R Siti Rukayah
Architecture And Urban Planning PhD Program, Architecture Department, Faculty Of Enginering, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Published : 67 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

RITME DAN KESATUAN PADA FASADE BANGUNAN UTAMA BERSEJARAH (KAWASAN BENTENG KOTA LAMA SEMARANG) Deni Wahyu Setiawan; Agung Budi Sardjono; Raden Siti Rukayah; Bangun Indrakusumo Radityo Harsritanto
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22441/vitruvian.2020.v10i1.004

Abstract

Kawasan Benteng Kota Lama Semarang merupakan peninggalan sejarah kolonial yang bangunannya terbentuk melalui beberapa periode masa. Pembangunan yang tidak bersamaan tersebut ternyata tidak membuat tampilan fasade bangunan yang berada dalam Kawasan Benteng Kota Lama berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa ada ritme dan kesatuan fasade yang membuat kawasan bersejarah ini. Metode yang digunakan adalah kajian literatur, dan analisa fasade bangunan utama di Kawasan ini secara deskriptif. Temuan signifikan pada fasade semua bangunan dominan adalah adanya ritme beberapa elemen fasade yang mirip sehingga tercipta kesatuan vista.  Inner fortress area of Kota lama Semarang is one of western colony heritage in Indonesia. The process of Kota Lama’s Urban Development did not happened in a period of time. Even though the developments various, the key buildings in this heritage area still form the similar façade theme. This research purpose is to describe the rhythm and unity of Kota Lama’s key building façade. The result shown that most of façade element on the key buildings keep similar rhythm which bring visual unity of this area   
PERUBAHAN LINGKUNGAN DAN TATA RUANG RUMAH TINGGAL DI DESA WISATA KANDRI Loretta Ernadia; Titin Woro Murtini; R. Siti Rukayah
Tesa Arsitektur Vol 15, No 1 (2017)
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v15i1.1006

Abstract

Alih fungsi lahan akan mempengaruhi unsur lain pada permukiman, dalam lingkungan maupun dalam skala yang yang lebih kecil yaitu rumah tinggal. Waduk Jatibarang dibangun sebagai upaya Pemerintah untuk mengatasi banjir di Kota Semarang, persediaan air baku, pembangkit listrik, dan manfaat lainnya. Setelah selesai dibangun, Waduk Jatibarang dan Goa Kreo menjadi destinasi wisata yang diminati. Pada tahun 2013 Desa Kandri ditetapkan sebagai desa wisata oleh Pemerintah.Sebagai respon masyarakat terhadap perubahan ini, pada desa wisata ini muncul rumah usaha sebagai fasilitas pendukung wisata, ada yang menyediakan sarana akomodasi, home industry yang memproduksi olahan kuliner tradisional, atau pun warung makan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan apa saja yang terjadi dengan adanya alih fungsi lahan menjadi destinasi wisata pada lingkungan dan rumah tinggal di Desa Wisata Kandri dan apa saja faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pemilihan unit amatan secara purposive. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa alih fungsi suatu lahan akan mempengaruhi dibangunnya kelengkapan guna lahan tersebut di sekitarnya untuk meningkatkan nilai kawasan secara umum dan rumah usaha di Desa Wisata Kandri memiliki tipe yang berbeda bergantung pada luas lahan, ketersediaan dana, serta jenis usahanya.
The Use of Space on Living House as ‘Batik Tulis’ Business in Tourist Village of Batik Tulis Lasem Arief Satya Wijaya; Titien Woro Murtini; R. Siti Rukayah
Tesa Arsitektur Vol 17, No 1: Juni 2019
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v17i1.1255

Abstract

Batik workers in Babagan Village work in the room used in together with household activities. Working on batik does not require special space and can use any space. The utilization of space is analyzed by theory of the basic form of space, the nature of space, type of space and productive house. The method used in this research is qualitative method. There are 9 batik workers who become observation units to obtain information needed in the research. There is some space that is used for batik these are kitchen, yard, terrace, dining room, and living room, so batik can be done in public space, semi public and service room but not done in private space because pollution, lighting and natural air still less. Determination of space utilization based on its location close to kitchen, toilet, and tool or materials storage room, no pollution, no exposed to rain splashes, there is space that can use while taking care of children, has enough room. There is no batik space at batik workers' house, which is a place to make batik. Space has sufficient the extent of space required for the process of batik (nyanting). While the type of business space is a combination of mixed types and separate types.
The Conservation in Local Wisdom Valuesof ‘Huma Hai’ Djaga Bahen Layout Pattern Case Study: ‘Huma Hai’ Djaga Bahen at Bahu Palawa Village, Central Kalimantan Fristy Sulistiani; R. Siti Rukayah; Suzanna Ratih Sari
Tesa Arsitektur Vol 16, No 2: 2018
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v16i2.517

Abstract

Huma Hai (the big house) Djaga Bahen is located on Bahu Palawa village, Kecamatan Kahayan Tengah, Pulang Pisau, Central of Borneo, build in 1933 by Djaga Bahen. This house become the historical witness of the third Serikat Kaharingan Dayak Indonesia (SKDI) III at 1953. In this house is four changes experience at layout pattern the since 1938-1995. Although had experienced such change but there are spaces are still survive and don’t have alteration. It is because of the values of eterily that still hold and maintained by the occupant.In the layout Huma Hai Djaga Bahen than used methods descriftive cualitative. The did occupant about local wisdom values at layout pattern of Huma Hai Djaga Bahen. This based analysis the layout, space organitation, characteristic and space fungtion.The local wisdom values of layout pattern Huma Hai Djaga Bahen is the arrangement or religious advice ancestor of good and bad placement space based on the flow of the river (upstream and downstream) and the sun (east-west). The conservation effort that is by passing arrangement or religious advice ancestor to the next generation hereditary (hereditary Djaga Bahen), without the interference of other parties. By bequeathing it to his descendants, then this historic home can stick either with originality arrangement or religious advice ancestor.
POLA TATA RUANG KAMPUNG INDUSTRI RUMAH TANGGA STUDI KASUS : SENTRA TENUN ATBM DESA WANAREJAN UTARA DAN DESA TROSO, JEPARA Frisca Ajengtirani Ardiniken; Titien Woro Murtini; Siti Rukayah
Tesa Arsitektur Vol 14, No 1 (2016)
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v14i1.639

Abstract

Desa memiliki ciri khas akan sebuah kegiatan dan menghasilkan satu produk yang sama. Salah satunya pada desa sentra industri tenun ATBM yang kegiatannya masih tradisional dan dalam kegiatannya melibatkan anggota keluarga serta warga sekitarnya. Metode yang digunakan metode kualitatif yang mengungkapkan fenomena yang terjadi di lokasi dan di deskripsikan. Pengumpulan data dilakukan melalui tahapan observasi lapangan dan wawancara pada narasumber. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Wanarejan Utara, Pemalang dan Desa Troso, Jepara merupakan desa yang ditetapkan menjadi sentra tenun ATBM. Kegiatan menenun ini merupakan kegiatan yang diwariskan secara turun menurun di dalam keluarga dan berkembang menjadi kegiatan ekonomi dan mempengaruhi pada bentuk pola tata ruang yang ada. Kegiatan dimulai dari dalam rumah yang kemudian berkembang dengan adanya gandok sebagai tempat menenun dan menggunakan ruang terbuka untuk menjemur. Pola yang terbentuk dari permukiman sentra tenun ATBM di dua lokasi penelitian mengarah pada ruang terbuka yang diperlukan pada proses kegiatan menenun dan membentuk pola antara rumah tinggal, gandok, dan ruang terbuka menjadi satu keterikatan. Warga memerlukan ruang terbuka untuk menjemur benang dan kain sehingga mereka menggunakan ruang terbuka yang ada untuk menjemur, sehingga terlihat pola-pola yang terbentuk pada permukiman. Kata kunci : industri rumah tangga, kampung, pola ruang, tata ruang, tenun ATBM
Elemen Fisik Pembentuk Karakter Visual City Walk Jalan Slamet Riyadi Kota Surakarta Agung Nugroho; Atik Suprapti; R. Siti Rukayah
Sinektika: Jurnal Arsitektur Vol 18, No 2: Juli 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1549.35 KB) | DOI: 10.23917/sinektika.v18i2.15329

Abstract

Kegiatan suatu kota dapat terefleksikan pada ruang publik kota. Salah satu ruang publik kawasan perkotaan yang paling utama yaitu koridor jalan. Dalam hubungannya dengan sistem perencanaan perkotaan, koridor jalan merupakan sarana yang menghubungkan dua tempat atau lebih pada suatu kawasan. Tanpa adanya jalan tentunya akan sulit untuk mencapai tujuan tertentu. Sejak tahun 2007, Kota Surakarta membangun kawasan untuk pejalan kaki atau orang sering menyebutnya dengan City Walk. City Walk dibangun di ruang milik Jalan Slamet Riyadi, yang merupakan jalan arteri primer di Kota Surakarta. Jalan Slamet Riyadi dipilih karena mempunyai banyak titik menarik yang mendukung City Walk. Pada kawasan tersebut terdapat bangunan-bangunan bersejarah yang beberapa diantaranya masih tegak berdiri, dapat dijumpai. Riset ini dilakukan dengan memakai pendekatan riset deskriptif ialah sesuatu wujud riset yang diperuntukan untuk mendeskripsikan fenomena- fenomena yang terdapat, baik fenomena alamiah ataupun fenomena buatan manusia. Hasil dari penelitian ini adalah kajian mengenai karakter visual City Walk jika ditinjau dari elemen fisik pembentuknya. Dari aspek karakter visual unsur dominasi menjadi aspek yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakter visual di City Walk tersebut, sedangkan dari aspek elemen fisik City Walk, elemen activity support memberikan dukungan terhadap perwujudan dari sebuah bangunan.
Alun-Alun Lama dan Wilhelmina Plein Ruang Terbuka kota di Pusat Pemerintahan Lokal dan Kolonial di Semarang R Siti Rukayah; Septana Bagus Pribadi; Annica Etenia
Jurnal Sejarah Citra Lekha Vol 6, No 2 (2021): Pendidikan, Kebudayaan, dan Strategi Pertahanan
Publisher : Department of History, Faculty of Humanities, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jscl.v6i2.37479

Abstract

Design of the government city center in the traditional period has proven to reveal the richness of Indonesian culture. One of them is evidenced by the values of local wisdom that still maintained from generations even though various challenges have been faced, including the penetration of foreign influences. The traditional center of government is reflected in Semarang's Old City Square [Alun-Alun Semarang]. Its existence coincided with the center of colonial administration (Kantor Gouverneur van Java's Noord-Oostkust, 1754–1761) on Jalan Bojong (now Jalan Pemuda Semarang) which lasted until the 1970s. Unfortunately, after the 1970s, the alun-alun and the traditional government center (Kanjengan) disappeared and only left a cultural heritage in the form of mosque buildings and the dhugderan tradition mostly became an icon of the identity of traditional cities in Java. By using the historical method in relation to the use of contemporary sources, this study reveals the existence of the alun-alun as an open space for the traditional rulers and Taman Wilhelmina Plein as an open space for the colonial government, both of them were located in the same city corridor. The Jalan Bojong Corridor is part of de Groote Postweg, Jalan Raya Pos stretched from Anyer to Panarukan. In Semarang, this road connects the fort area which is now the Old City and Alun-Alun Semarang. The interesting  issue is the dualism of  road section in colonial government is reflected and it is side by side with the traditional center of government. 
PASAR DI SUDUT TIGA KORIDOR LAMA SEMARANG SEBAGAI PEMBENTUK PLACE DAN LINGKAGE EKONOMI Siti Rukayah; Bambang Supriadi
TATALOKA Vol 19, No 2 (2017): Volume 19 Number 2, May 2017
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (771.009 KB) | DOI: 10.14710/tataloka.19.2.82-92

Abstract

Semarang city has golden triangle corridor as a commercial corridor in the present day. But, in the past, the city had three corridors (bigger than now). There were Bodjong street (now known as Pemuda street, part of Groote Postweg 1809-1811),  Mataram  street (now Mt. Haryono road - the road that connects the old Semarang port to the Mataram kingdom in inland Java) and Veteran road (the road linking the western side of the city to the street Mataram, to avoid the downtown area which was a swamp area). There were traditional markets in each part of the node of triangle corridors (Johar, Randu Sari and Peterongan ) that still exist until now. This study aims to reveal the organization of city structure at that time. By using the historical method and a naturalistic approach were found that the formation of triangle corridor has a function as economic lingkage and economics place, connecting and attracting each other. In the city development,  these markets become magnet and strategic node as  a place for economic activity. It was formed by the existence of  markets, functioning as the magnet for circulations dan be a place for the community. The existence of traditional villages along the corridors which have toponyms based on community economic activity at that time, became evident that the economic linkage has been formed in the past. This phenomenon has become a new knowledge that can be applied to the government for creating the concept of a city walk/ shopping belt corridor based on local wisdom of the urban planning in the past. Recommendations of this study is to preserve and develop the urban design in the past, so it can be utilized in the present situation.
ARSITEKTUR DAN DESAIN KOTA HIBRIDA PADA KANTOR POS DAN ALUN-ALUN DI MEDAN Siti Rukayah; Sudarmawan Juwono
TATALOKA Vol 20, No 3 (2018): Volume 20 Number 3, August 2018
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/tataloka.20.3.317-330

Abstract

The traditional citi center in Java has a composition of the square. The philosophy of the city is as the center of the country which is lead by the king. The regency cities in Java adopt this concept with the similar composition. In the Dutch colonial era of the 18-19th century, the postweg line is connected the regency cities in Java, with the post office located near the city center. Medan in Sumatra becomes the case to eximen how the architectural concept of the post office and Merdeka field (resembling the square in Java) as the work of the Dutch government at that time. The purpose of this study is to uncover the concept of the post office located at the zero point of the city and Merdeka Field as the square in the city center. By using the historical and grounded research, it is found that Medan is a unique city. The hybrid architectural design of the post office classifies the shape of the old city center in Medan, which has the hybrid concept which has the philosophy  of meeting various cultures. The Java and Dutch concept for urban design is affected by Java, Malay, and Chinese for building design. 
Evolusi Pada Tatanan Ruang Rumah Baduy (Studi Kasus Rumah Baduy Dalam dan Baduy Luar) Diana Susilowati; Atiek Suprapti Budiarto; R Siti Rukayah; Pancawati Dewi
NALARs Vol 19, No 2 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 2 Juli 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.19.2.131-138

Abstract

ABSTRAK. Ruang dibentuk oleh api pada saat membuat api unggun. Ruang atau tempat untuk mempertahankan api tersebut yang disebut dengan perapian (fireplace). Tujuan penelitian ini dibuat untuk memperkuat posisi studi tentang api dalam pemahaman terhadap ruang. Keterangan inilah yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian mengenai penggunaan perapian di rumah Baduy Dalam dan Baduy Luar, sehingga nantinya memperkaya perkembangan arsitektur Nusantara. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode interpretive-historical research, dimana metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data tentang perubahan atau pergeseran yang terjadi pada pola tatanan ruang dalam serta segmentasi ruang yang ada di rumah Baduy Dalam dan Baduy Luar. Pada penelitian sebelumnya banyak yang menerangkan keterkaitan antara api dan ruang. Api sebagai pencipta ruangan dapat tercipta melalui kegiatan yang terkait penggunaan api, diantaranya kegiatan untuk menghangatkan badan, memasak juga untuk penerangan. Pada rumah Baduy Dalam dan Baduy Luar, fungsi api lebih kearah pemanfaatan ruang dan perapian, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya kegiatan yang berkaitan dengan api. Penggunaan perapian tidak mengenal perbedaan gender, artinya semua anggota keluarga dapat menggunakan parako tersebut tanpa kecuali. Jumlah parako yang ada di rumah Baduy Dalam dan Baduy Luar biasanya terkait dengan jumlah kepala keluarga di dalam rumah tersebut, dimana masing-masing parako tersebut bertanggungjawab terhadap 1 kepala keluarga yang ada di dalamnya. Evolusi ruang yang terjadi adalah adanya penambahan ruang tepas. Asal mulanya, di rumah Baduy Dalam tatanan ruang terdiri dari imah dan sasoro, lalu muncul tepas. Tepas terbentuk karena adanya penambahan kegiatan di sekitar parako. Kata Kunci: Evolusi, Tatanan Ruang, Tungku Perapian, Baduy Dalam, Baduy Luar ABSTRACT. Space is formed by fire when making campfires. Space or place to maintain the fire is called a fireplace. The purpose of this study was to strengthen the position of the study of fire in the understanding of space. This information is the background of research on the use of fireplaces in the Baduy Dalam and Baduy Luar house so that later it will enrich the development of the archipelago architecture. The research method used in this paper is the interpretive-historical research method. This method is used to obtain data about changes or shifts that occur in the pattern of interior space and space segmentation in the Baduy Dalam and Baduy Luar house. In previous studies, many have explained the link between fire and space. Fire as a room creator can be created through activities related to the use of fire, including activities to warm the body, cooking also for lighting. In Baduy Dalam and Baduy Luar's house, the function of fire is more towards the use of space and fireplace. This is indicated by the existence of activities related to fire. The use of a furnace does not recognize gender differences, meaning that all family members can use the parako without exception. The evolution of space that occurs is the addition of peripheral space. Originally, in Baduy Dalam house, the arrangement of space consists of imah and sasoro, then appeared tepas. It has been formed because of the addition of activities around the Parako.Keywords: Evolution, Space Order, Fireplace, Baduy Dalam, Baduy Luar
Co-Authors Abdullah Ali Abdurrahman Ibnu Auf, Abdurrahman Ibnu Abdurrohman Ibnu Auf, Abdurrohman Ibnu Agung Budi Sardjono Agung Nugroho Ajeng Sarinastiti, Ajeng Ali Alsharef Khlil Khalifah, Ali Alsharef Khlil Ali, Abdullah Alin Pradita Agustin Andi Asrul Sani, Andi Asrul Annica Etenia Annica Etenia Annica Etenia Arief Satya Wijaya Arief Satya Wijaya Arieska Avianda Rachmayanie Ashri Amalia Hadi, Ashri Amalia Atiek Suprapti Atiek Suprapti Budiarto atik suprapti Bagus Wahono, Bagus Bambang Setioko Bambang Supriadi Bambang Supriadi Bambang Suprijadi Bambang Supriyadi berliana narimala Budi Sudarwanto Deni Wahyu Setiawan deni wibawanto Dewanggo Haryo Paramtopo Dewi Astuti Diana Susilowati disa ceria Djoko Indrasaptono Edward E. Pandelaki, Edward E. Edward Endrianto Pandelaki Fahmi Syarif Hidayat Fahmi Syarif Hidayat fathulia fatmatina Frisca Ajengtirani Ardiniken Fristy Sulistiani Gagoek Hardiman Giovano, Fariz Addo Glandisepa Chahyanita Dargayana Harsritanto, Bangun Indrakusumo Radityo Heru Wibowo Huda Muhammad Basalamah Iin Maryati, Iin Iskandar, Iskandar Iskandar Iskandar, Iskandar Iskandar Joesron Alisyahbana, Joesron Kristiani Budi Lestari Lia Rosmala Schiffer Lia Rosmala Schiffer Loretta Ernadia Lutfiana, Nuraini luthfan alfarizi, luthfan Mira Fitriana Mohammad Sahid Indraswara Mudhofar Muffid Muhammad Abdullah Muhammad Abdullah Muhammad Abdullah Muhammad Haramain Muhammad Qadaruddin Naufal Kresna Diwangkara Nunuk Juli Sufiati nurul kusumaningrum Pancawati Dewi Permata Widianingrum Puteri Iskandar Rany, Azhar Hasna Reangga Perkasa, Reangga Rohman Eko Santoso Septana Bagus Pribadi Sigit Ashar Setyoaji, Sigit Ashar Stella Prita Anugeraheni Sudarmawan Juwono Sudarmawan Juwono Sugiono Sutomo, Sugiono Suhargo Tri H. Suzana Ratih Sari Suzanna Ratih Sari Suzzana Ratih Sari titien murtini Titien Woro Murtini Titien Woro Murtini Titien Woro Murtini Titien Woro Murtini Titien Woro Murtini, Titien titin murtini, titin Titin Woro Murtini Untung Mujiono Wijayanti . Yudi Nugraha Bahar YUUSHIINA DINI HAPSARI, YUUSHIINA DINI