cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam
ISSN : 24605565     EISSN : 25031058     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 248 Documents
Penyelesaian Perkara Pidana Melalui Mekanisme Mediasi hatta, muhammad hatta
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 4 No 02 (2018): Desember
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6155.053 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.02.220-246

Abstract

Dalam aspek hukum Indonesia, mediasi dapat diterapkan kepada semua kasus perdata, bahkan sebelum hakim memeriksa gugatan di pengadilan, hakim harus mengarahkan pihak-pihak yang bersengketa untuk mengikuti sesi mediasi. Sebaliknya, mediasi justru tidak dapat diterapkan kepada perkara-perkara pidana karena tidak diatur di dalam hukum acara pidana. Dalam hukum pidana islam, perkara-perkara yang dapat diselesaikan melalui mediasi adalah qisas, diyat dan ta`zir. Qisas dan diyat merupakan hukuman yang sudah ditentukan oleh nash yang melanggar hak manusia (individu) sehingga koban atau ahli warisnya dapat memaafkan pelaku kejahatan. Untuk mendapatkan maaf dari ahli waris korban, pelaku dapat meminta sesorang, organisasi atau pemerintah sebagai mediator untuk bermusyawarah supaya ahli waris korban mau memaafkan kesalahan pelaku. Selanjutnya, jenayah ta`zir sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan pemerintah (ulil amri), baik pembentukan hukum materilnya maupun hukum acaranya. Pemerintah dapat membuat regulasi yang mengadopsi mekanisme mediasi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat
Analisis Hukum Pidana Terhadap Praktik Mahar Politik KHasanah, Lusiana Al Vionita, Uswatul
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 4 No 02 (2018): Desember
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3467.002 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.02.203-219

Abstract

Pembaruan hukum pidana yakni berupa suatu usaha untuk membuat peraturan pidana menuju yang lebih baik, tidak hanya melakukan pengaturan tingkah laku masyarakat, namun juga menciptakan masyarakat yang sejahtera sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. Untuk itulah dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 Pemilu dan Undang-Undang No. 2 tahun 2008 Partai Politik perlu direvisi untuk ketentuan-ketentuan masalah mahar politik serta bentuk pertanggungjawaban pidana praktik mahar politik yang dilakukan dalam pemilu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang pembaharuan hukum pidana dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik terhadap praktik mahar politik. Jenis penelitian ini, merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan literatur dan peraturan perundang-undangan, dengan analisis data secara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian pembahuruan hukum pidanaharus segera dilakukan terhadap Undang-Undang No. 7 tahun 2017 Pemilu dan Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik oleh pembuat kebijakan agar praktik mahar politik yang dilakukan oleh partai politik dan calonnya dalam pemilu tidak terulang kembali, karena akan mencederai dan merusak nilai-nilai demokrasi serta kehawatiran akan timbulnya praktik KKN
Pungutan Liar oleh Aparatur Sipil Negara di Desa Sidokepung Buduran Sidoarjo Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Wijaya, Arif
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 4 No 02 (2018): Desember
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4211.115 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.02.301-323

Abstract

Praktik terjadinya pungutan liar diawali dari laporan warga desa Sidokepung atas dugaan adanya penjualan tanah cuilan di Dusun Mlaten, Desa Sidokepung, ke Kejari Sidoarjo. Penjualan aset desa atau TKD itu diketahui setelah lahan tanah gogol seluas 9,4 hektare dengan 36 pemilik gogol sepakat menjual tanah seluas 8,3 hektare. Nah, yang 1,1 hektare, warga tidak pernah merasa menjual. Akan tetapi, di lahan itu justru telah berdiri perumahan milik “Green Hill”. Bahkan, dari sisa lahan seluas 1,1 hektare itu masih ada sisa tanah warga gogol yang diberikan untuk kas desa, juga digunakan untuk fasilitas perumahan. Kasus inilah yang dianggap masyarakat sebagai pungutan liar. Proses penyelesaian dilakukan di kantor kepala desa. Dengan menghadirkan pihak berperkara dari sebagian masyarakat yang dirugikan dengan hilangnya aset desa, BPN, Pj Bapak Suyud Suprihadji, pihak pengembang perumahan dan beberapa tokoh serta perangkat desa. Musyawarah ini perlu dilakukan agar mencari titik temu dan solusi terbaik, agar para pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Akhirnya disepakati adanya kesalahan dari kepengurusan sertifikat tanah oleh Badan Pertanahan Nasional untuk segera menerbitkan sertifikat tanah atas nama desa, dan memberikan ganti rugi kepada pemilik tanah oleh masyarakat desa Sidokepung Buduran Sidoarjo. Pungutan liar (pungli) berupa uang sogokan atau uang siluman atau uang suap ini adalah tindak pidana yang sudah jelas telah diatur di dalam ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana antara lain tercantum dalam Ps.209, Ps. 210, Ps.418, Ps 419 dan Ps. 420 KUHP. yang dimasukkan menjadi delik korupsi menurut Ps. 5, 6, 7, 8, 9, dan Ps. 12 dari butir a sampai dengan UU. No.20 tahun 2001, yang merubah UU.Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No.31 Tahun 1999, dengan formulasi sanksi yang lebih diperberat (gequalificeerd). Psl. 5 Undang-undang No.31 Thun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 isinya sebagai berikut: “Setiap orang melakukan tindak pidana sebagaimana di maksud  dalam Pasal 209 KUHP. dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,= (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak denda Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)”.
Tindak Pidana Pencurian Menurut Muhammad Syahrur dan Relevansinya di Era Modern Nadhifuddin, Ahmad
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 4 No 02 (2018): Desember
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7012.32 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.02.268-300

Abstract

Artikel ini membahas tentang tindak pidana pencurian menurut Pemikiran Muhammad Syahrur dan relevansinya di era modern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut pandangan Muhammad Syahrur kata-kata qata‘a dalam konteks pencurian bisa diartikan sebagai pemotongan secara fisik maupun non fisik. Syahrur menilai bahwa pemotongan secara fisik pada ayat tersebut merupakan hukuman maksimal (batas atas) yang bisa diterapkan sedangkan pemotongan non fisik dengan pemotongan kekuasaan atau kemampuan tangan pencuri agar tidak bisa mencuri dengan memasukkannya ke dalam penjara merupakan hukuman yang bisa diterapkan di bawah batas atas tersebut itu berarti ruang ijtihad manusia berada di bawah batas  atas tersebut. Adapun relevansi pemikiran Muhammad Syahrur dengan konteks hukum di era modern adalah sangat sesuai jika dilihat dari sifat dan jenis hukumannya jika disejajarkan dengan hukum di era modern yang mempunyai sifat dinamis dan berkembang sesuai dengan konteks ruang dan waktu. Dengan hukuman dimasukkan ke dalam penjara bagi pelaku tindak pidana pencurian, maka sesuai dengan salah satu unsur hukum modern yakni penegakan HAM. Dengan dihukum penjara maka dia tidak akan bisa untuk mengulangi perbuatannya kembali dan sebagai tempat introspeksi agar dia mau bertobat.
Batasan Kebebasan Berpendapat dalam Menyampaikan Argumentasi Ilmiah di Media Sosial Perspektif Hukum Islam Qulub, Siti Tatmainul
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 4 No 02 (2018): Desember
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4218.231 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.02.247-267

Abstract

Di era digital, semua orang bebas mengemukakan pendapat dengan adanya media sosial (medsos). Namun, media ekspresi tersebut memunculkan efek negatif dengan banyaknya kasus penyalahgunaan yang dilakukan oleh para pengguna. Mereka terjebak pada kasus tindak pidana, seperti pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Baru-baru ini di medsos (facebook, blog) muncul perdebatan antara komunitas flat earth dan Kepala LAPAN tentang bumi bulat vs bumi datar. Masing-masing mengemukakan argumentasi ilmiahnya yang berujung pada petisi yang dikeluarkan oleh komunitas flat earth kepada Kepala LAPAN. Pada dasarnya berpendapat merupakan kebabasan yang melekat pada individu. Namun, perlu keterampilan dan aturan (etika) tentang penyampaian argumentasi ilmiah di medsos. Argumen ilmiah berbeda dengan opini atau pendapat. Ia membutuhkan klaim, bukti dan alasan ilmiah. Dalam tulisan ilmiah, penulis hanya bertujuan untuk meyakinkan pembaca bahwa yang ditulis itu benar, tidak untuk mempengaruhi pembaca untuk mengukuti keinginan penulis. Islam memberikan kebabasan kepada masyarakat untuk menyampaikan argumen/pendapat baik di dunia nyata maupun di medsos. Namun, Islam memberikan batasan terkait substansi yang disampaikan. Secara global, batasan tersebut adalah: menyajikan informasi yang bermanfaat dan terbukti kebenarannya (ada klaim, bukti dan alasan ilmiah), sebagai sarana amar ma’ruf nahi munkar, tidak melanggar aturan agama dan aturan negara, menjalin silaturrahmi dan tidak mendatangkan permusuhan
Penegakan Hukum Pidana Lingkungan di Indonesia mubarok, nafi'
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 5 No 01 (2019): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5810.914 KB) | DOI: 10.15642/aj.2019.4.01.1-29

Abstract

Abstrak
Penerapan Dolus Eventualis Dalam Pasal 338 KUHP Menurut Perspektif Hukum Pidana Islam Sholihah, Aminatus
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 5 No 01 (2019): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5107.962 KB) | DOI: 10.15642/aj.2019.4.01.50-77

Abstract

Menurut hukum pidana Islam suatu perbuatan itu bisa dikatakan membunuh ketika suatu perbuatan itu terdapat seorang pelaku melakukan perbuatan yang menyebabkan kematian, adanya seorang korban yang dilukai oleh pelaku hingga menyebabkan kematian, adanya alat yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan perbuatan pembunuhan tersebut, adanya akibat yang timbul dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban dalam hal ini adalah kematian korban. Unsur kesengajaan yang terkandung dalam Dolus evantualis itu diterapkan dalam pasal 338 dengan melihat keadaan pelaku pada saat melakukan perbuatan yang menyebabkan kematian meskipun pada awalnya perbuatan itu dilakukan tanpa tujuan dan maksud untuk membunuh korban, namun dilihat dari kesadaran pelaku dan pengetahuan pelaku akan segala kemungkinan akibat yang akan timbul dari perbuatan tersebut sudah bisa dijadikan unsur kesengajaan dan bisa dikenahi dengan pasal 338 KUHP. Sedangkan menurut hukum pidana Islam penerapan Dolus eventualis dalam pasal 338 itu termasuk pembunuhan semi sengaja dan hukuman yang terkandung dalam pasal 338 yakni hukuman penjara paling lama 15 tahun itu sesuai dengan hukuman ta'zir dalam tindak pidana pembunuhan semi sengaja, yang mana hukuman ta'zir ini adalah hukuman penganti bagi pembunuhan semi sengaja.
IMPLEMENTASI TEORI H{UDU>D MENURUT PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAHRUR TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Faizah, Dian Dwi Alifatul
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 4 No 02 (2018): Desember
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4537.596 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.02.360-383

Abstract

Artikel ini adalah hasil penelitian kepustakaan tentang "Implementasi Teori H{udu>d Menurut Pemikiran Muhammad Syahrur terhadap Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia". Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah pandangan Muhammad Syahrur tentang teori H{udu>d dan bagaimanakah analisis teori H{udu>d tersebut sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia.   Penelitian ini bersifat bibliographic research, yaitu penelitian yang memfokuskan pada penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan, membaca, mencatat dan menelaah literature-literatur tentang pemikiran Muhammad Syahrur tentang teori H{udu>d, tindak pidana korupsi di Indonesia serta analisis teori H{udu>d  Syahrur terhadap upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu memaparkan atau menggambarkan pemikiran Syahrur tentang teori H{udu>d serta analisisnya sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencurian uang negara atau yang biasa disebut korupsi menurut Syahrur dapat dikenai hukuman maksimal potong tangan secara berkebalikan, salib, pengasingan atau penjara seumur hidup dan hukuman mati yang diqiyaskan dengan hirabah. Teori H{udu>d Syahrur dapat diterapkan sebagai alternatif hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia. Teori Syahrur  tersebut memiliki persamaan dalam hukum yang diberlakukan bagi koruptor di Indonesia,  yaitu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU tersebut hukuman mati ditetapkan sebagai hukuman maksimal bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia. Hukuman mati tersebut merupakan salah satu dari hukuman maksimal yang ada dalam teori h{udūd Muhammad Syahrur yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dianalogikan (diqiya>skan) dengan hirabah. Selain itu hukuman penjara dan denda sebagai hukuman minimal bagi para koruptor juga memiliki persamaan dalam batasan minimal teori tersebut, yakni bertobat dan mengembalikan semua harta yang telah dikorupsi disertai denda. Dan penjara merupakan tempat pengasingan yang diharapkan dapat membuat pelaku jera dan bertobat serta tidak mengulangi perbuatannya.   Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka kepada peneliti selannjutnya hendaknya memasukkan pemikiran tokoh-tokoh lain yang sekiranya dapat digunakan sebagai salah satu upaya memerangi tindak pidana korupsi di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan menjadi semacam counter legal drafting bagi perbaikan peraturan perundangan mengenai korupsi di Indonesia.  
TINJAUAN FILSAFAT HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA DELIK KINDERMOORD PASAL 342 KUHP LATIFAH, NANI
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 4 No 02 (2018): Desember
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5098.477 KB) | DOI: 10.15642/aj.2018.4.02.384-409

Abstract

Artikel ini adalah hasil penelitian literatur tentang “Tinjauan Filsafat Hukum Islam Terhadap Sanksi Delik Kindermoord Pasal 342 KUHP”. Yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Apa sanksi pidana delik kindermoord menurut Pasal 342 KUHP? Dan Bagaimana tinjauan filsafat Hukum Islam terhadap sanksi delik kindermoord?          Data penelitian ini dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan tehnik verifikatif dan pola pikir deduktif.          Hasil penelitian ini menyimpukan bahwa sanki pidana delik Kindermoord  Pasal 342 KUHP, yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan sengaja merencanakan niatnya terhadap anak/bayi yang akan atau tidak lama setelah dilahirkan karena takut ketahuan orang lain, mendapat sanksi hukuman penjara paling lama sembilan tahun.          Dalam hukum Islam sanksi pidana pembunuhan sengaja adalah qişāş. Akan tetapi dalam delik kindermoord korban adalah anak kandung pelaku, maka sanksi yang dijatuhkan tergantung kepada pemenuhan syarat-syaratnya. Dalam hukum pidana Islam, hukuman qişāş dapat terhapus apabila yang membunuh orang tua korban. Jika hukuman pokok tidak dapat dijatuhkan maka sebagai gantinya termasuk hukuman ta’zir yang bentuk hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada Ulul ‘Amri atau penguasa dengan catatan demi kepentingan masyarakat.          Dalam filsafat hukum Islam memandang sanksi delik kindermoord termasuk jarīmah ta’zir. Dimana hukuman tersebut sudah relevan dengan tujuan hukum yaitu tercapainya kemaslahatan umat, sebagai hukuman yang dapat memberikan akibat jera kepada pelaku, sehingga mewujudkan kebaikan bagi masyarakat secara menyeluruh serta berfungsi preventif terhadap kemungkinan terjadinya pengulangan jenis kejahatan yang sama, dan represif mendidik pelaku agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahan. Sehingga seorang hakim dalam mengambil kebijakan dalam hukuman disesuaikan dengan kemaslahatan umat yang berdasarkan pada nilai keadilan          Dalam hal ini perlu adanya pengaturan atau membuat sanksi baru dengan maksud mengurangi tingkat kejahatan agar tidak terulang lagi, sehingga wujud dari sanksi tersebut dapat menimbulkan amar ma’ruf nahi munkar.  
Penerapan Asas Legalitas Dalam Kasus PenangananPencabulan Anak Dibawah Umur Warjiyati, Sri
Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol 5 No 01 (2019): Juni
Publisher : Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syari?ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4369.113 KB) | DOI: 10.15642/aj.2019.4.01.108-130

Abstract

Abstrak Kasus kejahatan pada anak seringkali terjadi bahkan jumlah kejahatannya semakin tahun bertambah. Dengan kerapnya kejahatan yang terjadi pada anak maka diperlukan tindakan tegas serta perlindungan dari KPAI sebagai lembaga perlindungan terhadap anak-anak. Mengingat bentuk pencabulan merupakan pelanggaran hak anak dan tidak dapat dibenarkan bagaimanapun alasannya, baik dari segi moral, susila dan agama. Anak memiliki hak untuk dilindungi demi kesejahteraannya, karena anak-anak merupakan golongan yang rawan. Dengan adanya peraturan perundang-undangan terkait hak-hak anak maka dapat melindungi anak-anak dalam kejahatan. Selain itu para tindak kejahatan pada anak dapat memberikan efek jera. Dari segi hukum pidana islampun para pelaku kejahatan terhadap anak dapat dikenai hukum juga. Melihat banyaknya korban pencabulan tentunya para pelaku dapat dihukum sesuai dengan asas legalitas yakni asas bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Pada pasal 82 para pelaku kejahatan pada anak dikenai hukuman maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun penjara dengan denda paling banyak 300.000.000,00 dan paling sedikit 60.000.000,00. Sedangkan dalam hukum pidana islam para pelaku dirajam hingga mati, dicambuk seratus kali. Kata Kunci :, Hukum Pidana Islam, Pencabulan Anak, KPAI, Asas Legalitas  

Page 8 of 25 | Total Record : 248