengan Pembawa Minyak untuk Rambut Rontok Jihan Sahira; Fitrianti Darusman
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 1 No. 1 (2021): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.169 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v1i1.93

Abstract

Abstract. Hair tonic is a hair care cosmetic that is designed to help overcome the problem of hair loss. Hair tonic can strengthen hair roots and keep the scalp healthy. The use of hair oil before take a bath is a common thing to do to maintain healthy hair. One of the oils that can be used is coconut oil. Coconut oil can retain moisture and hydration, protect hair and compensate for protein loss in hair. The purpose of this literature review is to examine some herbal plants that can be combined with coconut oil to be used as hair tonic for hair growth. The method used is literature study from international and national journals. The results of the article review show that the combination of extracts of Hibiscus rosa sinesis, Cuscuta reflexa, Citrullus colocynthis, Nardostachys jatamansi, Ocimum gratissimum with coconut oil can grow hair 9.00 ± 0.36 mm for 30 days on rat, the combination of Centella asiatica with coconut oil can grow hair 3.88 ± 0.16 mm in 30 days on rat, microemulsion coconut oil and rice bran oil grow hair by giving hair length of 12.6 mm in 18 days on rabbit and the combination of Ziziphus jujuba with coconut oil can hair growth of 1.82 ± 0.03 mm within 30 days on rat. Abstrak. Hair tonic merupakan kosmetik perawatan rambut yang dirancang salah satunya untuk membantu mengatasi masalah pada rambut rontok. Hair tonic dapat menguatkan akar rambut dan menjaga kulit kepala agar tetap sehat. Penggunan minyak rambut sebelum mandi merupakan hal yang biasa dilakukan untuk menjaga kesehatan rambut. Salah satu minyak yang dapat digunakan yaitu coconut oil. Coconut oil dapat meretensi kelembaban dan hidrasi, melindungi rambut serta mengkompensasi kehilangan protein pada rambut. Tujuan kajian pustaka ini yaitu untuk mengkaji beberapa tanaman herbal yang dapat dikombinasikan dengan coconut oil untuk digunakan sebagai hair tonic penumbuh rambut. Metode yang digunakan yaitu studi pustaka dari jurnal internasional dan nasional. Hasil dari kajian artikel menunjukan bahwa kombinasi ekstrak Hibiscus rosa sinesis, Cuscuta reflexa, Citrullus colocynthis, Nardostachys jatamansi, Ocimum gratissimum dengan coconut oil dapat menumbuhkan rambut 9,00 ± 0,36 mm selama 30 hari pada tikus, kombinasi Centella asiatica dengan coconut oil dapat menumbuhkan rambut 3,88 ± 0,16 mm dalam 30 hari pada tikus, mikroemulsi coconut oil dan rice bran oil menumbuhkan rambut dengan memberikan panjang rambut 12,6 mm dalam waktu 18 hari pada kelinci dan kombinasi Ziziphus jujuba dengan coconut oil dapat menumbuhkan rambut 1,82 ± 0,03 mm dalam waktu 30 hari pada tikus.
Kajian Efek Radiasi Ultraviolet terhadap Kulit Azyyati Adzhani; Fitrianti Darusman; Ratih Aryani
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.522 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.3551

Abstract

Abstract. Ultraviolet (UV) radiation consists of UV A, UV B, and UV C rays which are distinguished by their wavelength. Exposure to high-intensity ultraviolet light can cause side effects on the skin. So it takes skin protection that functions to absorb or weaken ultraviolet rays so that the intensity of the rays that reach the skin is less than it should be. Based on this description, the problems in this research are formulated as follows: (1) How is the study of various types of ultraviolet? (2) How to study the effects of ultraviolet radiation?. The researcher uses the journal review method with literature study. Collection techniques with various scientific literature both primary and secondary. In collecting data and searching for journals, online-based searches such as Pubmed, Science Direct, and Google Scholar were used. The results of this study are: UV A light has a wavelength between 320 nm – 400 nm, UV B with a wavelength of 290 nm – 320 nm and UV C with a wavelength of 10 nm – 290 nm. High exposure to ultraviolet radiation can cause sunburn, skin redness (erythema), dark skin (tanning), and even skin cancer. Abstrak. Radiasi ultraviolet (UV) terdiri dari sinar UV A, UV B, dan UV C yang dibedakan berdasarkan panjang gelombangnya. Paparan sinar ultraviolet dengan intensitas tinggi dapat menimbulkan efek samping terhadap kulit. Sehingga dibutuhkan pelindungan kulit yang berfungsi menyerap atau melemahkan sinar ultraviolet sehingga intensitas sinar yang mencapai kulit lebih sedikit dari yang seharusnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana kajian dari berbagai jenis ultraviolet? (2) Bagaimana kajian efek dari radiasi ultraviolet?. Peneliti menggunakan metode riview jurnal dengan studi pustaka. Teknik pengumpulan dengan berbagai literatur ilmiah baik primer maupun sekunder. Pada pengumulan data dan pencarian jurnal digunakan pencarian berbasis online seperti Pubmed, Science Direct, dan Google Scholar. Hasil dari penelitian ini adalah: Sinar UV A memiliki panjang gelombang diantara 320 nm – 400 nm, UV B dengan panjang gelombang 290 nm – 320 nm dan UV C dengan panjang gelombang 10 nm – 290 nm. Paparan radiasi ultraviolet yang tinggi dapat menyebabkan kulit terbakar (sunburn), kulit kemerahan (eritema), kulit menjadi gelap (tanning), bahkan dapat menimbulkan kanker kulit.
Formulasi dan Karakterisasi Transfersom Andrografolid Syafanisa Alifia Rahma; Aulia Fikri Hidayat; Fitrianti Darusman
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.443 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.3751

Abstract

Abstract. Andrographolide is the main bioactive compound in the sambiloto plant (Andrographis paniculata (Burm. f) Nees). Andrographolide is known to have poor solubility and low oral bioavailability. The transdermal route can be an alternative for the delivery of andrographolide compounds. Transfersome is one of the drug delivery systems that can increase the penetration ability of active substances in the transdermal route. This study aims to obtain the best andrographolide transfersome formula based on the characterization carried out and compare the penetration ability of the andrographolide transfersome and pure andrographolide. Four andrographolide transfersome formulas are made with variations in the ratio of phospholipid and surfactant concentrations, namely F1 (90:10), F2 (80:20), F3 (70:30), and F4 (60:40). Thin-layer hydration method was applied for transfersome preparation. The transfersomes obtained are characterized by the determination of entrapment efficiency, particle size, polydispersity index, and zeta potential. F4 with an entrapment efficiency value of 90.762%±0.592, particle size of 626,633±19,858 nm, polydispersity index of 0,456±0,055, and zeta potential of -4,067±1,097 mV was selected as the best andrographolide transfersome formula. In vitro penetration test was performed on the best transfersome andrographolide formula using the Franz diffusion cell method. The results of in vitro penetration tests show that andrographolide transfersome have better penetration ability than pure andrographolide. Andrographolide transfersome provide a cumulative amount andrographolide penetrated 108.583±0.918 μg/cm2 and flux 36.194±0.014 μg/cm2.h-1, while pure andrographolide provide a cumulative amount andrographolide penetrated 66,930±1,345 μg/cm2 and flux 22,301±0.448 μg/cm2.h-1. Abstrak. Andrografolid merupakan senyawa bioaktif utama yang terkandung dalam tanaman sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f) Nees). Andrografolid diketahui memiliki sifat kelarutan buruk dan bioavailabilitas oral rendah sehingga rute transdermal dapat menjadi alternatif untuk penghantaran senyawa andrografolid. Transfersom merupakan salah satu sistem penghantaran yang dapat meningkatkan kemampuan penetrasi zat aktif pada penghantaran dengan rute transdermal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula transfersom andrografolid terbaik berdasarkan karakterisasi yang dilakukan dan membandingkan kemampuan penetrasi dari transfersom andrografolid dan andrografolid murni. Empat formula transfersom andrografolid dibuat dengan variasi perbandingan konsentrasi fosfolipid dan surfaktan yaitu F1 (90:10), F2 (80:20), F3 (70:30), dan F4 (60:40) menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Transfersom yang diperoleh dikarakterisasi meliputi penentuan nilai persentase efisiensi penjerapan, ukuran partikel, indeks polidispersitas, dan potensial zeta. F4 dengan nilai efisiensi penjerapan 90,762%±0,592, ukuran partikel 626,633±19,858 nm, indeks polidispersitas 0,456±0,055, dan potensial zeta -4,067±1,097 mV dipilih sebagai formula transfersom andrografolid terbaik. Terhadap formula transfersom andrografolid terbaik dilakukan uji penetrasi in vitro dengan metode sel difusi Franz. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukan bahwa transfersom andrografolid memiliki kemampuan penetrasi yang lebih baik dibandingkan andrografolid murni. Transfersom andrografolid memberikan nilai jumlah kumulatif terpenetrasi 108,583±0,918 µg/cm2 dan fluks 36,194±0,014 µg/cm2.jam-1. Sedangkan andrografolid murni memberikan nilai jumlah kumulatif terpenetrasi 66,930±1,345 µg/cm2 dan fluks 22,301±0,448 µg/cm2.jam-1.
Kajian Pengobatan Tukak Lambung dan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Aprian Dwiatama; Fitrianti Darusman
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.197 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.3781

Abstract

Abstract. One of the most common disorders experienced by both pediatric and geriatric ages is digestive disorders. Two of the most common digestive disorders are peptic ulcers and gastroesophageal reflux disease (GERD). Gastric ulcer is a digestive disorder that occurs due to damage to the gastric mucosa, while gastroesophageal reflux disease (GERD) is a disease caused by stomach acid flowing back into the esophagus, causing damage to the esophageal mucosa. If these two diseases are not treated immediately, it will result in a compilation that leads to death. The purpose of this study was to determine the pathogenesis of gastric ulcers and GERD and their treatment. The method used is a literature review using a review article. The results of the literature review show that gastric ulcers occur due to infection with Helicobacter pylori bacteria and long-term use of NSAID drugs while GERD occurs due to an imbalance between aggressive (gastric acid) and defensive factor (LES, esophageal clearance mechanisms). The treatment that can be done is by taking proton pump inhibitor (PPI) and H2RA drugs which work in inhibiting the production of stomach acid and antacids which work in neutralizing gastric juices that are too acidic. Abstrak. Salah satu gangguan yang paling sering dialami baik itu di usia pediatrik maupun geriatrik yaitu gangguan pencernaan. Salah dua gangguan pencernaan yang sering terjadi yaitu tukak lambung dan gastroesophageal reflux disease (GERD). Tukak lambung merupakan salah satu gangguan pencernaan yang terjadi karena adanya kerusakan pada mukosa lambung sedangkan gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh asam lambung yang mengalir kembali ke daerah esofagus sehingga terjadi kerusakan mukosa esofagus. dimana apabila kedua penyakit ini tidak dilakukan penanganan secara segera akan mengakibatkan kompilasi yang berujung pada kematian. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui patogenesis tukak lambung dan GERD serta pengobatannya. Metode yang digunakan yaitu literature review dengan menggunakan review article. Hasil kajian pustaka menunjukkan bahwa tukak lambung terjadi karena infeksi bakteri Helicobacter pylori dan penggunaan obat NSAID dalam jangka panjang sedangkan GERD terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor agresif (asam lambung) dan defensif (LES, mekanisme bersihan esofagus). Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengonsumsi obat golongan proton pump inhibitor (PPI) dan H2RA yang bekerja dalam menghambat produksi asam lambung serta antasida yang bekerja dalam menetralkan cairan lambung yang terlalu asam.
Formulasi Sediaan Nanoemulsi Mengandung Minyak Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perry) Syifa Siti Fatimah Azzahro; Sani Ega Priani; Fitrianti Darusman
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.147 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.3910

Abstract

Abstract. Clove is one of the natural ingredients that can be used in the health sector. The essential oil contained in the clove plant contains eugenol compounds, which have anti-inflammatory and analgesic effects. This study aims to develop nanoemulsion containing clove oil with good characteristics and physical stability. This research was initiated with the optimization of 5% clove oil nanoemulsion with variation of concentrations between tween 80 as surfactant and PEG 400 as cosurfactant. Then the nanoemulsion of clove oil was evaluated for pharmaceuticals including organoleptic test, homogeneity, pH, viscosity, rheology, dispersibility, measurement of transmittance, globule size, polydispersity index, and centrifugation. The results showed that the clove oil nanoemulsion F6 consisting of 5% clove oil, 30% tween 80, and 15% PEG 400 had fulfilled the evaluation requirements of pharmaceutical preparations with clear visuals, globule size of 18,7 ± 0,1 nm, the polydispersity index value was 0,177 ± 0,01, and it was stable without any phase separation. Abstrak. Cengkeh merupakan salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Minyak atsiri yang terkandung pada tanaman cengkeh dengan kandungan senyawa eugenol, memiliki efek sebagai antiinflamasi dan analgesik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sediaan nanoemulsi yang mengandung minyak cengkeh dengan karakterstik dan stabilitas fisik yang baik. Penelitian ini diawali dengan melakukan optimasi sediaan nanoemulsi minyak cengkeh 5% dengan variasi konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai kosurfaktan. Kemudian sediaan nanoemulsi minyak cengkeh dilakukan evaluasi farmasetika meliputi uji organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, rheologi, daya sebar, pengukuran nilai transmitan, rata-rata ukuran globul, nilai PDI, dan sentrifugasi. Hasil penelitian menunjukan sediaan nanoemulsi minyak cengkeh F6 yang terdiri dari minyak cengkeh sebanyak 5%, tween 80 sebanyak 30%, dan PEG 400 sebanyak 15% telah memenuhi persyaratan evaluasi sediaan farmasetika dengan visual sediaan yang jernih, ukuran globul sebesar 18,7 ± 0,1 nm, nilai indeks polidispersitas sebesar 0,177 ± 0,01, dan stabil tanpa adanya pemisahan fase.
Kajian Bentuk-Bentuk Sediaan Farmasi sebagai Pedikulisida Mutiara Haifania; Fitrianti Darusman; Anan Suparman
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.165 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.4187

Abstract

Abstract. Pediculosis capitis is an infection of the scalp caused by the investment of Pediculus humanus var. capitis or often called head lice. Head lice are obligate ectoparasites that can only live by attaching to human hair or scalp because head lice survive by sucking blood (hematophagy). One alternative to overcome the problems caused by head lice is to use pediculicide preparations that are widely circulated in the market, both preparations containing herbal ingredients and synthetic chemicals. The purpose of this research is to determine what pharmaceutical preparations forms can be used as pediculicides and to know what active ingredients can be used as pediculicides. The study was conducted by Systematic Literature Review (SLR) method by collecting various literatures from international and national journals on databases relating to various forms of pharmaceutical preparations and active ingredients as pediculicides. The results of this study indicate that pharmaceutical preparations forms that can be used as pediculicides are shampoo, lotion, and hair tonic preparations. Then, the active ingredients that can be used as pediculicides are permethrin, lindane, and malathion (synthetic chemicals); while from the herbal ingredients are garlic, soursop fruit and seeds, a mixture of essential oils (consisting of eucalyptus oil, fennel oil, and lemon oil), neem oil, and white cempaka flower cem-ceman. Abstrak. Pediculosis capitis merupakan infeksi pada kulit kepala yang ditimbulkan karena investasi Pediculus humanus var. capitis atau sering disebut kutu rambut. Kutu rambut merupakan ektoparasit obligat yang hanya dapat hidup dengan menempel pada rambut atau kulit kepala manusia karena kutu rambut bertahan hidup dengan menghisap darah (hematophagy). Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah yang disebabkan kutu rambut ini yaitu dengan menggunakan sediaan pedikulisida yang banyak beredar dipasaran baik sediaan yang mengandung bahan herbal maupun kimia sintetis. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk sediaan farmasi yang dapat digunakan sebagai pedikulisida dan mengetahui bahan aktif apa saja yang dapat digunakan sebagai pedikulisida. Pengkajian dilakukan dengan metode Systematic Literature Review (SLR) dengan mengumpulkan berbagai pustaka dari jurnal internasional dan nasional pada database yang berkaitan dengan berbagai bentuk sediaan farmasi dan bahan aktif sebagai pedikulisida. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk sediaan farmasi yang dapat digunakan sebagai pedikulisida yaitu sediaan sampo, lotion, dan hair tonic. Kemudian, bahan aktif yang dapat digunakan sebagai pedikulisida yaitu permethrin, lindane, dan malathion (bahan kimia sintetik); sedangkan dari bahan herbal yaitu bawang putih, buah dan biji sirsak, campuran minyak atsiri (terdiri dari minyak kayu putih, minyak adas, dan miyak lemon), minyak mimba, dan bunga cempaka putih cem-ceman.
Kajian Pustaka Surfaktan dalam Sediaan Pembersih Inayah Fitri Wulandari; Fitrianti Darusman; Mentari Luthfika Dewi
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.175 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.4203

Abstract

Abstract. Cleansing the skin is an important thing to do in maintaining a healthy body. The skin as the outermost structure of the human body has a function as a protector between the body and the environment, immune defense, UV protection, and protection from oxidative damage. As the main defense against impurities from the outside, many types of microorganisms such as bacteria, viruses, fungi, protozoa, and other minor groups are found. Adanya pollution from the environment can also have negative effects on the skin such as skin aging and skin pigmentation. In cleaning preparations, surfactants have an important role that can function as wetters, cleaners, foaming agents, solvents, conditioners, thickeners, and to produce emollients. The mechanism of surfactants in cleaning dirt in the skin is the formation of micelles. The hydrophobic part of the surfactant will bind to impurities in the skin and its hydrophilic part will be attracted closer to the water during the rinsing process. Abstrak. Membersihkan kulit merupakan hal yang penting dilakukan dalam menjaga kesehatan tubuh. Kulit sebagai struktur terluar dari tubuh manusia memilki fungsi sebagai pelindung antara tubuh dengan lingkungan, pertahanan kekebalan, perlindungan UV, dan perlindungan dari kerusakan oksidatif. Sebagai pertahanan utama terhadap kotoran dari luar, banyak ditemukan berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, protozoa, dan kelompok minor lainnya. Adanya polusi dari lingkungan juga dapat memberikan efek negatif terhadap kulit seperti penuaan kulit dan pigmentasi kulit. Dalam sediaan pembersih, surfaktan memiliki peran yang penting yang dapat berfungsi sebagai sebagai pembasah, pembersih, bahan pembusa, pelarut, kondisioner, pengental, dan untuk menghasilkan emolien. Mekanisme surfaktan dalam membersihkan kotoran di kulit yaitu dengan pembentukan misel. Bagian hidrofobik dari surfaktan akan berikatan dengan kotoran di kulit dan bagian hidrofiliknya akan tertarik mendekati air ketika proses pembilasan.
Hair Tonic dengan Kandungan Senyawa yang Memiliki Aktivitas Penumbuh Rambut dari Berbagai Bahan Herbal Syilfiana Anwar; Fitrianti Darusman
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.609 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.4366

Abstract

Abstrak. Hair tonic merupakan sediaan kosmetika rambut yang digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan rambut yang memiliki kelebihan mudah digunakan, mudah terserap kulit kepala, serta tidak menimbulkan iritasi. Berbagai ekstrak tanaman yang mengandung flavonoid diformulasikan untuk meningkatkan aktivitas pertumbuhan rambut sebagai alternatif dari hair tonic berbahan sintetik yang dapat memicu timbulnya efek samping. Flavonoid memiliki sifat antioksidan yang mampu memperlancar sirkulasi darah sehingga dapat mempercepat pertumbuhan rambut. Tujuan dari kajian pustaka ini yaitu untuk mengetahui formulasi hair tonic yang memenuhi persyaratan farmasetika dengan bahan aktif herbal yang mengandung flavonoid sebagai penumbuh rambut dan menguji aktivitasnya terhadap pertumbuhan rambut kelinci. Jenis penelitian yang dilakukan yaitu Systematic Literature Review (SLR) dengan metode diagram prisma. Hasil yang diperoleh dari kajian artikel menunjukan bahwa formulasi hair tonic herbal terbaik adalah formulasi yang mengandung minyak kemiri (Aleurites moluccana L.) sebagai zat aktif dimana memiliki aktivitas terbaik yaitu dapat menumbuhkan rambut hingga 29,77 mm selama 22 hari dan dihasilkan uji evaluasi farmasetik yang meliputi uji organoleptik, uji pH, dan uji viskositas yang memenuhi syarat mutu SNI 16-4955-1998. Abstract. Hair tonic is a hair cosmetic that's used to stimulate hair growth that can be applied practically, absorbed easily by the scalp, and possesses no irritation effect. Various plant extracts containing flavonoids are formulated to increase hair growth activity as an alternative for synthetic hair tonic which could trigger side effects. Flavonoid has antioxidant characteristics that could reinforce blood circulation that accelerates hair growth. The aim of this study is to identify the hair tonic formula review that fulfills the pharmaceutic requirement with active herbal ingredients containing flavonoids. The study used a Systematic Literature Review (SLR) with a diagram prism method. The results from the article review shows that the best herbal hair tonic formulation is the formulation that contains candlenut oil (Aleurites moluccana L.) as an active substance which has the best activity that could grow hair up to 29.77 mm in 22 days and resulting in pharmaceutic evaluation that comprises organoleptic test, pH test, and viscosity test that met the quality requirements of SNI 16-4955-1998.
Sistem Vesikular sebagai Penghantaran Baru pada Obat Rute Perkutan Mega Suryani Putri; Fitrianti Darusman; Hanifa Rahma
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.348 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.4535

Abstract

Abstract. Vesicles are colloidal particles in the form of bilayers from ampiphilic molecules or surfactants that have a role as drug carriers so that they can help increase drug penetration. The success of the formulation of the vesicular carrier system is influenced by the characteristics of a stable vesicle system. This study aims to find out how the vesicular system as a new delivery system in percutaneous route drugs to increase percutaneous penetration. The research conducted systematic literature of National and International articles from leading publishers. The results showed that liposomes can increase percutaneous penetration whose characteristics are stable with a vesicular size of 260.9±44.9 nm, PDI of 0.272±0.04 and a potential of zeta of 35.6±0.03 mV. The vesicular carrier system is able to increase percutaneous penetration marked an increase in the value of flux and percent penetration. The test results showed that the vesicles size of the vesicular carrier system affects the increase in percutaneous penetration. The highest increase in penetration is indicated by a vesicular carrier system that has a vesicle size of <300 nm. Abstrak. Vesikel merupakan partikel koloid berupa bilayer dari molekul ampifilik atau surfaktan yang memiliki peran sebagai pembawa obat sehingga dapat membantu meningkatkan penetrasi obat. Keberhasilan formulasi sistem pembawa vesikuler dipengaruhi oleh karakteristik sistem vesikel yang stabil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem vesikular sebagai sistem penghantaran baru pada obat rute perkutan untuk meningkatkan penetrasi perkutan. Penelitian ini dilakukan literatur sistematis artikel Nasional dan Internasional dari penerbit terkemuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa liposom dapat meningkatkan penetrasi perkutan yang karakteristiknya stabil dengan ukuran vesikuler 260,9±44,9 nm, PDI 0,272±0,04 dan potensi zeta sebesar 35,6±0,03 mV. Sistem pembawa vesikuler mampu meningkatkan penetrasi perkutan ditandai peningkatan nilai fluks dan penetrasi persen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ukuran vesikel sistem pembawa vesikuler mempengaruhi peningkatan penetrasi perkutan. Peningkatan penetrasi tertinggi ditunjukkan oleh sistem pembawa vesikuler yang memiliki ukuran vesikel <300 nm.
Kajian Pustaka Formulasi Sediaan Edible Film sebagai Antihalitosis Berbahan Aktif Herbal Fia Siti Nopalia; Ratih Aryani; Fitrianti Darusman
Bandung Conference Series: Pharmacy Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Pharmacy
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (685.85 KB) | DOI: 10.29313/bcsp.v2i2.4573

Abstract

Abstract. Halitosis is an oral health problem that is characterized by bad breath and many people complain about it, which has an impact on self-image and social problems. The main cause of halitosis is the activity of anaerobic bacteria such as Streptococcus mutans which produce Volatile Sulfur Compounds (VSCs) in the oral cavity. Edible film is a pharmaceutical preparation developed to prevent halitosis, has a thin transparent layer cut to a certain length and width, is practical, and is biodegradable. The purpose of this article review is to provide information related to extracts as antihalitosis against Streptococcus mutans bacteria which are formed in edible film preparations from various types of film forming agents used with manufacturing methods that are in accordance with the characteristics of an active substance. The research method was carried out using a Systematic Literature Review (SLR). The results of the literature review show that the extracts that have the potential as antihalitosis against Streptococcus mutans bacteria are celery extract, gedi leaf extract, betel leaf extract, rosella flower petal extract, water henna leaf extract, basil leaf extract, cat whiskers leaf extract, binahong leaf extract, sustainable live stem extract, and extracts of leilem leaves. The extract can be formulated into edible films with the type of film forming agent in the form of polysaccharides and proteins as well as composites which are a mixture of polysaccharides, proteins, and lipids made using the solvent casting method. Abstrak. Halitosis termasuk masalah kesehatan mulut yang ditandai dengan keadaan nafas bau tidak sedap dan banyak dikeluhkan masyarakat, berdampak terhadap citra diri dan masalah sosial. Penyebab utama halitosis yaitu adanya aktivitas bakteri anaerob seperti Streptococcus mutans yang memproduksi Volatile Sulfur Compounds (VSCs) dalam rongga mulut. Edible film merupakan sediaan farmasi yang dikembangkan untuk mencegah halitosis, memiliki lapisan tipis transparan yang dipotong dengan panjang dan lebar tertentu, praktis, dan bersifat biodegradable. Tujuan review artikel ini untuk memberikan informasi terkait ekstrak sebagai antihalitosis terhadap bakteri Streptococcus mutans yang dibentuk dalam sediaan edible film dari berbagai jenis film forming agent yang digunakan dengan metode pembuatan yang sesuai dengan karakteristik suatu zat aktif. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan Systematic Literature Review (SLR). Hasil kajian pustaka menunjukan bahwa ekstrak yang berpotensi sebagai antihalitosis terhadap bakteri Streptococcus mutans yaitu, ekstrak seledri, ekstrak daun gedi, ekstrak daun sirih, ekstrak kelopak bunga rosella, ekstrak daun pacar air, ekstrak daun kemangi, ekstrak daun kumis kucing, ekstrak daun binahong, ekstrak batang sambung nyawa, dan ekstrak daun leilem. Ekstrak tersebut dapat diformulasikan kedalam sediaan edible film dengan jenis film forming agent berupa polisakarida dan protein serta komposit yang merupakan campuran dari polisakarida, protein, dan lipid yang dibuat dengan menggunakan solvent casting method.