Claim Missing Document
Check
Articles

Analisis Yuridis Peranan Penegak Hukum Dalam Hal Autopsi Forensik Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Mohd. Yusuf Daeng M; Geofani Milthree Saragih; Fadly YD
Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.845 KB) | DOI: 10.30652/jih.v11i2.8306

Abstract

Hasil autopsi forensik merupakan salah satu aspek penting dalam usaha mencari sebab akibat kematian seseorang. Hasil autopsi forensik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dimungkinkan menjadi alat bukti baik dalam bentuk keterangan ahli dan/atau surat (visum et repertum). Peranan penegak hukum seperti advokat, kepolisian, jaksa (penuntut umum) dan hakim sangat penting dengan berbagai aspek perbedaan peranannya. Hasil autopsi forensik memiliki dasar hukum yang tegas di dalam KUHAP. Autopsi forensik sangat penting untuk menerangkan sebab akibat kematian seseorang. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan taraf sinkronisasi hukum. Penelitian hukum normatif didefinisikan penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan. Penelitian hukum normatif bisa juga disebut sebagai penelitian hukum doktrinal. Hasil dari penelitian ini menegaskan bahwa advokat, kepolisian, jaksa (penuntut umum) dan hakim memiliki peranan penting yang berbeda-beda dalam menggunakan hasil autopsi dalam kasus tindak pidana pembunuhan. Bukti autopsi forensik memiliki kedudukan yang jelas secara hukum di dalam KUHAP sebagai alat bukti baik dalam bentuk keterangan ahli dan/atau surat. Hasil autopsi forensik sangat penting dalam mencari sebab akibat kematian dalam kasus tindak pidana pembunuhan.
Kedudukan Justice Collabolator (JC) Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Mohd. Yusuf Daeng M; Amirson Amirson; Itoni Itoni; Erja Napogos; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.12692

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji posisi dan peran Justice Collaborator (JC) dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. JC adalah penjahat yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam menyelesaikan suatu kasus. Dalam sejarahnya, JC pertama kali dikenal di Italia, ketika seorang anggota mafia bernama Joseph Valachi bersaksi atas kejahatan yang dilakukan kelompoknya. Negara selanjutnya yang mengikuti implementasi JC adalah Amerika dan Australia. Di Indonesia sendiri, penggunaan JC sudah diatur dalam hukum positif. Mengenai peran dan kedudukan JC ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang dalam perkembangannya telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian, JC juga diatur dalam Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2011, Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan LPSK tentang Perlindungan Pelapor , Saksi Pelapor, dan Saksi Kolaborasi. Namun, semua undang-undang positif tersebut belum mampu memberikan kejelasan dan kepastian mengenai kedudukan dan peran KU dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Padahal, JC memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian suatu kasus pidana, salah satu kasus yang saat ini menjadi perhatian di Indonesia yaitu pembunuhan terhadap brigadir yang dilakukan oleh seorang Perwira Tinggi dengan dibantu beberapa anggota Polri lainnya adalah contohnya. peran JC yang sangat besar dalam membuka tabir kegelapan suatu kasus yang bahkan dibarengi dengan terhalangnya keadilan dari para penegak hukum itu sendiri. Dalam penelitian ini akan ditelaah kedudukan dan peranan JC dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Hasil kajian ini akan memberikan beberapa rekomendasi mengenai penguatan posisi dan peran JC dalam sistem peradilan pidana di Indonesia
Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Pidana Khusus (Peranan Dan Kedudukan) Mohd. Yusuf Daeng M; Rijen Gurning; Raja Abdullah; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.12693

Abstract

Salah satu tuntutan utama masyarakat internasional pasca berakhirnya perang dunia ke dua adalah pengauan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). HAM menjadi salah satu isu penting internasional yang bahas pasca perang dunia ke dua. Masyarakat internasional menuntut agar adanya jaminan atas perlindungan dan pengakuan terhadap HAM. Indonesia sebagai suatu negara juga harus menjamin demikian. Telah banyak terjadi dinamika terhadap penegakan HAM di Indonesia. Khususnya pasca masa Orde Baru (ORBA), telah banyak perubahan-perubahan fundamental yang dilakukan terhadap UUD 1945 demi mewujudkan perlindungan HAM yang tegas bagi rakyat Indonesia. Ini tidak terlepas dari adanya kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang melanggar HAM yang terjadi di masa lampau di Indonesia. Keadaan demikian mendorong dibentuknya pengadilan HAM di Indonesia. Pengadilan HAM di Indonesia dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Upaya demikian bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan HAM yang pernah terjadi pada masa ORBA. Pembentukan pengadilan HAM tersebut juga sejalan dengan 28D ayat (1) UUD 1945. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis dengan mengaitkan pokok pembahasan terhadap topik utama di dalam penelitian ini yakni eksistensi pengadilan HAM di Indonesia dalam perspektif hukum pidana khusus. Hasil penelitian ini akan memperlihatkan bagaimana keduduan dan peranan dari pengadilan HAM di Indonesia
Analisis Peranan Hakim Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia Mohd. Yusuf Daeng M; Filzah Fadhilah; Audrey Monica Napitupulu; Ribka Eunike Lubis; Saerly Agustin Sartono; Mahfuzoh Mahfuzoh; Rakha Diof Alghani
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.12726

Abstract

Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia terdapat beberapa faktor penegak hukum yang mempengaruhi jalannya sistem peradilan pidana. Salah satu aspek penting adalah penegak hukum. Dalam hal penegak hukum terdapat beberapa bagian penting yang memiliki pengaruh secara langsung yaitu Advokat, Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim. Hakim memiliki peranan yang sangat penting atau bahkan peran yang paling menentukan dalam sistem peradilan di Indonesia. Hal ini karena keputusan dari pengadilan terhadap suatu kasus atau perkara yang sedang ditangani ada pada hakim. Sehingga dapat dikatakan bahwa hakim menjadi penentu paling berpengaruh dalam sistem peradilan pidana. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan studi kepustakaan. Fokus dari penelitian ini adalah terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia serta pengaruh dari hakim dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Kajian Terhadap Eksistensi Faktor Penegak Hukum Dalam Hukum Acara Pidana Mohd. Yusuf Daeng M; Awi Ruben; Samson Hasonangan Sitorus; Santa Delima Hutabarat; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.13302

Abstract

Sistem peradilan pidana adalah proses penegakan hukum pidana materil. Dalam penegakan hukum pidana materil dalam sistem peradilan pidana, hal ini harus dilakukan melalui peran penegak hukum. Penegakan hukum merupakan bagian penting. Karena tanpa penegakan hukum, maka hukum yang disepakati masyarakat tidak dapat ditegakkan. Bagian dari undang-undang yang dimaksud adalah KUHAP. Dalam perspektif sosiologi terdadapat beberapa faktor penegakan hukum, salah satunya adalah penegak hukum itu sendiri. Penegak hukum yang termasuk dalam KUHAP adalah polisi, pengacara, penuntut umum (jaksa), dan hakim. Kajian ini mengkaji peran penegakan hukum dalam acara pidana. Kajian ini terdiri dari polisi, pengacara, penuntut umum (jaksa), dan hakim. Kajian ini berpijak pada kajian hukum normatif dengan mengaitkan pokok bahasan dengan tema utama kajian ini, yaitu peran unsur penuntutan dalam praktik acara pidana perspektif sosiologi hukum. Hasil penelitian ini menggambarkan peran penegak hukum dalam KUHAP.
Eksistensi Keberadaan Hukum Dalam Masyarakat Dikaitkan Dengan Hak Asasi Manusia Mohd. Yusuf Daeng M; Rinaldi Rinaldi; Sapta Sapta; Nely Nely; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.13303

Abstract

Hukum merupakan seperangkat aturan yang terdiri dari perbuatan, bukan perbuatan dan perintah untuk melindungi hak asasi manusia atau yang lebih dikenal dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Di Indonesia, perspektif konstitusional hak asasi manusia juga termaktub dalam UUD 1945, khususnya dalam Bab XA UUD 1945. Pada dasarnya, salah satu hal terpenting yang diatur dan ditekankan dalam konstitusi semua negara di dunia adalah perlindungan hak asasi manusia bagi warga negaranya. Sejarah HAM dan kerusuhan sipil di Indonesia sangat panjang, dari awal Indonesia merdeka hingga reformasi saat ini telah banyak terjadi dinamika dalam penegakan HAM. Indonesia mulai memberikan perhatian serius untuk membela dan melindungi hak asasi manusia setelah tumbangnya Orde Baru dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, tak lama setelah jatuhnya pemerintahan ORBA. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif hukum yang menghubungkan dengan topik utama penelitian ini yaitu hak asasi manusia. Hasil penelitian ini mengkaji keberadaan hukum yang ada di masyarakat dikaitkan dengan konteks hak asasi manusia.
Peranan Kepolisian Sebagai Law Inforcement Dalam Perspektif Sosiologi Hukum Mohd. Yusuf Daeng M; Rahmat Hidayat; Roni Maka Suci; Nanda Nanda; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.13304

Abstract

Indonesia merupakan negara yang taat hukum dengan beberapa lembaga penegak hukum yang memegang peranan penting sebagai negara yang taat hukum. Polisi merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang memegang peranan penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Secara konstitusional, Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas penting perlindungan, pengayoman, pelayanan masyarakat dan penegakan hukum sebagai alat negara dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kajian ini menggunakan jenis kajian normatif hukum dengan menghubungkan pokok bahasan dengan tema pokok kajian ini. Kajian ini menyajikan sejarah singkat lahirnya lembaga kepolisian di Indonesia dan perannya sebagai lembaga penegak hukum yang mewujudkan keamanan dan ketertiban negara. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa banyak dinamika dalam perkembangan kepolisian Indonesia, dan bahwa kepolisian memiliki peran penting dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban nasional di Indonesia.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efetivitas Penegakan Hukum Dalam Pergaulan Masyarakat Mohd. Yusuf Daeng M; Mangaratua Samosir; Asmen Ridhol; Annisa Berliani; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.13306

Abstract

Hukum merupakan sesuatu yang abstrak, karena tidak dapat dilihat atau diraba, tetapi dapat dirasakan kehadirannya. Karena hukum bukanlah merupakan suatu objek, melainkan tindakan (setelah pelaksanaan). Untuk mengkaji hal tersebut, kita harus memperhatikan keberadaan hukum melalui bekerjanya hukum yang ada dalam masyarakat. Membahas efektivitas hukum pada masyarakat berarti membahas efektivitas atau penegakan hukum dalam mengatur dan/atau menegakkan kepatuhan dan kepatuhan terhadap hukum. Jadi dapat dikatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum. Kemudian ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi apakah hukum itu benar-benar berfungsi dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif hukum yang menghubungkan topik dengan topik utama penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas penegakan hukum di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aturan hukum (peraturan), penegak hukum, sarana atau fasilitas, dan kesadaran masyarakat itu sendiri.
Analisis Perspektif Sosiologi Hukum Dalam Mengatasi Krisis Penyimpangan Seksual Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Mohd. Yusuf Daeng M; Lina Lina; Fhauzan Ramon; Johannes P. Sipayung; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.13307

Abstract

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan pada tanggal 13 April 2022 yang kemudian diudangkan pada tanggal 9 Mei 2022. Adapun latarbelakang utama terbitnya undang-undang tersebut adalah untuk menjawab permasalahan yang selama ini timbul, yaitu tidak adanya dasar hukum yang tegas untuk melakukan pencegahan dan pelindungan, serta pemberian akses yang adil dan pemulihan korban kekerasan seksual yang selama ini dianggap belum memiliki dasar hukum yang jelas dan tegas. Secara umum, TPKS merupakan segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang TPKS dan perbuatan kekerasan seksual lainnyaKekerasan seksual selalu menimbulkan Korban. Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial yang diakibatkan Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Disahkannya undang-undang tersebut bukan tanpa alasan, kenyataan bahwa kurangnya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari. Kemudian, permasalahan penyimpangan seksual merupakan isu lainnya yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Hal ini karena dalam praktiknya, kekerasan seksual juga dapat dilatarbelakangi oleh beberapa kelainan atau penyimpangan seksual. Tentunya, fenomena tersebut merupakan salah satu bagian yang dikaji oleh sosiologi hukum. Sebagaimana yang diketahui, bahwa objek penelitian utama dari sosiologi adalah gejala sosial dan hubungan serta penerapan hukum dalam masyarakat itu sendiri. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif hukum yang menghubungkan topik dengan topik utama penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukan peranan sosiologi dalam mengkaji krisis penyimpangan seksual yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang dikaitkan dengan Undang-Undang TPKS.
Analisis Terhadap Peranan Penegak Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Mohd. Yusuf Daeng M; Addinul Addinul; Harvej Jansen Sipahutar; Hendy Wismar; Ayu Novita Sari; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.13309

Abstract

Istilah sistem peradilan pidana menunjukkan mekanisme pencegahan kejahatan yang menggunakan pendekatan sistem yang mendasar. Pendekatan sistem adalah pendekatan yang menggunakan semua elemen yang saling terkait sebagai satu kesatuan dan saling berhubungan serta saling mempengaruhi. Melalui pendekatan ini, polisi, kejaksaan, pengadilan dan penjara merupakan elemen penting dan saling berhubungan. Pada dasarnya sistem peradilan pidana merupakan suatu proses penegakan hukum terhadap hukum pidana materil. Dalam penegakan hukum pidana materil dalam sistem peradilan pidana, hal ini harus dilakukan melalui peran penegak hukum. Penegakan hukum merupakan bagian penting. Karena tanpa penegakan hukum, maka hukum yang disepakati masyarakat tidak dapat ditegakkan. Bagian dari undang-undang yang dimaksud adalah KUHAP. Dalam perspektif sosiologi terdadapat beberapa faktor penegakan hukum, salah satunya adalah penegak hukum itu sendiri. Penegak hukum yang termasuk dalam KUHAP adalah polisi, pengacara, penuntut umum (jaksa), dan hakim. Kajian ini mengkaji peran penegakan hukum dalam acara pidana. Kajian ini terdiri dari polisi, pengacara, penuntut umum (jaksa), dan hakim. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan memfokuskan pembahasan terhadap peran faktor penegak hukum dalam sistem peradilan pidana dikaitkan dengan sosiologi hukum. Hasil penelitian ini menggambarkan peran penegak hukum dalam KUHAP.
Co-Authors A.N Leo Gustian Abdul Fitri Achmad Zacky Addinul Addinul Ade Dian Anggraini Ady Kuswanto Ahmad Firli Ahmad Khomeini Nasution Akbar Kurniawan Amirson Amirson Amrillazi Amrillazi Andry Juliansen Angely Aulia Prameswari Angga Afriandi Annisa Berliani April Hidayat Arif Arman Arlenggo Guswandi Armen Armen Aslim Junaidi Asmen Ridhol Audrey Monica Napitupulu Aulia Azriyani Awi Ruben Ayu Novita Sari Bambang Keristian Benni Wiro Purba Bernando Pasaribu Bestley Bestley Boyche Arilaso Sinaga Candra Herianto Sinaga Chairiah Chairiah Desy Permata Karni Devi Alya Sabila Dewanta Simanjorang Dewiwaty Dewiwaty Dian Jeasy Lestari Dian Pramana Putra Disman Jaya Sianturi Donna Arliena Dwi Franata Tarigan Dwi Restianti Ningsih Ega Saputra Elfuadi Ihsan Elvi Rahmi Erja Napogos Fadly YD Fahmi Fahmi Fanny Fanny Fauza Rahma Mauli Felix Rhenaldy Marpaung Fhauzan Ramon Filzah Fadhilah Firdaus Firdaus Fitri Yani Fradhil Mensa Franky Franky Fuad Aprima Geofani Milthree Saragih Geofani Milthree Saragih Hans R. Hutapea Hariyana Tsai Harvej Jansen Sipahutar Helen Helen Hendy Wismar Hengki Hengki Indra Lamhot Sihombing Intan Doloksaribu Irwan Adi Itoni Itoni Jammaris Febri Jeffrianto Napitupulu Jefri Tarigan Johannes P. Sipayung Kristina Sri Devi Haloho Kurniawan Ade Wijaya Laurensia Anggi Clarita Lilia Angela Lina Lina M. Tho Bagus Alfido Mahfuzoh Mahfuzoh Mangaratua Samosir Marcello Marcello Melanie Widjaja Mike Trisnawati Mory Johanes Sinaga Muh Chandra Alfarez Zai Muhammad Irfan Muhammad Irsyad Murni Kurniyanti Siregar Musa Sahat Tobing Musmulyadi Musmulyadi Nanda Nanda Nely Nely Ogi Cahyadi Arta Patrison Patrison Putri Kurnia R. Frizki Fildo Mayri Rachman Ma'ruf Rahmat Hidayat Raja Abdullah Raja Putra Reyhan Rakha Diof Alghani Ratna Astri Andhini Raudo Perdana Rehulina Manita Renaldy Yudhista Indrasari Resty Anugrah Yanti Ribka Eunike Lubis Richardo Nezar M Rida Warda Kurnia Rieke Alfitra Bella Rijen Gurning Rikardo Marpaung Rinaldi Rinaldi Rindyani Mariana Ronaldo Tunas Januar Roni Maka Suci Roza Rita Rudy Yohanes Saadah Kurniawati Sabari Yanto Saerly Agustin Sartono Samsari AS Samson Hasonangan Sitorus Santa Delima Hutabarat Sapta Sapta Sarmalina Sarmalina Sri Agustina Sri Heri Perwitasari Sukrizal Sukrizal Sulthon Sekar Jagat Suyanti Suyanti Tengku Raisya Lopi Tri Endang Kumala Vivi Alviana Weny Apriliani Wiliam Louis William Alfred Yovie Suryani Yudha Kezia Putra Purba