Claim Missing Document
Check
Articles

The Key Associated Factor of the Emergence of the Dengue Vector in Peri-Urban and Rural Settlements Ayu Dewi Wiyata; Wahyu Handoyo; Sayono Sayono
JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN Vol. 15 No. 4 (2023): JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jkl.v15i4.2023.291-299

Abstract

Introduction: The population density of Aedes mosquitoes is a risk factor for dengue in endemic areas. Therefore, it is necessary to understand the risk factors for mosquito vector emergence in settlements. This study aimed to determine the key factors associated with the occurrence and population density of dengue vectors in peri-urban and rural settlements. Methods: A cross-sectional study was conducted in two dengue-endemic villages, Bergas-Kidul and Gebugan, representing peri-urban and rural settlements, respectively. A cluster-based larval survey was conducted in the dengue-case house and in 18–20 houses around a radius of 100 m. All water containers and their characteristics and mosquito larvae emergence were recorded in each house to calculate Aedes indices. The geographic coordinates, altitude, air temperature, and humidity were mapped and analyzed using GIS and SPSS software. Results and Discussion: Dengue vectors were found in peri-urban and rural with HI, CI, BI, and DF indices of 29.3%, 32.2%, 35.4, 6.0; then 12.2%, 14.3%, 14.6, and 3.0, respectively. In peri-urban areas, larval occurrence was associated with air temperature, air humidity, container type, and open microhabitat, whereas in rural areas, it was associated with only open microhabitat. Conclusion: The Aedes indices represent a high density of mosquito populations, and the existence of open microhabitats is the key factor for larval occurrence in both peri-urban and rural settlements. Community participation in vector control needs to be increased in addition to studying the resistance of Aedes mosquitoes to a number of insecticide groups.
Kerentanan Nyamuk Aedes Aegypti terhadap Cypermethrin dan Malathion Maya Sari; Sayono; Ulfa Nurullita
PROSIDING SEMINAR KESEHATAN MASYARAKAT Vol 1 No September (2023): Suplemen Pra Seminar
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/pskm.v1iSeptember.223

Abstract

Latar Belakang: Masyarakat di dataran endemis DBD lebih memilih menggunakan insektisida dalam pemberantasan vektor. Kebiasaan ini menimbulkan resistensi nyamuk terhadap insektisida. Metode: jenis penelitian observasional dengan pendekatan Cross sectional dan subyek penelitian nyamuk Aedes aegypti dengan variabel bebas menggunakan bahan aktif insektisida Cypermethrin 0,05% dan Malathion 5% dengan uji Susceptibility test standar WHO. Hasil: Mortalitas nyamuk Aedes aegypti di Wilayah Puskesmas Mranggen 1 yaitu berkisar 0% sampai 100% dengan rata-rata sebesar 62% yang tergolong resisten. Hanya di Kelurahan Kembangarum dengan bahan aktif Malathion 5% yang tergolong rentan, dan tidak ada perbedaan status kerentanan terhadap insektisida (0,093) atau (p > 0,05%), tetapi ada perbedaan status kerentanan terhadap status endemisitas (0,043%) atau (p < 0,05%) dan tidak ada perbedaan status kerentanan terhadap interaksi jenis insektisida dengan status endemisitas (p > 0,05%). Kesimpulan: Tidak ada perbedaan status kerentanan nyamuk Aedes aeypti terhadap interaksi antara bahan aktif insektisida dengan status endemisitas.
Aktivitas Repelensi Ekstrak Etil Asetat dan Metanol Rimpang Lengkuas Terhadap Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus Sarni; Risyandi Anwar; Sayono
PROSIDING SEMINAR KESEHATAN MASYARAKAT Vol 1 No Oktober (2023): Seminar (NiCe-PHResComS - 1)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/pskm.v1iOktober.233

Abstract

Latar Belakang: DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi virus dengue. Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan dan vaksinasi yang tepat bagi penderita DBD, sehingga upaya yang diandalkan adalah pengendalian vektor. Penggunaan repellent berbahan dasar kimia seperti malathion, diethyltoluamide (DEET), parathion, diclorovinil dimethyl phospat (DDP) dan lain-lain dapat berdampak buruk terhadap kesehatan. Sehingga diperlukan bahan aktif lain yang efektif, aman dan ramah lingkungan terutama dari bahan alami yang dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian vektor nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya proteksi repellent ekstrak etil asetat dan metanol dalam memberikan perlindungan terhadap gigitan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Metode: Penelitian eksperimen dengan rancangan penelitian yaitu post-test dengan kelompok kontrol (The Postest-Only Control Group Design), repellent ekstrak etil asetat dan metanol rimpang lengkuas dibuat empat konsentrasi yaitu 5%, 10%, 15% dan 25%. Subjek penelitian adalah 25 ekor nyamuk betina Ae. aegypti dan 25 ekor nyamuk betina Ae. albopictus yang dimasukkan ke dalam chamber uji selama 30 detik dengan 5 jam pengamatan. Hasil: repellent ekstrak etil asetat rimpang lengkuas memiliki daya proteksi lebih baik dari pada repellent ekstrak metanol rimpang lengkuas. Repellent esktrak etil asetat terhadap nyamuk Ae. albopictus pada konsentrasi 15% dapat memberikan perlindungan pada jam ke-5 sampai 95,45%. Kesimpulan: Repellent ekstrak etil asetat dan metanol rimpang lengkuas menujukkan perbedaan rata-rata daya proteksi terhadap nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus
Penularan Penyakit Malaria Oleh Vektor Zoofilik Dengan Sumber Pakan Darah Non Manusia Didik Sumanto; Sayono
PROSIDING SEMINAR KESEHATAN MASYARAKAT Vol 1 No Oktober (2023): Seminar (NiCe-PHResComS - 1)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/pskm.v1iOktober.237

Abstract

Latar belakang: Keberadaan parasit human Plasmodium (h-Plasmodium) pada berbagai hewan perlu dijadikan pemikiran lanjut terkait penularan penyakit malaria. Keberadaannya akan menjadi penentu peran hewan, apakah menjadi reservoir atukah tidak. Keraguan atas kemampuan hidup h-Plasmodium pada hewan ternak menjadi sebuah wahana pembuktian secara ilmiah. Metode: Penelitian berbasis traditional review dilakukan dengan menelusur sumber referensi melalui Google Scholar.enam artikel ditemukan melaporkan keberadaan h-Plasmodium dan petandanya pada beberapa jenis ternak domestik di Indonesia. Hasil: Ke-enam artikel yang dikaji sangat meyakinkan bahwa h-Plasmodium dapat bertahan hidup pada ternak domestik seperti kerbau, kambing, sapi, kuda dan anjing. Stadium gametosit dilaporkan oleh salah satu artikel yang mengandung penjelasan bahwa h-Plasmodium dapat hidup dengan baik hingga tahap paling akhir fase eritrositik. Kesimpulan: ternak domestik seperti kambing, kerbau, sapi, kuda dan anjing dapat menjadi reservoir non manusia dalam penularan penyakit malaria.
Aktivitas Larvasida Ekstrak N-Heksan Rimpang Kencur Terhadap Larva Aedes aegypti Anisa Candra Dewi; Risyandi Anwar; Sayono
PROSIDING SEMINAR KESEHATAN MASYARAKAT Vol 1 No Oktober (2023): Seminar (NiCe-PHResComS - 1)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/pskm.v1iOktober.239

Abstract

Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, baik Ae. aegypti maupun Ae. albopictus. Obat antivirus belum ada dan vaksin belum efektif maka penanggulangan DBD mengandalkan pemberantasan vektor. Masyarakat lebih memilih metoda kimia yang berakibat terjadinya resistensi dalam jangka panjang. Masyarakat daerah endemis lebih memilih metode kimia termasuk larvasida temepos sehingga dalam jangka panjang timbul resistensi, dan perlu bahan aktif pengganti yang lebih aman. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak n-Heksan rimpang kencur (kaemferia galanga Linn.) terhadap kematian larva Ae. aegypti dan menentukan konsentrasi ekstrak yang efektif. Metode: Ekperiment ini menguji coba 5 tingkatan pada konsentrasi 30, 40, 50, 60, dan 70 ppm ekstrak N-heksan kencur terhadap larva Ae. aegypti instar III yang susceptible temepos. Setiap konsentrasi direplikasi 5 kali dan tiap replikat dipaparkan terhadap 20 ekor larva selama 24 jam. Mortalitas larva ditentukan setelah 24 jam paparan dan sekaligus penghitungan konsentrasi efektif (LC50 dan LC90) dengan analisis probit. Hasil: Mortalitas terendah dan tertinggi masing-masing pada konsentrasi 30 dan 70 ppm, di mana kematian larva seiring peningkatan konsentrasi. LC50 dan LC90 pada pengaamatan 24 jam adalah 55.444 dan 62.099 ppm. Kesimpulan: Ekstrak N-heksan rimpang kencur memiliki aktivitas larvasida yang tinggi dimana konsentrasi 70 ppm setara dengan temephos 0,02ppm.
Kerentanan Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus terhadap Cypermethrin Berdasarkan Ketinggian Daerah di Provinsi Jawa Tengah Nur Frida Ariani; Anto Budiharjo; Sayono
PROSIDING SEMINAR KESEHATAN MASYARAKAT Vol 1 No Oktober (2023): Seminar (NiCe-PHResComS - 1)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/pskm.v1iOktober.242

Abstract

Latar Belakang: Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan vektor primer dan sekunder dalam transmisi virus dengue. Pengendalian berbasis insektisida terus dilakukan seiring dengan tingginya insidensi Demam Berdarah Dengue. Resistensi Aedes aegypti terhadap insektisida telah banyak dilaporkan, namun kerentanan Aedes albopictus terhadap insektisida tersebut masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan resistensi nyamuk Aedes spp. terhadap insektisida sipermetrin 0,05% di dua wilayah yang berbeda. Metode: Suvei vektor dilakukan selama dua bulan sejak mei 2016 sampai juni 2016. Larva dikumpulkan dari tendon air di dalam dan luar rumah termasuk tendon air alami, di rumah penderita DBD dan radius 50meter rumah di sekitarnya. Larva dipelihara menjadi nyamuk dewasa berumur 3 sampai 5 hari, nyamuk dewasa kenyang darah dan dijadikan subjek uji bioassay standar WHO. Hasil: Mortalitas nyamuk Aedes aegypti dari kota semarang berkisar antara 72% - 92% dengan rerata 86%, sedangkan dari Kabupaten Semarang berkisar antara 8% - 20% dengan rerata 16%. Mortalitas nyamuk Aedes albopictus dari Kota Semarang berkisar antara 96% - 100% dengan rerata 99%, sedangkan dari Kabupaten Semarang berkisar antara 80% - 92% dengan rerata 87%. Simpulan: Aedes aegypti dari Kota Semarang masih berstatus toleran, sedangkan nyamuk dari Kabupaten Semarang telah resisten terhadap sipermetrin 0,05%, Aedes albopictus dari Kota Semarang masih rentan, sedangkan dari Kabupaten Semarang sudah toleran terhadap sipermetrin 0,05%.
Aktivitas Larvasida N-Heksan Rimpang Kencur Terhadap Larva Aedes albopictus: Studi Pendahuluan Nurul Izzah Mastura; Risyandi Anwar; Sayono
PROSIDING SEMINAR KESEHATAN MASYARAKAT Vol 1 No Oktober (2023): Seminar (NiCe-PHResComS - 1)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26714/pskm.v1iOktober.247

Abstract

Latar belakang: Aedes albopictus merupakan vektor primer Chikungunya dan sekunder untuk Dengue dan Zika. Cara pengendalian spesies ini masih mengandalkan metode kimia seperti fogging dan larvasida. Kondisi ini telah berlangsung lama, sehingga muncul status resisten pada populasi Aedes dan menghambat upaya pengendalian penyakit-penyakit tersebut sehingga perlu dicari bahan aktif larvasida yang aman, mudah dan ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas larvasida ekstrak n – heksan kencur terhadap larva Aedes albopictus. Metode: Penelitian eksperimen ini menerapkan Posttest Only Control Group Design dengan 5 konsentrasi ekstrak n-heksan kencur yaitu 10, 25, 50, 75, dan 100 ppm. Sebanyak 500 larva instar III Aedes albopictus instar menjadi subjek penelitian yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakukan dan masing-masing direplikasi 5 kali sehingga setiap perlakuan berisi 20 larva. Analisis data menggunakan uji Kruskal-Wallis dan probit. Hasil: Kematian larva Ae. albopictus berkisar antara 3-100 % dengan konsentrasi efektif larvasida ekstrak n–heksan kencur (LC50 dan LC90) masing-masing 32,051 (29,741–34,419), dan 46,145 (42,395–51,531) ppm. Kesimpulan: Ekstrak n–heksan kencur dapat menjadi kandidat bahan aktif larvasida terhadap larva Aedes albopictus dengan tingkat efektivitas yang tinggi (LC50< 50 ppm).